A. Pendahuluan
Kanker payudara adalah suatu keganasan yang berasal dari jaringan payudara,
umumnya berasal dari duktus (saluran yang mengalirkan air susu ke puting susu) dan
lobulus (kelenjar yang menghasilkan air susu).1 Secara histopatologis, kanker
biasanya dikelompokkan berdasarkan asal selnya, yakni lobuler atau duktal.
Karsinoma duktal mencakup 85% kanker payudara dan dapat bersifat noninvasif
(intraduktal) maupun infiltratif. Karsinoma duktal yang ditemukan pada membran
basal duktus disebut karsinoma intraduktal atau karsinoma duktal in situ (ductal
carcinoma in situ, DCIS). DCIS diperkirakan merupakan lesi prekursor untuk
terjadinya karsinoma invasif. Setelah membran basal duktus tertembus oleh sel
kanker, maka terjadilah karsinoma invasif. Tipe karsinoma invasif yang paling
banyak adalah karsinoma duktal yang mencakup 79% dari seluruh karsinoma invasif.
Jenis terbanyak berikutnya adalah karsinoma lobular. Lesi ini berkembang dari
duktulus terminal pada alveoli dan mencakup sekitar 10 % kanker payudara invasif.2
Jenis karsinoma invasif yang lebih jarang adalah karsioma meduler, karsinoma
musinosa (koloid), dan karsinoma tubuler.2,3
B. Epidemiologi
Lebih dari 25 tahun terakhir, insiden kanker payudara meningkat secara global,
dengan angka kejadian tertinggi ditemukan di negara-negara barat. Perubahan pola
reproduksi, peningkatan modalitas screening, perubahan pola makan dan kurangnya
olahraga menjadi alasan peningkatan insiden ini.4
Meskipun insiden kanker payudara terus meningkat secara global, tetapi angka
kematian akibat kanker payudara mulai menurun, khususnya pada negara-negara
industri. Pada tahun 2002, insiden kanker payudara pada wanita sangat bervariasi, di
Mozambique terjadi 3,9 kasus per 100.000 wanita, sementara di Amerika Serikat
terjadi 101,1 kasus per 100.000 wanita. Pada tahun 2008, American Cancer Society
(ACS) memperkirakan telah terjadi hampir 1,4 juta kasus kanker payudara invasif
baru di dunia.4
Di Amerika Serikat pada tahun 2010 diperkirakan telah terjadi 207.090 kasus
kanker payudara invasif baru pada wanita, dan 1.970 kasus pada pria. Dari 50.010
kasus kanker payudara insitu pada wanita, diperkirakan 85% merupakan DCIS.4
Di Indonesia sendiri, insiden kanker payudara cukup tinggi. Data Rumah Sakit
Umum Daerah (RSUD) Dr. Moewardi Surakarta menggambarkan keadaan morbiditas
pasien rawat jalan dan rawat inap di rumah sakit dengan penyakit kanker payudara
1
selalu mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Pada tahun 2005 jumlah kasus
kanker payudara adalah 2821 kasus, tahun 2006 sebanyak 5141 kasus dan pada tahun
2007 sebanyak 6380 kasus .5
Kanker payudara kebanyakan terjadi pada usia setengah baya dan lansia. Jarang
terjadi pada usia kurang dari 30 tahun. Data dari China hanya menemukan 3 kasus
berusia kurang dari 20 tahun. Menurut analisis data dari 6263 kasus di RS Kanker
Universitas Zhingshan, rentang usia pasien adalah 17-90 tahun, usia median 47 tahun,
dihitung dengan selang usia 5 tahun, pasien terbanyak berusia 45-49 tahun (25,2%),
disusul 40-44 tahun (15,8%), dan 54-59 tahun (15,6%).6
2
lesung’ (dimpling). Posterior dari glandula mammae adalah lapisan profunda fasia
superficialis subkutis, yang terletak di anterior fasia m. pektoralis mayor terdapat
struktur yang longgar, disebut dengan celah posterior glandula mammae, sehingga
glandula mamma dapat digerakkan bebas di atas permukaan otot pektoralis mayor.
Jika tumor menginvasi fasia m. pektoralis mayor, mobilitas tumor akan berkurang
atau terfikasasi.6
3
Gambar 2. Sistem Duktal-Lobular Payudara (dikutip dari kepustakaan 8)
Vaskularisasi. Suplai darah pada payudara berasal dari arteri mammaria interna
(arteri thoracalis interna) dan arteri thoracalis lateralis. Kedua arteri ini berasal dari
arteri axillaris dan kemudian memperdarahi payudara dari arah superomedial dan
superolateral. Cabang dari masing-masing arteri ini akan saling beranastomosis.
Arteri mammaria interna kemudian ke arah posterior membentuk arteri interkostalis
dan cabang dari arteri interkostalis yang disebut rami perforantes memperdarahi
lapisan profunda dari payudara.8 Agak ke lateral dari arteri torakalis lateralis terdapat
arteri subskapularis. Arteri ini walaupun tidak menyuplai darah ke payudara tetapi
pada operasi mastektomi radikal untuk carcinoma mammae harus diperhatikan karena
mudah rusak saat kelenjar limfe di sekitarnya dibersihkan. Bila dibutuhkan,
pembuluh darah ini dapat diligasi dan dipotong.6\
4
Gambar 3. Suplai Darah pada Payudara (dikutip dari kepustakaan 8)
Vena dapat dibagi menjadi 2 kelompok, yakni vena superficial dan profunda.
Vena superfisial terletak di subkutis, mudah tampak, bermuara ke vena mammaria
interna atau vena superfisial leher. Vena profunda berjalan seiring dengan arteri yang
senama, secara terpisah bermuara ke vena aksilaris, vena mamaria interna dan vena
azigos atau vena hemizigos. Yang perlu diperhatikan adalah vena interkostales dan
pleksus venosus vertebra saling berhubungan. Pleksus venosus vertebra tidak
memiliki katup sehingga bertekanan rendah, darah di dalam vena vertebra sebelum
bermuara ke vena cava dapat mengalir bolak balik sesuai perubahan tekanan pada
vena tersebut. Oleh karena itu, sel kanker dari payudara dapat bermetastasis melalui
vena interkostal masuk ke sistem vena vertebral, dan sebelum masuk ke vena kava
dapat mengalir ke segmen superior os femur, pelvis, vertebra, scapula, cranium dan
tempat lain. Secara klinis disebut metastasis sistem vena interkostal- vertebral. 6
5
Gambar 4. Plexus Venosus Vertebral (dikutip dari kepustakaan 7)
6
b. Level II (Mid axilla) : KGB terletak sisi lateral dan medial otot pektoralis
minor dan interpektoral ( Rotter’s node ).
c. Level III (Apical axilla) : KGB terletak di sisi medial otot pektoralis minor.
2. Mammari interna (ipsilateral) : KGB terletak di celah interkostal sepanjang tepi
sternum di dalam fasia endotorasik.
3. Supraklavikular : KGB di fossa supraklavikular yang didefinisikan sebagai
suatu segitiga yang di bentuk oleh otot omohioideus dan tendon (batas superior
dan lateral), vena jugular interna (batas medial), klavikula dan vena subklavia
(batas bawah). KGB yang terlibat diluar area segitiga tersebut dianggap sebagai
KGB “lower cervical” (M1).
7
Gambar 6. Payudara dan Kelenjar Getah Bening Regional
(dikutip dari kepustakaan 9)
Persarafan. Glandula mammae dipersarafi oleh nervi interkostal ke 2-6 dan 3-4
yang merupakan cabang dari pleksus servikalis. Sedangkan saraf yang berkaitan erat
dengan terapi bedah pada carcinoma mammae adalah : (1) Nervus torakalis lateralis
yang terletak di tepi medial m. pektoralis minor melintasi anterior vena aksilaris
berjalan ke bawah masuk ke permukaan dalam m. pektoralis mayor. (2) Nervus
torakalis medialis, terletak sekitar 1 cm di lateral dari nervus torakalis lateralis, tidak
melintasi vena aksilaris berjalan ke bawah masuk ke m. pektoralis minor dan m.
pektoralis mayor. Pada waktu operasi radikal revisi jangan mencederai nervus ini,
jika terkena maka pasca operasi m. pektoralis akan atrofi. (3) Nervus torakalis longus
dari pleksus servikalis menempel rapat pada dinding toraks berjalan ke bawah,
mempersarafi m. seratus anterior. Pada operasi radikal harus menghindari rusaknya
nervus ini. (4) Nervus torakalis dorsalis dari pleksus brakialis. Berjalan bersama
pembuluh darah subskapularis, mempersarafi m. subskapularis dan m. teres mayor.
