Anda di halaman 1dari 25

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Anestesi (pembiusan; berasal dari bahasa Yunanian-"tidak, tanpa"
dan aesthētos, "persepsi, kemampuan untuk merasa"), secara umum berarti suatu
tindakan menghilangkan rasa sakit ketika melakukan pembedahan dan berbagai
prosedur lainnya yang menimbulkan rasa sakit pada tubuh.1
Penggunaan anastesi lokal untuk pencegahan rasa sakit selama operasi,
dimulai lebih dari 100 tahun yang lalu sewaktu Kaller (1884) seorang
opthalmologist di Wina, mencatat kegunaan dari kokain suatu ester dari asam para
amino benzoat (PABA), dalam menghasilkan anstesi korneal.1
Anastesi injeksi yang pertama adalah ester lain dari PABA yaitu Procaine
yang disintesa oleh Einhorn pada tahun 1905. Obat ini terbukti tidak bersifat
adiksi dan jauh kurang toksik dibanding kokain. Ester-ester lain telah dibuat
termasuk Benzocaine, Dibucaine, Tetracaine dan Chloroprocaine, dan semuanya
terbukti sedikit toksisitasnya, tetapi kadang-kadang menunjukkan sensitisasi dan
reaksi alergi.1
Penelitian untuk anastesi lokal terus berlangsung sehingga banyak obat-obat
dengan berbagai keuntungan dapat digunakan pada saat ini. Oleh sebab itu,
sebagai mahasiswa kedokteran harus mempelajari bagaimana memilih jenis obat
anastesi lokal yang akan digunakan dan cara penggunaannya. Obat – obat anastsi
lokal dikembangkan dari kokain yang digunakan untuk pertama kalinya dalam
kedokteran gigi dan oftalmologi pada abad ke – 19. Kini kokain sudah diganti
dengan lignokain (lidokain), buvikain (marccain), prilokain dan ropivakain.
Prilokain terutama digunakan dalam preparat topical.1

1
BAB II
TINJAUAN TEORI

A. Pengertian Anestesi Lokal


Anestesi lokal adalah obat analgesik yang dirancang untuk digunakan secara
klinis guna menghilangkan sensasi secara reversible pada bagian tubuh tertentu.1,2
Anestesi lokal adalah obat yang merintangi secara reversibel penerusan impuls
saraf ke sistem saraf pusat pada kegunaan lokal dengan demikian dapat
menghilangkan rasa nyeri, gatal-gatal, panas atau dingin. 1,2
Anestesi lokal ialah obat yang menghambat hantaran saraf bila dikenakan secara
lokal pada jaringan saraf dengan kadar cukup. Anastetik local sebaiknya tidak
mengiritasi dan tidak merusak jaringan saraf secara permanen. Kebanyakan
anastetik local memenuhi syarat ini. Batas keamanan harus lebar, sebab anastetik
lokal akan diserap dari tempat suntikan. Mula kerja harus sesingkat mungkin,
sedangkan masa kerja harus cukup lama sehingga cukup waktu untuk melakukan
tindakan operasi, tetapi tidak demikian lama sampai memperpanjang masa
pemulihan. Zat anastetik local juga harus larut dalam air, stabil dalam larutan,
dapat disterilkan tanpa mengalami perubahan. 1,2
B. Klasifikasi
Anestesi local dapat digolongkan menjadi dua, yaitu:2
1. Neurological blockade perifer
 Topical, Obat dioleskan atau disemprotkan di atas selaput mukosa seperti hidung,
mata, faring dsb.
 Infiltration, Injeksi obat anestesi lokal langsung diarahkan di sekitar tempat lesi,
luka atau insisi.
 Field block, Membentuk dinding analegesi di sekitar lapangan operasi seperti
untuk extirpasi tumor kecil, dsb.
 Nerve block, Penyuntikan obat anelgesik local langsung ke saraf utama atau
pleksus saraf.

2
 Intravena regional anestesia, Injeksi obat anestesi lokal intravena ke ekstremitas
atas/ bawah lalu dilakukan isolasi bagian tersebut dengan torniquet (BIER
BLOCK). Paling baik digunakan untuk ekstremitas atas.

