TINJAUAN TEORI
4
Percabangan kapiler berasal dari arteriola afferens, membentuk lobul-lobul, yang
dalam keadaan normal tidak nyata, dan kemudian berpadu lagi menjadi arteriola
efferens. Tempat masuk dan keluarnya kedua arteriola itu disebut kutub
vaskuler. Di seberangnya terdapat kutub tubuler, yaitu permulaan tubulus
contortus proximalis. Gelung glomerulus yang terdiri atas anyaman kapiler
tersebut, ditunjang oleh jaringan yang disebut mesangium, yang terdiri
atas matriks dan sel mesangial. Kapiler-kapiler dalam keadaan normal tampak
paten dan lebar. Di sebelah dalam daripada kapiler terdapat sel endotel, yang
mempunyai sitoplasma yang berfenestrasi. Di sebelah luar kapiler terdapat sel
epitel viseral, yang terletak di atas membran basalis dengan tonjolan-tonjolan
sitoplasma, yang disebut sebagai pedunculae atau “foot processes”.
Maka itu sel epitel viseral juga dikenal sebagai podosit. Antara sel endotel
dan podosit terdapat membrana basalis glomeruler (GBM = glomerular basement
membrane). Membrana basalis ini tidak mengelilingi seluruh lumen kapiler.
Dengan mikroskop elektron ternyata bahwa membrana basalis ini terdiri atas tiga
lapisan, yaitu dari arah dalam ke luar ialah lamina rara interna,
lamina densa dan lamina rara externa. Simpai Bowman di sebelah dalam
berlapiskan sel epitel parietal yang gepeng, yang terletak pada membrana basalis
simpai Bowman. Membrana basalis ini berlanjut dengan membrana basalis
glomeruler pada kutub vaskuler, dan dengan membrana basalis tubuler pada kutub
tubuler. Dalam keadaan patologik, sel epitel parietal kadang-kadang berproliferasi
5
membentuk bulan sabit (” crescent”). Bulan sabit bisa segmental atau
sirkumferensial, dan bisa seluler, fibroseluler atau fibrosa.
Populasi glomerulus ada 2 macam yaitu :
1. Glomerulus korteks yang mempunyai ansa henle yang pendek berada dibagian
luar korteks.
2. Glomerulus jukstamedular yang mempunayi ansa henle yang panjang sampai
ke bagian dalam medula. Glomerulus semacam ini berada di perbatasan
korteks dan medula dan merupakan 20% populasi nefron tetapi sangat penting
untuk reabsoprsi air dan slut.
B. Etiologi
Faktor penyebab yang mendasari sindrom ini secara luas dapat dibagi menjadi
kelompok infeksi dan non infeksi:
a. Infeksi
b. Non-infeksi
C. Manifestasi Klinis
Menurut Brunner dan Suddarth. Biasanya terjadi sakit kepala, malaise,
edema fasial dan nyeri tekan. Umum terjadi hipertensi ringan sampai berat dan
nyeri tekan pada sudut kostovertebral (CVA).
Tanda dan gejala yang lain sebagai berikut:
1. Riwayat faringitis dan tonsillitis
2. Edema perifer dan periorbital
6
3. Letargi dan malaise (meriang)
4. Oliguria
6. Hipertensi ringan sampai berat dan nyeri tekan pada sudut kostovertebral
(CVA)
7. Pucat
8. Anoreksia
9. Hipertermi
D. Patofisiologi
Diduga terdapat suatu antibodi yang ditujukan terhadap suatu antigen
khusus yang merupakan unsur membran plasma streptococcal spesifik. Terbentuk
kompleks antigen-antibodi di dalam darah dan bersirkulasi ke dalam glomerulus,
kompleks tersebut secara mekanis terperangkap dalam membrane basalis.
Selanjutnya komplomen akan terfiksasi mengakibatkan lesi dan peradangan yang
menarik leukosit polimorfonuklear (PMN) dan trombosit menuju tempat lesi.
