Anda di halaman 1dari 16

BAB II

TINJAUAN TEORI

A. Definisi dan Klasifikasi


1. Definisi
Glomerulonefritis akut adalah inflamasi gelungan kapiler di dalam
glomerulus ginjal. Glomerulonefritis akut megacu pada sekelompok penyakit
ginjal dimana terjadi reaksi inflamasi pada glomerulus. Penyakit ini bukan
penyakit infeksi ginjal tetapi efek samping dari mekanisme pertahanan tubuh.
Pada kebanyakan kasus, stimulus dari reaksi adalah infeksi yang diakibatkan oleh
streptokokus A pada tenggorokan yang mengawali awitan glomerulonefritis
sampai interval 2-3 minggu. Produk streptokokus bertindak sebagai antigen,
mestimulasi antibodi yang bersirkulasi menyebabkan cidera ginjal.
Glomerulonefritis dapat juga disertai demam scarlet (demam yang muncul
karena infeksi bakteri streptokokus sehingga muncul ruam merah dan radang
tenggorokan) dan impetigo (infeksi purulen akut yang menular) serta infeksi virus
akut. Contohnya, ISPA, gondongan, varisela, Epstein-barr, hepatitis B, dan infeksi
HIV. Proses inflamasi ginjal yang melibatkan reaksi antigen-antibodi sekunder
terhadap infeksi di tempat lain pada tubuh; faktor pencetus paling umum adalah
streptokokus beta hemolitik grup A.
Glomerulonefritis adalah penyakit yang mengenai glomeruli kedua ginjal.
Factor penyebabnya antara lain reaksi imunologis (Lupus eritematosus sistemik,
infeksi streptokokus, cedera vascular (hipertensi), dan penyakit metabolic
(diabetes mellitus). Glomerulonephritis akut yang paling lazim adalah yang akibat
infeksi streptokokus. Glomerulonephritis akut biasanya terjadi sekitar 2-3 minggu
setelah serangan infeksi streptokokus. Faring, tonsil, dan kulit (empetigo)
merupakan tempat infeksi primer. Penyakit ini banyak mangenai anak-anak usia
prasekolah dan anak-anak umur sekolah.
2. Klasifikasi
Glomerulus terdiri atas suatu anyaman kapiler yang sangat khusus dan
diliputi oleh simpai Bowman. Glomerulus yang terdapat dekat pada perbatasan
korteks dan medula (“juxtame-dullary”) lebih besar dari yang terletak perifer.

4
Percabangan kapiler berasal dari arteriola afferens, membentuk lobul-lobul, yang
dalam keadaan normal tidak nyata, dan kemudian berpadu lagi menjadi arteriola
efferens. Tempat masuk dan keluarnya kedua arteriola itu disebut kutub
vaskuler. Di seberangnya terdapat kutub tubuler, yaitu permulaan tubulus
contortus proximalis. Gelung glomerulus yang terdiri atas anyaman kapiler
tersebut, ditunjang oleh jaringan yang disebut mesangium, yang terdiri
atas matriks dan sel mesangial. Kapiler-kapiler dalam keadaan normal tampak
paten dan lebar. Di sebelah dalam daripada kapiler terdapat sel endotel, yang
mempunyai sitoplasma yang berfenestrasi. Di sebelah luar kapiler terdapat sel
epitel viseral, yang terletak di atas membran basalis dengan tonjolan-tonjolan
sitoplasma, yang disebut sebagai pedunculae atau “foot processes”.

Maka itu sel epitel viseral juga dikenal sebagai podosit. Antara sel endotel
dan podosit terdapat membrana basalis glomeruler (GBM = glomerular basement
membrane). Membrana basalis ini tidak mengelilingi seluruh lumen kapiler.
Dengan mikroskop elektron ternyata bahwa membrana basalis ini terdiri atas tiga
lapisan, yaitu dari arah dalam ke luar ialah lamina rara interna,
lamina densa dan lamina rara externa. Simpai Bowman di sebelah dalam
berlapiskan sel epitel parietal yang gepeng, yang terletak pada membrana basalis
simpai Bowman. Membrana basalis ini berlanjut dengan membrana basalis
glomeruler pada kutub vaskuler, dan dengan membrana basalis tubuler pada kutub
tubuler. Dalam keadaan patologik, sel epitel parietal kadang-kadang berproliferasi

