Anda di halaman 1dari 31

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Usia lanjut dikatakan sebagai tahap akhir perkembangan pada daur
kehidupan manusia. Menurut pasal 1 ayat (2), (3), (4) UU No.13 Tahun 1998
tentang kesehatan dikatakan bahwa usia lanjut adalah seseorang yang telah
mencapai usia lebih dari 60 tahun (Maryam dkk, 2008:32). Dalam kehidupan ini,
manusia mengalami penuaan. Menua adalah suatu proses menghilangnya secara
perlahan-lahan kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri atau mengganti dan
mempertahankan fungsi normalnya sehingga tidak dapat bertahan terhadap infeksi
dan memperbaiki kerusakan yang dideritanya (Constantinides, 1994). Terdapat
batasan pada lanjut usia. Batasan umur lansia menurut WHO meliputi usia
pertengahan ialah kelompok usia 45-59 tahun, lanjut usia antara 60-74 tahun,
lanjut usia tua antara 75-90 tahun, dan usia sangant tua ialah di atas 90 tahun.
Selain itu, menurut Setyonegoro, dalam Padila (2013) ialah usia dewasa muda
usia 18/20-25 tahun, usia dewasa penuh usia 25-60/65, lanjut usia >65/70.
Sesorang yang sudah memasuki masa lansia banyak mengalami masalah
nutrisi maupun perubahan-perubahan fisiknya. Perubahan-perubahan fisik pada
lansia menurut (Maryam, 2008:55) ialah sel, jumlah sel berkurang dan cairan
tubuh menurun. Kemudian, kardiovaskuler kemampuan memompa darah
menurun. Respirasi, kekuatan otot-otot pernafasan menurun. Persarafan,
fungsinya menurun. Muskuluskeletal, cairan tulang menurun sehingga mudah
rapuh. Gastrointestinal, asam lambung menurun. Pendengaran, terjadi gangguan
pendengaran. Penglihatan, respon terhadap sinar berkurang. Kulit, keriput serta
kulit kepala dan rambut menipis. Sedangkan masalah nutrisi yang terjadi paa
lansia misalnya tenaga berkurang, energi menurun, kulit makin keriput, gigi
makin rontok, tulang makin rapuh, dan sebagainya. Berdasarkan data di Komisi
Nasional Lanjut Usia (Komnas Lansia) dan Departemen Sosial, pada tahun 2000
tercatat sekitar 7,18% penduduk Indonesia berlansia atau setara dengan 14,4 juta
orang, hingga Mei 2009 jumlah lansia mencapai kurang lebih 20 juta orang atau
terbesar keempat dunia setelah AS, China, dan India, dan diperkirakan pada tahun
2020 jumlah akan mencapai 11,34% dari seluruh penduduk Indonesia atau setara
dengan 28,8 juta orang. Namun, ada sekitar 74% dari lansia usia 60 tahun ke atas
menderita penyakit kronis yang harus makan obat terus-menerus selama hidup
mereka.
Berbagai upaya yang dapat dilakukan untuk mengatasi masalah nutrisi pada
lansia antara lain melalui monitoring BB (kartu lansia), pendidikan gizi. Lansia
dengan penyakit degeneratif perlu diberikan konseling gizi. Konseling gizi
misalnya posyandu lansia yang bertujuan untuk meningkatkan jangkauan
pelayanan kesehatan lansia di masyarakat, pendidikan gizi yang bertujuan agar
masyarakt dapat memilik dan mempertahankan pola makan, penyuluhan
kesehatan dan konseling gizi yang bertujuan untuk mengembangkan pengertian
yang benar dan sikap yang positif individu/pasien atau kelompok/keluarga pasien
(receiver), keluarga sadar gizi (kadarzi) yang bertujuan agar suatu keluarga
mampu mengenal, mencegah, dan mengatasi masalah gizi setiap anggotanya.
1.2 Rumusan Masalah
A. Apa pengertian dari lansia?
B. Bagaiaman proses menua dan perubahan yang terjadi pada lansia?
C. Apa saja masalah yang terjadi pada lansia?
D. Apa pengertian dari nutrisi?
E. Apa tujuan pemberian nutrisi bagi lansia?
F. Apa saja faktor-faktor yang memengaruhi nutrisi pada lansia?
G. Bagaimana kebutuhan energi dan zat nutrisi pada lansia?
H. Bagaimana penentuan status nutrisi pada lansia?
I. Apa saja masalah gizi yang terjadi pada lansia?
1.3 Tujuan Penulisan
A. Untuk mengetahui pengertian dari lansia.
B. Untuk mengetahui proses menua dan perubahan yang terjadi pada lansia.
C. Untuk mengetahui masalah yang terjadi pada lansia.
D. Untuk mengetahui pengertian dari nutrisi.
E. Untuk mengetahui tujuan pemberian nutrisi bagi lansia.
F. Untuk mengetahui faktor-faktor yang memengaruhi nutrisi pada lansia.
G. Untuk mengetahui kebutuhan energi dan zat nutrisi pada lansia.
H. Untuk mengetahui penentuan status nutrisi pada lansia.
I. Untuk mengetahui masalah gizi yang terjadi pada lansia.
1.4 Manfaat Penulisan
A. Dapat mengetahui pengertian dari lansia.
B. Dapat mengetahui proses menua dan perubahan yang terjadi pada lansia.
C. Dapat mengetahui masalah yang terjadi pada lansia.
D. Dapat mengetahui pengertian dari nutrisi.
E. Dapat mengetahui tujuan pemberian nutrisi bagi lansia.
F. Dapat mengetahui faktor-faktor yang memengaruhi nutrisi pada lansia.
G. Dapat mengetahui kebutuhan energi dan zat nutrisi pada lansia.
H. Dapat mengetahui penentuan status nutrisi pada lansia.
I. Dapat mengetahui masalah gizi yang terjadi pada lansia.
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Konsep Dasar Lansia


