Anda di halaman 1dari 25

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tinjauan Pustaka

2.1.1 Konsep Oksigen

2.1.1.1 Pengertian

Oksigenasi merupakan kebutuhan dasar manusia yang

paling mendasar yang digunakaan untuk kelangsungan

metabolisme sel tubuh, mempertahankan hidup dan aktivitas

berbagai organ dan sel tubuh.

Keberadaan oksigenasi merupakan salah satu komponen

gas dan unsur vital dalam proses metabolisme dan untuk

mempertahankan kelangsungan hidup seluruh sel-sel tubuh.

Secara normal elemen ini diperoleh dengan cara menghirup O2

setiap kali bernapas dari atmosfer. Oksegen (O2) untuk

kemudian diedarkan ke seluruh jaringan tubuh.

Oksigen adalah salah satu kebutuhan yang paling vital

bagi tubuh. Otak masih mampu mentoleransi kekurangan

oksigen antara 3-5 menit. Apabila kekurangan oksigen

berlangsung lebih dari 5 menit, maka terjadi kerusakan sel otak

secara permanen. Selain itu oksigen digunakan oleh sel tubuh

untuk mempertahankan kelangsungan metabolisme sel. Oksigen

akan digunakan dalam metabolisme sel membentuk ATP

6
7

(Adenosin Trifosfat) yang merupakan sumber energi bagi sel

tubuh agar berfungsi secara optimal.

Oksigenasi adalah memenuhi kebutuhan oksigen dalam

tubuh dengan cara melancarkan saluran masuknya oksigen atau

memberikan aliran gas oksigen (O2) sehingga konsentrasi

oksigen meningkat dalam tubuh.

Oksigenasi adalah memberikan aliran gas oksigen (O2)

lebih dari 21 % pada tekanan 1 atmosfir sehingga konsentrasi

oksigen meningkat dalam tubuh.

2.1.1.2 Faktor-Faktor Yang Memengaruhi Kebutuhan Oksigen

a. Faktor Fisiologi

1. Menurunnya kapasitas pengingatan O2 seperti pada

anemia.

2. Menurunnya konsentrasi O2 yang diinspirasi seperti pada

obstruksi saluran napas bagian atas.

3. Hipovolemia sehingga tekanan darah menurun

mengakibatkan transport O2 terganggu.

4. Meningkatnya metabolisme seperti adanya infeksi,

demam, ibu hamil, luka, dan lain-lain.

5. Kondisi yang memengaruhi pergerakan dinding dada

seperti pada kehamilan, obesitas, muskulus skeleton yang

abnormal, penyalit kronik seperti TBC paru.


8

b. Faktor Perkembangan

1. Bayi prematur yang disebabkan kurangnya pembentukan

surfaktan.

2. Bayi dan toddler adanya risiko infeksi saluran pernapasan

akut.

3. Anak usia sekolah dan remaja, risiko infeksi saluran

pernapasan dan merokok.

4. Dewasa muda dan pertengahan : diet yang tidak sehat,

kurang aktivitas, stress yang mengakibatkan penyakit

jantung dan paru-paru.

5. Dewasa tua : adanya proses penuaan yang mengakibatkan

kemungkinan arteriosklerosis, elastisitas menurun,

ekspansi paru menurun.

c. Faktor Perilaku

1. Nutrisi : misalnya pada obesitas mengakibatkan penurunan

ekspansi paru, gizi yang buruk menjadi anemia sehingga

daya ikat oksigen berkurang, diet yang tinggi lemak

menimbulkan arterioklerosis.

2. Exercise akan meningkatkan kebutuhan oksigen.

3. Merokok : nikotin menyebabkan vasokontriksi pembuluh

darah perifer dan koroner.

4. Substansi abuse (alcohol dan obat-obatan) : menyebabkan

intake nutrisi/Fe menurun mengakibatkan penurunan


9

hemoglobin, alcohol, menyebabkan depresi pusat

pernapasan.