2. Neurological blockade sentral


 Anesthesia spinal
 Anesthesia epidural

C. Struktur Anestesi Lokal


Struktur dasar dari anastesi lokal terdiri dari tiga bagian, yakni suatu gugus amino
hidrofil ( sekunder atau tersiaer ) yang dihubungkan oleh suatu ikatan ester
( alcohol ) atau amaida dengan gugus aromatis lipofil. Semakin panjang gugus
alkoholnya maka semakin besar daya anastesinya, tetapi toksisitasnya juga
meningkat. 1,2

Anastesi lokal dapat digolongkan secara kelompok sebagai berikut : 2


Berdasarkan ikatan kimia :
a. Senyawa ester (-COOC-)
Derivat asam bezoat : kokain
Derivat asam para amino benzoat (PABA) : tetrakain, benzokain, prokain.
b. Senyawa amida : dibukain, lidokain, prilokain, mepivakain, bupivacain,
etidokain, ropivakain, levobupivacaine.
c. Lainnya : fenol, benzialkohol, etilklorida

Klasifikasi Potensi Mula kerja Lama kerja Toksisitas


(infiltrasi,
menit)
ESTER
Prokain 1 (rendah) Cepat 45-60 Rendah
Kloroprokain 3-4 (tinggi) Sangat cepat 30-45 Sangat rendah
Tetrakain 8-16 (tinggi) lambat 60-180 Sedang
AMIDA
Lidokain 1-2 (sedang) Cepat 60-120 Sedang

3
Etidokain 4-8 (tinggi) Lambat 240-480 Sedang
Prilokain 1-8 (rendah) Lambat 60-120 Sedang
Mepivakain 1-5 (sedang) Sedang 90-180 Tinggi
Bupivakain 4-8 (tinggi) Lambat 240-480 Rendah
Ropivakain 4 (tinggi) Lambat 240-480 Rendah
Levobupivakain 4 (tinggi) Lambat 240-480

Topikal Infiltrasi Blok ARIV Epidural Spinal


saraf intratrakea
l
ESTER
Prokain
- + + - - +
Kloroprokain
- + + - + -
Tetrakain
+ - - - - +
AMIDA + + +
Lidokain
- + + + + +
Etidokain
Prilokain - + + - + -
Mepivakain
- + + + + -
Bupivakain
Ropivakain - + + - + -
Levobupivakain - + + - + +
- + + - + +
- + + - + +

Semua obat tersebut diatas adalah sintetis kecuali kokain yang alami.
Syarat ideal anestesi local :2
1. Tidak merusak jaringan secara permanen
2. Batas keamanan lebar
3. Onset cepat
4. Durasi lambat
5. Larut air
6. Stabil dalam bentuk larutan
7. Tidak rusak karena proses penyaringan