Pada operasi radikal umumnya tidak perlu direseksi, tetapi bila di sekitarnya terdapat
kelenjar limfe yang sulit dibersihkan maka saraf ini dapat dipotong.6
Fisiologi. Fungsi faal dasar payudara adalah mensekresi susu. Fungsi lainnya
adalah sebagai ciri seksual sekunder yang penting untuk wanita.6 Payudara wanita
mulai berkembang saat pubertas. Perkembangan ini distimulasi oleh hormon estrogen
8
yang berasal dari siklus seksual bulanan wanita. Estrogen merangsang perkembangan
jaringan stroma payudara, pertumbuhan sistem duktus dan deposit lemak untuk
memberi massa pada payudara. Selama kehamilan, sejumlah besar estrogen
disekresikan oleh plasenta sehingga sistem duktus payudara tumbuh dan bercabang.
Terdapat 4 hormon lain yang juga berperan dalam pertumbuhan sistem duktus, yakni
hormon pertumbuhan, prolaktin, glukokortikoid adrenal, dan insulin. Masing-masing
hormon ini diketahui berperan dalam metabolisme protein yang menunjang
perkembangan kelenjar payudara. 10
Perkembangan akhir payudara menjadi organ yang mensekresi air susu juga
memerlukan progesteron. Sekali sistem duktus telah berkembang, progesteron
bekerja secara sinergistik dengan estrogen menyebabkan pertumbuhan lobulus
payudara, dengan pertunasan alveolus dan perkembangan sifat-sifat sekresi dari sel
alveoli. 10
Walaupun estrogen dan progesteron penting untuk perkembangan fisik
payudara selama kehamilan, pengaruh khusus kedua hormon ini adalah untuk
mencegah sekresi air susu. Sebaliknya hormon prolaktin berperan meningkatkan
sekresi air susu. Hormon ini disekresi oleh kelenjar hipofisis anterior ibu dan
konsentrasinya dalam darah ibu meningkat secara tetap dari minggu kelima hingga
kelahiran bayi. Selain itu, plasenta mensekresi sejumlah besar human chorionic
somatomammotropin yang juga memiliki sifat laktogenik sehingga dapat membantu
fungsi prolaktin selama kehamilan. Meskipun demikian, adanya efek supresi sekresi
air susu oleh estrogen dan progesteron, menyebabkan hanya beberapa milliliter air
susu saja yang dapat disekresi setiap hari sampai bayi dilahirkan. 10
Segera setelah bayi dilahirkan, hilangnya sekresi estrogen dan progesteron dari
plasenta yang tiba-tiba memungkinkan efek laktogenik prolaktin untuk mengambil
peran dalam memproduksi air susu. Sekresi air susu ini memerlukan sekresi
pendahuluan yang adekuat dari beberapa hormon seperti hormon pertumbuhan,
kortisol, hormon paratiroid, dan insulin. Hormon ini diperlukan untuk menyediakan
asam amino, asam lemak, glukosa, dan kalsium yang diperlukan untuk pembentukan
air susu.10
D. Etiologi
Sebagaimana kanker lainnya, penyebab pasti kanker payudara masih belum
diketahui. Namun, tiga faktor yang dianggap penting terhadap terjadinya kanker
payudara adalah perubahan genetik, pengaruh hormon, dan faktor lingkungan.3
Seperti pada sebagian besar kanker lainnya, mutasi yang memengaruhi
protoonkogen dan gen penekan tumor di epitel payudara turut serta dalam proses
9
transformasi onkogenik. Di antara berbagai mutasi tersebut, yang paling banyak
dipelajari adalah ekspresi berlebihan protoonkogen ERBB2 (HER2/NEU), yang
diketahui mengalami amplifikasi pada hampir 30% kanker payudara. Gen ini adalah
anggota dari famili reseptor faktor pertumbuhan epidermis, dan ekspresi
berlebihannya berkaitan dengan prognosis yang buruk. Secara analog, amplifikasi gen
RAS dan MYC juga dilaporkan terjadi pada sebagian kanker payudara manusia.
Mutasi gen penekan tumor RB1 dan TP53 juga ditemukan. Sekitar 5-10% kanker
payudara berkaitan dengan mutasi herediter spesifik. Sekitar separuh perempuan
dengan kanker payudara herediter memperlihatkan mutasi pada gen BRCA-1 (di
kromosom 17q21.3) dan sepertiga lainnya mengalami mutasi pada gen BRCA-2 (di
kromosom 13q12-13) dan mempengaruhi kerentanan seseorang terhadap kanker
payudara dan kanker indung telur. Meskipun peran pasti karsinogenesis dan spesifitas
relatifnya terhadap kanker masih diteliti kedua gen ini diperkirakan berperan penting
dalam perbaikan DNA.3 Seseorang dengan mutasi gen BRCA-1 mempunyai risiko
sampai usia 70 tahun untuk tekena kanker payudara sebesar 87% dan untuk terkena
kanker indung telur sebesar 44%.11
Adapun kelebihan hormon estrogen endogen atau yang lebih tepat
ketidakseimbangan hormon, jelas berperan penting. Banyak faktor risiko seperti usia
subur yang lama, nuliparitas, dan usia lanjut saat memiliki anak pertama,
mengisyaratkan peningkatan pajanan estrogen saat daur haid berperan dalam kanker
payudara. Estrogen merangsang pembentukan faktor pertumbuhan oleh sel epitel
payudara normal dan oleh sel kanker. Dihipotesiskan bahwa reseptor estrogen dan
progesterone yang secara normal terdapat di epitel payudara, mungkin berinteraksi
denga promotor pertumbuhan seperti transforming growth factor α (berkaitan dengan
faktor pertumbuhan epitel), platelet derived growth factor, dan faktor pertumbuhan
fibroblast yang dikeluarkan oleh sel kanker payudara, untuk menciptakan mekanisme
autokrin perkembangan tumor.3
Sementara itu, pengaruh faktor lingkungan dapat dilihat pada insiden kanker
payudara yang berbeda-beda dalam kelompok yang secara genetis homogen dan
perbedaan prevalensi kanker payudara pada daerah dengan geografik yang berbeda.
Sebagai contoh, insiden dan angka kematian lima kali lebih tinggi di Amerika Serikat
dari pada Jepang. Perbedaan ini tampaknya lebih disebabkan oleh faktor lingkungan
dari pada faktor geografik, karena kelompok migran dari daerah dengan insiden
rendah ke daerah dengan insidensi tinggi cenderung mencapai angka negara tujuan,
dan demikian sebaliknya.
Usia juga menjadi salah satu faktor risiko kanker payudara. Kanker payudara
jarang terjadi pada perempuan berusia kurang dari 30 tahun. Setelah itu, risiko
10
meningkat secara tetap sepanjang usia, tetapi setelah menopause bagian yang
menanjak dari kurva hampir mendatar. 3 Makanan, pola reproduksi, dan kebiasaan
menyusui diperkirakan juga berperan.3
Saat ini, sejumlah faktor risiko kanker payudara telah diteliti secara luas. Faktor
risiko ini selanjutnya dikelompokkan berdasarkan risiko relatif (RR) terhadap
terjadinya kanker payudara, menjadi faktor risiko mayor (RR > 4.0), moderat (RR 2.0
- 4.0) dan minor (RR< 2.0).12 Adapun faktor risiko tersebut terlihat pada tabel
berikut2:
11
Nulipara 1,3-4,0
Riwayat fakor-faktor risiko
hiperplasia duktal atipikal 1,3-4,5
hiperplasia lobuler atipikal 4
karsinoma lobular in situ 5,4-12,0
Lainnya
belahan bumi bagian barat 1,5
cuaca dingin 1,5
obesitas+hipertensi+diabetes 3
konsumsi alkohol sedang 1,3
E. Patogenesis
Prinsip dasar terjadinya karsinogenesis adalah sebagai berikut13:
1. Karsinogenesis berawal dengan adanya suatu kerusakan genetik nonletal.
Kerusakan atau mutasi genetik semacam ini mungkin didapat akibat pengaruh
lingkungan seperti zat kimia, radiasi, virus atau diwariskan dalam sel
germinativum.