5. Kecemasan : menyebabkan metabolism meningkat.

d. Faktor Lingkungan

1. Tempat kerja

2. Suhu lingkungan

3. Ketinggian tempat dan permukaan laut.

2.1.1.3 Gangguan Respirasi

Permasalahan dalam hal pemenuhan kebutuhan oksigen

tidak terlepas dari adanya gangguan yang terjadi pada sistem

respirasi baik pada anatomi maupun fisiologi dari organ-organ

respirasi.Gangguan pada sistem respirasi dapat disebabkan

diantaranya oleh karena peradangan, obstruksi, trauma, kanker,

degeneratif, dan lain-lain. Gangguan tersebu akan menyebabkan

kebutuhan oksigen dalam tubuh tidak terpenuhi secara adekuat.

Secara garis besar, gangguan respirasi dikelompokkan menjadi

tiga. Yaitu:

a) Gangguan irama/frekuensi pernapasa

1. Gangguan irama pernafasan antara lain :

a. Pernafasan 'cheyne-stokes' yaitu siklus pernafasan yang

amplitudonya mula-mula dangkal, makin naik

kemudian makin menurun dan berhenti. Lalu


10

pernafasan dimulai lagi dengan siklus baru. Jenis

pernafasan ini biasanya terjadi pada klien gagal jantung

kongesti, peningkatan tekanan intrakranial, overdosis

obat. Namun secara fisiologis, jenis pernafasan ini

terutama terdapat pada orang di ketinggian 12.000-

15.000 kaki diatas permukaan laut dan pada bayi saat

tidur.

b. Pernafasan 'biot' yaitu pernafasan yang mirip dengan

pernafasan cheyne-stokes, tetapi amplitudonya rata

dan disertai apnea, keadaan pernafasan ini kadang

ditemukan pada penyakit radang selaput otak.

c. Pernafasan 'kussmaul' yaitu pernafasan yang jumlah

dan kedalaman meningkat sering melebihi 20

kali/menit. Jenis pernafasan ini dapat ditemukan pada

klien dengan asidosis metabolik dan gagal ginjal.

2. Gangguan frekuensi pernafasan

a. Takipnea/ hipernea, yaitu frekuensi pernafasan yang

jumlah nya meningkat diatas frekuensi pernafasan

normal.

b. Bradipnea, yaitu kebalikan dari takipnea dimana

frekuensi pernafasan yang jumlahnya menurun dibawah

frekuensi pernafasan normal.


11

b) Insufisiensi pernafasan

Penyebab insufisiensi pernafasan dapat dibagi menjadi

3 kelompok yaitu:

1. Kondisi yang menyebabkan hipoventilasi alveolus

2. Kelainan yang menurunkan kapasitas difusi paru.

3. Kondisi yang menyebabkan terganggunya pengangkutan

oksigen dari paru-paru ke jaringan.

c) Hipoksia.

Hipoksia adalah kekuranga oksigen dijaringan, istilah

ini lebih tepat daripada anoksia. Sebab jarang terjadi tidak

ada oksigen sama sekali dalam jaringan. Hipoksia dapat

dibagi kedalam kelompok yaitu :

1. Hipoksemia

2. Hipoksia hipokinetik (stagnant anoksia/anoksia bendunga)

3. Overventilasi hipoksia

4. Hipoksia histotoksik

2.1.2 Konsep Asma Bronkial

2.1.2.1 Pengertian Asma Bronkial

Istilah asma berasal dari kata Yunani yang artinya

“terengah-engah” dan berarti serangan nafas pendek (Price,

2002). Nelson mendefinisikan asma sebagai kumpulan tanda

dan gejala wheezing (mengi) dan atau batuk dengan karakteristik


12

sebagai berikut; timbul secara episodik dan atau kronik,

cenderung pada malam hari/dini hari (nocturnal), musiman,

adanya faktor pencetus diantaranya aktivitas fisik dan bersifat

reversibel baik secara spontan maupun dengan penyumbatan,

serta adanya riwayat asma atau atopi lain pada pasien/keluarga,

sedangkan sebab-sebab lain sudah disingkirkan (Nelson, 2000).

