Anda di halaman 1dari 22

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN KRITIS GAGAL JANTUNG PADA KLIEN


DENGAN DIAGNOSA CHF
DIRUANG ICU RSUD PANDAN ARANG BOYOLALI

Oleh:

Evi Lutfitasari

P1337420115008

PRODI DIII KEPERAWATAN SEMARANG

JURUSAN KEPERAWATAN SEMARANG

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES SEMARANG

2018
A. Definisi

Congestive Heart Failure (CHF) adalah suatu kondisi dimana jantung

mengalami kegagalan dalam memompa darah guna mencukupi kebutuhan sel-sel

tubuh akan nutrien dan oksigen secara adekuat. Hal ini mengakibatkan

peregangan ruang jantung (dilatasi) guna menampung darah lebih banyak untuk

dipompakan ke seluruh tubuh atau mengakibatkan otot jantung kaku dan menebal.

Jantung hanya mampu memompa darah untuk waktu yang singkat dan dinding

otot jantung yang melemah tidak mampu memompa dengan kuat. Sebagai

akibatnya, ginjal sering merespons dengan menahan air dan garam. Hal ini akan

mengakibatkan bendungan cairan dalam beberapa organ tubuh seperti tangan,

kaki, paru, atau organ lainnya sehingga tubuh klien menjadi bengkak (congestive)

(Udjianti, 2010).

Gagal jantung kongestif (CHF) adalah suatu keadaan patofisiologis berupa

kelainan fungsi jantung sehingga jantung tidak mampu memompa darah untuk

memenuhi kebutuhan metabolisme jaringan dan/ kemampuannya hanya ada kalau

disertai peninggian volume diastolik secara abnormal (Mansjoer dan Triyanti,

2007).

Gagal jantung adalah sindrom klinik dengan abnormalitas dari struktur

atau fungsi jantung sehingga mengakibatkan ketidakmampuan jantung untuk

memompa darah ke jaringan dalam memenuhi kebutuhan metabolisme tubuh

(Darmojo, 2004 cit Ardini 2007).


B. Klasifikasi

Menurut Mansjoer dan Triyanti, (2007) Gagal jantung kongestif (CHF)

dibagi menjadi 4 klasifikasi menurut NYHA yaitu :

1) NYHA I : Bila pasien dapat melakukan aktifitas berat tanpa keluhan.

2) NYHA II : Bila pasien tidak dapat melakukan aktifitas lebih berat atau

aktifitas sehari-hari.

3) NYHA II : Bila pasien tidak dapat melakukan aktifitas sehari-hari tanpa

keluhan.

4) NYHA IV : Bila pasien sama sekali tidak dapat melakukan aktifitas apapun

dan harus tirah baring

C. Etiologi

Menurut Wajan Juni Udjianti (2010) etiologi gagal jantung kongestif

(CHF) dikelompokan berdasarkan faktor etiolgi eksterna maupun interna, yaitu:

1. Faktor eksterna (dari luar jantung)


a) hipertensi renal
b) hipertiroid
c) anemia kronis/ berat.
2. Faktor interna (dari dalam jantung)
a) Disfungsi katup: Ventricular Septum Defect (VSD), Atria Septum Defect

(ASD), stenosis mitral, dan insufisiensi mitral.


b) Disritmia: atrial fibrilasi, ventrikel fibrilasi, dan heart block.
c) Kerusakan miokard: kardiomiopati, miokarditis, dan infark miokard.
d) Infeksi: endokarditis bacterial sub-akut
D. Patofisiologi

Mekanisme yang mendasari gagal jantung meliputi gangguan

kemampuan kontraktilitas jantung yang menyebabkan curah jantung lebih rendah

dari normal. Dapat dijelaskan dengan persamaan CO = HR x SV di mana curah


jantung (CO: Cardiac output) adalah fungsi frekuensi jantung (HR: Heart Rate) x

Volume Sekuncup (SV: Stroke Volume).

Frekuensi jantung adalah fungsi dari sistem saraf otonom. Bila curah

jantung berkurang, sistem saraf simpatis akan mempercepat frekuensi jantung

untuk mempertahankan curah jantung. Bila mekanisme kompensasi ini gagal

untuk mempertahankan perfusi jaringan yang memadai, maka volume sekuncup

jantunglah yang harus menyesuaikan diri untuk mempertahankan curah jantung.