D. Farmakokenetik dan Farmakodinamik Anestesi lokal

4
a. Farmakokinetik Anastesi Lokal
Anestesi lokal biasanya diberikan secara suntikan ke dalam daerah serabut
saraf yang akan menghambat. Oleh karena itu, penyerapan dan distribusi tidak
terlalu penting dalam memantau mula kerja efek dalam menentukan mula kerja
anestesi dan halnya mula kerja anestesis umum terhadap sistem saraf pusat dan
toksisitasnya pada jantung. Aplikasi topikal anestesi lokal bagaimanapun juga
memerlukan difusi obat guna mula keja dan lama kerja efek anestesinya.2
Absorbsi sistemik suntikan anestesi lokal dari tempat suntikan dipengaruhi
oleh beberapa faktor, antara lain dosis, tempat suntikan, ikatan obat jaringan,
adanya bahan vasokonstriktor, dan sifat fisikokimia obat. Bahan vasokonstriktor
seperti epinefrin mengurangi penyerapan sistematik anestesi lokal dari tempat
tumpukan obat dengan mengurangi aliran darah di daerah ini. Keadaan ini
menjadi nyata terhadap obat yang massa kerjanya singkat atau menengah seperti
prokain, lidokain, dan mepivakain (tidak untuk prilokain). Ambilan obat oleh
saraf diduga diperkuat oleh kadar obat lokal yang tinggi ,dan efek dari toksik
sistemik obat akan berkurang karena kadar obat yang masuk dalam darah hanya
1/3 nya saja.2
Distribusi anestesi lokal amida disebar meluas dalam tubuh setelah
pemberian bolus intravena. Bukti menunjukkan bahwa penyimpanan obat
mungkin terjadi dalam jaringan lemak. Setelah fase distribusi awal yang cepat,
yang mungkin menandakan ambilan ke dalam organ yang perfusinya tinggi
seperti otak, ginjal, dan jantung, dikuti oleh fase distribusi lambat yang terjadi
karena ambilan dari jaringan yang perfusinya sedang, seperti otot dan usus.
Karena waktu paruh plasma yang sangat singkat dari obat tipe ester, maka
distribusinya tidak diketahui.2
Metabolisme dan ekskresi anestesi lokal diubah dalam hati dan plasma
menjadi metabolit yang mudah larut dalam air dan kemudian diekskresikan ke
dalam urin. Karena anestesi lokal yang bentuknya tak bermuatan mudah berdifusi
melalui lipid, maka sedikit atau tidak ada sama sekali bentuk netralnya yang
diekskresikan kerana bentuk ini tidak mudah diserap kembali oleh tubulus ginjal.2

5
Tipe ester anestesi lokal dihidrolisis sangat cepat di dalam darah oleh
butirilkolinesterase (pseudokolinesterase). Oleh karena itu, obatini khas sekali
mempunyai waktu paruh yang sangat singkat, kurang dari 1 menit untuk prokain
dan kloroprokain. Penurunan pembersihan anestesi lokal leh hati ini harus
diantisipasi dengan menurunkan aliran darah kehati. Sebagai contoh, pembersihan
lidokain oleh hati pada binatang yang dianestesi dengan halotan lebih lambat dari
pengukuran binatang yang diberi nitrogen oksida dan kurare. Penurunan
pembersihan ini berhubungan penurunan aliran darah ke dalam hati dan
penekanan mikrosom hati karena halotan.2
Farmakokinetik suatu anestetik lokal ditentukan oleh 3 hal, yaitu:2
1. Lipid/Water solubility ratio, menentukan ONSET OF ACTION. Semakin tinggi
kelarutan dalam lemak akan semakin tinggi potensi anestesi local.
2. Protein Binding, menentukan DURATION OF ACTION. Semakin tinggi ikatan
dengan protein akan semakin lama durasi nya.
3. pKa, menentukan keseimbangan antara bentuk kation dan basa. Makin rendah
pKa makin banyak basa, makin cepat onsetnya. Anestetik lokal dengan pKa tinggi
cenderung mempunyai mula kerja yang lambat. Jaringan dalam suasana asam
(jaringan inflamasi)akan menghambat kerja anestetik lokal sehingga mula kerja
obat menjadi lebih lama. Hal tersebut karena suasana asam akan menghambat
terbentuknya asam bebas yang diperlukan untuk menimbulkan efek anestesi.
Kecepatan onset anestetika lokal ditentukan oleh:2
a. Kadar obat dan potensinya
b. Jumlah pengikatan obat oleh protein dan
c. Pengikatan obat ke jaringan local
d. Kecepatan metabolisme
e. Perfusi jaringan tempat penyuntikan obat.Pemberian vasokonstriktor
(epinefrin) ditambahanestetika lokal dapat menurunkan aliran darah lokal
dan mengurangi absorpsi sistemik.
b. Farmakodinamik Anastesi Lokal
Adapun farmakodinamik untuk obat anestesi lokal adalah:
1. Mekanisme Kerja