Batasan asma yang lengkap yang dikeluarkan oleh Global

Initiative for Asthma (GINA) didefinisikan sebagai gangguan

inflamasi kronik saluran nafas dengan banyak sel yang berperan,

khususnya sel mast, eosinofil, dan limfosit T. Pada orang yang

rentan inflamasi ini menyebabkan mengi berulang, sesak nafas,

rasa dada tertekan dan batuk, khususnya pada malam atau dini

hari. Gejala ini biasanya berhubungan dengan penyempitan jalan

nafas yang luas namun bervariasi, yang sebagian bersifat

reversibel baik secara spontan maupun dengan pengobatan,

inflamasi ini juga berhubungan dengan hiperreaktivitas jalan

nafas terhadap berbagai rangsangan (GINA, 2006).

2.1.2.2 Faktor Resiko

Secara umum faktor risiko asma dibagi kedalam dua

kelompok besar, faktor risiko yang berhubungan dengan

terjadinya atau berkembangnya asma dan faktor risiko yang

berhubungan dengan terjadinya eksaserbasi atau serangan asma


13

yang disebut trigger faktor atau faktor pencetus). Adapun faktor

risiko pencetus asma bronkial yaitu (PDPI, 2003):

a. Asap Rokok

Pembakaran tembakau sebagai sumber zat iritan dalam

rumah yang menghasilkan campuran gas yang komplek dan

partikel-partikel berbahaya. Lebih dari 4500 jenis kontaminan

telah dideteksi dalam tembakau, diantaranya hidrokarbon

polisiklik, karbon monoksida, karbon dioksida, nitrit oksida,

nikotin, dan akrolein (GINA, 2006). Merokok dapat

menaikkan risiko berkembangnya asma karena pekerjaan

pada pekerja yang terpapar dengan beberapa sensitisasi di

tempat bekerja. Namun hanya sedikit bukti-bukti bahwa

merokok aktif merupakan faktor risik berkembangnya asma

secara umum. Merokok dapat menaikkan risiko

berkembangnya asma karena pekerjaan pada pekerja yang

terpapar dengan beberapa sensitisasi di tempat bekerja.

Namun hanya sedikit bukti-bukti bahwa merokok aktif

merupakan faktor risik berkembangnya asma secara umum.

b. Tungau Debu Rumah

Asma bronchial disebabkan oleh masuknya suatu

alergen misalnya tungau debu rumah yang masuk ke dalam

saluran nafas seseorang sehingga merangsang terjadinya

reaksi hipersentitivitas tipe I. Tungau debu rumah ukurannya


14

0,1 - 0,3 mm dan lebar 0,2 mm, terdapat di tempat-tempat

atau benda-benda yang banyak mengandung debu. Misalnya

debu yang berasal dari karpet dan jok kursi, terutama yang

berbulu tebal dan lama tidak dibersihkan, juga dari tumpukan

koran-koran, buku-buku, pakaian lama (Danusaputro, 2000).

c. Jenis Kelamin

Jumlah kejadian asma pada anak laki-laki lebih banyak

dibandingkan dengan perempuan. Perbedaan jenis kelamin

pada kekerapan asma bervariasi, tergantung usia dan

mungkin disebabkan oleh perbedaan karakter biologi.

Peningkatan risiko pada anak laki-laki mungkin disebabkan

semakin sempitnya saluran pernapasan, peningkatan pita

suara, dan mungkin terjadi peningkatan IgE pada laki-laki

yang cenderung membatasi respon bernapas. Didukung oleh

adanya hipotesis dari observasi yang menunjukkan tidak ada

perbedaan ratio diameter saluran udara laki-laki dan

perempuan setelah berumur 10 tahun, mungkin disebabkan

perubahan ukuran rongga dada yang terjadi pada masa puber

laki-laki dan tidak pada perempuan. Predisposisi perempuan

yang mengalami asma lebih tinggi pada laki-laki mulai ketika

masa puber, sehingga prevalensi asma pada anak yang

semula laki-laki lebih tinggi dari pada perempuan mengalami

perubahan dimana nilai prevalensi pada perempuan lebih


15

tinggi dari pada laki-laki. Aspirin lebih sering menyebabkan

asma pada perempuan (GINA, 2006).

d. Binatang Piaraan

Binatang peliharaan yang berbulu seperti anjing,

kucing, hamster, burung dapat menjadi sumber alergen

inhalan. Sumber penyebab asma adalah alergen protein yang

ditemukan pada bulu binatang di bagian muka dan ekskresi.