5
membentuk bulan sabit (” crescent”). Bulan sabit bisa segmental atau
sirkumferensial, dan bisa seluler, fibroseluler atau fibrosa.
Populasi glomerulus ada 2 macam yaitu :
1. Glomerulus korteks yang mempunyai ansa henle yang pendek berada dibagian
luar korteks.
2. Glomerulus jukstamedular yang mempunayi ansa henle yang panjang sampai
ke bagian dalam medula. Glomerulus semacam ini berada di perbatasan
korteks dan medula dan merupakan 20% populasi nefron tetapi sangat penting
untuk reabsoprsi air dan slut.

B. Etiologi

Faktor penyebab yang mendasari sindrom ini secara luas dapat dibagi menjadi
kelompok infeksi dan non infeksi:

a. Infeksi

Infeksi streptokokus beta-hemolitikus group A terjadi sekitar 5-10% pada orang


dengan radang tenggorokan dan 25% pada mereka dengan infeksi kulit.
Penyebab nonstreptokokus, meliputi bakteri, virus dan parasit.

b. Non-infeksi

Penyakit sistemik multisistem, seperti pada lupus eritematosus sistemik (SLE),


vaskulitis, sindrom Goodpasture, granulomatosis Wegener. Kondisi penyabab
lainnya adalah pada kondisi sindrom Guillain-Bare.

C. Manifestasi Klinis
Menurut Brunner dan Suddarth. Biasanya terjadi sakit kepala, malaise,
edema fasial dan nyeri tekan. Umum terjadi hipertensi ringan sampai berat dan
nyeri tekan pada sudut kostovertebral (CVA).
Tanda dan gejala yang lain sebagai berikut:
1. Riwayat faringitis dan tonsillitis
2. Edema perifer dan periorbital

6
3. Letargi dan malaise (meriang)

4. Oliguria

5. Edema perifer dan periorbital

6. Hipertensi ringan sampai berat dan nyeri tekan pada sudut kostovertebral
(CVA)

7. Pucat

8. Anoreksia

9. Hipertermi

10. Urin berwarna seperti teh

11. Nyeri pinggang

D. Patofisiologi
Diduga terdapat suatu antibodi yang ditujukan terhadap suatu antigen
khusus yang merupakan unsur membran plasma streptococcal spesifik. Terbentuk
kompleks antigen-antibodi di dalam darah dan bersirkulasi ke dalam glomerulus,
kompleks tersebut secara mekanis terperangkap dalam membrane basalis.
Selanjutnya komplomen akan terfiksasi mengakibatkan lesi dan peradangan yang
menarik leukosit polimorfonuklear (PMN) dan trombosit menuju tempat lesi.
Fagositosis dan pelepasan enzim lisosom juga merusak endothel dan membrane
basalis glomerulus (IGBM). Sebagai respon terhadap lesi yang terjadi, timbul
proliferasi sel-sel endotel yang diikuti sel-sel mesangium dan selanjutnya sel-sel
epitel. Semakin meningkatnya kebocoran kapiler gromelurus menyebabkan
protein dan sel darah merah dapat keluar ke dalam urine yang sedang dibentuk
oleh ginjal, mengakibatkan proteinuria dan hematuria. Agaknya kompleks
komplomen antigen-antibodi inilah yang terlihat sebagai nodul-nodul sub epitel
pada mikroskop electron dan sebagai bentuk granular dan berbungkah-bungkah
pada mikroskop imunofluoresensi, pada pemeriksaan cahaya glomerulus tampak
membengkak dan hiperseluler disertai invasi PMN.
Menurut penelitian yang dilakukan, penyebab infeksi pada glomerulus
akibat dari reaksi hipersensivitas tipe III. Kompleks imun (antigen-antibodi yang