Volume sekuncup adalah jumlah darah yang dipompa pada setiap

kontraksi, yang tergantung pada 3 faktor, yaitu: (1) Preload (yaitu sinonim dengan

Hukum Starling pada jantung yang menyatakan bahwa jumlah darah yang

mengisi jantung berbanding langsung dengan tekanan yang ditimbulkan oleh

panjangnya regangan serabut jantung); (2) Kontraktilitas (mengacu pada

perubahan kekuatan kontraksi yang terjadi pada tingkat sel dan berhubungan

dengan perubahan panjang serabut jantung dan kadar kalsium); (3) Afterload

(mengacu pada besarnya tekanan ventrikel yang harus dihasilkan untuk

memompa darah melawan perbedaan tekanan yang ditimbulkan oleh tekanan

arteriole).

Jika terjadi gagal jantung, tubuh mengalami beberapa adaptasi yang

terjadi baik pada jantung dan secara sistemik. Jika volume sekuncup kedua

ventrikel berkurang akibat penekanan kontraktilitas atau afterload yang sangat

meningkat, maka volume dan tekanan pada akhir diastolik di dalam kedua ruang

jantung akan meningkat. Hal ini akan meningkatkan panjang serabut miokardium
pada akhir diastolik dan menyebabkan waktu sistolik menjadi singkat. Jika

kondisi ini berlangsung lama, maka akan terjadi dilatasi ventrikel.

Cardiac output pada saat istirahat masih bisa berfungsi dengan baik tapi

peningkatan tekanan diastolik yang berlangsung lama (kronik) akan dijalarkan ke

kedua atrium, sirkulasi pulmoner dan sirkulasi sitemik. Akhirnya tekanan kapiler

akan meningkat yang akan menyebabkan transudasi cairan dan timbul edema paru

atau edema sistemik.

Penurunan cardiac output, terutama jika berkaitan dengan penurunan

tekanan arterial atau penurunan perfusi ginjal, akan mengaktivasi beberapa sistem

saraf dan humoral. Peningkatan aktivitas sistem saraf simpatis akan memacu

kontraksi miokardium, frekuensi denyut jantung dan vena; yang akan

meningkatkan volume darah sentral yang selanjutnya meningkatkan preload.

Meskipun adaptasi-adaptasi ini dirancang untuk meningkatkan cardiac output,

adaptasi itu sendiri dapat mengganggu tubuh. Oleh karena itu, takikardi dan

peningkatan kontraktilitas miokardium dapat memacu terjadinya iskemia pada

pasien dengan penyakit arteri koroner sebelumnya dan peningkatan preload dapat

memperburuk kongesti pulmoner.

Aktivasi sitem saraf simpatis juga akan meningkatkan resistensi perifer.

Adaptasi ini dirancang untuk mempertahankan perfusi ke organ-organ vital, tetapi

jika aktivasi ini sangat meningkat malah akan menurunkan aliran ke ginjal dan

jaringan. Salah satu efek penting penurunan cardiac output adalah penurunan

aliran darah ginjal dan penurunan kecepatan filtrasi glomerolus, yang akan

menimbulkan retensi sodium dan cairan. Sitem rennin-angiotensin-aldosteron


juga akan teraktivasi, menimbulkan peningkatan resistensi vaskuler perifer

selanjutnya dan penigkatan afterload ventrikel kiri sebagaimana retensi sodium

dan cairan.

Gagal jantung berhubungan dengan peningkatan kadar arginin vasopresin

dalam sirkulasi, yang juga bersifat vasokontriktor dan penghambat ekskresi

cairan. Pada gagal jantung terjadi peningkatan peptida natriuretik atrial akibat

peningkatan tekanan atrium, yang menunjukan bahwa disini terjadi resistensi

terhadap efek natriuretik dan vasodilator.

E. Manifestasi klinik
Menurut Niken Jayanti (2010) menjelaskan manifestasi klinik dari9 penyakit

CHF adalah :

1) Peningkatan volume intravaskular.

2) Kongesti jaringan akibat tekanan arteri dan vena yang meningkat akibat

turunnya curah jantung.

3) Edema pulmonal akibat peningkatan tekanan vena pulmonalis yang

menyebabkan cairan mengalir dari kapiler paru ke alveoli; dimanifestasikan

dengan batuk dan nafas pendek.

4) Edema perifer umum dan penambahan berat badan akibat peningkatan

tekanan vena sistemik.

5) Pusing, kekacauan mental (confusion), keletihan, intoleransi jantung terhadap

latihan dan suhu panas, ekstremitas dingin, dan oliguria akibat perfusi darah

dari jantung ke jaringan dan organ yang rendah.