2. Tiga kelas gen regulatorik normal, yakni protoonkogen yang mendorong
pertumbuhan, gen penekan kanker (tumor suppressor gene) yang menghambat
pertumbuhan, dan gen yang mengatur kematian sel terencana (apoptosis)
menjadi sasaran utama pada kerusakan genetik.
3. Selain ketiga gen tersebut, ada gen lain yang bekerja memperbaiki kerusakaan
DNA. Gen ini memengaruhi proliferasi atau kelangsungan hidup sel secara
tidak langsung dengan memengaruhi kemampuan organisme memperbaiki
kerusakan non letal di gen lain, termasuk protoonkogen, gen penekan tumor,
dan gen pengendali apoptosis. Kerusakan pada gen yang memperbaiki DNA
dapat memudahkan terjadinya mutasi luas di genom dan transformasi
neoplastik.
12
Gambar 7. Karsinogenesis yang berawal dari kerusakan DNA
(dikutip dari kepustakaan 13)
13
6. Kemampuan menginvasi dan beranak sebar. Sel kanker memiliki kemampuan
untuk berpindah ke tempat yang jauh dari tumor primer yang bilamana tiba
pada organ lain akan bertumbuh dan kemampuan ini dikenal dengan istilah
metastasis.
Kemampuan metastasis ini disebabkan karena kemampuan sel kanker untuk
melakukan invasi ke dalam jaringan sekitarnya dan seterusnya ke pembuluh darah
atau pembuluh limfe. Metastasis dan invasi sel kanker adalah merupakan aspek yang
mematikan dari suatu proses keganasan. Langkah pertama yang terjadi dalam proses
metastasis tumor, yakni terlepasnya sel-sel tumor dari kelompoknya (detachment).
Peristiwa ini terjadi karena berkurangnya adhesi antara sel tumor yang satu dengan
sel tumor lainnya. Salah satu molekul yang dinilai penting dalam terjadinya proses
detachment ini adalah epithelial cadherin (E-cadherin). Diduga dengan menurunnya
epithelial cadherin, maka terjadi peregangan antar sel tumor primer, yang pada
gilirannya dapat melepaskan diri dan menyebar ke jaringan sekitarnya. Kemudian sel-
sel tumor tersebut akan melengket pada membrana basalis pembuluh darah dan akan
mengeluarkan enzim yang menyebabkan lisisnya membrana basalis pembuluh darah.
Sel kanker tersebut kemudian masuk ke dalam pembuluh darah melalui defek tadi.
Walaupun sel tersebut telah masuk pembuluh darah dan beredar dalam aliran darah.
Namun, hal ini belum menjamin terjadinya metastasis yang berhasil.13,14
Sel tumor akan mengikuti aliran darah dan ketika tiba pada jaringan yang
sesuai, sel tumor akan berproliferasi dengan cepat dan sulit untuk dikendalikan.
Setiap sel tumor memiliki kecenderungan untuk bermetastasis ke jaringan tertentu.14
Carsinoma mammae cenderung bermetastasis ke tulang (20-60%), loko regional:
kelenjar getah bening regional, payudara kontralateral dan dinding dada (20-40%),
patu-paru atau pleura (15-25%), hati (10-25%), dan otak (5-10%).8
Agar sel tumor dapat menembus matriks extraceluler (ECM) yang berada di
sekitar sel tumor, maka sel tumor harus melekat pada ECM, melalui suatu reseptor
terhadap komponen-komponen ECM. Salah satu yang penting adalah molekul B1
integrin yang merupakan kelompok reseptor terhadap kolagen, laminin, dan
fibronektin yang merupakan komponen ECM.13,14,15
Setelah sel tumor melekat pada ECM, maka sel tumor harus menciptakan jalan
untuk migrasi. Sel-sel tumor harus menghancurkan ECM dengan mengeluarkan
enzim proteolitik dan merangsang sel fibroblast dan sel-sel makrofag untuk
memproduksi enzim protease, yang sampai saat ini dikenal tiga enzim protease yaitu
serine, cysteine dan metalloprotease. Salah satu metalloprotease adalah kollagenase
tipe IV yang mampu memotong kollagen tipe IV pada membran basalis pembuluh
darah dan sel epithelial. Beberapa Carcinoma yang sangat invasif ternyata
14
mengandung kollagenase tipe IV yang sangat tinggi, sedang adenoma atau carcinoma
in situ mengandung kolagenase tipe IV yang rendah.13,14
Walaupun sel-sel kanker mengeluarkan enzim untuk menghancurkan ECM, sel
stroma juga mengeluarkan antiprotease untuk menghancurkan enzim tersebut.
Berbagai penelitian juga mengindikasikan bahwa sel kanker berusaha juga untuk
menghambat dampak dari anti protease yang dihasilkan sel stroma.14
Enzim dalam serum misalnya Cathepsin-D dan plasminogen aktivator tipe
urokinase juga berperan penting dalam degradasi ECM, sehingga penderita dengan
kadar tersebut yang tinggi dapat memberi probabilitas kejadian metastasis yang lebih
tinggi dari pada penderita dengan kadar rendah.14
Setelah sel tumor menghancurkan ECM dan membran basal pembuluh darah,
maka tahap selanjutnya adalah bagaimana sel tumor masuk kedalam pembuluh darah,
untuk maksud ini diperlukan adanya proses gerakan (motilitas). Tampaknya sel tumor
ini mengeluarkan suatu zat yang disebut autocrine motility factor oleh karena
memberi dampak balik pada sel yang mengeluarkannya untuk mengadakan
pergerakan. Setelah sel kanker memasuki aliran darah, maka tidak serta merta sel-sel
tersebut dapat mengadakan metastasis. Oleh karena, begitu masuk aliran darah akan
berhadapan dengan sel-sel pembunuh (Natural Killer Cell) dan sistem kekebalan
humoral dan seluler yang akan berusaha menghancurkan sel tersebut.15 Untuk
menghadapi serangan tersebut dalam sirkulasi, maka sel kanker berusaha untuk saling
berikatan, dengan mengadakan adhesi antara sesama sel kanker atau dengan platet.
Agregasi akan meningkatkan kemampuan hidup sel kanker, hal ini bisa dipahami
karena sel kanker berada di bagian sentral akan sulit dijangkau oleh sel
immunokompetent. Platelet yang melekat pada sel-sel kanker akan berfungsi sebagai
pelindung dari serangan sel-sel immunokomptent. Di samping menghadapi serangan
sel-sel immunokompetent, sel kanker juga bisa hancur karena tekanan mekanik dari
sel-sel darah merah yang mengalir dalam sirkulasi.14
Sel kanker yang masih dapat bertahap hidup dalam sirkulasi akhirnya akan
memilih suatu tempat untuk pertumbuhannya. Hal ini dimungkinkan karena adanya
interaksi antara molekul endothel pembuluh darah dari jaringan yang akan merupakan
tempat metastasis. Sel kanker akan mengeluarkan molekul adhesi, yang mempunyai
reseptor pada endothel pembuluh darah. Salah satu molekul adhesi yang banyak
dikenal adalah molekul CD44. Dalam keadaan normal molekul ini diekspresikan sel
limfosit T yang berguna untuk untuk migrasi limfosit T menuju tempat selektif dalam
jaringan limfoid. Berbagai penelitian menunjukkan bahwa sel kanker dengan kadar
CD44 yang tinggi mempunyai kemampuan penyebaran yang tinggi. Setelah sel
15
kanker melekat pada sel endothel, maka terjadi lagi proses seperti pada waktu sel
kanker memasuki aliran darah.16,17,18
Penyebaran kanker payudara dapat terjadi melalui berbagai jalur, yakni6:
a. Invasi Lokal
Kanker payudara sebagian besar timbul dari epitel duktus kelenjar. Tumor
mulanya menjalar dalam duktus, lalu menginvasi dinding duktus dan
sekitarnya, ke anterior mengenai kulit, ke posterior mengenai m. pektoralis
hingga dinding toraks.
b. Metastasis hematogen
Sel kanker dapat melalui saluran limfatik akhirnya masuk ke pembuluh darah
atau dapat langsung menginvasi masuk ke pembuluh darah melalui vena kava
atau sistem vena interkostal-vertebral, hingga menimbulkan metastasis
hematogen.
c. Metastasis melalui sistem limfe
Metastasis tersering karsinoma mammae adalah ke kelenjar limfe aksilar, tetapi
kelenjar limfe mammatia interna juga merupakan jalur penting metastasis.