Fagositosis dan pelepasan enzim lisosom juga merusak endothel dan membrane
basalis glomerulus (IGBM). Sebagai respon terhadap lesi yang terjadi, timbul
proliferasi sel-sel endotel yang diikuti sel-sel mesangium dan selanjutnya sel-sel
epitel. Semakin meningkatnya kebocoran kapiler gromelurus menyebabkan
protein dan sel darah merah dapat keluar ke dalam urine yang sedang dibentuk
oleh ginjal, mengakibatkan proteinuria dan hematuria. Agaknya kompleks
komplomen antigen-antibodi inilah yang terlihat sebagai nodul-nodul sub epitel
pada mikroskop electron dan sebagai bentuk granular dan berbungkah-bungkah
pada mikroskop imunofluoresensi, pada pemeriksaan cahaya glomerulus tampak
membengkak dan hiperseluler disertai invasi PMN.
Menurut penelitian yang dilakukan, penyebab infeksi pada glomerulus
akibat dari reaksi hipersensivitas tipe III. Kompleks imun (antigen-antibodi yang
7
timbul dari infeksi) mengendap di membrane basalis glomerulus. Aktivasi
komplemen yang menyebabkan destruksi pada membran basalis glomerulus.
Kompleks-kompleks ini mengakibatkan kompelen yang dianggap
merupakan mediator utama pada cedera. Saat sirkulasi melalui glomerulus,
kompleks-kompleks ini dapat tersebar dalam mesangium, dilokalisir pada sub
endotel membrane basalis glomerulus sendiri, atau menembus membrane basalis
dan terperangkap pada sisi epitel. Baik antigen atau antibody dalam kompleks ini
tidak mempunyai hubungan imunologis dengan komponen glomerulus. Pada
pemeriksaan mikroskop elektron, cedera kompleks imun, ditemukan endapan-
endapan terpisah atau gumpalan karakteristik pada mesangium, subendotel, dan
epimembranosa. Dengan miskroskop imunofluoresensi terlihat pula pola nodular
atau granular serupa, dan molekul antibody seperti IgG, IgM atau IgA serta
komponen-komponen komplomen seperti C3, C4 dan C2 sering dapat
diidentifikasi dalam endapan-endapan ini. Antigen spesifik yang dilawan oleh
immunoglobulin ini terkadang dapat diidentifikasi.
Hipotesis lain yang sering disebut adalah neuraminidase yang dihasilkan
oleh streptococcus, merubah IgG menjadi autoantigenic. Akibatnya, terbentuk
autoantibody terhadap IgG yang telah berubah tersebut. Selanjutnya terbentuk
komplek imun dalam sirkulasi darah yang kemudian mengendap di ginjal.
Streptokinase yang merupakan sekret protein, diduga juga berperan pada
terjadinya Glomerulonefritis. Sreptokinase mempunyai kemampuan merubah
plaminogen menjadi plasmin. Plasmin ini diduga dapat mengaktifkan system
komplemen sehingga terjadi cascade dari system komplemen.
Pola respon jaringan tergantung pada tempat deposit dan jumlah kompleks
yang dideposit. Bila terutama pada mesangium, respon mungkin minimal, atau
dapat terjadi perubahan mesangiopatik berupa ploriferasi sel-sel mesangial dan
matrik yang dapat meluas diantara sel-sel endotel dan membrane basalis, serta
menghambat fungsi filtrasi simpai kapiler. Jika kompleks terutama terletak
subendotel ataus ubepitel, maka respon cenderung berupa glomerulonefritis
difusa, seringkali dengan pembentukan sabit epitel. Pada kasus penimbunan
kronik komplek imun subepitel, maka respon peradangan dan proliferasi menjadi
kurang nyata, dan membrane basalis glomerulus berangsur- angsu rmenebal
8
dengan masuknya kompleks-kompleks kedalam membrane basalis baru yang
dibentuk pada sisi epitel.
Mekanisme yang bertanggung jawab terhadap perbedaan distribusi deposit
kompleks imun dalam glomerulus sebagian besar tidak diketahui, walaupun
demikian ukuran dari kompleks tampaknya merupakan salah satu determinan
utama. Kompleks-kompleks kecil cenderung menembus simpai kapiler,
mengalami agregasi, dan berakumulasi sepanjang dinding kapiler di bawah epitel,
sementara kompleks-kompleks berukuran sedang tidak sedemikian mudah
menembus membrane basalis, tapi masuk ke mesangium. Komplkes juga dapat
berlokalisasi pada tempat-tempat lain.