Alergen tersebut memiliki ukuran yang sangat kecil (sekitar

3-4 mikron) dan dapat terbang di udara sehingga

menyebabkan serangan asma, terutama dari burung dan

hewan menyusui. Untuk menghindari alergen asma dari

binatang peliharaan, tindakan yang dapat dilakukan adalah:

1) Buatkan rumah untuk binatang peliharaan di halaman

rumah, jangan biarkan binatang tersebut masuk dalam

rumah,

2) Jangan biarkan binatang tersebut berada dalam rumah,

3) Mandikan anjing dan kucing setiap minggunya.

e. Jenis Makanan

Beberapa makanan penyebab alergi makanan seperti

susu sapi, ikan laut, kacang, berbagai buah-buahan seperti

tomat, strawberry, mangga, durian berperan menjadi

penyebab asma). Makanan produk industri dengan pewarna

buatan misal: (tartazine), pengawet (metabisulfit), vetsin


16

(monosodum glutamat-MSG) juga bisa memicu asma.

Penderita asma berisiko mengalami reaksi anafilaksis akibat

alergi makanan fatal yang dapat mengancam jiwa. Makanan

yang terutama sering mengakibatkan reaksi yang fatal

tersebut adalah kacang, ikan laut dan telur). Alergi makanan

seringkali tidak terdiagnosis sebagai salah satu pencetus asma

meskipun penelitian membuktikan alergi makanan sebagai

pencetus bronkokontriksi pada 2% - 5% anak dengan asma

(Handayani, 2004).

f. Perabot Rumah Tangga

Bahan polutan indoor dalam ruangan meliputi bahan

pencemar biologis (virus, bakteri, jamur), formadehyde,

volatile organic coumpounds (VOC), combustion products

(CO1, NO2, SO2) yang biasanya berasal dari asap rokok dan

asap dapur. Sumber polutan VOC berasal dari semprotan

serangga, cat, pembersih, kosmetik, Hairspray, deodorant,

pewangi ruangan, segala sesuatu yang disemprotkan dengan

aerosol sebagai propelan dan pengencer (solvent) seperti

thinner. Sumber formaldehid dalam ruangan adalah bahan

bangunan, insulasi, furnitur, karpet. Paparan polutan

formaldehid dapat mengakibatkan terjadinya iritasi pada mata

dan saluran pernapasan bagian atas. Partikel debu, khususnya

respilable dust disamping menyebabkan ketidaknyamanan


17

juga dapat menyebabkan reaksi peradangan paru (GINA,

2006).

g. Perubahan Cuaca

Kondisi cuaca yang berlawanan seperti temperatur

dingin, tingginya kelembaban dapat menyebabkan asma lebih

parah, epidemik yang dapat membuat asma menjadi lebih

parah berhubungan dengan badai dan meningkatnya

konsentrasi partikel alergenik. Dimana partikel tersebut dapat

menyapu pollen sehingga terbawa oleh air dan udara.

Perubahan tekanan atmosfer dan suhu memperburuk asma

sesak nafas dan pengeluaran lendir yang berlebihan. Ini

umum terjadi ketika kelembaban tinggi, hujan, badai selama

musim dingin. Udara yang kering dan dingin menyebabkan

sesak di saluran pernafasan.

h. Riwayat Penyakit Keluarga

Risiko orang tua dengan asma mempunyai anak

dengan asma adalah tiga kali lipat lebih tinggi jika riwayat

keluarga dengan asma disertai dengan salah satu atopi).

Predisposisi keluarga untuk mendapatkan penyakit asma

yaitu kalau anak dengan satu orangtua yang terkena

mempunyai risiko menderita asma 25%, risiko bertambah

menjadi sekitar 50% jika kedua orang tua asmatik. Asma

tidak selalu ada pada kembar monozigot, labilitas


18

bronkokontriksi pada olahraga ada pada kembar identik,

tetapi tidak pada kembar dizigot. Faktor ibu ternyata lebih

kuat menurunkan asma dibanding dengan bapak. Orang tua

asma kemungkinan 8-16 kali menurunkan asma

dibandingkan dengan orang tua yang tidak asma, terlebih lagi

bila anak alergi terhadap tungau debu rumah. R.I Ehlich

menginformasikan bahwa riwayat keluarga mempunyai

hubungan yang bermakna (Sundaru, 2006).