Menurut observasi klinik patologik, bila tumor terletak di sisi medial payudara
dan kelenjar limfe aksilar positif, angka metastasis kelenjar limfe mammaria
interna adalah 50%, jika kelenjar limfe aksilar negative maka angka metastasis
ke kelenjar mammaeri interna hanya 15%. Hal ini terjadi karena vasa limfatik
kelenjar mammae saling beranastomosis. Metastasis di kelenjar limfe aksilar
dan mammaria interna dapat lebih lanjut bermetastasis ke kelenjar limfe
supraklavikular.
E. Diagnosis
Anamnesis
Anamnesis dimulai dengan pencatatan identitas penderita secara lengkap
dilanjutkan dengan keluhan utama. Keluhan utama penderita dapat berupa: adanya
benjolan pada payudara, rasa nyeri, keluar cairan dari puting susu, retraksi puting
susu, adanya ekzema di sekitar areola, keluhan kulit berupa dimpling, venektasi,
ulserasi atau adanya peau d’orange, adanya benjolan di ketiak, edema lengan dan
tanda metastasis jauh misalnya nyeri tulang (vertebrae, femur), rasa penuh di ulu hati,
batuk, sesak, dan sakit kepala hebat.19,20,21
Benjolan payudara dapat dideteksi pada 90% pasien dengan kanker payudara
dan merupakan tanda yang paling umum. Benjolan kanker cenderung soliter,
unilateral, padat, keras, ireguler, tidak dapat digerakkan (immobile), cepat membesar
dan tidak nyeri. Cairan yang keluar secara spontan dari puting susu (nipple discharge)
16
adalah tanda kedua yang paling umum dari kanker payudara. Karakter nipple
discharge dapat membantu menegakkan diagnosis. Cairan seperti susu menandakan
galaktore, cairan purulen disebabkan oleh infeksi, dan cairan multiwarna atau lengket
menandakan ektasia duktus (comedomastitis). Cairan serous, serosanguinus, berdarah
atau seperti air mungkin menandakan papiloma (80%) atau karsinoma intraduktal
(20%).20
Selain itu juga perlu ditanyakan mengenai pengaruh siklus menstruasi terhadap
keluhan tumor, menstruasi pertama pada usia berapa, bila sudah menopause, pada
usia berapa, usia saat pertama kali melahirkan anak, menyusui atau tidak, riwayat
kanker payudara atau kanker lainnya dalam keluarga, riwayat pemakaian obat-obat
hormonal, riwayat operasi tumor payudara atau tumor ginekologik, dan riwayat
radiasi di daerah dada. Faktor-faktor risiko ini perlu ditanyakan agar dokter dapat
mempertimbangkan untuk melakukan pemeriksaan mamografi pada penderita yang
berisiko tinggi, dan bagi pasien agar lebih waspada dan rutin melakukan pemeriksaan
payudara sendiri. Keluhan pasien di organ lain yang berhubungan dengan metastasis
perlu ditanyakan seperti batuk, sesak, rasa penuh di ulu hati, nyeri tulang, dan sakit
kepala hebat. Tanda-tanda umum tentang nafsu makan dan penurunan berat badan
juga perlu ditanyakan.2,19
Pemeriksaan Fisis
Setelah melakukan anamnesis secara lengkap, langkah selanjutnya adalah
melakukan pemeriksaan fisis. Sebelum melakukan pemeriksaan, sebaiknya seorang
dokter harus memberi penjelasan mengenai pemeriksaan apa yang akan dilakukan
dan tujuan pemeriksaan tersebut untuk mencegah terjadinya kesalahpahaman antara
pasien dan dokter. Adapun pemeriksaan payudara pasien dilakukan melalui inspeksi
dan palpasi.22
Inspeksi. Pasien dapat dalam posisi duduk dan meletakkan kedua tangannya di
pinggang. Posisi ini akan menyebabkan muskulus pektoralis major berkontraksi dan
memudahkan identifikasi payudara jika ada payudara yang asimetris.22 Ketika
melakukan inspeksi, dokter harus mengamati seluruh sisi dari payudara dan menilai
ada tidaknya payudara asimetris, perubahan warna kulit, retraksi, dimpling dan nipple
discharge, perubahan kulit berupa peau d’orange, ulserasi dan nodul satelit.23,24,25
Palpasi. Penderita berbaring dan diusahakan agar payudara jatuh tersebar rata
di atas lapangan dada, jika perlu bahu atau punggung diganjal dengan bantal kecil
terutama pada penderita yang payudaranya besar. Palpasi dilakukan dengan
mempergunakan falang distal jari II, III dan IV yang dikerjakan secara sistematis
mulai dari kranial setinggi iga kedua sampai ke distal setinggi iga keenam, juga
17
dilakukan pemeriksaan daerah sentral subareolar dan papil. Palpasi juga dapat
dilakukan dari tepi ke sentral (sentrifugal) berakhir di daerah papil. Pemeriksaan
dengan menekan daerah sekitar papil dilakukan jika ada keluhan nipple discharge.22
Payudara kudran superolateral dan area disekitar areola dan papilla mammae
sebaiknya diperiksa dengan seksama, karena merupakan area yang paling sering
terjadi carcinoma mammae.26
Setiap area pada payudara diperiksa dengan tiga derajat penekanan, yakni
ringan, sedang, dan dalam, yang masing-maisng penting untuk menilai benjolan pada
lapisan subkutan, lapisan tengah, dan lapisan profunda hingga dinding dada (gambar
10). Pada pemeriksaan ini ditentukan lokasi tumor berdasarkan kuadran payudara
(lateral atas, lateral bawah, medial atas, medial bawah, dan daerah sentral), ukuran
tumor (diameter terbesar), konsistensi, permukaan, bentuk dan batas-batas tumor,
18
jumlah tumor serta mobilitasnya terhadap jaringan sekitar payudara, kulit,
m.pektoralis dan dinding dada, serta ada tidaknya implan payudara. Implan payudara
terletak di belakang dari jaringan payudara.19,22
19
Gambar 11. Posisi Pasien dan Pemeriksa pada Pemeriksaan KGB Aksilar
(dikutip dari kepustakaan 28)
Pemeriksaan Penunjang
1. Mammografi
Mammografi merupakan suatu pemeriksaan dengan soft tissue technic yang
dapat mendeteksi 85% kanker payudara. Meskipun 15% kanker payudara tidak
20
bisa divisualisasikan dengan mammografi, 45% kanker payudara dapat dilihat
pada mammografi sebelum mereka dapat diraba. Adanya proses keganasan
akan memberikan tanda–tanda primer dan sekunder. Tanda primer berupa
fibrosis reaktif, comet sign, mikrokalsifikasi, deposit kalsium baik dalam pola
mulberrry atau curvilinear, dan distorsi duktus mamaria. Tanda-tanda sekunder
berupa bertambahnya vaskularisasi, adanya bridge of tumor dan jaringan
fibroglanduler tidak teratur. Mammografi sangat baik digunakan untuk
diagnosis dini dan skrining, hanya saja untuk skrining harganya mahal sehingga
dianjurkan penggunaan yang selektif yaitu untuk wanita-wanita dengan risiko
tinggi. Sensitifitas mammografi sekitar 75% dan spesifisitasnya hampir 90%.20
Ultrasonografi berguna terutama untuk membedakan lesi padat atau kistik juga
untuk memandu FNAB dan core-needle biopsy. Mammografi dan USG
payudara dilakukan pada tumor yang berukuran < 3cm.20
2. Pemeriksaan histopatologi jaringan (gold standard)
Pemeriksaan histologi jaringan merupakan cara untuk menegakkan diagnosis
pasti kanker payudara. Bahan pemeriksaan dapat diambil melalui biopsi
eksisional (untuk ukuran tumor < 3cm) atau biopsi insisional (untuk tumor
operabel dengan ukuran > 3cm sebelum operasi definitif dan untuk tumor yang
inoperabel) yang kemudian diperiksa potong beku atau PA. Untuk biopsi
kelainan yang tidak dapat diraba seperti temuan pada mammografi dapat
dilakukan ultrasound atau stereotactic core biopsy yaitu pungsi dengan jarum
besar yang akan menghasilkan suatu silinder jaringan yang cukup untuk
pemeriksaan termasuk teknik biokimia.19,20
3. Pemeriksaan sitologi
Pemeriksaan sitopatologi dilakukan dengan FNAB (fine needle aspiration
biopsy). Sensitivitasnya dalam mendiagnosis keganasan dilaporkan sebesar 90-
95% bila tepat cara pengambilan dan diekspertise oleh ahlinya.19
4. Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan laboratorium rutin dan kimia darah dilakukan sesuai dengan
perkiraan metastasis misalnya alkali fosfatase dan liver function tests untuk
metastasis ke hepar atau kadar kalsium dan fosfor untuk metastase tulang. 19,20
5. Pemeriksaan metastase jauh
Pemeriksaan lain seperti foto thoraks, bone scanning dan/atau bone survey,
USG abdomen, dan CT scan dilakukan untuk mencari metastasis jauh.