Jumlah antigen pada beberapa penyakit deposit kompleks imun terbatas,
misal antigen bakteri dapat dimusnahkan dengan mekanisme pertahanan penjamu
atau dengan terapi spesifik. Pada keadaan demikian, deposit kompleks-kompleks
imun dalam glomerulus terbatas dan kerusakan dapat ringan dan berlangsung
singkat, seperti pada glomerulonefritis akut post steroptokokus.
Hasil penyelidikan klinis – imunologis dan percobaan pada binatang
menunjukkan adanya kemungkinan proses imunologis sebagai penyebab.
Beberapa penyelidik mengajukan hipotesis sebagai berikut :
1. Terbentuknya kompleks antigen-antibodi yang melekat pada membrane basalis
glomerulus dan kemudian merusaknya.
2. Proses auto-imun kuman Streptococcus yang nefritogen dalam tubuh
menimbulkan badan autoimun yang merusak glomerulus.
E. Pemeriksaan Diagnosis
c. Nitrogen urea darah (BUN) dan kreatinin darah meningkat bilafungsi ginjal
mulai menurun
9
d. Jumlah urine berkurang
g. Ditemukan pula albumin (+), eritrosit (++), leukosit (+), silinder leukosit dan
hialin
E. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan Medis
10
menetap.Secara teoretis anak dapat terinfeksi lagi dengan kuman
neritogenlain, tetapi kemungkinan ini sangat kecil.
b. Pemeriksaan Keperawatan
Pasien GNA perlu dirawat dirumah sakit
karena memerlukan pengobatan/pengawasan perkembangan penyakitnya untuk
mencegah penyakit menjadi lebih buruk. hanya pasien GNA yang tidak terdapat
tekanan darah tinggi, jumlah urine satu hari paling sedikit 400ml dan keluarga
11
sanggup setra mengerti boleh dirawat diruah di bawah pengawasan dokter.
Masalah pasien yang perlu diperhatikan adalah gangguan faal ginjal, resiko terjadi
komplikasi, diet, gangguan rasaaman dan nyaman, dan kurangnya pengetahuan
orang tua mengenai penyakit.
Gangguan faal ginjal. Ginjal diketahui sebagai alat yang salah satu dari
fungsinya adalah mengeluarkan sisa metabolism terutama proteinsebagai ureum,
juga kalium, fosfat, asam urat, dan sebagainya. Karena terjadi kerusakan pada
glumerolus (yang merupakan reaksi autoimunterhadap adanya infeksi
streptococcus ekstrarenal) menyebabkan gangguan filtrasi glomerulus dan
mengakibatkan sisa-sia metabolismtidak dapat diekskresikan maka di dalam darah
terdapat ureum, dan lainnya lagi yang disebutkan di atas meninggi. Tetapi tubulus
karena tidak terganggu maka terjadi penyerapan kembali air dan ion natriumyang
mengakibatkan banyaknya urine berkurang, dan terjadilah oliguria sampai anuria.
untuk mengetahui keadaan ginjal, pasien GNA perlu dilakukan pemeriksaan darah
untuk fungsi ginjal, laju endap darah (GNA), urine,dan foto radiologi ginjal. Urine
perlu ditampung selama 24 jam, diukur banyaknya dan berat jenisnya (BJ) dicatat
pada catatan khusus (catatan pemasukan/pengeluaran cairan). Bila dalam 24 jam
jumlah urine kurang dari 400 ml supaya memberitahukan dokter.
Tempat penampung urine sebaiknya tidak dibawah tempat tidur pasien karena
selain tidak sedap dipandang juga menyebabkan bau urine didalam ruangan.
penampung urine harus ada tutupnya yang cocok, diberi etiket selain “nama” juga
jam dan tanggal mulai urine ditampung. Hati-hati jika ada nama yang sama jangan
tertukar; tuliskan juga nomor tempattidur atau nomor register pasien. Tempat
penampung urine harus dicuCi bersih setiap hari; bila terdapat endapan yang
sukar digosok pergunakan asam cuka, caranya merendamkan dahulu beberapa
saat baru kemudian digosok pakai sikat. untuk membantu lancarnya dieresisdi
samping obat-obatan pasin diberikan minum air putih dan dianjurkan agar anak
banyak minum (ad libitum) kecuali jika banyaknya urine kurang dari 200 ml.