7
timbul dari infeksi) mengendap di membrane basalis glomerulus. Aktivasi
komplemen yang menyebabkan destruksi pada membran basalis glomerulus.
Kompleks-kompleks ini mengakibatkan kompelen yang dianggap
merupakan mediator utama pada cedera. Saat sirkulasi melalui glomerulus,
kompleks-kompleks ini dapat tersebar dalam mesangium, dilokalisir pada sub
endotel membrane basalis glomerulus sendiri, atau menembus membrane basalis
dan terperangkap pada sisi epitel. Baik antigen atau antibody dalam kompleks ini
tidak mempunyai hubungan imunologis dengan komponen glomerulus. Pada
pemeriksaan mikroskop elektron, cedera kompleks imun, ditemukan endapan-
endapan terpisah atau gumpalan karakteristik pada mesangium, subendotel, dan
epimembranosa. Dengan miskroskop imunofluoresensi terlihat pula pola nodular
atau granular serupa, dan molekul antibody seperti IgG, IgM atau IgA serta
komponen-komponen komplomen seperti C3, C4 dan C2 sering dapat
diidentifikasi dalam endapan-endapan ini. Antigen spesifik yang dilawan oleh
immunoglobulin ini terkadang dapat diidentifikasi.
Hipotesis lain yang sering disebut adalah neuraminidase yang dihasilkan
oleh streptococcus, merubah IgG menjadi autoantigenic. Akibatnya, terbentuk
autoantibody terhadap IgG yang telah berubah tersebut. Selanjutnya terbentuk
komplek imun dalam sirkulasi darah yang kemudian mengendap di ginjal.
Streptokinase yang merupakan sekret protein, diduga juga berperan pada
terjadinya Glomerulonefritis. Sreptokinase mempunyai kemampuan merubah
plaminogen menjadi plasmin. Plasmin ini diduga dapat mengaktifkan system
komplemen sehingga terjadi cascade dari system komplemen.
Pola respon jaringan tergantung pada tempat deposit dan jumlah kompleks
yang dideposit. Bila terutama pada mesangium, respon mungkin minimal, atau
dapat terjadi perubahan mesangiopatik berupa ploriferasi sel-sel mesangial dan
matrik yang dapat meluas diantara sel-sel endotel dan membrane basalis, serta
menghambat fungsi filtrasi simpai kapiler. Jika kompleks terutama terletak
subendotel ataus ubepitel, maka respon cenderung berupa glomerulonefritis
difusa, seringkali dengan pembentukan sabit epitel. Pada kasus penimbunan
kronik komplek imun subepitel, maka respon peradangan dan proliferasi menjadi
kurang nyata, dan membrane basalis glomerulus berangsur- angsu rmenebal

8
dengan masuknya kompleks-kompleks kedalam membrane basalis baru yang
dibentuk pada sisi epitel.
Mekanisme yang bertanggung jawab terhadap perbedaan distribusi deposit
kompleks imun dalam glomerulus sebagian besar tidak diketahui, walaupun
demikian ukuran dari kompleks tampaknya merupakan salah satu determinan
utama. Kompleks-kompleks kecil cenderung menembus simpai kapiler,
mengalami agregasi, dan berakumulasi sepanjang dinding kapiler di bawah epitel,
sementara kompleks-kompleks berukuran sedang tidak sedemikian mudah
menembus membrane basalis, tapi masuk ke mesangium. Komplkes juga dapat
berlokalisasi pada tempat-tempat lain.
Jumlah antigen pada beberapa penyakit deposit kompleks imun terbatas,
misal antigen bakteri dapat dimusnahkan dengan mekanisme pertahanan penjamu
atau dengan terapi spesifik. Pada keadaan demikian, deposit kompleks-kompleks
imun dalam glomerulus terbatas dan kerusakan dapat ringan dan berlangsung
singkat, seperti pada glomerulonefritis akut post steroptokokus.
Hasil penyelidikan klinis – imunologis dan percobaan pada binatang
menunjukkan adanya kemungkinan proses imunologis sebagai penyebab.
Beberapa penyelidik mengajukan hipotesis sebagai berikut :
1. Terbentuknya kompleks antigen-antibodi yang melekat pada membrane basalis
glomerulus dan kemudian merusaknya.
2. Proses auto-imun kuman Streptococcus yang nefritogen dalam tubuh
menimbulkan badan autoimun yang merusak glomerulus.