2.1.2.3 Patofisiologi

Obstruksi saluran nafas pada asma merupakan kombinasi

spasme otot bronkus, sumbatan mukus, edema dan inflamasi

dinding bronkus. Obstruksi bertambah berat selama ekspirasi

karena secara fisiologis saluran nafas menyempit pada fase

tersebut. Hal ini mengakibatkan udara distal tempat terjadinya

obtruksi terjebak tidak bisa diekspirasi, selanjutnya terjadi

peningkatan volume residu, kapasitas residu fungsional (KRF),

dan pasien akan bernafas pada volume yang tinggi mendekati

kapasitas paru total (KPT). Keadaan hiperinflasi ini bertujuan

agar saluran nafas tetap terbuka dan pertukaaran gas berjalan

lancar (Sundaru, 2006).

Gangguan yang berupa obstruksi saluran nafas dapat

dinilai secara obyektif dengan Volume Ekspirasi Paksa (VEP)


19

atau Arus Puncak Ekspirasi (APE). Sedangkan penurunan

Kapasitas Vital Paksa (KVP) menggambarkan derajat

hiperinflasi paru. Penyempitan saluran nafas dapat terjadi baik

pada di saluran nafas yang besar, sedang maupun yang kecil.

Gejala mengi menandakan ada penyempitan di saluran nafas

besar (Sundaru, 2006).

Manifestasi penyumbatan jalan nafas pada asma

disebabkan oleh bronkokontriksi, hipersekresi mukus, edema

mukosa, infiltrasi seluler, dan deskuamasi sel epitel serta sel

radang. Berbagai rangsangan alergi dan rangsangan nonspesifik,

akan adanya jalan nafas yang hiperaktif, mencetuskan respon

bronkokontriksi dan radang. Rangsangan ini meliputi alergen

yang dihirup (tungau debu, tepungsari, sari kedelai, dan protein

minyak jarak), protein sayuran lainnya, infeksi virus, asap

rokok, polutan udara, bau busuk, obat-obatan (metabisulfit),

udara dingin, dan olah raga (Sundaru, 2006).

Patologi asma berat adalah bronkokontriksi, hipertrofi

otot polos bronkus, hipertropi kelenjar mukosa, edema mukosa,

infiltrasi sel radang (eosinofil, neutrofil, basofil, makrofag), dan

deskuamasi. Tanda-tanda patognomosis adalah krisis kristal

Charcot-leyden (lisofosfolipase membran eosinofil), spiral

Cursch-mann (silinder mukosa bronchial), dan benda-benda

Creola (sel epitel terkelupas) (Sundaru, 2006).


20

Penyumbatan paling berat adalah selama ekspirasi

karena jalan nafas intratoraks biasanya menjadi lebih kecil

selama ekspirasi. Penyumbatan jalan nafas difus, penyumbatan

ini tidak seragam di seluruh paru. Atelektasis segmental atau

subsegmental dapat terjadi, memperburuk ketidakseimbangan

ventilasi dan perfusi. Hiperventilasi menyebabkan penurunan

kelenturan, dengan akibat kerja pernafasan bertambah. Kenaikan

tekanan transpulmuner yang diperlukan untuk ekspirasi melalui

jalan nafas yang tersumbat, dapat menyebabkan penyempitan

lebih lanjut, atau penutupan dini (prematur) beberapa jalan nafas

total selama ekspirasi, dengan demikian menaikkan risiko

pneumotoraks (Sundaru, 2006).

2.1.2.4 Etiologi

Asma merupakan gangguan kompleks yang melibatkan

faktor autonom, imunologis, infeksi, endokrin dan psikologis

dalam berbagai tingkat pada berbagai individu. Aktivitas

bronkokontriktor neural diperantarai oleh bagian kolinergik

sistem saraf otonom. Ujung sensoris vagus pada epitel jalan

nafas, disebut reseptor batuk atau iritan, tergantung pada

lokasinya, mencetuskan refleks arkus cabang aferens, yang pada

ujung eferens merangsang kontraksi otot polos bronkus.