A. Pengertian Lansia
Lansia (lanjut usia) adalah seseorang yang karena usianya menglami
perubahan biologis, fisik, kejiwaan dan sosial (Undang-undang No 23 Tahun 1992
tentang kesehatan). Pengertian dan pengelolaan lansia menurut Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 1998 tentang lansia sebagai berikut:
a. Lansia adalah seseorang yang telah mencapai usia 60 tahun ke atas
b. Lansia usia potensial adalah lansia yang masih mampu melakukan pekerjaan
dan kegiatan yang dapat menghasilkan barang atau jasa.
c. Lansia tak potensial adalah lansia yang tidak berdaya mencari nafkah
sehingga hidupnya tergantung pada bantuan orang lain
Menurut dokumen Pelembagaan lansia dalam kehidupan bangsa yang
diterbitkan oleh Departemen Sosial dalam rangka perencanaan hari lansia nasional
tanggal 29 Mei oleh Presiden RI, batas umur lansia adalah 60 tahun atau lebih
(Setiabudhi, 1999), dan menurut Pedoman Pembinaan Kesehatan Lansia bagi
petugas kesehatan yang diterbitkan oleh Departemen Kesehatan RI tahun 1999,
umur dibagi lansia 3 yaitu:
1. Usia pra senilis atau virilitas adalah seseorang yang berusia 45-49
tahun
2. Usia lanjut adalah seseorang yang berusia 60 tahun atau lebih
3. Usia lanjut resiko tinggi adalah seseorang yang berusia 70 tahun atau lebih
atau dengan masalah kesehatan.
B. Proses Menua dan Perubahan yang Terjadi pada Lansia
a. Proses Menua
Menurut Constantinides (1994) dalam Nugroho (2000) mengatakan bahwa
proses menua adalah suatu proses menghilangnya secara berlahan- lahan
kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri atau mengganti dan
mempertahankan fungsi normalnya, sehingga tidak dapat bertahan terhadap
infeksi dan memperbaikinya kerusakan yang diderita. Proses menua merupakan
proses yang terus menerus secara alamiah dimulai sejak lahir dan setiap indvidu
tidak sama cepatnya. Menua bukan status penyakit tetapi merupakan proses
berkurangnya daya tahan tubuh dalam menghadapi rangsangan dari dalam
maupun dari luar tubuh.
Karakteristik proses penuaan menurut Crisofalo (1990) dalam Setiabudhi
(1999) ada beberapa karakteristik tentang proses penuaan pada manusia yaitu:
a. Peningkatan kematian sejalan dengan peningkatan usia
b. Terjadinya perubahan kimiawi dalam sel jaringan tubuh yang
mengakibatkan massa tubuh berkurang, peningkatan lemak dan
lipofuscin yang dikenal dengan age pigmen, serta perubahan diserat
kolagen yang dikenal dengan cross-linking.
c. Terjadinya perubahan yang progresif dan merusak
d. Menurunnya kemampuan untuk beradaptasi dengan perubahan di
lingkungan
e. Meningkatnya kerentaan terhadap berbagai penyakit tertentu
Berdasarkan dari uraian diatas maka dapat disimpulkan bahwa penuaan
adalah proses yang secara berangsur-angsur mengakibatkan perubahan yang
kumulatif dan mengakibatkan perubahan di dalam tubuh yang berakibat dengan
kematian. Menurut teori biologis penuaan terbagi menjadi dua tipe yaitu teori
instrinsik yang menjelaskan perubahan berkaitan dengan usia timbul akibat
penyebab dari dalam sel sendiri dan teori ekstrintik yang menjelaskan bahwa
perubahan yang terjadi diakibatkan oleh pengaruh lingkungan.
b. Perubahan yang Terjadi pada Lansia
Suatu proses yang tidak dapat dihindari yang berlangsung secara terus
menerus dan berkesinambungan yang selanjutnya menyebabkan perubahan
anatomis, fisiologis dan biokemis. Pada jaringan tubuh dan akhirnya
mempengaruhi fungsi dan kemampuan badan secara keseluruhan (Depkes RI,
1998). Menurut Setiabudhi (1999) perubahan yang terjadi pada lansia yaitu:
a. Perubahan dari aspek biologis
Perubahan yang terjadi pada sel seseorang menjadi lansia yaitu adanya
perubahan genetika yang mengakibatkan terganggunya metabolisme protein,
gangguan metabolisme Nucleic Acid dan deoxyribonucleic (DNA), terjadinya
ikatan DNA dengan protein stabil yang mengakibatkan gangguan genetika,
gangguan kegiatan enzim dan sistem pembuatan enzim, menurunnya proporsi
protein di otak, otot, ginjal darah dan hati, terjadinya pengurangan parenchim
serta adanya penambahan lipofuscin.
1. Perubahan yang terjadi di sel otak dan syaraf berupa jumlah sel
menurun dan fungsi digantikan sel yang tersisa, terganggunya
makanisme perbaikan sel, kontrol inti sel terhadap sitoplasma
menurun, terjadinya perubahan jumlah dan struktur mitokondria,
degenerasi lisosom yang mengakibatkan hoidrolisa sel, berkuarngnya
butir Nissil, penggumpalkan kromatin, dan penambahan lipofiscin,
terjadi vakuolisasi protoplasma
2. Perubahan yang terjadi di otak lansia adalah otak menjadi trofi yang
beratnya berkurang 5 sampai 10% yang ukurannya kecil terutama di
bagian prasagital, frontal dan parietal, jumlah neuron berkurang dan
tidak dapat diganti dengan yang baru, terjadi pengurangan
neurotransmiter, terbentuknya struktur abnormal di otak dan
akumulasi pigmen organik mineral (lipofuscin, amyloid, plaque,
neurofibrillary tangle), adanya perubaan biologis lainnya yang
mempengaruhi otak seperti gangguan indera telinga, mata, gangguan
kardiovaskuler, gangguan kelenjar thyroid, dan kartikosteroid.
3. Perubahan jaringan yaitu terjadinya penurunan sitoplasma protein,
peningkatan metaplastic protein seperti kolagen dan elastin.
b. Perubahan Fisiologis
Menurut Arisman (2004) dan Nugroho (2000) perubahan fisiologis akibat
penuaan terkait status nurtisi (gizi), meliputi:
1. Perubahan sistem gastrointestinal menurut Arisman (2004) yaitu:
a) Rongga mulut: Tanggalnya gigi, dan ketidak bersihan mulut
yang menyebabkan gigi, dan gusi kerap terinfeksi, serta sekresi
air ludah berkurang, yang mengakibatkan pengeringan rongga
mulut, dan berkemungkinan menurunkan cita rasa.
b) Esofagus: Gangguan menelan akibat gangguan neuromuscular,
seperti jumlah ganglion yang menyusut sementara lapisan otot
menebal
c) Lambung: Lapisan lambung menipis, sekresi HCL dan pepsin
berkurang akibatnya penyerapan vitamin B12 dan zat besi
menurun.
d) Usus: Berat total usus halus berkurang, peristaltic melemah,
penyerapan kalsium dan zat besi menurun.
c. Perubahan Psikologis
Perubahan psikologis pada lansia sejalan dengan perubahan secara
fisiologis. Masalah psikologis ini pertama kali mengenai sikap lansia terhadap
kemunduran fisiknya (disengagement theory) yang berarti adanya penarikan diri
dari masyarakat dan dari diri pribadinya satu sama lain. Lansia dianggap terlalu
lamban dengan daya reaksi yang lambat, kesigapan dan kecepatan bertindak dan
berfikir menurun (Darmojo, 1999). Daya ingat (memory) lansia memang banyak
menurun dari lupa sampai pikiran dan demensia. Pada umumnya lansia masih
ingat pada peristiwa-peristiwa yang telah lama terjadi, tetapi lupa dengan kejadian
yang baru (Darmojo, 1999).
C. Masalah yang Terjadi Pada Lansia
a. Permasalah Umum
Setiabudhi (1999) menegaskan kembali bahwa permasalahan secara umum
lansia sebagai berikut
1. Besarnya jumlah penduduk lansia dan tingginya persentase kenaikan
lansia memerlukan upaya peningkatan kualitas pelayanan dan pembinaan
kesehatannya.
2. Jumlah lansia miskin semakin banyak
3. Nilai kekerabatan melemah, tatanan masyarakat makin
individualistic
4. Rendahnya kuantitas dan kualitas tenaga professional
yang melayani usia lanjut
5. Terbatasnya sarana dan fasilitas pelayanan bagi lansia
6. Adanya dampak pembangunan yang merugikan seperti urbanisasi dan
polusi pada kehidupan dan penghidupan lansia.
b. Permasalah Khusus
Menurut Setiabudhi (1999) permasalahan khusus pada lansia terbagi 2 aspek
yaitu:
1. Permasalahan dari Aspek Fisiologis
Terjadinya perubahan normal pada fisik lansia yang dipengaruhi oleh faktor
kejiwaan sosial, ekonomis dan medik. perubahan tersebut akan terlihat dalam
jaringan dan organ tubuh seperti kulit menjadi kering dan berkeriput, rambut
beruban dan rontok, penglihatan menurun sebagian atau menyeluruh, pendengaran
berkurang, indra perasa menurun, daya penciuman berkurang, tinggi badan
menyusut karena proses osteoporosis yang berakibat badan menjadi bungkuk,
tulang keropos, massanya dan kekuatannya berkurang dan mudah patah, elastisitas
jaringan paru- paru berkurang, nafas menjadi pendek, terjadi pengurangan fungsi
organ di dalam perut, dinding pembuluh darah menebal dan terjadi tekanan darah
tinggi, otot jantung bekerja tidak efisien, adanya penurunan fungsi organ
reproduksi, terutama pada wanita, otak menyusut dan reaksi menjadi lambat
terutama pada pria, serta seksualitas tidak terlalu menurun.
2. Permasalahan dari Aspek Psikologis
Menurut Hadi Martono (1997) dalam Budi Darmojo (1999) beberapa
masalah psikologis lansia antara lain:
a. Kesepian (loneliness), yang dialami lansia pada saat meninggalnya
pasangan hidup, terutama bila dirinya saat itu mengalami penurunan status
kesehatan seperti menderita penyakit fisik berat, gangguan mobilitas atau
gangguan sensorik terutama gangguan pendengaran. harus dibedakan
antara kesepian dengan hidup sendiri. Banyak lansia hidup sendiri tidak
mengalami kesepian karena aktivitas sosialnya tinggi, lansia yang hidup di
lingkungan yang beranggota keluarga yang cukup banyak tetapi
mengalami kesepian.
b. Duka cita (beravement), dimana pada periode duka cita ini merupakan
periode yang sangat rawan bagi lansia. Meninggalnya pasangan hidup,
teman dekat, atau bahkan hewan kesayangan bisa meruntuhkan ketahanan
kejiwaan yang sudah rapuh dari seorang lansia, yang selanjutnya memicu
terjadinya gangguan fisik dan kesehatannya. Adanya perasaan kosong
kemudian diikuti dengan ingin menangis dan kemudian suatu episode
depresi. Depresi akibat duka cita biasanya bersifat self limiting.
c. Depresi, pada lansia stress lingkungan sering menimbulkan depresi dan
kemampuan beradaptasi sudah menurun.
d. Gangguan cemas, terbagi dalam beberapa golongan yaitu fobio, gangguan
panik, gangguan cemas umum, gangguan stress setelah trauma dan
gangguan obsetif-kompulsif. Pada lansia gangguan cemas merupakan
kelanjutan dari dewasa muda dan biasanya berhubungan dengan sekunder
akibat penyakit medis, depresi, efek samping obat atau gejala penghentian
mendadak suatu obat.
e. Psikosis pada lansia, dimana terbagi dalam bentuk psikosis bisa terdapat
pada lansia, baik sebagai kelanjutan keadaan dari dewasa muda atau yang
timbul pada lansia.
f. Parafrenia, merupakan suatu bentuk skizofrenia lanjut yang sering terdapat
pada lansia yang ditandai dengan waham (curiga) yang sering lansia
merasa tetangganya mencuri barang-barangnya atau tetangga berniat
membunuhnya. Parafrenia biasanya terjadi pada lansia yang terisolasi atau
di isolasi atau menarik diri dari kegiatran sosial.
g. Sindroma Diagnosa, merupakan suatu keadaan dimana lansia
menunjukkan penampilan perilaku yang sangat menganggu. Rumah atau
kamar yang kotor serta berbau karena sering lansia ini bermain-main
dengan urine dan fesesnya. Lansia sering memupuk barang-barangnya
dengan tidak teratur (Jawa: “Nyusuh”). Kondisi ini walaupun kamar telah
dibersihkan lansia dimandikan bersih namun dapat berulang kembali.
3. Permasalahan dari aspek sosial budaya
Menurut Setiabudhi (1999) permasalahan sosial budaya lansia secara umum
yaitu masih besarnya jumlah lansia yang berada di bawah garis kemiskinan,
makin melemahnya nilai kekerabatan sehingga anggota keluarga yang berusia
lanjut kurang diperhatikan, dihargai dan dihormati, berhubung terjadi
perkembangan pola kehidupan keluarga yang secara fisik lebih mengarah pada
bentuk keluarga kecil, akhirnya kelompok masyarakat industri yang memiliki ciri
kehidupan yang lebih bertumpu kepada individu dan menjalankan kehidupan
berdasarkan perhitungan untung rugi, lugas dan efisien yang secara tidak langsung
merugikan kesejahteraan lansia, masih rendahnya kuantitas dan kualitas tenaga
profesional dalam pelayanan lansia dan masih terbatasnya sarana pelayanan dan
fasilitas khusus bagi lansia dalam berbagai bidang pelayanan pembinaan
kesejahteraan lansia, serta belum membudayanya dan melembaganya kegiatan
pembinaan kesejahteraan lansia.