3. Streptococcus nefritogen dan membran basalis glomerulus mempunyai


komponen antigen yang sama sehingga dibentuk zat anti yang langsung
merusak membrane basalis ginjal.

E. Pemeriksaan Diagnosis

a. Laju endap Darah (LED) meningkat

b. Kadar Hb menurun sebagai akibat hipervolemia (retensi garam dan air)

c. Nitrogen urea darah (BUN) dan kreatinin darah meningkat bilafungsi ginjal
mulai menurun

9
d. Jumlah urine berkurang

e. Berat jenis meninggi

f. Hematuria makroskopis ditemukan pada 50% pasien

g. Ditemukan pula albumin (+), eritrosit (++), leukosit (+), silinder leukosit dan
hialin

h. Titer antistreptolisin O (ASO) umumnya meningkat jika ditemukan infeksi


tenggorok, kecuali kalau infeksi streptokokus yang mendahului hanya
mengenai kulit saja

i. Kultur sampel atau asupan alat pernapasan bagian atas untukidentifikasi


mikroorganisme.

j. Biopsi ginjal dapat diindikasikan jika dilakukan kemungkinantemuan adalah


meningkatnya jumlah sel dalam setiap glomerulusdan tonjolan subepitel yang
mengandung imunoglobulin dan komplemen.

E. Pemeriksaan Penunjang

a. Pemeriksaan Medis

Tidak ada pengobatan yag khusus yang memengaruhi penyembuhan kelainan


di glomerulus.

1. Istirahat mutlak selama 3-4 minggu. Dahulu dianjurkan selama 6-8


minggu. tetapi penyelidikan terakhir dengan hanya istirahat 3-4 minggu
tidak berakibat buruk bagi perjalanan penyakitnya.
2. Pemberian penisilin pada fase akut. Pemberian antibiotic ini tidak
memengaruhi beratnya glomerulonefritis, melainkan
mengurangimenyebarnya infeksi streptococcus yang mungkin masih
ada.Pemberian penisilin dianjurkan hanya untuk 10 hari.
Pemberian profilaksi yang lama sesudah nefritisnya sembuh terhadap
kuman penyebab tidak dianjurkan karena terdapat imunitas yang

10
menetap.Secara teoretis anak dapat terinfeksi lagi dengan kuman
neritogenlain, tetapi kemungkinan ini sangat kecil.

3. Makanan pada fase akut diberikan makanan rendah protein 1 g/kg


BB/hari) dan rendah garam (1g/hari). Makanan lunak diberikan pada
pasien dengan suhu tinggi dan makanan biasa bila suhunormal kembali.
Bila ada anuria atau muntah, diberikan IVFD dengan larutan glukosa 10%.
pada pasien dengan tanpa komplikasi pemberian cairan disesuaikan
dengan kebutuhan,sedangkan bila ada komplikasi seperti ada gagal
jantung, edema,hipertensi dan oliguria, maka jumlah cairan yang diberikan
harus dibatasi.

4. Pengobatan terhadap hipertensi. Pemberian cairan dikurangi, pemberian


sedative untuk menenangkan pasien sehingga dapat cukup beristirahat.
Pada hipertensi dengan gejala serebral diberikan reserpin dan hidralazin.
Mula-mula diberikan reserpin sebanyak 0,07 mg/kg BB secara
intramuscular. Bila terjadi dieresis 5-10 jam kemudian, selanjutnya
pemberian sulfat parenteral tidak dianjurkan lagi karena member efek
toksis.

5. Bila anuria berlangsung lama (5-7/hari), maka ureum harus dikeluarkan


dari dalam darah. Dapat dengan cara peritoneumdialysis, hemodialisisi,
tranfusi tukar dan sebagainya.

6. Diuretikum dulu tidak diberikan pada glomerulonefritis akut,tetapi akhir-


akhir ini pemberian furosamid (Lasix) secara intravena (1mg/kg BB/kali)
dalam 5-10 menit tidak berakibat buruk pada hemodinamika ginjal dan
filtrasi glomerulus.