Neurotransmisi peptida intestinal vasoaktif (PIV) memulai

relaksasi otot polos bronkus. Neurotramnisi peptida vasoaktif


21

merupakan suatu neuropeptida dominan yang dilibatkan pada

terbukanya jalan nafas (Sundaru, 2006).

Faktor imunologi penderita asma ekstrinsik atau alergi,

terjadi setelah pemaparan terhadap faktor lingkungan seperti

debu rumah, tepung sari dan ketombe. Bentuk asma inilah yang

paling sering ditemukan pada usia 2 tahun pertama dan pada

orang dewasa (asma yang timbul lambat), disebut intrinsik

(Sundaru, 2006).

Faktor endokrin menyebabkan asma lebih buruk dalam

hubungannya dengan kehamilan dan mentruasi atau pada saat

wanita menopause, dan asma membaik pada beberapa anak saat

pubertas. Faktor psikologis emosi dapat memicu gejala-gejala

pada beberapa anak dan dewasa yang berpenyakit asma, tetapi

emosional atau sifat-sifat perilaku yang dijumpai pada anak

asma lebih sering dari pada anak dengan penyakit kronis lainnya

(Sundaru, 2006).

2.1.3 Asuhan Keperawatan dengan Asma Bronkial

2.1.3.1 Pengkajian keperawanan, terdiri dari :


a. Riwayat Kesehatan terdiri dari :

1) Data Biografi
Nama, umur, jenis kelamin, agama, pendidikan, pekerjaan,
bangsa, bahasa yang digunakan, alamat, sumber biaya.
22

2) Riwayat penyakit sekarang

Keluhan utama, kapan mulai sakit, faktor pencetus,


terjadinya tiba-tiba atau berangsur-angsur, pengobatan
yang telah diberikan, efek obat yang telah diberikan.

3) Riwayat kesehatan yang lalu.

a) Hal-hal yang dapat menjadi pemicu serangan asma,


baik fisik maupun psikologisseperti : alergaen inhalasi,
infeksi saluran nafas bagian atas, obat dan makanan,
aktivitas olahraga (joging aerobik), kerja keras dan
riwayat asma saat beraktivitas, cemas dan panik.

b) Pengalaman yang dirawat, keluhan yang sering dialami,


pengalaman yang lalu tentang episode asma.

c) Riwayat alergi, makanan berpantang, kebiasaan


berobat, dan obat yang biasa diminum atau digunakan.

4) Pengalaman dirawat, keluhan yang sering dialami,


pengalaman yang lalu tentang episode asma.

5) Riwayat kesehatan lingkungan.

6) Riwayat psikososial : suasana hati, karakteristik,


perkembangan mental, kepekaan lingkungan, sosialisasi,
gaya hidup, pola koping perspsi klien tentang penyakitnya,
pengetahuan klien dan keluarga tentang penyakit
asma,faktor pencetus asma, penatalaksanaan medis dan
keperawatan serta lain-lain.

7) Kebiasaan sehari-hari : pola nutrisi (makan dan minum),


pola istirahat, pola aktivitas, pola eliminasi dan pola
komunikasi.
23

8) Kebutuhan dan aktivitas spiritual.

b. Pemeriksaan Fisik

1) Penampilan Umum

Klien tampak kelelahan bingung, gelisah, dan pucat.

2) Status Neurologi
Penurunan tingkat kesadaran pada klien asma, terjadi
karena ketidak seimbangan, asam basa.

3) Status respirasi

a) Inspeksi
Klien tampak sesak, dyspnea, hiperventilasi,
peningkatan kerja, nafas ditandai dengan : penggunaan
otot bantu pernafasan, retraksi otot-otot intercostal, otot
substernal, dan supraclavicula, respirasi rate : lebih dari
24 kali permenit.

b) Auskultasi
Bunyi nafas melemah, ada wheezing pada saat
ekspirasi, ada ronchi

c) Palpasi
Taktil fremitus meningkat / menurun atau tetap.

d) Perkusi

Resonan meningkat / melemah.