2.2 Pemenuhan Kebutuhan Nutrisi pada Lansia


A. Pengertian Nutrisi
Menurut Wartonah (2003) nutrisi merupakan zat-zat gizi dan zat lain yang
berhubungan dengan kesehatan dan penyakit termasuk keseluruhan proses dalam
tubuh manusia untuk menerima makanan atau bahan-bahan dari lingkungan
hidupnya dan mengunakan bahan-bahan tersebut untuk aktifitas penting dalam
tubuhnya serta mengeluarkan sisanya. Dampak dari pemenuhan nutrisi pada lansia
akan menjaga kondisi lansia menjadi sehat, tidak gampang terserang penyakit
serta memelihara status gizinya.
Zat-zat gizi (nutrisi) terdiri dari Karbohidrat, Protein, Lemak, air, mineral,
vitamin dan serat. Sumber makanan mengandung karbohidrat terutama bersama
dari serealia (padi-padian), umbi dan olahannya. Sumber makanan yang
mengandung lemak berasal dari minyak, lemak, binatang, kelapa dan kacang-
kacangan (Almatzier, 2003).
B. Tujuan Pemberian Nutrisi untuk Lansia
Menurut Mubarok ( 2009 ), tujuan pemberian nutrisi atau gizi pada lanjut
usia antara lain sebagai berikut :
1. Mempertahankan gizi yang seimbang dalam kaitannya untuk menunda
atau mencegah kemunduran fungsi organ
2. Gizi diharapkan sesuai dengan kondisi dan kebutuhan tubuh pada lansia
3. Membiasakan makanan yang cukup dan teratur
4. Menghindari kebiasaan pola makan yang buruk, seperti mengomsumsi
makanan yang berkolesterol, meminum minuman keras, dan lain-lain.
5. Mempertahankan kesehatan dan menunda lahirnya penyakit degeneratif
seperti penyakit jantung koroner, ginjal, atherosklerosis, dan lain-lain.
6. Melalui penelitian epidemiologi menjelaskan faktor resiko penyakit
karena komsumsi bahan makanan tertentu seperti penyakit sendi dan
tulang akibat asam urat, penyakit jantung, koroner karena kolesterol dan
lemak jenuh, diabetes meli Tus akibat obesitas karena komsumsi hidrat
arang.
C. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Nutrisi Lansia
Faktor-faktor yang mempengaruhi pemenuhan kebutuhan nutrisi pada lansia
antara lain (Nugroho, 2000).
a. Berkurangnya kemampuan mencerna makanan (akibat kerusakan gigi atau
ompong)
Pada lansia terjadi gangguan nutrisi terjadi pada gigi geligi dan semuanya
tanggal yang akan mengalami kesulitan dalam mengunyah makanan,
apabila makanan yang disajikan tidak diolah sedemikian rupa sehingga
tidak memerlukan pengunyahan maka akan terjadi gangguan dalam
pencernaan dan penyerapan oleh usus.
b. Berkurangnya cita rasa (rasa dan buah)
Hal ini terjadi pada lansia dengan berkurangnya cita rasa yang disebabkan
oleh gangguan pada indera pengecap yang menurun serta adanya iritasi
yang kronis dari selapur lendir. hilangnya sensitivitas dari syaraf pengecap
di lidah terutama rasa manis dan asin, serta hilangnya sensitivitas dari
syaraf pengecap tentang rasa asin, asam dan pahit. Pada lansia apabila
terjadi gangguan emosional seperti stress, putus asa dan rasa takut akan
menyebabkan mulut kering, yang dipengaruhi oleh pengaruh simpatik dari
sistem syaraf autonom yang menyebabkan sekresa saliva. Keluhan mulut
kering dapat menghambat nafsu makan pada lansia yang menyebabkan
asupan nutrisi berkurang. Pada lansia sesuai dengan pertambahan umur
yang akan menurunkan produksi saliva dan mengubah komposisi sedikit
(Ernawati, 2000).
c. Berkurangnya koordinasi otot-otot syaraf
Sistem persyarafan yang terjadi suatu perubahan sistem persyarafan yang
cepat dapat menurunkan hubungan persyarafan menjadi lambat dalam
respon dan waktu bereaksi, serta mengecilnya syaraf panca indera, adanya
gangguan pendengaran, penglihatan serta sistem respirasi. Pada lansia
gangguan ini terjadi karena pengaruh pertambahan umur dan menurunnya
fungsi organ tubuh misalnya pada gangguan refleks yang dapat menurun.
Pada syaraf otot terejadi flaksi atau lemah, tonus kurang, tendernes dan
tidak mampu bekerja. Untuk otot pada saluran cerna yang terjadi suatu
kelemahan karena pengunaan yang menurun yang berakibat terjadinya
konstipasi (Ernawati, 2000)
d. Keadaan fisik yang kurang baik
Keadaan fisik pada lansia terjadi suatu perubahan-perubahan fisik
diantaranya dari perubahan sel yang lebih sedikit jumlahnya dan lebih
besar ukurannya. Masalah yang menyangkut fisik yaitu lansia tidak bisa
berjalan atau melakukan sesuatu sendiri. Masalah fisik misalnya apatis dan
lesu dengan tanda-tanda fizik yaitu berat badan menurun, wajah pucat,
sedangkan kelemahan fisik terjadi seperti artritis (cedera serebrovaskuler)
yang menyebabkan kesulitan untuk berbelanja dan memasak (Darmojo,
2000).
e. Faktor Ekonomi
Faktor ekonomi mempengaruhi lansia dalam melaksanakan pengobatan.
Pada lansia secara umu lansia yang memiliki pendapatan sendiri
cenderung menolak bantuan orang lain. Lansia yang tidak memiliki
penghasilan akan menggantungkan hidupnya pada anak atau saudara
meskipun status ekonomi mereka juga tergolong miskin, dimana lansia
menggantungkan hidupnya terutama pada anak perempuan terdekat. Rata-
rata penghasilan lansia adalah < Rp 300.000 lebih rendah daripada rata-
rata pengeluaran >300.000. keadaan tersebut menunjukkan betapa
rentannya kondisi ekonomi lansia apalagi kalau dilihat dari lansia yang
tidak berpenghasilan yang secara langsung akan mempengaruhi dalam hal
pemenuhan kebutuhan nutrisi lansia dan perawatan lansia (Siroit, 1999).
f. Faktor Sosial lansia
Pada lansia terjadi perubahan-perubahan psikososial yaitu merasakan atau
sadar akan kematian, penyakit kronis dan ketidakmampuan dalam
melakukan aktifitas fisiknya. Kesepian akibat pengasingan dari lingkungan
sosial dari segi ekonomi akibat pemberhentian jabatan atau pensiun yang
dipengaruhi oleh meningkatnya biaya hidup dengan penghasilan yang
rendah sulit, serta bertambahnya biaya untuk pengobatan. Keadaan lansia
ini membutuhkan dukungan keluarga sepeneuhnya khususnya dalam
pemenuhan kebutuhan nutrisi sehari-hari karena hal ini penting dan
bertujuan untuk menjaga kondisi dan status gizi lansia sehari-harinya.
Tanpa adanya dukungan keluarga akan menyebabkan keadaan lansia tidak
baik dan menimbulkan permasalahan misalnya akan menimbulkan
berbagai penyakitnya. Karena kurangnya pemenuhan asupan nutrisi.
g. Faktor Penyerapan Makanan lansia
Masalah nutrisi pada lansia dipengaruhi oleh fungsi obsorpsi yang
melemah (adanya daya penyerapan yang terganggu. Apabila hal ini terjadi
pada lansia maka akan mempengaruhi status gizinya yang berakibat
timbulnya penyakit yang diakibatkan oleh asupan makanan yang
terganggu.
D. Kebutuhan Energi dan Zat Nutrisi pada Lansia
Energi merupakan salah satu kebutuhan metabolisme karbohidrat, protein,
dan lemak, serta berfungsi dalam proses metabolisme, pertumbuhan, pengaturan
suhu, dan kegiatan fisik. Energi yang digunakan tubuh manusia didapat energi
potensial yang tersimpan dari bahan makanan. Energi dalam bahan makanan