7. Bila timbul gagal jantung, diberikan digitalis, sedativum dan oksigen.

b. Pemeriksaan Keperawatan
Pasien GNA perlu dirawat dirumah sakit
karena memerlukan pengobatan/pengawasan perkembangan penyakitnya untuk
mencegah penyakit menjadi lebih buruk. hanya pasien GNA yang tidak terdapat
tekanan darah tinggi, jumlah urine satu hari paling sedikit 400ml dan keluarga

11
sanggup setra mengerti boleh dirawat diruah di bawah pengawasan dokter.
Masalah pasien yang perlu diperhatikan adalah gangguan faal ginjal, resiko terjadi
komplikasi, diet, gangguan rasaaman dan nyaman, dan kurangnya pengetahuan
orang tua mengenai penyakit.

Gangguan faal ginjal. Ginjal diketahui sebagai alat yang salah satu dari
fungsinya adalah mengeluarkan sisa metabolism terutama proteinsebagai ureum,
juga kalium, fosfat, asam urat, dan sebagainya. Karena terjadi kerusakan pada
glumerolus (yang merupakan reaksi autoimunterhadap adanya infeksi
streptococcus ekstrarenal) menyebabkan gangguan filtrasi glomerulus dan
mengakibatkan sisa-sia metabolismtidak dapat diekskresikan maka di dalam darah
terdapat ureum, dan lainnya lagi yang disebutkan di atas meninggi. Tetapi tubulus
karena tidak terganggu maka terjadi penyerapan kembali air dan ion natriumyang
mengakibatkan banyaknya urine berkurang, dan terjadilah oliguria sampai anuria.
untuk mengetahui keadaan ginjal, pasien GNA perlu dilakukan pemeriksaan darah
untuk fungsi ginjal, laju endap darah (GNA), urine,dan foto radiologi ginjal. Urine
perlu ditampung selama 24 jam, diukur banyaknya dan berat jenisnya (BJ) dicatat
pada catatan khusus (catatan pemasukan/pengeluaran cairan). Bila dalam 24 jam
jumlah urine kurang dari 400 ml supaya memberitahukan dokter.
Tempat penampung urine sebaiknya tidak dibawah tempat tidur pasien karena
selain tidak sedap dipandang juga menyebabkan bau urine didalam ruangan.
penampung urine harus ada tutupnya yang cocok, diberi etiket selain “nama” juga
jam dan tanggal mulai urine ditampung. Hati-hati jika ada nama yang sama jangan
tertukar; tuliskan juga nomor tempattidur atau nomor register pasien. Tempat
penampung urine harus dicuCi bersih setiap hari; bila terdapat endapan yang
sukar digosok pergunakan asam cuka, caranya merendamkan dahulu beberapa
saat baru kemudian digosok pakai sikat. untuk membantu lancarnya dieresisdi
samping obat-obatan pasin diberikan minum air putih dan dianjurkan agar anak
banyak minum (ad libitum) kecuali jika banyaknya urine kurang dari 200 ml.
berapa banyak pasien dapat menghabiskan minum air supaya dicatat pada catatan
khusus dan dijumlahkan selama 24 jam. Kepada pasien yang sudah mengerti
sebelum mulai pencatatan pengeluaran/pemasukan cairan tersebut harus

12
diterangkaan dahulu mengapa ia harus banyak minum air putih dan mengapa air
kemih harus ditampung. Jika anak akan buang air besarsupaya sebelumnya
berkemih dahulu ditempat penampungan urine baru ke WC atau sebelumnya
gunakan pot lainnya. Dengan demikian bahwa banyaknya urine adalah benar-
benar dari keseluruhan urine pada hari itu.

Resiko terjadi komplikasi. Akibat fungsi ginjal tidak fisiologis menyebabkan


produksi urine berkurang, sisa metabolisme tidak dapat dikeluarkan sehingga
terjadi uremia, hiperfosfatemia, hiperkalemia, hidremia, dan sebagainya. Keadaan
ini akan menjadi penyebab gagal ginjal akut atau kronik (GGA/GGK) jika tidak
secepatnya mendapatkan pertolongan. Karena adanya retensi air dan natrium
dapat menyebabkan kongesti sirkulasi yang kemudian menyebabkan terjadinya
efusi ke dalam perikard dan menjadikan pembesaran jantung. Jika keadaan
tersebut berlanjut akan terjadi gagal jantung. Keadaan uremia yang makin
meningkat akan menimbulkan keracunan pada otak yang biasanya ditandai
dengan adanya gejala hipertensi ensefalopati, yaitu pasien merasa pusing, mual,
muntah, kesadaran menurun atau bahkan lebih parah atau untuk mengenal gejala
komplikasi sedini mungkin pasien memerlukan:
1. Istirahat
2. Pengawasan tanda-tanda vital bila terdapat keluhan pusing (+)