4) Status Cardiovaskuler
a) Nadi

Tachikardia, adanya arytmia, distensi vena jugularis.


24

b) Tekanan Darah

Awalnya meningkat, namun karena terjadi hiperinflasi


maka tekanan intra ehorak meningkat, tekanan darah
menurun.

c) Adanya pulsus paradoks (penurunan tekanan darah).


Sistolik ± 10 mmhg atau lebih pada waktu inspirasi.

d) Pengisian kapiler : awlnya normal dan lebih dari 3 detik


bila serangan makin memburuk.

5) Sistem Gastro Intestinal


Mulut dan membran mukosa kering, adanya mual, muntah
karena alergi terhadap makanan.

c. Pemeriksaan Penunjang
1) Laboratorium

Peningkatan serum I q E, test alergi (+)

2) Rontgen Thorak

Hyperventilasi

3) Analisa Gas Darah

a) Pada serangan asma awal : ph meningkat, Pa Co2


menurun, Pa O2 menurun, chyperventilasi, hipokarbia
b) Serangan progresif (progresive attack) Ph normal, pa
co2 normal, pa o2 menurun (penurunan ventilasi
alveolar)
c) Prolog attack status asmatikus : Ph menurun, Pa Co2
meningkat, Pa O2 menurun, (hypercarbia ventilasi tidak
adekuat, hipoventilasi, respirastory)
25

2.1.3.2 Diagnosa keperawatan yang mungkin timbul


a. Tidak efeknya bersihan jalan nafas berhubungan dengan
peningkatan produksi sputum
b. Pola nafas tidak efefktif berhubungan dengan brokokonstriksi
c. Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan gangguan
supply oksigen
d. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan
dengan intake yang tidak adekuat
e. Keterbasan aktifitas berhubungan dengan kelemahan fisik
f. Kurangnya pengetahuan tentang proses-proses penyakitnya
berhubungan dengan kurang informasi

2.1.3.3 Intervensi Keperawatan


a. Tidak efektifnya bersihan jalan nafas berhubungan dengan
peningkatan produksi sputum
Tujuan : Jalan nafas kembali efektif

Kriteria hasil :1) Sputum tidak ada


2) Mengi dan ronchi tidak ada
3) Sesak nafas berkurang atau hilang
4) Tanda- tanda vital noramal
TD = 90/60 – 140/90 mmHg

RR = 16 – 24 x/mnt

S = 36 – 37 c

N = 60 – 100 x/mnt

Interventasi :

1) Auskultasi bunyi nafas

Rasional : Mengetahui adanya suara mengi dan ronchi


karena obstruksi jalan nafas.
26

2) Ajarkan klien penggunaan pernafasan diafragma dan batuk


efektif
Rasional : Memperbaiki ventilasi dan untuk menghasilkan
sekresi tanpa menyebabkan sesak nafas.

3) Beri minum klien 6-8 gelas per hari (air hangat)


Rasional : Hidrasi membantu menurunkan kekentalan
sekret dan mempermudah pengeluaran

4) Bantu dalam pemberian tindakan inhaler dosis terukur


Rasional : Tindakan ini menambahkan air dalam
percabangan bronchial dan pada sekret
memudahkan pengeluaran sekret

b. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan


bronkokonstriksi
Tujuan : Pola nafas efektif

Kriteria hasil :

1) Tidak menggunakan otot bantu pernafasan


2) Ekspansi dada kanan kiri simetris
3) Tidak menggunakan cuping hidung
4) Tanda-tanda vital normal
TD = 90/60 – 140/90 mmHg

RR = 16 – 24 x/mnt

SH = 36 -37 c

ND = 60 – 100 x/mnt

Intervensi :

1) Ajarkan klien pernafasan diafragmatik dan pernafasan


bibir
27

Rasional : Membantu klien memperpanjang waktu


ekspirasi

2) Berikan dorongan untuk mengelilingi aktifitas


denganperiode istirahat.
Rasional : Memberikan jeda aktifitas, memungkinkan klien
untuk melakukan aktifitas, tanpa distres
berlebihan

3) Berikan oksigen sesuai indikasi


Rasional : Kekurangan oksigen yang berlangsung lama
dapat menyebabkan hipoksia

4) Observasi pengembangan para klien


Rasional : Mengontrol sejauh mana ekspansi paru

c. Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan gangguan


suplai O2.
Tujuan : Perbaikan dalam pertukaran gas .