6) Sekresi aldosteron, retensi natrium dan cairan, serta peningkatan volume

intravaskuler akibat tekanan perfusi ginjal yang menurun (pelepasan renin

ginjal).

F. Penatalaksanaan

Menurut Mansjoer dan Triyanti (2007) tujuan dasar penatalaksanaan

pasien dengan gagal jantung adalah:

a) Penatalaksanaan Medis

1) Meningkatkan oksigenasi dengan terapi O2 dan menurunkan konsumsi

oksigen dengan pembatasan aktivitas.

2) Meningkatkan kontraksi (kontraktilitas) otot jantung dengan digitalisasi.


3) Menurunkan beban jantung dengan diet rendah garam, diuretik, dan

vasodilator.

4) Memperbaiki kontraktilitas otot jantung

5) Mengatasi keadaan yang reversible, termasuk tirotoksikosis, miksedema,

dan aritmia.

6) Digitalisasi

a. dosis digitalis

1) Digoksin oral untuk digitalisasi cepat 0,5 mg dalam 4 - 6 dosis

selama 24 jam dan dilanjutkan 2x0,5 mg selama 2-4 hari.

2) Digoksin IV 0,75 - 1 mg dalam 4 dosis selama 24 jam.

3) Cedilanid IV 1,2 - 1,6 mg dalam 24 jam.

b. Dosis penunjang untuk gagal jantung: digoksin 0,25 mg sehari. untuk

pasien usia lanjut dan gagal ginjal dosis disesuaikan.

c. Dosis penunjang digoksin untuk fibrilasi atrium 0,25 mg.

d. Digitalisasi cepat diberikan untuk mengatasi edema pulmonal akut

yang berat:

1) Digoksin: 1 - 1,5 mg IV perlahan-lahan.

2) Cedilamid 0,4 - 0,8 IV perlahan-lahan.

b) Terapi Lain:

1) Koreksi penyebab-penyebab utama yang dapat diperbaiki antara lain: lesi

katup jantung, iskemia miokard, aritmia, depresi miokardium diinduksi

alkohol, pirau intrakrdial, dan keadaan output tinggi.

2) Edukasi tentang hubungan keluhan, gejala dengan pengobatan.


3) Posisi setengah duduk.

4) Oksigenasi (2-3 liter/menit).

5) Diet: pembatasan natrium (2 gr natrium atau 5 gr garam) ditujukan untuk

mencegah, mengatur, dan mengurangi edema, seperti pada hipertensi dan

gagal jantung. Rendah garam 2 gr disarankan pada gagal jantung ringan

dan 1 gr pada gagal jantung berat. Jumlah cairan 1 liter pada gagal jantung

berat dan 1,5 liter pada gagal jantung ringan.

6) Aktivitas fisik: pada gagal jantung berat dengan pembatasan aktivitas,

tetapi bila pasien stabil dianjurkan peningkatan aktivitas secara teratur.

Latihan jasmani dapat berupa jalan kaki 3-5 kali/minggu selama 20-30

menit atau sepeda statis 5 kali/minggu selama 20 menit dengan beban 70-

80% denyut jantung maksimal pada gagal jantung ringan atau sedang.

7) Hentikan rokok dan alkohol

8) Revaskularisasi koroner

9) Transplantasi jantung

10) Kardoimioplasti

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN CHF


1. PENGKAJIAAN KEPERAWATAN

a) Pengkajian Primer

1) Airways

a. Sumbatan atau penumpukan sekret

b. Wheezing atau krekles

2) Breathing

a. Sesak dengan aktifitas ringan atau istirahat

b. RR lebih dari 24 kali/menit, irama ireguler dangkal

c. Ronchi, krekles

d. Ekspansi dada tidak penuh

e. Penggunaan otot bantu nafas

3) Circulation

a. Nadi lemah , tidak teratur

b. Takikardi

c. TD meningkat / menurun

d. Edema

e. Gelisah

f. Akral dingin

g. Kulit pucat, sianosis

h. Output urine menurun

b) Pengkajian Sekunder

1) Riwayat Keperawatan
a. Dada terasa berat (seperti memakai baju ketat).

b. Palpitasi atau berdebar-debar.

c. Paroxysmal Nocturnal Dyspnea (PND) atau orthopnea, sesak nafas

saat beraktivitas, batuk (hemoptoe), tidur harus pakai bantal lebih dari

dua buah.

d. Tidak nafsu makan, mual, dan muntah.

e. Letargi (kelesuan) atau fatigue (kelelahan)

f. Insomnia

g. Kaki bengkak dan berat badan bertambah

h. Jumlah urine menurun

i. Serangan timbul mendadak/ sering kambuh.