biasanya diukur dengan satuan kkal. Ada juga yang menggunakan satuan kilo
joule. Sumber energi berasal dari bahan makanan karbohidrat, lemak dan protein.
1 gram karbohidrat menghasilkan 4 kalori, 1 gram protein menghasilkan 4 kalori
dan 1 gram lemak menghasilkan 9 kalori. Selain itu, 1 gn menghasilkan 7 kalori
kelebihan energi disimpan dalam bentuk glukogen dalam jangka pendek, dan
dalam bentuk lemak sebagai cadangan makanan jangka panjang.
Kebutuhan tubuh akan zat gizi ditentukan oleh banyak faktor, antara lain
tingkat metabolisme basal, tingkat pertumbuhan, aktivitas fisik, usia, jenis 7
kelamin dan faktor yang bersifat relatif, di antaranya yakni gangguan pencernaan
(ingestion), perbedaan daya serap (absorption), tingkat penggunaan (utilization)
dan perbedaan pengeluaran (excretion) dan pengahancuran (destruction) zat
tersebut di dalam tubuh (Supariasa, Bakri dan Hajar 2001).
Menurut Arisman (2009), lansia memerlukan pangan yang relatif kecil
jumlahnya tetapi tinggi mutunya. Mutu yang tinggi dimaksudkan untuk
mengimbangi penyusutan faali yang cepat serta untuk mempertahankan daya
tahan tubuh terhadap penyakit. Sedang jumlah yang kecil yang tercermin dari nilai
energinya, terutama untuk menghindari masalah kegemukan yang membahayakan
lansia. Adanya perubahan-perubahan pada tubuh lansia, menghendaki pola
konsumsi pangan yang berbeda dibandingkan pada usia-usia yang lebih muda.
Pada prinsipnya kebutuhan akan macam zat gizi bagi lansia tetap sama seperti
yang dibutuhkan oleh orang-orang dengan usia yang lebih muda, yang berubah
hanyalah jumlah dan komposisinya. Konsumsi energi sebaiknya dikurangi,
disesuaikan dengan menurunnya aktivitas tubuh. Sebaliknya konsumsi makanan
sumber protein, vitamin dan mineral perlu ditingkatkan baik dari segi jumlah
maupun mutunya. Sayuran dan buah-buahan sebaiknya dikonsumsi dalam jumlah
yang cukup secara teratur dan bervariasi. Selain sebagai sumber vitamin dan
mineral, sayuran dan buah-buahan juga merupakan sumber serat yang baik. Hal
ini sangat perlu mengingat kelompok lansia sering mendapatkan kesulitan dalam
buang air besar. Dengan adanya serat yang cukup, kesulitan tersebut dapat di atasi
dengan mudah (Astawan dan Wahyuni 1988).
Penilaian konsumsi pangan dapat menggambarkan kualitas dan kuantitas
asupan dan pola makan lansia melalui pengumpulan data dalam survei konsumsi
makanan. Metode yang umum digunakan dalam survei konsumsi makanan terdiri
dari jangka pendek (24 hours food recall, dietary record) dan jangka panjang
(Food Frequency Quesioner) (Fatmah 2010). Dalam mengkaji asupan makanan
ada tiga tingkat kegiatan, yaitu 1) perhitungan asupan makanan; 2) perhitungan
kebutuhan zat gizi, dan 3) membandingkan asupan zat gizi dengan kebutuhan gizi.
Kegiatan tersebut memerlukan informasi penunjang antara lain, status ekonomi,
pekerjaan, dan aktivitas fisik (Depkes 2006).
Angka kecukupan gizi untuk wanita usia lanjut pada tahun 1998
berdasarkan WKNPG VI adalah 1850 Kkal dan mengalami penurunan sebanyak
250 Kkal jika kita mengacu pada Depkes RI (2005) yaitu menjadi 1600 Kkal.
Kecukupan gizi pada lansia prosentase untuk zat gizi makro adalah sebagai
berikut: 20 – 25% protein, 20% lemak, 55 – 60% karbohidrat. Asam lemak yang
dikonsumsi sebaiknya yang memiliki kandungan asam lemak tak jenuh jamak
(poly unsaturated fatty acid) yang tinggi, yaitu asam lemak omega 3 dan omega 9
seperti yang terdapat pada ikan yang hidup di laut dalam (Krause, et al, 1984).
Rata-rata konsumsi energi adalah 1571,54 ± 223,02 Kkal, apabila yang
menjadi acuan adalah ketentuan Depkes RI 2005 maka rata-rata konsumsi tersebut
sudah bisa dikatagorikan baik yaitu lebih dari 90 % dari angka kecukupan gizi.
Rata-rata konsumsi protein lebih dari kecukupan yang dianjurkan. Vitamin B1
(mg) dan vitamin C (mg) masih kurang dari yang dianjurkan. Rata-rata tingkat
konsumsi Kalori, protein, dan zat besi lansia di pedesaan dan lansia di perkotaan
kurang dari 80,00% angka kecukupan yang di anjurkan. Pada umumnya lansia
kurang mengkonsumsi buah-buahan dan sayuran, beberapa zat gizi seperti
Kalsium, Seng, Potasium, Vitamin B6, Magnesium, dan Folat kurang tersedia
dalam diet lansia, serta konsumsi karbohidrat kompleks di bawah kecukupan yang
dianjurkan (Herlina, 2001). Menurut Oswari (1997), pada orang lanjut usia ada
dua hal yang perlu diperhatikan yang berkaitan dengan kebiasaan makannya yaitu
pengaruh dari gizi yang tidak bermutu karena tidak cukup protein, mineral, dan
vitamin yang dimakan dan pengaruh makanan yang salah sebagai akibat salah
makan atau terlalu banyak makan. Pada lansia penggunaan energi makin menurun
karena proses metabolisme basalnya makin menurun (Wirakusumah, 2000).
Sebaliknya konsumsi makanan sumber protein, vitamin, dan mineral perlu
ditingkatkan baik jumlah maupun mutunya. Sebaiknya dipilih makanan yang
lunak, mudah dikunyah, dan untuk meningkatkan selera makan dapat
ditambahkan bumbu (Astawan & Wahyuni,1988).
Rekomendasi untuk Lanjut usia yang sehat (Litin, 2007 ) Memiliki pola
makan yang baik dengan : meningkatkan serat,memilih makanan padat gizi,
minum banyak cairan, mengurangi lemak, kolesterol, garam, batasi alkohol,
hindari nikotin, tetap aktif secara fisik, mengendalikan stress, melatih otak, tetap
bersosialisasi, mencari nilai-nilai sprituil, memeriksakan kesehatan secara teratur.
Meningkatnya massa tubuh, meningkat pula risiko kematian. Sebagian besar laki-
laki kelebihan berat badan memiliki risiko kematian 67 % lebih tinggi
dibandingkan laki-laki yang lebih kurus. (John W. Santrock).
Kebutuhan energi dan zat gizi sangat bervariasi meskipun faktor-faktor
seperti ukuran badan, jenis kelamin, macam kegiatan dan faktor lainnya sudah
diperhitungkan. Jumlah zat gizi yang dibutuhkan dapat tergantung pada kualitas
makanan karena efisiensi penyerapan dan pendayagunaan zat gizi oleh tubuh
dipengaruhi oleh kompisisi dan keadaan makanan secara keseluruhan (Soehardjo
dan Koesharto 1992). Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi VIII (2004)
mengelompokkan angka kecukupan yang dianjurkan untuk usia 50-64 tahun dan
di atas 65 tahun.
ZAT GIZI ANGKA KECUKUPAN GIZI
PRIA WANITA
50-64 >65 TAHUN 50-64 TAHUN >65 TAHUN
TAHUN
Energi (kal) 2350 2050 1750 1600
Protein (g) 60 60 50 45
Kalsium (mg) 800 800 800 800
Fe (mg) 13 13 12 12
Vitamin A 600 600 500 500
(RE)
Vitamin C 90 90 75 75
(mg)
Dibawah ini adalah beberapa unsur yang perlu diperhatikan pada lanjut usia:
1. Karbohidrat
Hidrat arang ( karbohidrat) memiliki beberapa fungsi,antara lain:
 Sebagai sumber energi
 Pemberi rasa manis pada makanan
 Penghemat protein
 Mengatur metabolisme lemak
 Membantu pengeluaran feses
Sumber karbohidrat adalah padi-padian atau serealia, umbi-umbian, kacang-
kacang kering dan gula; termasuk juga hasil olahan bahan-bahan seperti bihun,