Pemeriksaan yang direkomendasikan oleh PERABOI adalah foto thoraks dan
USG abdomen sedangkan bone scanning dan atau bone survey (bila sitologi
21
dan atau klinis sangat mencurigakan pada lesi > 5cm) dan CT scan dilakukan
atas indikasi.19,29
Metastasis di parenkim paru pada foto rontgen memperlihatkan gambaran coin
lesion yang multipel dengan ukuran yang bermacam-macam. Metastasis dapat
pula mengenai pleura yang akan menimbulkan efusi pleura. Metastasis ke
tulang vertebra akan terlihat pada foto rontgen sebagai gambaran
osteolitik/destruksi yang dapat menyebabkan fraktur patologis.19,29
6. Pemeriksaan penanda tumor (tumor marker) dan imunohistokimia
Pemeriksaan kadar CEA dan CA 15-3 mungkin berguna untuk memantau
respon terhadap terapi pada penyakit yang sudah lanjut. Pemeriksaan
imunohistokimia seperti ER, PR, c-erb-2 (HER-2 neu), cathepsin-D, dan p53
bersifat situasional.20
22
Kelenjar getah bening regional/Nodul (N)
Nx : KGB regional tidak bisa dinilai
N0 : Tidak terdapat metastase KGB regional.
N1 : Dijumpai metastase KGB aksila ipsilateral yang mobile.
N2 : Teraba KGB aksila ipsilateral terfiksasi, berkonglomerasi, atausecara klinis
ada pembesaran KGB mamari interna ipsilateral tanpa adanya metastase ke
KGB aksila.
• N2a : Teraba KGB aksila yang terfiksasi atauberkonglomerasi atau melekat
ke struktur lain.
• N2b : Secara klinis metastase hanya dijumpai pada KGB mamari interna
ipsilateral dan tidak terdapat metastase pada KGB aksila.
N3 : Metastase pada KGB infraklavikula ipsilateral dengan atau tanpa keterlibatan
KGB aksila atau klinis terdapat metastase pada KGB mamaria interna ipsilateral dan
secara klinis terbukti adanya metastase pada KGB aksila atau adanya metastase pada
KGB supraklavikula ipsilateral dengan atau tanpa keterlibatan KGB aksila atau
mamaria interna .
• N3a : Metastase pada KGB infraklavikula ipsilateral
• N3b : Metastase pada KGB mamaria interna ipsilateral dan KGB aksila
• N3c : Metastase pada KGB supraklavikula
Metastase jauh (M)
Mx : Metastase jauh belum dapat dinilai
M0 : Tidak terapat metastase jauh.
M1 : Dijumpai metastase jauh
Stadium klinis
Stadium 0 Tis N0 M0
Stadium I T1 N0 M0
Stadium II A T0 N1 M0
T1 N1 M0
T2 N0 M0
Stadium II B T2 N1 M0
T3 N0 M0
Stadium III A T0 N2 M0
T1 N2 M0
T2 N2 M0
T3 N1 M0
T3 N2 M0
23
Stadium III B T4 N0 M0
T4 N1 M0
T4 N2 M0
Stadium III C Semua T N3 M0
Stadium IV Semua T Semua N M1
24
70 % : tidak mampu bekerja, mampu merawat diri.
60 % : kadang perlu bantuan tetapi umumnya dapat melakukan untuk
keperluan sendiri.
50 % : perlu bantuan dan umumnya perlu obat-obatan.
40 % : tidak mampu merawat diri, perlu bantuan dan perawatan khusus.
30 % : perlu pertimbangan rawat di RS.
20 % : sakit berat, perlu perawatan RS.
10 % : mendekati kematian.
0 % : meninggal dalam iman ( Dying in dignity )
F. Diagnosa Banding
1. Cystosarcoma philloides
Bentuknya bulat lonjong, permukaan berbenjol, batas tegas, ukuran bisa
mencapai 20-30 cm. Konsistensinya dapat padat kenyal tapi ada bagian yang kisteus.
Walaupun ukurannya besar tidak ada perlekatan ke dasar atau kulit. Kulit payudara
tegang, berkilat dan tampak venektasi. Cystosarcoma philloides tidak bermetastase
karena ini adalah kelainan jinak tapi sejumlah kecil (27%) ditemukan dalam bentuk
ganas yang disebut malignant cystosarcoma philloides. Pengobatannya adalah simple
mastectomy untuk mencegah residif. Pada orang muda atau belum berkeluarga dapat
dipertimbangkan untuk mastektomi subkutan.3,19
2. Penyakit fibrokistik
Fibrocystic disease (FCD) biasanya multipel dan bilateral, disertai rasa nyeri
terutama menjelang haid. Ukurannya dapat berubah, terasa lebih besar, penuh dan
nyeri menjelang haid dan akan mengecil serta nyeri berkurang setelah haid selesai.
Hal ini terjadi karena FCD dipengaruhi oleh keseimbangan hormonal. Tumor jenis ini
umumnya tidak berbatas tegas kecuali kista soliter. Konsistensinya padat kenyal,
dapat pula kistik. Jenis yang padat kadang-kadang sukar dibedakan dengan kanker
payudara dini. Kelainan ini dapat juga dijumpai tanpa massa tumor yang nyata hingga
jaringan payudara teraba padat, permukaan granular. Pengobatan FCD umumnya
adalah medikamentosa simptomatis. Namun apabila medikamentosa tidak
menghilangkan keluhan nyerinya dan ditemukan pada usia pertengahan sampai tua
diperlukan terapi operatif. 3,19
25
G. Penatalaksanaan
a. Modalitas terapi
Untuk kanker payudara terdapat beberapa modalitas terapi yang bisa dipilih:
1. Operasi 19,29,31
Terdapat beberapa jenis operasi untuk terapi yaitu BCS (breast conserving
surgery), simple mastectomy, modified radical mastectomy, dan radical mastectomy.
Di antara beberapa jenis operasi tersebut metode yang paling tua adalah mastektomi
radikal klasik dari Halsted. Pada mastektomi radikal dilakukan pengangkatan
payudara dengan sebagian besar kulitnya, m.pektoralis mayor, m.pektoralis minor,
dan semua kelenjar ketiak sekaligus. Pembedahan ini merupakan standar baku sejak
awal abad ke-20 hingga tahun 50-an namun sekarang sudah jarang dilakukan kecuali
bila ada tumor payudara yang sangat besar dan melekat ke otot pektoralis.
Setelah tahun 60-an mastektomi radikal mulai digantikan oleh mastektomi
radikal yang telah dimodifikasi oleh Patey. Pada mastektomi radikal modifikasi ini
m.pektoralis mayor dipertahankan sehingga suplai persarafannya tidak terganggu dan
efek kosmetik pada dinding dada yang terjadi bila dilakukan mastektomi radikal
dapat dikurangi. M.pektoralis minor dapat pula dipertahankan, atau diangkat, atau
diretraksi untuk mendapatkan akses ke aksila. Bukti-bukti menunjukkan tidak ada
perbedaan pada tingkat rekurensi lokal dan survival antara mastektomi radikal dan
mastektomi radikal modifikasi.