berapa banyak pasien dapat menghabiskan minum air supaya dicatat pada catatan
khusus dan dijumlahkan selama 24 jam. Kepada pasien yang sudah mengerti
sebelum mulai pencatatan pengeluaran/pemasukan cairan tersebut harus
12
diterangkaan dahulu mengapa ia harus banyak minum air putih dan mengapa air
kemih harus ditampung. Jika anak akan buang air besarsupaya sebelumnya
berkemih dahulu ditempat penampungan urine baru ke WC atau sebelumnya
gunakan pot lainnya. Dengan demikian bahwa banyaknya urine adalah benar-
benar dari keseluruhan urine pada hari itu.
13
dipergunakan ialah glukosa 5-10% dan selanjutnya atas petunjuk dokter. Jika
infusediberikan pada pasien yang tersangka ada kelainan jantung atau tekanan
darahnya tinggi, perhatikan agar tetesan tidak melebihi yang telah
dipergunakan dokter, bahayanya memperberat kerja jantung.
Untuk memberikan rasa nyaman kepada pasien disarankan agar sering kontak
dan berkomunikasi dengan pasien akan menyenangkan pasien. agar pasien
tidak bosan pasien dibolehkan duduk dan melakukan kegiatan ringan misalnya
membawa buku (anak yang sudah sekolah), melihat buku gambar atau bermain
dengan teman yang telah dapat berjalan. Sebagai perawat kita juga harus
mendampingi/mengajak bermain dengan pasien yang memerlukan hiburan agar
tidak bosan.
3. Bila pasien sudah boleh pulang, dirumah masih harus istirahat cukup.
Walaupun anak sudah diperbolehkan sekolah tetapi belum boleh
mengikuti kegiatan olahraga. makanan, garam masih perlu dikurangi
sampai keadaan urine benar-benar normal kembali (kelainan urine,
14
adanya eritrosit dan sedikit protein akan masih diketemukan kira-kira 4
bulan lamanya). Jika makanan dan istirahatnya tidak diperhatikan ada
kemungkinan penyakit kambuh kembali. Hindarkan terjadinya infeksi
saluran pernapasan terutama mengenai tenggorokan untuk mencegah
penyakit berulang. Kebersihan lingkungan perlu dianjurkan agar selalu
diperhatikan khususnya streptococcus yang menjadi penyebab timbulnya
GNA. Pasien harus kontrol secara teratur untuk mencegah timbulnya
komplikasi yang mungkin terjadi seperti glomerulus kronik atau bahkan
sudah terjadi gagal ginjal akut. Juga petunjuk mengenai kegiatan anak
yang telah boleh dilakukan.
2.9 komplikasi
1. GGA (Gagal Ginjal Akut)
GNA peradangan pada glomerulus apabila hal tersebut terjadi terus menerus
dan tidak di tangani maka fungsi ginjal menurun untuk mengimbangi fungsinya
maka ginjal tesebut akan lebih kerja dari batas kemampuan ginjal.
2. Oliguri sampai anuria sebagai akibat berkurangnya filtrasi glomerulus.
Oliguria sampai anuria yang dapat berlangsung 2-3 hari. Terjadi sebagia akibat
berkurangnya filtrasi glomerulus. Gambaran seperti insufisiensi ginjal akut
dengan uremia, hiperkalemia, hiperfosfatemia dan hidremia. Walau aliguria
atau anuria yang lama jarang terdapat pada anak, namun bila hal ini terjadi
maka dialisis peritoneum kadang-kadang di perlukan.
3. Esefalopati hipertensi yang merupakan gejala serebrum karena hipertensi.
15
5. Gangguan sirkulasi berupa dispneu, orthopneu, terdapat ronchi basah,
pembesaran jantung dan meningkatnya TD yang bukan saja disebabkan spasme
pembuluh darah, tetapi juga disebabkan oleh bertambahnya volume plasma.
Jantung dapat membesar dan terjadi Gagal Jantung akibat HT yang menetap
dan kelainan di miocardium.