mie, roti, tepung - tepungan, selai, sirup, dan lain-lain.
Pada umumnya lanjut usia mengkonsumsi karbohidrat hanya 45-50%,
seharusnya 55-60% dari total kalori. Peningkatan asupan karbohidrat kompleks
memungkinkan peningkatan asupan mineral, vitamin dan serat.
Umumnya lanjut usia menderita kekurangan lactase, yaitu suatu enzim yang
berfungsi menghidrolisis laktosa. Ketiadaan proses hidrolisis mengakibatkan
laktosa tidak dapat diserap, yang kemudian dapat menyebabkan diare, karena
laktosa dimetabolisme oleh bakteri usus. Hal inilah yang menyebabkan banyak
lanjut usia tidak mau mengkonsumsi susu. Mengingat kandungan mikronutrien
maka bila menderita intoleransi laktosa maka dianjurkan untuk mengkonsumsi
susu yang rendah laktosa.
2. Protein
Protein adalah substansi kimia dalam makanan yang terbentuk dari
serangkaian atau rantai-rantai asam amino. Protein dalam makanan di dalam tubuh
akan berubah menjadi asam amino yang sangat berguna bagi tubuh yaitu untuk
membangun dan memelihara sel, seperti sel otot, tulang, enzim dan sel darah
merah. Bagi lansia asupan protein total yang dibutuhkan manusia akan menurun
sesuai dengan perubahan usia seseorang. Hal ini terkait dengan penurunan fungsi
sel-sel tubuh manusia. Akan tetapi ada beberapa sumber yang menyatakan bahwa
kebutuhan asupan protein cenderung tetap karena proses regenarasi tubuh akan
terus berlajan sesuai laju regenerasi sel yang terjadi (Fatmah 2010). Besaran
protein dipatok pada angka 0,8 g/kg BB/hari. Angka ini diperoleh dari
perhitungan asupan energi sebesar 1900 kkal untuk perempuan dan 2300 kkal
untuk laki-laki (Arisman 2009). Pada lanjut usia sehat, kebutuhan protein 12–15%
dari total energi. Pada lanjut usia tidak dibutuhkan jumlah protein yang berlebihan
karena akan memperberat kerja ginjal dan hati. Menurut WHO kecukupan protein
pada usia > 60 ahun adalah 0,75 g/KgBB/hari. The Food and Nutrition Board,
kebutuhan protein pada lanjut usia sehat adalah 0,8 g/KgBB/hari, baik bagi pria
maupun wanita.
Bahan makanan yang berasal dari hewan merupakan sumber protein yang
baik dalam jumlah maupun mutu seperti telur, susu, daging, unggas, ikan dan
kerang. Sumber protein nabati adalah kacang kedelai dan hasilnya, seperti tahu
dan tempe serta kacang-kacangan lainnya. Kacang kedelai merupakan sumber
protein nabati yang mempunyai mutu tertinggi (Almatsier 2004). Pemilihan
protein yang baik bagi lansia sangat penting menginggat sintesis protein di dalam
tubuh tidak sebaik saat muda, dan banyak terjadi kerusakan sel yang harus segera
diganti. Pakar gizi menganjurkan kebutuhan protein lansia dipenuhi dari yang
bernilai biologis tinggi seperti telur, ikan dan protein hewani lainnya karena
kebutuhan asam amino essensial meningkat pada usia lanjut. Akan tetapi harus
diingat bahwa konsumsi protein berlebih akan memberatkan kerja ginjal dan hati
(Fatmah 2010).
3. Lemak
Fungsi lemak:
 Sebagai sumber energi ( 2X karbohidrat ).
 Memberikan rasa kenyang dan kelezatan.
 Sumber asam lemak esensial.
 Pelaruk vitamin A,D,E,K.
 Sebagai bantalan organ ( terutama jaringan saraf ).
 Memelihara suhu tubuh (isolator ).
 Memberi bentuk tubuh ( terutama pada wanita).
Pada lanjut usia dibutuhkan lemak 20-30% dari total kalori. WHO (1990 )
menganjurkan konsumsi lemak 15-30% dari total kalori. Dianjurkan paling
banyak 10% dari kebutuhan energi total berasal dari lemak jenuh dan 3-7% dari
lemak jenuh ganda.
Konsumsi kolesterol yang dianjurkan ≤300mg/hari. Kolesterol merupakan
komponen penting dinding sel dan menjadi bahan dasar pembentukan asam
empedu dan hormon seks.
Kelebihan dan kekurangan lemak diwujudkan dalam bentuk kadar
kolesterol darah. Peningkatan kadar kolesterol dapat mempertinggi resiko
penyakit jantung koroner.
Sumber lemak : minyak, tumbuh-tumbuhan, mentega, margarin ,lemak
hewan, kacang-kacangan, biji-bijian, daging dan ayam gemuk, susu, keju dan
makanan yang dimasak dengan lemak atau minyak.
4. Air
Fungsi air dalam tubuh,yaitu :
 Pelarut dan alat angkut
 Katalisator
 Pelumas dalam cairan sendi-sendi tubuh
 Fasilitator pertumbuhan
 Pengatur suhu
Kebutuhan air pada lanjut usia 30 ml/KgBB atau 1500 – 2000cc/hari.
Semakin tua umur seseorang, fungsi kerja organ khususnya ginjal makin
berkurang. Air berguna untuk mengangkut sisa-sisa oksidasi tubuh dan
bermanfaat mendorong gerak peristaltik usus pada saat berlangsung proses
pencernaan.
5. Vitamin
Setiap jenis vitamin yang masuk ke dalam tubuh akan mengatur sendiri
dengan proses yang berbeda. Karena perannya yang amat spesifik, setiap jenis
vitamin tidak dapat menggantikan jenis vitamin yang lain.
Jenis vitamin ada yang larut lemak dan larut air. Yang termasuk dalam larut
lemak adalah vitamin A, D, E, K.
 VITAMIN A
Fungsi :
a. Penglihatan
b. Diferensiasi Sel
c. Fungsi kekebalan
d. Fungsi pertumbuhan dan perkembangan
e. Fungsi reproduksi
f. Pencegahan kanker dan penyakit jantung
Jenis Kelamin/umur Angka kecukupan gizi yang dianjurkan
Pria ≥ 60 thn 600 µg retinol ( setara 3600 µg beta – karoten )
Wanita ≥ 60 thn 500 µg retinol ( setara 3600 µg beta – karoten )
Sumber Vitamin A : Hati, kuning telur, susu, mentega, wortel, minyak ikan
Sumber karoten : Sayuran berwarna hijau tua, sayuran dan buah berwarna jingga
seperti daun singkong, bayam, kacang panjang, buncis, tomat, pepaya, mangga,
jeruk.
 VITAMIN B1 ( TIAMIN )
Fungsi : Vitamin B1 di arbsorbsi melalui usus kecil, serta mengalami
fosforilasi dalam selaput lendir.
Sumber :
- Tumbuhan : Padi-padian, biji-bijian, kacang-kacangan.
- Binatang : Hati, ginjal, telur, susu, daging babi.
Kekurangan tiamin dapat menimbulkan gejala seperti kesemutan, mudah lemas,
capai.
 VITAMIN B2 ( RIBOFLAVIN )
Fungsi :
 Menopang sistem kardiovaskuler dan saraf
 Membantu pembentukan protein, hormon, dan sel darah merah
Sumber : ayam, pisang, kacang kedelai, ikan, susu, beras merah, hati, kentang
 VITAMIN B6 ( Piridoksin )
Fungsi :
 Menopang sistem kardiovakuler dan saraf
 Metabolisme asam amino dan protein
 Membantu membentuk hormon dan sel darah merah
Sumber : Ayam, pisang, kacang kedelai, ikan, susu, beras merah, hati,kentang
Defisiensi piridoksin dapat mengakibatkan neuritis perifer, gangguan kulit
dan kekurangan darah.
 VITAMIN B12 ( SIANOKOBALAMIN )
Vitamin B12 mengandung C, H, O, N, P, dan Co. Vitamin B12 juga
berhubungan dengan anemia pernisiosa.
Bentuk-bentuk aktif dari sianokobalamin :
 Cyanocobalamin ( Vitamin B12 ) : CN –Co
 Hydroxycobalamin ( Vitamin B12a ): OH – Co
 Aquacobalamin ( Vitamin B12b ) : H2O – Co
 Nitrocobalamin ( Vitamin B12c ) : NO2 – Co
Peranan dari sianokobalamin :
 Pembentukan asam nukleat ( DNA an RNA )
 Siankobalamin + asam pantotenat = Purin dan Pirimidin
 Sintesa dan transfer gugus labil CH3
Sumber : Hati sapi, ayam, kerang, tiram, ikan sarden, telur, susu.