Pada mastektomi simpel dilakukan pengangkatan payudara saja tanpa
mengangkat limfonodus atau otot. Pembesaran KGB aksila dirawat dengan
radioterapi. Metode ini dipopulerkan oleh MacWhirter di Inggris. Bila dilakukan
pengangkatan payudara pertimbangkan kemungkinan rekonstruksi mammae dengan
implantasi prostesis atau cangkok flap muskulokutan. Rekonstruksi ini dapat
dilakukan sekaligus dengan bedah kuratif atau beberapa waktu setelah radioterapi
atau kemoterapi adjuvan. Bila hal ini tidak dapat dilakukan usahakan prostesis
eksterna.
Sekarang, biasanya dilakukan pembedahan kuratif dengan mempertahankan
payudara yang disebut dengan breast conserving surgery (BCS). BCS merupakan
satu paket yang terdiri dari tiga tindakan yaitu pengangkatan tumor (lumpektomi luas
atau tumorektomi atau segmentektomi atau kuadrantektomi) ditambah diseksi
kelenjar aksila dan radioterapi pada sisa payudara tersebut. Penyinaran diperlukan
untuk mencegah kambuhnya tumor di payudara dari jaringan tumor yang tertinggal
atau dari sarang tumor lain (karsinoma multisentrik). BCS secara kosmetik lebih baik
dari mastektomi bahkan yang telah direkonstruksi sekalipun. Tapi diseksi aksila
26
disini lebih sulit dikerjakan karena otot-otot pektoral tetap intact dan jaringan
payudara masih ada sehingga pembukaan lapangan operasi aksila terhambat.
Indikasi BCS:
T: 3cm (stadium I atau II)
Pasien ingin mempertahankan payudaranya
Syarat BCS:
Keinginan penderita setelah dilakukan informed consent
Penderita dapat melakukan kontrol rutin setelah pengobatan
Tumor terletak tidak sentral
Perbandingan ukuran tumor dan volume payudara cukup baik untuk kosmetik
pascaBCS
Mammografi tidak memperlihatkan mikrokalsifikasi atau tanda keganasan lain
yang difus (luas)
Tumor tidak multipel
Belum pernah terapi radiasi di dada
Tidak menderita SLE atau penyakit kolagen
Terdapat sarana radioterapi yang memadai (megavolt)
2. Radiasi 19,20,29,31
Radioterapi untuk kanker payudara dapat diberikan sebagai terapi primer,
adjuvan atau paliatif. Radioterapi kuratif tunggal tidak begitu efektif tetapi radioterapi
adjuvan cukup bermanfaat. Radioterapi paliatif dapat dilakukan dengan hasil baik
untuk waktu terbatas bila tumor sudah tidak operabel.
Radioterapi adjuvant diberikan bila ditemukan keadaan sebagai berikut:
Setelah tindakan operasi terbatas (BCS)
Tepi sayatan dekat (T ≥ T2) atau tidak bebas tumor
Tumor sentral atau medial
KGB (+) dengan ekstensi ekstra kapsuler
Acuan pemberian radioterapi:
Pada dasarnya diberikan radiasi lokoregional (payudara danaksila beserta
supraklavikula) kecuali:
- pada keadaan T ≤ T2 bila cN = 0 dan pN, maka tidak dilakukan radiasi pada
KGB aksila supraklavikula
27
- pada keadaan tumor di medial/sentral diberikan tambahan radiasi pada
mammaria interna
Dosis lokoregional profilaksis adalah 50 Gy, booster dilakukan sebagai berikut:
- pada yang potensial terjadi residif ditambahkan 10 Gy (misalnya tepi sayatan
dekat tumor atau post BCS)
- pada yang terdapat massa tumor atau residu post op (mikroskopik atau
makroskopik) maka diberikan booster dengan dosis 20 Gy kecuali untuk aksila
15 Gy
3. Kemoterapi 19,20,29,31
Kemoterapi merupakan salah satu terapi sistemik yang dapat digunakan sebagai
terapi adjuvan atau paliatif. Kemoterapi adjuvan dapat diberikan pada pasien
pascamastektomi yang pada pemeriksaan histopatologik ditemukan metastasis di
sebuah atau beberapa kelenjar. Kemoterapi juga dapat diberikan sebelum
pembedahan pada kanker payudara yang besar namun masih operabel pada stadium
lokal lanjut. Berdasarkan penelitian kemoterapi yang disebut kemoterapi neo adjuvan
ini dapat mengecilkan ukuran tumor sehingga memudahkan pembedahan. Kemoterapi
paliatif dapat diberikan pada pasien yang telah menderita metastasis sistemik. Obat
kemoterapi diberikan dalam bentuk kombinasi seperti CAF (CEF), CMF dan AC.
Kemoterapi adjuvan diberikan sebanyak 6 siklus, paliatif 12 siklus dan neoadjuvan 3
siklus praterapi primer ditambah 3 siklus pascaterapi primer.
4. Hormonal 19,20,29,31
Dasar dari pemberian terapi hormonal adalah fakta bahwa 30-40% kanker
payudara adalah hormon dependen. Terapi ini semakin berkembang dengan
ditemukannya reseptor estrogen dan progesteron. Kanker payudara dengan reseptor
estrogen dan progesteron yang merespons positif terapi hormonal mencapai 77%.
Terapi hormonal merupakan terapi utama stadium IV di samping kemoterapi karena
kedua-duanya merupakan terapi sistemik. Terapi hormonal biasanya diberikan
sebelum kemoterapi karena efek terapinya lebih lama dan efek sampingnya lebih
sedikit.
Sebelum pemberian terapi hormonal dilakukan uji reseptor (estrogen
receptor/ER positif atau progesteron receptor/PR positif) dan dipertimbangkan status
hormonal penderita (premenopause, 1-5 tahun menopause, dan pascamenopause).
Setelah itu dapat ditentukan apakah terapi hormonal akan diberikan secara additif
atau ablatif. Terapi additif berupa pemberian obat-obatan (antiestrogen, aromatase
inhibitor, megestrol acetate dan androgen atau estrogen) dilakukan pada pasien pre-
dan pascamenopause. Yang tergolong antiestrogen adalah tamoxifen citrate,
28
toremifene, dan raloxifene tapi raloxifene lebih banyak digunakan untuk pengobatan
osteoporosis. Tamoxifen merupakan modulator selektif reseptor estrogen (selective
estrogen receptor modulator, SERM) yang menjadi pilihan terapi utama untuk
menangani kasus kanker payudara metastatik pada pasien premenopause.32
Penggunaan obat golongan SERM bertujuan untuk mendapatkan efek estrogenik
yang menguntungkan (misalnya pada tulang, otak, hepar) tanpa efek yang merugikan
di jaringan lain seperti kelenjar mammae. Tamoxifen berefek antiestrogenik di
kelenjar mammae dan berefek agonis pada tulang dan endometrium.33 Efek antagonis
tamoxifen pada kelenjar mammae terjadi melalui efek inhibitor competitor yang
menduduki reseptor estrogen sehingga dapat menurunkan transkripsi gen tergantung
estrogen (estrogen-dependent genes) dan menghambat pertumbuhan sel tumor.34
Tamoxifen diabsorbsi dan mencapai kadar puncaknya di plasma kira-kira 5 jam
setelah pemberian dosis tunggal peroral. Waktu paruhnya berlangsung selama 5-7
hari. Tamoxifen dimetabolisme melalui proses demetilasi, deaminasi dan hidroksilasi.
Hasil metabolismenya adalah N-desmethyltamoxifen dan 4-hydroxytamoxifen.
Metabolit utamanya berupa N-desmethyltamoxifen memiliki efek anti estrogen yang
lemah dengan afinitas terhadap ER menyerupai tamoxifen. Sedangkan 4-
hydroxytamoxifen memiliki efek anti estrogen yang lebih besar.32 Sedangkan
aromatase inhibitor seperti anastrozole dan letrozole menghambat konversi androgen
menjadi estrogen.
Terapi ablatif berupa oophorectomy bilateral, dilakukan untuk menurunkan
kadar estrogen pada wanita premenopause hingga mencapai kadar postmenopause.