6
Selama eksitasi, saluran natrium terbuka dan arus natrium masuk ke dalam
sel dengan cepat mendepolarisasi membran ke arah keseimbangan potensial
natrium (+40mV). Sebagai akibat depolarisasi ini, maka saluran natrium menutup
(inaktif) dan saluran kalium terbuka. Aliran kalium keluar sel merepolarisasi
membran ke arah keseimbangan potensial kalium (sekitar -95mV); terjadi lagi
repolarisasi saluran natrium menjadi keadaan istirahat. Perbedaan ionic
transmembran dipertahankan oleh pompa natrium. Sifat ini mirip dengan yang
terjadi pada otot jantung dan anestesi local pun mempunyai efek yang sama pada
kedua jaringa tersebut.2,3
Anestesi local mengikat reseptor dekat ujung intrasel saluran dan
menghambat saluran dalam keadaan bergantung waktu dan voltase.
Bila peningkatan konsentrasi dalam secara progresif anestesi local digunakan pada
satu serabut saraf, nilai ambang eksitasinya meningkat, konduksi impuls
melambat, kecepatan muncul potensial aksinya menurun, amplitude potensial aksi
mengecil dan akhirnya kemampuan melepas satu potensial aksi hilang. Efek yang
bertambah tadi merupakan hasil dari ikatan anestesi local terhadap banyak dan
makin banyak saluran natrium; pada setiap saluran, ikatan menghasilkan
hambatan arus natrium. Jika arus ini dihambat melebihi titik kritis saraf, maka
propagasi yang melintas daerah yang dihambat ini tidak mungkin terjadi lagi.
Pada dosis terkecil yang dibutuhkan untuk menghambat propagasi, potensial
istirahat jelas tidak terganggu. 2,3
Karakteristik Struktur-Aktivitas Anestesi Lokal. Makin kecil dan makin
banyak molekul lipofilik, makin cepat pula kecepatan interaksi dengan reseptor
saluran natrium. Potensi mempunyai hubungan positif pula dengan kelarutan lipid
selama obat menahan kelarutan air yang cukup untuk berdifusi ke tempat kerja.
Lidokain, prokain, dan mepivakain lebih larut dalam air dibandingkan tetrakain,
etidokain, dan bupivakain. Obat yang terakhir lebih kuat dengan masa kerja yang
panjang. Obat-obat tadi terikat lebih ekstensif pada protein dan akan menggeser
atau digeser dari tempat ikatannya oleh obat-obatan lain. 2,3
2. Aksi Terhadap Saraf

7
Karena anestesi local mampu menghambat semua saraf, maka kerjanya
tidak saja terbatas pada hilangnya sensasi sakit dan nyeri yang diinginkan.
Perbedaan tipe serabut saraf akan membedakan dengan nyata kepekaannya
terhadap penghambatan anestesi local atas dasar ukuran dan mielinasi. Aplikasi
suatu anestesi local terhadap suatu akar serabut saraf, serabut paling kecil B dan C
dihambat lebih dulu. Serabut delta tipe A akan dihambat kemudian. Oleh karena
itu, serabut nyeri dihambat permulaan; kemudian sensasi lainnya menghilang; dan
fungsi motor dihambat terakhir.3
Adapun efek serabut saraf antara lain:3
 Efek diameter serabut
Anestesi lokal lebih mudah menghambat serabut ukuran kecil karena jarak di
mana propagasi suatu impuls listrik merambat secara pasif pada serabut tadi
(berhubungan dengan constant ruang) jadi lebih singkat. Selama mula kerja
anestesi local, bila bagian pendek serabut dihambat, maka serabut berdiameter
kecil yang pertama kali gagal menyalurkan impuls.
Terhadap serabut yang bermielin, setidaknya tiga nodus berturut-turut dihambat
oleh anestesi local untuk menghentikan propagasi impuls. Makin tebal serabut
saraf, makin terpisah jauh nodus tadi yang menerangkan sebagian, tahanan yang
lebih besar untuk menghambat serabut besar tadi. Saraf bermielin cenderung
dihambat serabut saraf yang tidak bermielin pada ukuran yang sama. Dengan
demikian, serabut saraf preganglionik B dapat dihambat sebelum serabut C kecil
yang tidak bermielin.
 Efek frekuensi letupan
Alasan penting lain terhadap mudahnya penghambatan serabut sensoris mengikuti
langsung dari mekanisme kerja yang bergantung pada keadaan anestesi local.
Serabut sensoris, terutama serabut nyeri ternyata berkecukupan letupan tinggi dan
lama potensial aksi yang relative lama (mendekati 5 milidetik). Serabut motor
meletup pada kecepatan yang lebih lambat dengan potensial aksi yang singkat (0,5
milidetik). Serabut delta dan C adalah serabut berdiameter kecil yang terlibat pada
transmisi nyeri berfrekuensi tinggi. Oleh karena itu, serabut ini dihambat lebih
dulu dengan anestesi local kadar rendah dari pada serabut A alfa.