Kriteria hasil :

1) Gas darah arteri dalam batas normal


2) Warna kulit kemerahan.
3) Frekwensi pernafasan 16-24 x/ menit.
4) Ronchi, wheezing tidak ada
Intervansi :

1) Pantau hasil gas darah arteri


Rasional : Untuk mengindentifikasi kemajuan
atau penyimpangan dari susunan yang
diharapkan.

2) Berikan O2 sesuai indikasi


28

Rasional : Kekurangan O2 yang berlangsung lama dapat


menyebabkan hipoxia.

3) Pertankan posisi fowler

Rasiona : Posisi ini akan memungkinkan expansi paru


yang lebih baik.

4) Usahakan suhu udara sejuk dan nyaman

Rasional : Udara sejuk memungkinkan bernafas lebih


mudah.

d. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan, tubuh berhubungan


dengan intake yang tidak adekuat.
Tujuan : Kebutuhan nutrisi terpenuhi

Kriteria hasil :
1) Berat badan dalam batas normal
2) Makan habis 1 porsi
3) Turgor kulit baik
Intervensi :

1) Kaji tingkat nutrisi klien


Rasional : Mengindentifikasi kemajuan atau
penyimpangan dari tujuan yang diharapkan.
2) Berikan perawatan oral, buang sekret.

Rasional : Rasa badan enak, bau dapat membuat mual dan


muntah.

3) Berikan makan porsi kecil tapi sering


Rasional : Memberikan kesempatan untuk meningkatkan
masukan kalori.

4) Timbang berat badan tiap 1 minggu.


29

Rasional : Guna menentukan kebutuhan kalori dan


menyusun tujuan berat badan.

e. Keterbatasan aktivitas berhubungan dengan


ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan O2.
Tujuan :

1) Klien dapat beraktivitas tanpa keluhan sesak

2) Frekuensi pernafasan dan nadi normal

RR : 16-20 x/menit.

Intervensi :

1) Kaji tingkat aktivitas klien

Rasional : Mengetahui tingkat kemandirian klien dan


aktivitas yang dapat dilakukan

2) Berikan kebutuhan dasar klien yang dapat diperlukan.

Rasional : Guna memenuhi kebutuhan klien

3) Lakukan istirahat disela-sela melakukan aktivitas.

Rasional : Istirahat membantu mengembalikan stamina


atau energi tubuh.

4) Observasi frekuensi nadi dan pernafasan sebelum dan


sesudah aktivitas.

Rasional : Gejala tersebut merupakan indikasi


ketidakmampuan melakukan aktivitas.

f. Kurang pengetahuan tentang proses penyakitnya


berhubungan dengan kurangnya informasi.
Tujuan : Pengetahuan klien bertambah
30

Krieteria hasil : Klien mengerti tentang proses penyakitnya.

Intervensi :

1) Jelaskan proses penyakit klien

Rasional : Menurunkan anxietas klien.

2) Anjurkan klien untuk menghindari agent seclotif kecuali


diberikan oleh dokter.

Rasional : Sedatif dapat menekan pernafasan dan


melindungi mekanisme batuk.

3) Diskusikan pentingnya menghindari orang yang sedang


terinfeksi saluran nafas akut.
Rasional : Meghindari terjadinya penularan infeksi saluran
saluran nafas atas.

4) Hindari faktor intrinsik dan ekstrinsik yang dapat


menimbulkan serangan asma.

Rasional : Menghindari terjadinya serangan asma.

2.1.2.4 Evaluasi

Hasil yang diharapkan klien dapat mempertahankan


kebersihan jalan nafas atas, mempertahankan oksigenasiatau
ventilasi adekuat.

Membantu tindakan untuk mempermudah pertukaran gas


meningkatkan masukan nutrisi, dapat beraktivitas tanpa bantuan,
memberikan informasi tentang proses penyakit atau prognosis
dan program pengobatan.

Anda mungkin juga menyukai