2.10 Prognosis
Prognosis penyakit ini ditemukan pada semua usia, tetapi sering terjadi
pada usia awal sekolah dan jarang pada anak yang lebih muda dari 2 tahun, lebih
banyak pria dari pada wanita (2 : 1). Timbulnya glomerulo nephirits akut (GNA)
didahului oleh infeksi ekstra renal, terutama di traktus respiratorius bagian atas
dan kulit oleh kuman streptokokkus beta hemolitikus gol A. Faktor lain yang
dapat menyebabkan adalah factor iklim, keadaan gizi, keadaan umum dan faktor
alergi.
Pada Glomerulonefritis Akut sebagian besar pasien dapat sembuh, tetapi
5% diantaranya mengalami perjalanan penyakit yang memburuk dengan cepat.
Diuresis akan menjadi normal kembali pada hari ke 7 - 10 setelah awal penyakit
dengan menghilangnya sebab dan secara bertahap tekanan darah menjadi normal
kembali. Fungsi ginjal (ureum dan kreatinin) membaik dalam 1 minggu dan
menjadi normal dalam waktu 3-4 minggu. Menurut Potter menemukan kelainan
sediment urine yang menetap ( proteinuria dan hematuria ) pada 3,5% dari 534
pasien yang diikuti selama 12-17 tahun di Trinidad.
Gejala fisik menghilang dalam minggu ke 2 atau ke 3, kimia darah
menjadi normal pada minggu ke 2 dan hematuria mikroskopik atau makroskopik
dapat menetap selama 4-6 minggu pada Glomerulonefritis Akut. LED meninggi
terus sampai kira-kira 3 bulan, protein sedikit dalam urine dan dapat menetap
untuk beberapa bulan. Eksaserbasi kadang-kadang terjadi akibat infeksi akut
selama fase penyembuhan, tetapi umumnya tidak mengubah proses penyakitnya.
Penderita yang tetap menunjukkan kelainan urine selama 1 tahun dianggap
16
menderita penyakit glomerulonefritis kronik, walaupun dapat terjadi
penyembuhan sempurna. LED digunakan untuk mengukur progresivitas penyakit
ini, karena umumnya tetap tinggi pada kasus-kasus yang menjadi kronis.
Diperkirakan 95 % akan sembuh sempurna, 2% meninggal selama fase akut dari
penyakit ini dan 2% menjadi glomerulonefritis kronis.
Glomerulonefritis kronik terjadi penurunan fungsi ginjal dan dapat
berlangsung perlahan-lahan, tetapi kadang dapat berlangsung cepat sehingga
berakhir dengan kematian, dalam 5 - 10 tahun kedepan tergantung pada kerusakan
ginjal
1. Anamnesa
a. Identitas klien
Meliputi nama, jenis kelamin, tempat dan tanggal lahir, usia, alamat, nomor
telepon, status pernikahan, pendidikan terakhir, pekerjaan, agama, suku, bangsa,
dan nama penanggung jawab klien.
b. Keluhan utama
Klien mengeluh nyeri pada pinggang, urin berdarah, wajah kaki bengkak, pusing
dan badan cepat lelah.
c. Riwayat penyakit
17
3. Riwayat Penyakit Keluarga : Adakah keluarga pasien yang
memiliki penyakit serupa.
e. Psikososial spiritual
2. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan umum
18
Peningkatan tekanan darah sekunder adalah tanda dari glomerulonefritis yang
disebabkan oleh retensi natrium dan air yang berdampak pada kardiovaskuler
yang akan terjadi penurunan perfusi jaringan.
d. B3 (brain)
Terdapat konjungtiva yang anemis dan edema wajah terutama periorbital. Pasien
beresiko kejang sekunder akibat gangguan elektrolit.
e. B4 (bladder)
Terdapat edema pada ektremitas dan wajah. Warna urin menjadi seperti cola
karena proteinuri dan hematuri. Saat dipalpasi terdapat nyeri tekan ringan pada
bagian kostovetebra. Perkusi pada sudut kostovertebra akan ditemukan nyeri
ringan lucal yang menjalar ke pinggang dan abdomen.
f. B5 (bowel)
C. Diagnosa Keperawatan
19