2) Riwayat penyakit: hipertensi renal, angina, infark miokard kronis, diabetes

melitus, bedah jantung, dan disritmia.

3) Riwayat diet: intake gula, garam, lemak, kafein, cairan, alkohol.

4) Riwayat pengobatan: toleransi obat, obat-obat penekan fungsi jantung,

steroid, jumlah cairan per-IV, alergi terhadap obat tertentu.

5) Pola eliminasi orine: oliguria, nokturia.

6) Merokok: perokok, cara/ jumlah batang per hari, jangka waktu

7) Faktor predisposisi dan presipitasi: obesitas, asma, atau COPD yang

merupakan faktor pencetus peningkatan kerja jantung dan mempercepat

perkembangan CHF.

c) Pemeriksaan Fisik
1) Evaluasi status jantung: berat badan, tinggi badan, kelemahan, toleransi

aktivitas, nadi perifer, displace lateral PMI/ iktus kordis, tekanan darah,

mean arterial presure, bunyi jantung, denyut jantung, pulsus alternans,

Gallop’s, murmur.

2) Respirasi: dispnea, orthopnea, suara nafas tambahan (ronkhi, rales,

wheezing).

3) Tampak pulsasi vena jugularis, JVP > 3 cmH2O, hepatojugular refluks

4) Evaluasi faktor stress: menilai insomnia, gugup atau rasa cemas/ takut

yang kronis.

5) Palpasi abdomen: hepatomegali, splenomegali, asites.

6) Konjungtiva pucat, sklera ikterik.

7) Capilary Refill Time (CRT) > 2 detik, suhu akral dingin, diaforesis, warna

kulit pucat, dan pitting edema.

2. DIAGNOSA KEPERAWATAN

1) Pola nafas tidak efektif b/d penurunan volume paru

2) Gangguan pertukaran gas b/d kongesti paru, hipertensi pulmonal, penurunan

perifer yang mengakibatkan asidosis laktat dan penurunan curah jantung.