3. Jika mendadak terjadi penurunan haluaran urine periksalah dahulu apakah


pasien berkemih di tempat lain dan keadaan umumnya.

4. Jika pasien mendapat obat-obatan berikanlah pada waktunya dan tunggu


sampai obat tersebut betul-betul telah diminum (sering terjadi obat tidak
diminum dan disimpan di bawah bantal pasien). Jika hal itu terjadi
penyembuhan tidak seperti yang diharapkan.

5. Diet. Bila ureum darah melebihi 60 mg % di berikan protein 1 g/kgBB/hari dan


garam 1 g/hari (rendah garam). Bila ureum antara 40-60 mg% protein
diberikan 2 g/kg BB/hari dan masih rendah garam. Jika pasien tidak mau
makan karena merasa mual atauingin muntah atau muntah-muntah segera
hubungi dokter, siapkan keperluan infuse dengan cairan yang biasa

13
dipergunakan ialah glukosa 5-10% dan selanjutnya atas petunjuk dokter. Jika
infusediberikan pada pasien yang tersangka ada kelainan jantung atau tekanan
darahnya tinggi, perhatikan agar tetesan tidak melebihi yang telah
dipergunakan dokter, bahayanya memperberat kerja jantung.

6. Gangguan rasa aman dan nyaman.

Untuk memberikan rasa nyaman kepada pasien disarankan agar sering kontak
dan berkomunikasi dengan pasien akan menyenangkan pasien. agar pasien
tidak bosan pasien dibolehkan duduk dan melakukan kegiatan ringan misalnya
membawa buku (anak yang sudah sekolah), melihat buku gambar atau bermain
dengan teman yang telah dapat berjalan. Sebagai perawat kita juga harus
mendampingi/mengajak bermain dengan pasien yang memerlukan hiburan agar
tidak bosan.

7. Kurang pengetahuan orang tua mengenai penyakit

Penjelasan yang perlu disampaikan kepada orang tua pasien adalah


1. Bila ada anak yang sakit demam tinggi disertai rasa sakit menelan atau
batuk dan demam tinggi hendaknya berobat ke dokter/pelayanan
kesehatan supaya anak mendapatkan pengobatan yang tepat dan tepat.
2. Jika anak sudah terlanjur menderita GNA selama dirawat dirumah sakit,
orang tua diharapkan dapat membantu usaha pengobatannya misalnya
untuk pemeriksaan atau tindakan, sering memerlukan biaya yang cukup
banyak sedangkan rumah sakit tidak tersedia keperluan tersebut.
(sebelumnya orang tuadiberi penjelasan mengenai perlunya pengumpulan
urine dan mencatat minum anak selama 24 jam, untuk
keperluan pengamatan perkembangan penyakit anaknya).

3. Bila pasien sudah boleh pulang, dirumah masih harus istirahat cukup.
Walaupun anak sudah diperbolehkan sekolah tetapi belum boleh
mengikuti kegiatan olahraga. makanan, garam masih perlu dikurangi
sampai keadaan urine benar-benar normal kembali (kelainan urine,

14
adanya eritrosit dan sedikit protein akan masih diketemukan kira-kira 4
bulan lamanya). Jika makanan dan istirahatnya tidak diperhatikan ada
kemungkinan penyakit kambuh kembali. Hindarkan terjadinya infeksi
saluran pernapasan terutama mengenai tenggorokan untuk mencegah
penyakit berulang. Kebersihan lingkungan perlu dianjurkan agar selalu
diperhatikan khususnya streptococcus yang menjadi penyebab timbulnya
GNA. Pasien harus kontrol secara teratur untuk mencegah timbulnya
komplikasi yang mungkin terjadi seperti glomerulus kronik atau bahkan
sudah terjadi gagal ginjal akut. Juga petunjuk mengenai kegiatan anak
yang telah boleh dilakukan.