8
 Efek posisi saraf dalam bundle saraf
Pada sekumpulan saraf yang besar, saraf motor biasanya terletak melingkari
bundle dan oleh karena itu saraf ini akan terpapar lebih dulu bila anestesi local
diberikan secara suntikan ke dalam jaringan sekitar saraf. Akibatnya bukan tidak
mungkin saraf motor terhambat sebelum penghambatan sensoris dalam bundle
besar. Jadi, selama infiltrasi hambatan saraf besar, anestesi muncul lebih dulu di
bagian proksimal dan kemudian menyebar ke distal sesuai dengan penetrasi obat
ke dalam tengah bagian bundle saraf.

E. Mekanisme Kerja
Anastesi lokal menghilangkan rasa dengan jalan beberapa cara. Misalnya dengan
cara menghindarkan untuk sementara pembentukan dan trasmisi implus melalui
sel saraf ujungnya. Seperti juga alcohol dan barbital, anastesi lokal menghambat
penerusan implus dengan cara menurunkan permebilitas membran sel saraf untuk
ion – natrium yang perlu bagi fungsi saraf yang layak. Hal ini disebabkan adanya
persaingan dengan ion kalsium yang berada berdekatan dengan membran neuron.
Pada waktu yang bersamaan, akibat turunnya laju depolarisasi, ambang kepekaan
terhadap rangsangan listrik lambat laun meningkat, sehingga akhirnya terjadi
kehilangan rasa setempat secara resevibel.4

F. Efek samping obat anastesi lokal


Pemberian obat anestesi lokal memiliki efek samping yang potensial sama tanpa
bergantung pada cara pemberian. Bidan harus memehami efek samping samping
obat anestesi lokal ketika obat in diberikan lewat jalur epidural atau spinal.4
Efek samping obat anestesi lokal berhubungan dengan kerjanya, khususnya
kemampuannya untuk menghambat hantaran implus dalam jaringan yang dapat
tereksitasi.4
Obat – obatan anestesi lokal akan menyekat saluran cepat ion natrium pada semua
jaringan penghantar implus, yaitu : 4
a. System saraf pusat
b. System pernafasan

9
c. Jantung dan system kardiovaskuler
d. imunologi
e. Depresi Otot polos
f. Otot sketlet.

a. Sistem saraf pusat


Sistem saraf pusat sangat rentan terhadap toksisitas anastesi lokal dan merupakan
tempat tanda – tanda pertanda dari overdosis ada pasien terjaga. Gejala awal
adalah mati rasa circumoral, paresthesia lidah, dan pusing. Keluhan
sensory mungkin termasuk tinnitus dan penglihatan kabur. Tanda – tanda
rangsang ( kegelisahan, agitasi, paranoia) sering mendahului depresi system saraf
pusat ( bebicara cadel, mengantuk, pingsan) berkedut otot pembawa timbulnya
kejang tonik – klonik. Dengan penurunan aliran darah otak dan paparan obat,
benzodiazepines dan hiperventilasi meningkatkan ambang kejang yang
disebabkan anastesi lokal. 4,5