3) Kelebihan volume cairan b/d berkurangnya curah jantung, retensi cairan dan

natrium oleh ginjal, hipoperfusi ke jaringan perifer dan hipertensi pulmonal


3. RENCANA KEPERAWATAN

Diagnosa

No Keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi

1 Pola Nafas tidak NOC NIC

efektif Respiratory status: Ventilatior 1. Posisikan pasien untuk


Respiratory status: Airway
memaksimalkan ventilasi
patency
Definisi : 2. Lakukan fisioterapi dada
Vital sign status
Pertukaran udara
jika perlu
inspirasi dan/atau
Kriteria hasil:
3. Keluarkan sekret dengan
ekspirasi tidak adekuat.
Setelah dilakukan tindakan
batuk atau suction
keperawatan selama…. Pasien
Faktor yang
menunjukan keefektifan pola 4. Auskultasi suara nafas,
berhubungan :
napas, dibuktikan dengan :
catat adanya suara
a. Hiperventilasi
1. Mendemonstrasikan
b. Penurunan tambahan
batuk efektif dan suara
energi/kelelaha
nafas yang bersih, 5. Atur intake untuk cairan
c. Perusakan/pele
tidak ada sianosis dan
mengoptimalkan
mahan
dyspneu (mampu
muskuloskletal keseimbangan.
mengeluarkan sputum,
d. Obesitas
mampu bernafas 6. Monitor respirasi dan
e. Kelelahan otot
dengan mudah, tidak
status O2
pernafasan
ada pursed lips)
f. Hipoventilasi 7. Bersihkan mulut, hidung
2. Menunjukkan jalan
sindrom
nafas yang paten (klien dan secret trakea
g. Nyeri tidak merasa tercekik, 8. Pertahankan jalan nafas
h. Kecemasan irama nafas, frekuensi
yang paten
i. Disfungsi pernafasan dalam
9. Observasi adanya tanda
Neuromuskuler rentang normal, tidak
j. Injuri tulang ada suara nafas tanda hipoventilasi
belakang abnormal)
10. Monitor adanya
DS 3. Tanda Tanda vital
kecemasan pasien
- Dyspnea dalam rentang normal
- Nafas pendek (tekanan darah, nadi, terhadap oksigenasi
DO pernafasan)
11. Monitor vital sign
Penurunan tekanan
12. Informasikan pada pasien
inspirasi/ekspirasi
Penurunan pertukaran dan keluarga tentang
udara/menit
teknik relaksasi untuk
Menggunakan otot
memperbaiki pola nafas
pernafasan tambahan
Orthopnea 13. Ajarkan bagaimana batuk
Pernafasan pursed-lip
secara efektif
Tahap ekspirasi
14. Monitor pola nafas
berlangsung sangat
lama
Penurunan kapasitas
vital respirasi < 11-
24x/menit
2 Gangguan pertukaran NOC : NIC :
gas b/d kongesti paru,
Respiratory Status : Gas Respiratory Monitoring
hipertensi pulmonal,
exchange 1. Monitor rata – rata,
penurunan perifer yang
mengakibatkan Respiratory Status : ventilation kedalaman, irama dan
asidosis laktat dan
 Vital Sign Status usaha respirasi
penurunan curah
Kriteria Hasil : 2. Catat pergerakan
jantung.
Setelah dilakukan tindakan dada,amati kesimetrisan,
Definisi : keperawatan selama…. Pasien
penggunaan otot
Kelebihan atau menunjukan tidak ada
tambahan, retraksi otot
kekurangan dalam gangguan pertukaran gas,
oksigenasi dan atau dibuktikan dengan : supraclavicular dan
pengeluaran 1. Mendemonstrasikan
intercostal
karbondioksida di
peningkatan ventilasi
3. Monitor suara nafas,
dalam membran
dan oksigenasi yang
kapiler alveoli. seperti dengkur
adekuat
4. Monitor pola nafas :
Batasan karakteristik:
2. Memelihara kebersihan
bradipena, takipenia,
a. Gangguan
paru paru dan bebas
penglihatan kussmaul, hiperventilasi,
b. Penurunan CO2 dari tanda tanda
cheyne stokes, biot
c. Takikardi
distress pernafasan
5. Catat lokasi trakea
d. Hiperkapnia
3. Mendemonstrasikan
e. Keletihan 6. Monitor kelelahan otot
f. Somnolen batuk efektif dan suara
diagfragma ( gerakan
g. Iritabilitas
nafas yang bersih,
paradoksis )
h. Hypoxia
tidak ada sianosis dan
i. Kebingungan 7. Auskultasi suara nafas,
j. Dyspnoe dyspneu (mampu
catat area penurunan /
k. Nasal faring
mengeluarkan sputum,
l. AGD Normal mampu bernafas tidak adanya ventilasi
m. Sianosis
dengan mudah, tidak dan suara tambahan
n. Warna kulit
ada pursed lips) 8. Tentukan kebutuhan
abnormal
(pucat, 4. Tanda tanda vital suction dengan
kehitaman)
dalam rentang normal mengauskultasi crakles
o. Hipoksemia
dan ronkhi pada jalan
p. frekuensi dan
kedalaman napas utama
nafas abnormal
9. Uskultasi suara paru

setelah tindakan untuk


Faktor faktor yang
berhubungan : mengetahui hasilnya
1. Ketidakseimba
Acid Base Managemen
ngan perfusi
1. Monitro IV line
ventilasi
2. Perubahan 2. Pertahankan jalan nafas
membran
paten
kapiler-alveolar
3. Monitor AGD, tingkat

elektrolit

4. Monitor status

hemodinamik (CVP,

MAP, PAP)