Sebagaimana diketahui bahwa, pada wanita premenopause sintesis estrogen terutama
berasal dari ovarium. Angka keberhasilan rata-rata terapi ovarium ablatif pada wanita
premenopause dengan metastasis berkisar antara 14-70%.35
5. Imunologik19,20,29,31
Sekitar 15-25% tumor payudara menunjukkan adanya protein pemicu
pertumbuhan atau HER2 secara berlebihan dan untuk pasien seperti ini, trastuzumab,
antibodi yang secara khusus dirancang untuk menyerang HER2 dan menghambat
pertumbuhan tumor, bisa menjadi pilihan terapi. Pasien sebaiknya juga menjalani tes
HER2 untuk menentukan kelayakan terapi dengan trastuzumab.
29
1. Kanker payudara stadium 0
Dilakukan BCS atau mastektomi simpel. Terapi definitif pada T0 tergantung
pada pemeriksaan blok parafin, lokasinya didasarkan pada hasil pemeriksaan
imaging.
30
- Radiasi + operasi + kemoterapi + terapi hormonal
- Kemoterapi neoadjuvan + operasi + kemoterapi + radiasi + hormonal terapi
4. Kanker payudara lanjut metastase jauh
Terapi primer pada stadium IV adalah terapi sistemik yaitu terapi hormonal dan
kemoterapi. Terapi lokoregional seperti radiasi dan pembedahan hanya
dilakukan bila perlu. Radiasi kadang diperlukan untuk paliasi pada daerah-
daerah tulang weight bearing yang mengandung metastase atau pada tumor bed
yang berdarah, difus, dan berbau yang mengganggu sekitarnya.
H. Prognosis
Prognosis kanker payudara ditentukan oleh variable-variabel berikut3:
1. Ukuran karsinoma primer. Paisen dengan karsinoma invasive yang lebih kecil
dari 1 cm memiliki harapan hidup yang sangat baik jika tidak terdapat
keterlibatan kelenjar getah bening.
2. Keterlibatan kelenjar getah bening dan jumlah kelenjar getah bening yang
terkena metastasis. Jika tidak ada kelenjar ketiak yang terkena, angka harapan
hidup 5 tahun mendekati 90%. Angka harapan hidup menurun bersama setiap
kelenjar getah bening yang terkena dan menjadi kurang dari 50% jika kelenjar
yang terkena berjumlah 16 atau lebih.
3. Derajat karsinoma. Sistem penentuan derajat yang paling umum untuk kanker
payudara mempertimbangkan pembentukan tubulus, derajat nucleus, dan angka
mitotic untuk memilah karsinoma mnejadi tiga kelompok. Karsinoma
berdiferensisasi baik memiliki prognosis yang secara bermakna lebih baik
dibandingkan dengan karsinoma berdiferensiasi buruk. Karsinoma
berdiferensiasi seang awalnya memiliki prognosis baik, tetapi harapan hidup 20
tahun mendekati prognosis karsinoma berdiferensiasi buruk.
4. Tipe histologik karsinoma. Semua tipe khusus karsinoma payudara (tubulus,
medular, lobules, papilar, dan musinosa) memiliki prognosis sedikit banyak
lebih baik daripada karsinoma tanpa tipe khusus (karsinoma duktal).
5. Invasi limfovaskular. Adanya tumor di dalam rongga vaskular di sekitar tumor
primer merupakan faktor prognostik buruk, terutama jika tidak terdapat
metastase ke kelenjar getah bening.
6. Ada tidaknya reseptor estrogen atau progesterone. Adanya reseptor hormon
menyebabkan prognosis sedikit lebih baik. Namun, alasan untuk menentukan
keberadaan reseptor tersebut adalah untuk memperkirakan respon terhadap
terapi. Angak tertinggi respon (sekitar 80%) terhadap terapi antiestrogen
(ooforektomi atau tamoksifen) ditemukan pada pasien yang tumornya memiliki
31
reseptor estrogen dan progesteron. Angka respon yang lebih rendah (25-45%)
ditemukan jika hanya terdapat salah satu reseptor.
7. Laju proliferasi kanker. Proliferasi dapat diukur dengan hitung mitotic, flow
cytometry, atau dengan penanda imunohistokimia untuk protein silus sel. Laju
proliferasi yang tinggi berkaitan dengan prognosis yang lebih buruk.
8. Aneuploid. Karsinoma dengan kandungan DNA abnormal (aneuploid) memiliki
prognosis sedikit lebih buruk dibandingkan dengan karsinoma dengan
kandungan DNA serupa dengan sel normal.
9. Ekspresi berlebihan ERBB2. Ekspresi berlebihan berkaitan dengan prognosis
yang buruk. Namun, makna evaluasi ERBB2 adalah untuk memperkirakan
respon terhadap antibody monoclonal terhadap gen ini (Herceptin)
Hasil akhir pada kasus individu sulit diperkirakan walaupun semua indikator
telah dipertimbangakan . Angka harapan hidup 5 tahun untuk kanker stadium I 87%,
stadium II 75%, stadium III 46%, dan untuk stadium IV 13%. Perlu dicatat bahwa
kekambuhan mungkin timbul belakangan, bahkan setelah 10 tahun, dan untuk setiap
tahun yang berlalu tanpa penyakit menyebabkan prognosis semakin baik.3
32
LAPORAN KASUS
I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. S
Umur : 63 Tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
RM : 629242
Tgl. MRS : 14/11/2013
Alamat : DSN Parasangan Beru
Status : JAMKESMAS
Ruangan : Lontara 2 Bedah
Tgl Pemeriksaan : Onkologi Kamar 7 Bed 5
20/11/2013
II. ANAMNESIS
Keluhan utama : Benjolan pada payudara kanan
Anamnesis terpimpin :
Dialami sejak ± 1 tahun yang lalu sebelum masuk rumah sakit. Awalnya
benjolan sebesar jempol kaki kemudian membesar secara perlahan hingga saat ini
sebesar bola tenis. Nyeri (+) kadang-kadang dirasakan, hilang timbul. Riwayat terjadi
luka pada benjolan tidak ada, riwayat keluar cairan dari puting susu tidak ada.
Benjolan di ketiak tidak disadari sejak kapan membesar. Diketahui setelah
masuk RSWS. Riwayat nyeri (-). Riwayat bengkak pada tangan (-)
Demam (-), riwayat demam (-), pusing (-), sakit kepala (-), batuk (-),lendir (-),
darah (-), sesak (-). Riwayat mual (+), terutama setelah makan, riwayat muntah (+),
nyeri ulu hati (+) kadang-kadang, terasa perih hilang timbul, tidak menyebar, tidak
tembus ke belakang, rasa penuh diperut (-), riwayat sakit kuning (-).
Nafsu makan menurun (+), penurunan berat badan (+) ± 9 kg dalam 5 bulan
terakhir.
BAB: biasa, warna kuning. Riwayat BAB berdarah (-), lendir (-). Riwayat
BAB hitam encer (-). BAK: biasa, lancar.
Riwayat benjolan pada payudara sebelumnya (-). Riwayat menarke usia 17
tahun. Riwayat haid tidak teratur (+) dalam 1 tahun hanya 3 kali haid dan monopause
± 5 tahun yang lalu. Riwayat menikah umur 35 tahun, mempunyai 1 orang anak
tetapi tidak disusui. Riwayat mengandung anak pertama pada umur 37 tahun.
33
Riwayat penggunaan kontrasepsi pil dan suntik (-). Riwayat penyakit kandungan (-).
Riwayat penyakit yang sama dalam keluarga (-).Riwayat terkena radiasi (-)
34
Regio Axillaris Dextra :
Inspeksi : Tidak tampak benjolan, warna kulit sama dengan sekitarnya.
Palpasi : Teraba massa tumor ukuran 3x2x1 cm, konsistensi padat keras,
permukaan rata, batas tegas, mobile, nyeri tekan (-).
Jantung
- Inspeksi : Iktus kordis tidak tampak
- Palpasi : Iktus kordis tidak teraba
- Perkusi : Pekak, batas jantung kesan normal.
- Auskultasi : Bunyi jantung I/II dalam batas normal, bising (-)
Abdomen
- Inspeksi : datar, ikut gerak napas,
- Auskultasi : Peristaltik (+) kesan normal.