b. System pernafasan
Lidokain menekan drive hipoksia ( respon ventilasi untuk PaO2 rendah ). Apne
dapat hasil dari kelumpuhan saraf frenik dan interkostal atau depresi pusat
pernafasan medural berikut kontak lansung dengan agen anestesi lokal ( sindrom
apne postretrobulbar). Anastesi lokal rilrks otot polos bronchial, lidokain
intravena ( 1.5 mg/kg ) dapat memblokir refleks bronkokonstriksi kadang –
kadang dikaitkan dengan intubasi. Lidokain diberikan sebagai aerosol suatu dapat
menyebabkan bronkospasme pada beberapa pasien dengan penyakit saluran napas
reaktif. 4,5
c. Jantung dan System kardiovaskuler
Secara umum, semua bius lokal menekan otomatisitas miokard ( fase depolarisasi
IV spontan ) dan mengurangi durasi periode refraktori. Kontraktilitas miokard dan
kecepatan konduksi juga tertekan pada kontrasi yang lebih tinggi. Hasil ini efek
dari peubahan langsung membrane otot jantung ( natrium blockade saluran
jantung ) dan penghambat system saraf otonom. Semua anatesi lokal kecuali

10
kokain menghasilkan relaksasi otot polos, yang menyebabkan beberapa derajat
vasodilatasi arteriol. Kombinasi berikutnya dari bradikardi, blok jantung, dan
hipotensi dapat berujung pada serangan jantung. Mayor toksisitas kardiovaskuler
biasanya membutuhkan sekitar tiga kali konsentrasi darah yang menghasilkan
kejang. 4,5
d. Imunologi
Golongan ester menyebabkan reaksi alergi lebih sering, karena merupakan derifat
para amnino benzoic acids ( PABA ) yang dikenal sebaga allergen. PABA ini
dapat menediakan efek anti bakteri dari sulfonamide yang berdasarkan
antagonism persaingan dengan PABA, oleh karena itu terapi dengan sulfa tidak
boleh dikombinasikan dengan penggunaan ester – ester tersebut. 4,5
Gejala Alergi yang timbul berupa kemerahan pada kulit, urtikaria hingga syok
anafilaktik yang fatal. Tindakan yang diambil disesuaikan dengan tanda dan gejala
yang timbul, mulai dari pemberian obat anti histamin, kortikosteroid hingga terapi
definitif untuk syok anafilaktik.5

Toksisitas sangat bergantung pada : 5


1. Jumlah larutan yang disuntukan
2. Kosentrasi obat
3. Ada tidaknya adrenalin
4. Vaskularisasi tempat suntikan
5. Absorpsi obat
6. Laju destruksi obat
7. Hipersensitivitas
8. Usia
9. Keadaan umum
10. Berat badan
e. Depresi Otot polos
Kontrasi uterus, usus dan kandung kemih akan tertekan oleh kerja obat – obat
anastesi lokal. Inhibisi kandung kemih biasanya menimbulkan restensi urin, tetapi
sebaliknya inkontinensia urine da fases mungkin saja terjadi. Analgesia epidural

11
akan disertai dengan peningkatan resiko retensi urin postpartum. Masalah yang
potensial dlam jangka pendek dan jangka panjang yang timbul akibat kateterisasi
urine yang berkali – kali tidak boleh.5
Sejumlah peniliti telah menunjukan bila obat anestesi lokal diberikan secara
epidural maka:5,6
1. Kala satu dan dua ersalinan cenderung berlangsung lebih lama ( perbedaan
rerata antara anastesi epidural dan pemberian opoid adalah 42 dan 14 menit )
2. Dilatasi serviks berjalan lenih lambat
3. Pemberian oksitosin memerlukan disis dua kali lipat
4. Malposisi janin lebih sering terjadi
5. Kemungkinan secsio cecarea karena distosia menjadi lebih besar
6. Perlahiran bayi dengan alat menjadi dua hingga empat kali
Obat – obat anastesi lokal memperpajang masa persalinan dengan :
1. Menimbulkan relaksasi otot – otot dasar panggul
2. Mengurangi refleks mengejan
3. Mengurangi upaya bayi untuk mendorong bayinya lahir
4. Bekerja langsung pada otot rahim dengan menurunkan tonus otot
5. Mengurangi pelepasan oksitosin secara pulsatile dari kelenjar hipofisi posterior.