5. Monitor adanya tanda

tanda gagal nafas

6. Monitor pola respirasi

7. Lakukan terapi oksigen


8. Monitor status neurologi

3 Kelebihan volume NOC : NIC


cairan b/d
Electrolit and acid basid Fluid management
berkurangnya curah
balance 1. Pertahankan catatan
jantung, retensi cairan
dan natrium oleh Fluid balance intake dan output yang
ginjal, hipoperfusi ke
Kriteria Hasil: akurat
jaringan perifer dan
Setelah dilakukan tindakan 2. Pasang urin kateter jika
hipertensi pulmonal
keperawatan selama…. Pasien
diperlukan
menunjukan tidak ada
Definisi :
3. Monitor hasil lAb yang
gangguan pertukaran gas,
Retensi cairan
dibuktikan dengan : sesuai dengan retensi
isotomik meningkat
1. Terbebas dari edema,
cairan (BUN , Hmt ,
Batasan karakteristik : efusi, anaskara
osmolalitas urin )
a. Berat badan
2. Bunyi nafas bersih,
4. Monitor status
meningkat pada
tidak ada
waktu yang hemodinamik termasuk
singkat dyspneu/ortopneu
CVP, MAP, PAP, dan
b. Asupan
3. Terbebas dari distensi
PCWP
berlebihan
vena jugularis, reflek
dibanding 5. Monitor vital sign
output hepatojugular (+)
6. Monitor indikasi retensi /
c. Tekanan darah
4. Memelihara tekanan
kelebihan cairan (cracles,
berubah,
vena sentral, tekanan
tekanan arteri CVP , edema, distensi
pulmonalis kapiler paru, output vena leher, asites)
berubah,
jantung dan vital sign 7. Kaji lokasi dan luas
peningkatan
dalam batas normal edema
CVP
d. Distensi vena 5. Terbebas dari 8. Monitor masukan
jugularis
kelelahan, kecemasan makanan / cairan dan
e. Perubahan pada
atau kebingungan hitung intake kalori
pola nafas,
dyspnoe/sesak 6. Menjelaskanindikator harian.
nafas,
kelebihan cairan 9. Monitor status nutrisi
orthopnoe,
10. Berikan diuretik sesuai
suara nafas
abnormal interuksi
(Rales atau
11. Batasi masukan cairan
crakles),
pada keadaan
kongestikemac
etan paru, hiponatrermi dilusi
pleural effusion
dengan serum Na < 130
f. Hb dan
mEq/l
hematokrit
menurun, 12. Kolaborasi dokter jika
perubahan
tanda cairan berlebih
elektrolit,
muncul memburuk
khususnya
perubahan berat Fluid Monitoring
jenis
1. Tentukan riwayat jumlah
g. Suara jantung
dan tipe intake cairan dan
SIII
h. Reflek eliminasi
hepatojugular
2. Tentukan kemungkinan
positif
i. Oliguria, faktor resiko dari ketidak
azotemia
seimbangan cairan
j. Perubahan
(Hipertermia, terapi
status mental,
kegelisahan, diuretik, kelainan renal,
kecemasan
gagal jantung, diaporesis,
Faktor-faktor yang
disfungsi hati, dll )
berhubungan:
1. Mekanisme 3. Monitor serum dan
pengaturan
elektrolit urine
melemah
4. Monitor serum dan
2. Asupan cairan
berlebihan osmilalitas urine
3. Asupan natrium
5. Monitor BP, HR, dan RR
berlebihan
6. Monitor tekanan darah

orthostatik dan

perubahan irama jantung

7. Monitor parameter

hemodinamik infasif

8. Monitor adanya distensi

leher, rinchi, eodem

perifer dan penambahan

BB

9. Monitor tanda dan gejala

dari odema
DAFTAR PUSTAKA

Ardini, Desta N. 2007. Perbedaaan Etiologi Gagal jantung Kongestif pada Usia Lanjut dengan
Usia Dewasa Di Rumah Sakit Dr. Kariadi Januari - Desember 2006. Semarang: UNDIP

Bulechek, G. M., Butcher, H. K., Dochterman, J. M., dan Wagner, C.M. (Eds.). (2013).
Nursing Interventions Classification (NIC), 6th edition. Missouri : Elsevier Mosby Inc.

Herdman, T. H. dan Khamitsuru, S. (Eds.). (2016). NANDA Internasional inc. diagnosis


keperawatan: definisi dan klasifikasi 2015-2017, ed. 10. Jakarta: EGC.

Jayanti, N. 2010. Gagal Jantung Kongestif. Dimuat dalam


http://rentalhikari.wordpress.com/2010/03/22/lp-gagal-jantung-kongestif/ (diakses pada
15 Januari 2018)

Johnson, M.,et all. 2000. Nursing Outcomes Classification (NOC) Second Edition. New Jersey:
Upper Saddle River

Mansjoer, A dkk. 2007. Kapita Selekta Kedokteran, Jilid 1 edisi 3. Jakarta: Media Aesculapius

Mc Closkey, C.J., Iet all. 1996. Nursing Interventions Classification (NIC) Second Edition.
New Jersey: Upper Saddle River

Santosa, Budi. 2007. Panduan Diagnosa Keperawatan NANDA 2005-2006. Jakarta: Prima
Medika

Udjianti, Wajan J. 2010. Keperawatan Kardiovaskuler. Jakarta: Salemba medika

Anda mungkin juga menyukai