Jenis Vitamin B Pria Wanita


Vitamin B 1( Tiamin) 1,0 mg 1,0 mg
Vitamin B 2 ( Riboflavin) 1,2 mg 1,0 mg
Vitamin B 6 (Piridoksin ) 2,0 mg 1,6 mg
Vitamin B 12 ( Kobalamin ) 1,0 mg 1,0 mg
Asupan Vitamin B yang Dianjurkan Bagi Lanjut usia ( > 60 tahun )

 VITAMIN C ( Asam askorbat )


Fungsi :
 Antioksidan yang melindungi tubuh dari radikal bebas
 Membantu sintesis kalogen
 Membantu absorbsi zat besi dan kalsium
 Membantu pembentukan Hb
 Mencegah infeksi, kanker, serta penyakit jantung
Sumber : Buah jeruk, sayur berdaun hijau, hati, ginjal, pepaya, kiwi, apel,
strawberi.
Kadar vitamin C dalam buah dan sayur tergantung dari :
 Jenis buah (asam) dan sayuran
 Cara / tempat penyimpanan
 Iklim
 Kesuburan tanah
 Pengolahan
Kebutuhan vitamin C bagi lanjut usia: 60 mg / hari
Defisiensi : Defisiensi vitamin C yang jelas jarang ditemukan. Yang
banyak ditemui adalah defisiensi pada orang yang sedikit makan buah dan sayur,
orang dengan konsumsi alkohol tinggi, lanjut usia dengan diet yang terbatas,
orang yang sakit berat dan lama.
Gejala defisiensi vitamin C yang klasik :
 Follicular hyperkeratosis
 Gusi bengkak dan meradang
 Gigi goyang dan mudah tanggal
 Kering pada mulut dan mata
 Kerontokan rambut
 Kulit kering dan gatal
 Kalau ada kelainan dalam sintesis kalogen, maka penyembuhan luka akan
lama, jaringan perut dapat pecah kembali, mudah terbentuk infeksi
sekunder pada daerah yang berdarah.

 VITAMIN D
Fungsi :
 Membantu pembentukan tulang bersama vitamin A dan C, hormon
paratiroid dan kalsitonin, protein kolagen serta mineral-mineral kalsium,
fosfor, magnesium, dan flour.
 Membantu pengerasan tulang dengan cara mengatur agar kalsium dan
fosfor yang tersedia dalam darah diendapkan pada proses pengerasan
tulang.
Pada lanjut usia dengan defisiensi kalsium, sangat dianjurkan untuk
mengkonsumsi kalsium 1000-1500 mg/hari. Penambahan suplemen vitamin D
(800 IU/hari) dapat diberikan pada lanjut usia yang sangat sedikit terpapar sinar
matahari dan pada lanjut usia yang tidak mendapatkan vitamin D yang cukup pada
makanan.
Sumber: Sinar matahari dan dari makanan dalam bentuk kolekalsiferol yaitu
kuning telur, hati, mentega, dan minyak ikan.
 VITAMIN E
Defisiensi vitamin E sangat jarang terjadi kecuali pada keadaan malnutrisi
dan kelemahan pada lanjut usia.Vitamin E sangat berguna sebagai antioksidan
yang dapat menghambat jumlah radikal bebas yang diproduksi oleh tubuh dan
proses kimia yang dapat menyebabkan penuaan, namun fakta kliniknya belum
begitu nyata. Angka kecukupan gizi :
- Pria > 60 tahun : 10 mg/hari
- Wanita > 60 tahun : 8 mg/hari
Sumber : Minyak sayur, kacang-kacangan mentah, biji-bijian, sayur
berdaun hijau dan buah-buahan.
 VITAMIN K
Fungsi :
Membantu pembekuan darah dan sebagai kofaktor enzim didalam tubuh.
Sumber :
 Daun hijau seperti brokoli, kol, lobak, selada
 Kuning telur
 Hati
 Minyak kacang kedele
 Flora bakteri dalam usus
Defisiensi vitamin K jarang terjadi. Defisiensi dapat terjadi pada :
- Malabsorbsi lipid
- Rusaknya flora usus akibat pengobatan dengan antibiotik dalam waktu
lama
- Penyakit hati yang berhubungan dengan vitamin K
Angka kecukupan gizi :
- Pria > 60 tahun : 80 µg / hari
- Wanita > 60 tahun : 65 µg / hari
F. MINERAL
 BESI ( Fe )
Fungsi:
- Pembentukan hemoglobin
- Meningkatkan kekebalan tubuh
- Menambah energi
Keseimbangan zat besi ditentukan oleh penyerapan, penyimpanan, dan
pengeluaran zat besi. Penurunan asam lambung mempengaruhi penyerapan. Obat-
obatan juga berpengaruh dalam penyerapan seperti kolestiramin yang banyak
digunakan lanjut usia untuk menurunkan kadar kolesterol ternyata menurunkan
penyerapan zat besi. Kebutuhan yang dianjurkan : 10 mg/hari.
Sumber : Hati, daging, kacang-kacangan, gandum, sayur berdaun hijau.
 SENG ( Zn )
Fungsi:
- Memelihara struktur protein
- Fungsi metabolisme
- Meningkatkan imunitas
- Replikasi sel
- Mencegah kerusakan sel akibat radikal bebas
Sumber : Kacang-kacangan, ikan laut, tiram, telur. Kebutuhan pada lanjut usia
pria 15 mg/hari, dan untuk lanjut usia wanita 12 mg/hari. Defisiensi seng dapat
menyebabkan dysgeusia, anoreksia, penyembuhan luka yang lama, menurunnya
daya tahan tubuh dan berkurangnya nafsu makan.
 MAGNESIUM ( Mg )
Fungsi:
- Sintesis dan sekresi insulin
- Transpor glukosa ke dalam sel
- Metabolisme glukosa
Sumber : Sayuran hijau, sereal, biji-bijian, kacang-kacangan, daging, susu, dan
hasil olahannya. Kecukupan magnesium untuk pria dewasa 280 mg/hari dan untuk
wanita 250 mg/hari. Suplemen magnesium sangat dibutuhkan bagi para lanjut usia
yang menjalani terapi diuretik.
 KALSIUM ( Ca )
Fungsi: Menjaga keseimbangan air dan garam dalam tubuh.
Sumber: Buah, sayuran, kacang-kacangan.
Kebutuhan minimum sebanyak 2000 mg / hari.