- Palpasi : Nyeri tekan (-), massa tumor (-), Lien tidak teraba.
Hepar tidak teraba.
- Perkusi : Timpani (+), shifting dullness (-).
Vertebra
- Inspeksi : Alignment tulang baik, tidak tampak massa tumor.
warna kulit sama dengan sekitarnya.
- Palpasi : tidak teraba massa tumor.
Ekstremitas : udem (-)
35
FOTO KLINIS
36
IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Laboratorium (23-09-2013)
HEMATOLOGI HASIL NILAI RUJUKAN SATUAN
3
WBC 6,6 4.00 – 10.0 [10 /uL]
6
RBC 4,25 4.00 – 6.00 [10 /uL]
INR 0,92 - -
37
Natrium 138 136-145 mmol/l
Laboratorium (18-02-2013)
Kesan:
38
USG Abdomen (23-09-2013)
V. RESUME
Seorang perempuan, 63 tahun Pasien dengan keluhan utama benjolan pada
mamma dextra, Dialami sejak ± 1 tahun yang lalu sebelum masuk rumah sakit.
Awalnya benjolan sebesar jempol kaki kemudian membesar secara perlahan hingga
saat ini sebesar bola tenis. Nyeri (+) kadang-kadang dirasakan, hilang timbul.
Riwayat terjadi luka pada benjolan tidak ada, riwayat keluar cairan dari puting susu
tidak ada. Benjolan di ketiak tidak disadari sejak kapan membesar. Diketahui setelah
masuk RSWS. Riwayat nyeri (-). Riwayat bengkak pada tangan (-)
Riwayat mual (+), terutama setelah makan, riwayat muntah (+), nyeri ulu hati
(+) kadang-kadang, terasa perih hilang timbul. Nafsu makan menurun (+), penurunan
berat badan (+) ± 9 kg dalam 5 bulan terakhir. Riwayat menarke usia 17 tahun.
Riwayat haid tidak teratur (+) dalam 1 tahun hanya 3 kali haid dan monopause ± 5
tahun yang lalu. Riwayat menikah umur 35 tahun, mempunyai 1 orang anak tetapi
tidak disusui. Riwayat mengandung anak pertama pada umur 37 tahun.
39
Pemeriksaan fisis pada regio mammae dextra tampak payudara asimetris
tampak benjolan sebesar bola tennis pada mamma (D) kuadran lateral superior, warna
kulit kemerahan, niple discharge (-), retraksi papil (+), peau de orange (+), dimpling
(-). Pada palpasi teraba massa tumor pada ukuran ± 10 x 8 cm, permukaan tidak rata,
batas tidak tegas, konsistensi padat keras, kesan melekat pada kulit, nyeri tekan (+).
Regio axillaris dextra pada inspeksi tidak tampak benjolan, warna kulit sama dengan
sekitarnya. Pada palpasi teraba massa tumor ukuran 3x2x1 cm, konsistensi padat
keras, permukaan rata, batas tegas, mobile, nyeri tekan (-).
VI. DIAGNOSIS
• Ca Mamma Dextra
• cT4bN1M1 (paru), Stadium IV
• Karnofsky 70-80%
40
DISKUSI
41
dan tidak memiliki riwayat terkena radiasi. Sehingga pasien ini dikategorikan
memiliki risiko terkena kanker payudara.
Pada pemeriksaan fisis didapatkan tanda-tanda suatu keganasan payudara
berupa peau d’ orange, dan retraksi papilla mammae. Peau d’ orange terjadi akibat
sumbatan aliran limfe subkutis yang mengakibatkan edema dermal sehingga tampak
sebagai gambaran kulit jeruk. Adanya peau d’ orange dapat terjadi baik oleh tumor
primer yang berukuran besar yang menyumbat langsung ke saluran limfe subkutis,
atau akibat metastasis sel tumor ke saluran limfe subkutis dan menyebabkan stasis
limfe. Adapun retraksi papilla mamma mengisyaratkan adanya tumor yang telah
menginvasi papilla dan menimbulkan penarikan (retraksi).
Dari palpasi, teraba massa tumor pada seluruh kuadran payudara, ukuran ± 10 x
8 x 5 cm, permukaan berbenjol-benjol, batas tegas, konsistensi padat keras, kesan
melekat pada kulit, nyeri tekan (+). Sedangkan pemeriksaan regio axillaris dextra
pada palpasi teraba massa tumor ukuran 3x2x1 cm, konsistensi padat keras,
permukaan rata, batas tegas, mobile, nyeri tekan (-). Hal ini mengarahkan kita pada
suatu tumor payudara yang sudah disertai metastasis ke kelenjar getah bening
regional dalam hal ini ke KGB aksilar.
Untuk menegakkan diagnosis pasti, gold standard yang digunakan adalah
dengan pemeriksaan histopatologi. Pada pasien ini telah dilakukan pemeriksaan
Sitologi/FNA dan didapatkan hasil carcinoma mammae dextra.
Pemeriksaan penunjang seperti foto thorax dan USG abdomen dilakukan untuk
mencari metastasis kanker ke organ jauh. Hasil pemeriksaan foto thoraks
menunjukkan sudah ada metastasis tumor ke paru. Sedangkan pada USG Abdomen
menunjukkan tidak ada tanda-tanda metastasis ke hepar.
Keterlibatan kelenjar limfe dan metastasis ke organ jauh berguna untuk
menentukan stadium kanker. Penentuan stadium kanker payudara yang dilakukan
pada pasien ini dengan menggunakan klasifikasi sistem TNM berdasarkan gejala
klinis (cTNM). T adalah ukuran tumor primer, N adalah keterlibatan kelenjar getah
bening regional, dan M adalah metastasis ke organ jauh. Sehingga berdasarkan dari
klasifikasi TNM tersebut pada pasien ini masuk ke dalam cT4b, yaitu tumor primer
dengan edema (termasuk peau d’orange) atau ulserasi kulit payudara, atau satelit
nodul pada kulit. N1, yaitu dijumpai metastase KGB aksila ipsilateral yang mobile.
dan M1 yaitu adanya metastasis jauh, pada pasien ini didapatkan metastase ke paru.
Penilaian status penampilan yang digunakan adalah penilaian dengan Karnofsky.
Berdasarkan Karnofsky penilaian pada pasien ini antara 70-80%. Karnofsky 70%
berarti pasien tidak mampu bekerja, tetapi mampu merawat diri, dan 80% berarti
pasien tidak perlu perawatan khusus, disertai dengan beberapa keluhan dan gejala.
42
Jadi, pasien ini didiagnosa dengan Ca Mamma Dextra cT4bN1M1 (paru) Stadium IV
Karnofsky 70-80%
Pada kanker payudara stadium 4, terapi yang diberikan tujuannya adalah
sebagai paliatif. Terapi primer adalah terapi sistemik baik kemoterapi maupun terapi
hormon. Terapi lokoregional berupa radiasi dan pembedahan dapat pula dilakukan
untuk meningkatkan quality of life penderita.
43
DAFTAR PUSTAKA
3. Robbins, Stanley L dan Vinay Kumar. Buku Ajar Patologi volume 2 edisi 7.
Penerbit Buku Kedokteran EGC: Jakarta; 2007.
5. Prastiei, Elok Dwi. Hubungan Kontrasepsi Oral Dan Kanker Payudara : Studi
Kasus Kontrol Di Rsud Dr. Moewardi Surakarta. Program Studi Kesehatan
Masyarakat Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Surakarta.
2008.
6. Desen W, ed. Buku Ajar Onkologi Klinis Edisi 2. Jakarta: Balai Penerbit Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia; 2008.h. 366-82.
7. Netter, Frank H. Atlas Of Human Anatomy 3rd Edition. USA; Saunders Elsevier:
2003. p. 159,167,169.
9. Greene FL, Compton CC, Fritz AG, Shan JP, Winchester DP, eds. American
Joint Committee on Cancer. Chicago : Springer Science+Business Media, Inc;
2006.p. 219-33.
10. Guyton AC, Hall JE. Fisiologi Gastrointestinal. Dalam : Irawati Setiawan
(Editor Bahasa Indonesia) Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 9. Jakarta:
EGC; 1997.
44
45