 Efek anastesi lokal pada neonatus. Dalam pemberian obat anastesi lokal secara
epidural dapt memberikan efek neurobehavioural yang tidak jelas pada
neonates yang tidak terdeteksi pada usia 18 bulan. System auditorius pada
neonates dapat mengalami ganggguan sepintas, namun setiap efek samping
neurobehavioural tidak merintangi pmberian ASI. 5,6
Penggunaan analgesia epidural akan meningkatkan resiko hipoglikemia neonatal,
takipnea dan gangguan pada metabolism lipid. Tindakan analgesia epidural pada
neonates memberikan kemungkinan yang lebih kecil bagi neonates untk memiliki
nilai APGAR yang rendah pada waktu lima menit atau memerlukan nalokson jika
dibandingkan dengan kemungkinan yang terjadi setelah pepmberian opoid. 5,6

 Kewaspadaan dan kontraindkasi

12
Kewaspadaan dan kontraindikasi pada penggunaan obat anastesi lokal : 5,6
a. Obat anestesi lokal tidak boleh digunakan pada pasien dengan riwayat alergi
terhadap setiap obat anastesi yang secara kimia yang ada hubungannya terhadap
konstituen yang membentuk obat tersebut.
b. Pemberian anastesi lokal tidak dianjurkan ibu hamil atau pasien baru saja
mengalami perdarahan karena respon kardiovaskuler terhadap kehilangan darah
tersebut akan terganggu.
c. Obat anastesi lokal harus diberikan dengan hati – hati sekali jika terpaksa
digunakan didaerah yang mengalami inflamasi.
d. Obat anastesi lokal harus digunakan dengan hati – hati pada : blok jantung atau
gangguan hantaran jantung, epilepsi, penyakit hati atau ginjal, riwayat
hipertermia, gangguan respirasi dan laktasi.

G. Cara - Cara Pemberian Obat Anestesi Lokal


Anestesi lokal umumnya digunakan secara parental misalnya pada waktu
pembedahan kecil dimana pemakaian anestesi umum tidak diperlukan. Beberapa
cara pemberian anestesi lokal adalah:6

 Anestesi Infiltrasi, suntikan diberikan di tempat yang dibius ujung-ujung


syarafnya. Misal pada daerah kecil kulit atau pada gusi untuk pencabutan
gigi.

 Anestesi Penyaluran Saraf, penyuntikan dilakukan pada tempat banyak


saraf berkumpul, hingga tercapai anestesi pada bagian yang lebih luas.
Misal pada lengan atau kaki

 Anestesi Permukaan, biasanya digunakan untuk menghilangkan rasa nyeri


atau gatal. Misalnya dalam bentuk suppositoria untuk penyakit ambein.

Pada obat anestesi lokal, biasanya yang digunakan adalah garam-garam


kloridanya yang mudah larut dalam air. Untuk memperpanjang daya kerjanya,
maka sering ditambahkan obat lain untuk menciutkan pembuluh darah

13
(vasokonstriktor) misalnya larutan adrenalin. Selain itu absorpsi akan diperlambat
dan toksisitasnya akan berkurang, mulai kerja akan lebih cepat dengan khasiat
yang lebih bagus, serta lokasi pembedahaan tidak berdarah namun larutan yang
mengandung vasokonstriktor sebaiknya jangan digunakan pada jari-jari tangan
karena resiko gangrene.6