Indikasi diberikan vitamin dan mineral pada lanjut usia :


1. Pertimbangan dokter akan status gizi pasiennya.
2. Penyakit kronis yang menimbulkan maknitrisi.
3. Penyakit yang membutuhkan diet rendah protein, gangguan penyerapan
lambung, dehidrasi dimana dibutuhkan mineral kalium/natrium.

Efek samping pemberian vitamin dan mineral pada lanjut usia :


- Tidak ada, kecuali bila dimakan secara berlebihan. Vitamin B, C larut
dalam air, sehingga apabila terdapat dalam jumlah yang berlebihan akan
disimpan dalam tubuh dan akan menyebabkan keracunan.
- Vitamin A yang berlebihan akan mengakibatkan penglihatan kabur,rambut
rontok dan kulit kering/kuning.
- Vitamin D yang berlebihan menyebabkan perubahan tulang, penumpukan
kalsium dalam otot/organ tubuh, batu/kegagalan ginjal dan artritis.
G. SERAT
Serat merupakan komponen makanan yang berasal dari sumber nabati,
berguna untuk membuang segala materi sisa-sisa pencernaan dari dalam saluran
cerna. Serat dalam tubuh sangat berguna dan membantu mendorong gerak
peristaltik usus serta dapat mencegah konstipasi (mengerasnya feses) pada masa
usia lanjut, serta menghindari berbagai penyakit antara lain mencegah kanker usus
besar, penyakit jantung koroner, diabetes mellitus dan kegemukan. Sumber :
sayuran, buah-buahan. Kebutuhan serat : 30 gram/hari.
E. Penentuan Status Gizi Lansia
Penentuan status gizi lansia dilakukan dengan pengukuran berat badan
(BB) dan tinggi lutut (TL). Berat badan lansia diukur dengan cara berdiri,
menggunakan timbangan injak dengan kapasitas 120 kg dan ketelitian 0,1 kg.
Tinggi lutut direkomendasikan oleh WHO (1995) dalam Fatmah (2010)
untuk digunakan sebagai predikor tinggi badan pada seseorang yang berusia 60
tahun atau lebih.

Tinggi lutut diukur dengan sebuah caliper berupa tongkat pengukur yang
dilengkapi dengan papan kayu untuk membentuk sudut 90 0. Tinggi lutut
terlentang diukur pada kaki kiri yang dibengkokkan pada lutut. Salah satu ujung
caliper diposisikan di bawah, di bagian tumit, sedangkan yang satu lagi
diposisikan di bagian atas bagian lutut.
Rumus TLChumlea yang digunakan untuk memprediksi tinggi badan (TB)
adalah sebagai berikut.
Lansia pria TB = 84,88 – (0,24 x Usia) + (1,83 x Tinggi Lutut)
Lansia wanita TB = 64,19 – (0,04 x Usia) + (2,02 x Tinggi Lutut)
Perhitungan Kebutuhan Energi.
Berikut ini beberapa cara untuk menghitung kebutuhan energi :
a) Harris dan Benedict
Merupakan cara yang banyak digunakan untuk menetapkan kebutuhan
energi seseorang. Rumusnya dibedakan antara kebutuhan untuk laki-laki dan
perempuan.
Laki-laki : BEE = 66 + 13,7 (BB) + 5 (TB) - 6,8 (umur)
Perempuan : BEE = 655 + 9,6 (BB) + 1,7 (TB) - 4,7 (umur)
Faktor koreksi BEE untuk berbagai tingkat stress adaiah :
Stress ringan = 1,3 x BEE
Stress sedang = 1,5 x BEE
Stress berat = 2,0 x BEE
Kanker = 1,6 x BEE
b) Rule of Thumb (menggunakan BB ideal)
Cara cepat untuk menghitung kebutuhan energi adaiah :
Laki-laki : 30 Kkal/ kgBB
Perempuan : 25 Kkal / kgBB
Selanjutnya data BB dan TB yang didapat digunakan untuk menentukan
indeks massa tubuh (IMT)sebagai penentu status gizi lansia. Penggunaan IMT
hanya berlaku bagi orang dewasa berumur di atas 18 tahun. Indek masa tubuh
(IMT) tidak dapat diterapkan pada bayi, anak, remaja, ibu hamil, dan
olahragawan. Selain itu, IMT juga tidak bisa diterapkan pada keadaan khusus
(penyakit) lainnya seperti adanya edema, asites dan hepatomegalia (Supariasa et
al. 2001). Nilai IMT diperoleh dengan membagi berat badan dalam kilogram
dengan kuadrat tinggi badan dalam meter. Klasifikasi status gizi berdasarkan IMT
pada populasi Asia Pasific dapat dilihat pada tabel berikut.
Klasifikasi IMT (kg/m2)
Underweight <18,5
Normal 18,5-22,9
Pre-obese 23-24,9
Obese-I 25-29,9
Obese-I >30