2.9 komplikasi
1. GGA (Gagal Ginjal Akut)

GNA peradangan pada glomerulus apabila hal tersebut terjadi terus menerus
dan tidak di tangani maka fungsi ginjal menurun untuk mengimbangi fungsinya
maka ginjal tesebut akan lebih kerja dari batas kemampuan ginjal.
2. Oliguri sampai anuria sebagai akibat berkurangnya filtrasi glomerulus.
Oliguria sampai anuria yang dapat berlangsung 2-3 hari. Terjadi sebagia akibat
berkurangnya filtrasi glomerulus. Gambaran seperti insufisiensi ginjal akut
dengan uremia, hiperkalemia, hiperfosfatemia dan hidremia. Walau aliguria
atau anuria yang lama jarang terdapat pada anak, namun bila hal ini terjadi
maka dialisis peritoneum kadang-kadang di perlukan.
3. Esefalopati hipertensi yang merupakan gejala serebrum karena hipertensi.

Terdapat gejala berupa gangguan penglihatan, pusing, muntah dan kejang-


kejang. Ini disebabkan spasme pembuluh darah lokal dengan anoksia dan
edema otak.

4. Terdapat gejala berupa gangguan pada penglihatan, pusing, muntah, dan


kejang-kejang. Hal ini disebabkan spasme pembuluh darah local dengan
anoksia dan edema otak.

15
5. Gangguan sirkulasi berupa dispneu, orthopneu, terdapat ronchi basah,
pembesaran jantung dan meningkatnya TD yang bukan saja disebabkan spasme
pembuluh darah, tetapi juga disebabkan oleh bertambahnya volume plasma.
Jantung dapat membesar dan terjadi Gagal Jantung akibat HT yang menetap
dan kelainan di miocardium.

6. Anemia karena adanya hipervolemia disamping adanya sintesis eritropoetik


yang menurun.

2.10 Prognosis
Prognosis penyakit ini ditemukan pada semua usia, tetapi sering terjadi
pada usia awal sekolah dan jarang pada anak yang lebih muda dari 2 tahun, lebih
banyak pria dari pada wanita (2 : 1). Timbulnya glomerulo nephirits akut (GNA)
didahului oleh infeksi ekstra renal, terutama di traktus respiratorius bagian atas
dan kulit oleh kuman streptokokkus beta hemolitikus gol A. Faktor lain yang
dapat menyebabkan adalah factor iklim, keadaan gizi, keadaan umum dan faktor
alergi.
Pada Glomerulonefritis Akut sebagian besar pasien dapat sembuh, tetapi
5% diantaranya mengalami perjalanan penyakit yang memburuk dengan cepat.
Diuresis akan menjadi normal kembali pada hari ke 7 - 10 setelah awal penyakit
dengan menghilangnya sebab dan secara bertahap tekanan darah menjadi normal
kembali. Fungsi ginjal (ureum dan kreatinin) membaik dalam 1 minggu dan
menjadi normal dalam waktu 3-4 minggu. Menurut Potter menemukan kelainan
sediment urine yang menetap ( proteinuria dan hematuria ) pada 3,5% dari 534
pasien yang diikuti selama 12-17 tahun di Trinidad.
Gejala fisik menghilang dalam minggu ke 2 atau ke 3, kimia darah
menjadi normal pada minggu ke 2 dan hematuria mikroskopik atau makroskopik
dapat menetap selama 4-6 minggu pada Glomerulonefritis Akut. LED meninggi
terus sampai kira-kira 3 bulan, protein sedikit dalam urine dan dapat menetap
untuk beberapa bulan. Eksaserbasi kadang-kadang terjadi akibat infeksi akut
selama fase penyembuhan, tetapi umumnya tidak mengubah proses penyakitnya.
Penderita yang tetap menunjukkan kelainan urine selama 1 tahun dianggap