2.3 Masalah Gizi pada Lansia


Masalah gizi Ian ut usia merupakan rangkaian proses masalah gizi sejak usia
muda yang anifestasinya terjadi pada lanjut usia. Berbagai penelitian
menunjukkan bah a masalah gizi pada lanjut usia sebagian besar merupakan
masalah gizi lebih yang merupakan faktor risiko timbulnya penyakit degenerative
seperti penyakit jantung koroner, diabetes mellitus, hipertensi, gout rematik,
ginjal, perlemaka hati, dan lain-lain. Namun demikian masalah kurang gizi juga
banyak terjadi pada lanjut usia seperti Kurang Energi Kronik (KEK), anemia dan
kekurangan zat gizi mikro lain.
1) Kegemukan atau obesitas
Keadaan ini biasanya disebabkan oleh pola konsumsi yang berlebihan,
banyak mengandung lemak dan jumlah kalori yang melebihi kebutuhan. Proses
metabolisme yang menurun pada lanjut usia, bila tidak diimbangi dengan
peningkatan aktifitas fisik atau penurunan jumlah makanan, sehingga jumlah
kalori yang berlebih akan diubah menjadi lemak yang dapat mengakibatkan
kegemukan. Selain kegemukan secara keseluruhan, kegemukan pada bagian perut
lebih berbahaya karena kelebihan lemak diperut dihubungkan dengan
meningkatnya risiko penyakit jantung koroner pada bagian lemak lain. Menurut
Monica, 1992, kegemukan atau obesitas akan meningkatkan risiko menderita
penyakit jantung koroner 1-3 kali, penyakit hipertensi 1,5 kali, diabetes mellitus
2,9 kali dan penyakit empedu 1-6 kali.
Jika berat badan berlebih maka harus mengurangi konsumsi sumber energi
untuk menurunkan berat badan sampai mencapai berat badan normal.
Diet rendah energi untuk usia lanjut harus memenuhi syarat sebagai beikut ;
1. Energi dikurangi sampai dengan 500 Kalori
dari kebutuhan normalnya. Sebaiknya berasal dari karbohidrat dan
lemak
2. Protein sedikit lebih tinggi, yaitu 1-1,5 gram
per kg Berat Badan per hari
3. Lemak sedang, yaitu 20-25 % dari
kebutuhan Energi total. Usahakan berasal dari makanan yang
mengandung lemak tidak jenuh
4. Karbohidrat sedikit lebih rendah yaitu 50-
60% dari kebutuhan energy total. Gunakan lebih banyak sumber
karbohidrat komples untuk memberi rasa kenyang dan mencegah
konstipasi. Sebagai alternatif bisa digunakan gula buatan sebagai
pengganti gula pasir.
Bahan Makanan yang dianjurkan :
a. Sumber karbohidrat : karbohidrat kompleks seperti nasi, jagung, ubi,
singkong, talas, kentang dan cereal,
b. Sumber protein: daging tidak berlemak, ayam tanpa kulit, ikan , telur,
susu rendah lemak, ka ng kacangan, tempe , tahu, susu kedele.
c. Sayuran yang ban yak mengandung serat dan diolah tanpa santan
kental
d. Buah, semua ma cam buah diperbolehkan terutama yang banyak
mengandung serat.
Bahan makanan yang tidak dianjurkan :
a. Sumber karbohidr t sederhana, seperti gula pasir, gula merah, sirup,
kue yang manis dan gurih
b. Sumber protein, aging berlemak yang diolah dengan santan kental,
atau digoreng
c. Buah buahan : durian, alpukat, manisan buah
2) Kurang Energi Kronik (KEK)
Kurang atau hilangnya nafsu makan yang berkepanjangan pada lanjut usia,
dapat menyebabkan penurunan berat badan. Pada lanjut usia kulit dan jaringan
mulai keriput, sehingga makin kelihatan kurus. Disamping kekurangan zat gizi
makro, sering juga disertai kekurangan zat gizi mikro.
Beberapa penyebab KEK pada lanjut usia :
a. Makan tidak enak karena berkurangnya fungsi alat perasa dan penciuman
b. Gigi-geligi yang tanggal, sehingga menggangu proses mengunyah makanan
c. Faktor str ss/depresi, kesepian, penyakit kronik, efek samping obat, merokok
3) Kurang Zat Gizi Mikro lain
Biasanya menyertai lanjut usia dengan KEK, namun kekurangan zat gizi mikro
dapat juga terjadi pada lanjut usia dengan status gizi baik. Kurang zat besi,
Vitamin A, Vitamin B, Vitamin C, Vitamin D, Vitamin E, Magnesium, kalsium,
seng dan kurang serat sering terjadi pada lanjut usia. Beberapa penyakit kronik
degeneratif yang berhubungan dengan status gizi:
a. Penyakit Jantung koroner
Konsumsi lemak jenuh dan kolesterol yang berlebihan dapat meningkatkan risiko
penyakitjantung koroner. Penyakit Jantung Koroner pada mulanya disebabkan
oleh penumpukan lemak pada dinding dalam pembuluh darah jantung (pembuluh
koroner), dan hal ini lama kelamaan diikuti oleh berbagai proses seperti
penimbunan jaringan ikat, pengapuran, pembekuan darah, dan lain-lain, yang
semuanya akan mempersempit atau menyumbat pembuluh darah tersebut.
b. Hipertensi
Berat badan yang berlebih akan meningkatkan beban jantung untuk memompa
darah ke seluruh tubuh. Akibatnya tekanan darah cenderung menjadi lebih tinggi.
Selain itu pembuluh darah pada lanjut usia sering mengalami aterosklerosis (lebih
tebal dan kaku), sehingga tekanan darah akan meningkat. Bila terjadi sumbatan di
pembuluh darah otak akan memacu timbulnya stroke. Bila sumbatan terjadi di
jantung dapat menyebabkan serangan jantung berupa nyeri dada atau kematian
otot jantung (angina pektoris atau infark miokard) yang dapat menyebabkan
kematian.
c. Diabetes Mellitus
Suatu penyakit menahun yang ditandai oleh kadar glukosa darah yang melebihi
nilai normal (gula darah puasa >_ 126 gr/dl dan atau gula darah sewaktu diatas
200 gr/dl). Diabetes umumnya disebabkan oleh kerusakan sel beta di pankreas
yang menghasilkan fungsi insulin, sehingga kekurangan insulin atau dapat juga
terjadi karena gangguan fungsi insulin dalam glukosa ke dalam sel. Pada orang
dengan berat badan lebih, hiperglikemia terjadi karena insulin yang dihasilkan
oleh pankreas tidak mencukupi kebutuhan.
DM Tipe I : Diabetes disebabkan oleh kekurangan insulin karena terjadi
kerusakan sel dan pankreas. Umumnya normal atau di bawah normal dan disertai
dengan trias DM, polifagi, poliuri, polidipsi (banyak makan, banyak minum dan
banyak kencing)
DM Tipe II Non Insulin Dependent Diabetes Mellitus (NIDDM), selain terjadi
kerusakan sel dan pankreas juga disertai tidak berfungsinya insulin, 75%
penderita DM tipe II adalah obesitas atau dengan riwayat obesitas.
d. Osteo arthritis (pengapuran tulang)
Penyakit bagian dari arthritis, penyakit ini terutama menyerang sendi terdapat
pada sendi tangan, lutut dan pinggul. Orang yang terserang steoarthritis biasanya
susah menggerakkan sendi-sendinya dan pergerakannya menjadi terbatas karena
turunnya fungsi tulang rawan untuk menopang badan.
e. Osteoporsis (keropos tulang)
Massa tulang mencapai maksimum pada usia sekitar 35 tahun untuk wanita
dan 45 tahun untuk pria. Bila konsumsi kalsium kurang dalam jangka waktu lama
akan timbul keropos tulang (osteoporosis), dan pada wanit menopause akan lebih
rentan karena pengaruh penurunan hormon estrogen. Akibatnya tulang menjadi
rapuh dan mudah patah apabila terj tuh atau terkena trauma.
Osteoprosis adalah penyakit kronik yang ditandai dengan rendahnya massa
tulang.Faktor nutrisi adalah bagian penting bagi kesehatan tulang, zat gizi yang
berperan adalah kalsium. Apabila konsumsi kalsium kurang maka kalsium akan
diambil dari tulang untuk mempertahankan keadaan kalsium normal dalam darah.
Pengaturan Diet:
a. Kebutuhan energi sesuai umur (25-30 Kalori per kg berat badan per hari).
b. Protein 0,8-1,0 gram per kg Berat badan per hari terutama dari protein
nabati, karena protein hewani terutama daging , menyebabkan kalsium keluar
melalui urin.
c. Cukup vitamin D 400 IU per hari, Vitamin A 800 RE/retinol 0,8 mg per
hari
d. Cukup mineral, kalsium 1000-1500 mg per hari, zink , mangan, tembaga,
fluoride yang berperan dalam pembentukan tulang yang sehat
e. Dianjurkan untuk meluangkan waktu berjemur selama 10-15 menit per
hari di waktu pagi hari
Bahan makanan yang dianjurkan
a. Sumber Kalsium : susu, produk susu seperti yoghurt, keju, ice cream;
ikan yang dimakan dengan tulangnya seperti ikan ter!, bandeng presto tulang
lunak ; kedele dan produk hasil olahnya seperti susu kedele , tahu, tempe; sayuran
seperti bayam dan brokoli
b. Sumber vitamin D: kuning telur, susu fortifikasi dan margarine
Bahan makanan
Contoh menu sehari-hari yang tidak dianjurkan :
Makan yang dimakan bersama dengan makanan sumber kalsium dapat
menghambat penyerapan kalsium. Misalnya makan khusus; makan teri ikan
bersama daun singkong.

f. Arthritis Gout
Kelainan etabolisme protein menyebabkan kadar asam urat dalam darah meni
gkat. Kristal asam urat akan menumpuk di persendian yang menyebab an rasa
nyeri dan bengkak sendi. Pada penderita gout perlu pembatasa konsumsi lemak,
protein, purin, untuk penurunan kadar asam urat. isarankan banyak minum air
putih minimal 8 gelas sehari.
BAB III
PENUTUP
A. Simpulan
Lansia (lanjut usia) adalah seseorang yang karena usianya menglami
perubahan biologis, fisik, kejiwaan dan sosial (Undang-undang No 23 Tahun 1992
tentang kesehatan). Pada lansia terjadi proses penuaan dan perubahan. Yang
dimaksud proses menua adalah mengatakan bahwa proses menua adalah suatu
proses menghilangnya secara berlahan- lahan kemampuan jaringan untuk
memperbaiki diri atau mengganti dan mempertahankan fungsi normalnya,
sehingga tidak dapat bertahan terhadap infeksi dan memperbaikinya kerusakan
yang diderita (Menurut Constantinides (1994) dalam Nugroho (2000)). Sementara
menurut Setiabudhi (1999), perubahan yang terjadi pada lansia yaitu:
d. Perubahan dari aspek biologis
e. Perubahan Fisiologis
f. Perubahan Psikologis
Pada lansia juga terjadi permasalahan-permasalahan yang terbagi atas
permasalahan umum dan permasalahan khusus. Salah satu permasalahan yang
sering muncul pada lansia terkait pada kebutuhan akan nutrisinya.
Pada lansia perlu diperhatikan bagaimana pemenuhan nutrisinya. Sehingga
perlu diketahui pengetian nutrisi, tujuan pemberian nutrisi pada lansia, faktor-
faktor yang memengaruhi nutrisi pada lansia, kebutuhan energi dan zat nutrisi
pada lansia, penentuan status gizi pada lansia, serta masalah-masalah terkait gizi
pada lansia
B. Saran
Sebagai pelaku kesehatan, tentu sudah seyogyanya kita mempelajari dan
mengetahui kebutuhan nutris pada lansia untuk mempermudah pemberian asuhan
keperawatan pada lansia dengan masalah gangguan pemenuhan terhadap
nutrisinya. Dengan ini, wawasan kita dapat bertambah sehingga kita tahu tindakan
apa saja yang tepat dilakukan untuk mengatasi segala permasalah terkait dengan
nutrisi pada lansia.
2.

Anda mungkin juga menyukai