16
menderita penyakit glomerulonefritis kronik, walaupun dapat terjadi
penyembuhan sempurna. LED digunakan untuk mengukur progresivitas penyakit
ini, karena umumnya tetap tinggi pada kasus-kasus yang menjadi kronis.
Diperkirakan 95 % akan sembuh sempurna, 2% meninggal selama fase akut dari
penyakit ini dan 2% menjadi glomerulonefritis kronis.
Glomerulonefritis kronik terjadi penurunan fungsi ginjal dan dapat
berlangsung perlahan-lahan, tetapi kadang dapat berlangsung cepat sehingga
berakhir dengan kematian, dalam 5 - 10 tahun kedepan tergantung pada kerusakan
ginjal

2.11 Asuhan Keperawatan Teori


A. Pengkajian

1. Anamnesa

a. Identitas klien

Meliputi nama, jenis kelamin, tempat dan tanggal lahir, usia, alamat, nomor
telepon, status pernikahan, pendidikan terakhir, pekerjaan, agama, suku, bangsa,
dan nama penanggung jawab klien.
b. Keluhan utama

Klien mengeluh nyeri pada pinggang, urin berdarah, wajah kaki bengkak, pusing
dan badan cepat lelah.
c. Riwayat penyakit

1. Riwayat Penyakit Dahulu : riwayat infeksi streptokokus beta


hemolitik dan riwayat lupus eritemateosus

2. Riwayat Penyakit Sekarang : klien mengeluh bengkak seluruh


tubuuh, kencing berwarna seperti cucian daging atau berdarah ,
tidak nagfsu makan, mual, muntah, dan diare. Badan panas saat
hari pertama sakit.

17
3. Riwayat Penyakit Keluarga : Adakah keluarga pasien yang
memiliki penyakit serupa.

d. Pola aktivitas sehari-hari

1. Pola nutrisi dan metabolic : Pasien mengatakan bahwa badan


panas pada hari pertama sakit. Mual, muntah, dan terjadi anoreksia
juga menyebabkan intake nutrisi menjadi tidak adekuat.

2. Pola eliminasi : Tidak terdapat gangguan eliminasi alvi. Eliminasi


uri ditemukan hematuria dan terdapat protein dalam urin.

3. Pola aktivitas : Klien mengeluh cepat lelah untuk melakukan


aktivitas.

e. Psikososial spiritual

Meliputi beberapa dimensi yang memungkinkan perawat untuk mendapatkan hasil


yang jelas terhadap status emosi, kognitif, dan perilaku klien. Masalah kesehatan
pada sistem perkemihan menimbulkan respon maladaptif terhadap konsep diri
klien sehingga tingkat stres emosional dan mekanisme koping yang digunakan
berbeda-beda. Nyeri juga memberikan stimulus akan kecemasan dan ketakutan
klien.

2. Pemeriksaan Fisik

a. Keadaan umum

Kesadaran pasien kompos mentis namun menunjukkan kelemahan dan terlihat


sakit, apabila pasien datang pada fase awal akan didapatkan suhu tubuh
meningkat, frekuensi denyut nadi meningkat, terjadi peningkatan pada tekanan
darah.
b. B1 (breathing)

Tidak ditemukan masalah pada pola napas


c. B2 (blood)

18
Peningkatan tekanan darah sekunder adalah tanda dari glomerulonefritis yang
disebabkan oleh retensi natrium dan air yang berdampak pada kardiovaskuler
yang akan terjadi penurunan perfusi jaringan.
d. B3 (brain)

Terdapat konjungtiva yang anemis dan edema wajah terutama periorbital. Pasien
beresiko kejang sekunder akibat gangguan elektrolit.
e. B4 (bladder)

Terdapat edema pada ektremitas dan wajah. Warna urin menjadi seperti cola
karena proteinuri dan hematuri. Saat dipalpasi terdapat nyeri tekan ringan pada
bagian kostovetebra. Perkusi pada sudut kostovertebra akan ditemukan nyeri
ringan lucal yang menjalar ke pinggang dan abdomen.
f. B5 (bowel)

Mual, muntah, dan anoreksia yang menyebabkan penurunan intake nutrisi


g. B6 (bone)

C. Diagnosa Keperawatan

19

Anda mungkin juga menyukai