H. Nama – Nama Obat Dalam Anastesi Lokal


1. Prokain7
a. Farmakodinamik
 Dosisi 100 – 800 mg : analgesic ringan efek maksimal 10 – 20 ‘ hilang setelah
60’
 Dhirolisis menjadi PABA ( para amino binzoic acid ) dapat menghambat kerja
sulfonamid.
b. Farmakokinetik
 Absorpsi PABA ( para amino binzoic acid ) dan dietilaminoetanol
Hidrolisisnya cepat oleh enzim plasma ( prokain esterase )
 PABA Di eksresikan dalam urin ( dalam bentuk utuh dan tergonjugasi )
c. Indikasi
 Anastesi infitrasi, blok saraf, epidural, kaudal dan spinal
 Geriatric : perbaikan aktivitas seksual dan fungsi kelenjar endokrin
d. Kontra indikasi
Pemberian intravena untuk penderita miastenia gravis karena prokain
menghasilkan derajat blok neuromuskuler.
e. Dosis : 15 mg/kg BB
 Untuk infitrasi : larutan 0.25 – 0.5 % dosis maksimumnya 1000 mg.
 Onset : 2- 5 menit, durasi 30 – 60 menit.
 Bisa ditambah adrenalin ( 1 : 100.000 atau 1 : 200.000)
 Dosis untuk epidural ( maksimum ) 25 ml larutan 1.5% . Untuk kaudal 25 ml
larutan 1.5%. spinal analgesia 50 – 200 mg. tergantung efek yang diinginkan
lamanya 1 jam.

14
2. Lidokain ( lignocain, xylocain, lidonest )
a. Farmakodinamik7
 Anestesi lokal kuat. Terjadi lebih cepat, lebih kuat, lebih lama dan lebih
ekstensif dari pada prokain.
 Larutan lidokain o.5 % adalah anastesi infiltrasi, 1 – 2 % ; nastesi blok dan
topical.
 Efektif tanpa vasokontraktor, kcepatan absorpsi dan toksitas, masa keja lebih
pendek.
b. Farmakokinetik 7
 Absorpsinya mudah diserap dari tempat ijeksi
 Dapat tembus sawar darah otak
 Metabolism : di hati , eksresinya di urin
 Awita aksi : IV (efek anti aritmik), 40-90 detik ; intra trakeal (efek anti
aritmik), 10-15 detik ; infiltrasi 0,5-1 menit; epidural 5-15 menit.
 Efek puncak : IV (efek anti aritmik), 1-2 menit ;infiltrasi epidural, <30 menit.
 Lama aksi : IV (efek anti aritmik), 10-20 menit ; intra trakeal (efek anti
aritmik), 30-50 menit ; infiltrasi 0,5-1 jam; epidural 1-3 jam.

c. Indikasi7
1. Injeksi : anastesi infitrasi, blok saraf anestesi epidural, kaudal dan mukosa
2. Anest infitrat : larutan .025 % – 0.50% dengan atau tanpa adrenalain
3. Kedok gigi : larutan 1 – 2 % lidokain dengan adrenalin
4. Anestesi permukaan, anest kornea mata ( lidokain 2 % + adrenalin )
d. Kontra indikasi
Iritabilitas jantung, hiper sensitivitas terhadap anestetika lokal tipe hamida
e. Efek samping
Efek samping lidokain biasanya berkaitan dengan efek terhadap SSP, misalnya
mengantuk, pusing, parestesia, gangguan mental, koma, dan seizures. Lidokain

15
dosis berlebihan dapat menyebabkan kematian akibat fibrilasi ventrikel, atau oleh
henti jantung.

f. Dosis7
1. Kosentrasi efektif minimal 0.25 %.
2. Infitrasi, mula kerja 10 menit, relaksasi otot cukup baik.
3. Kerja sekitar 1 – 1.5 juam tergantung konsetrasi larutan.
4. Larutan standar 1 atau 1.5% untuk blok perifer.
5. 0.25 % - 0.5 % + adrenalin 200.000 untu infitrasi.
6. 0.5 % untuk blok sensorik tanpa blok motorik.
7. 1 % untuk blok motorik dan sensorik
8. 2 % untuk blok motorik pasien yang berotot (muscular)
9. 4% atau 10 % untuk topical semprot faring – laring
10. 5 % bentuk jeli untuk dioleskan di pipa trakea
11. 5 % lidokain dicampur prilokain untuk topical kulit.
12. 5 % hiperbarik untuk analgesia intratekal

Anastesi lokal :8
 Topikal 0,6-3 mg/kgBB (larutan 2%-4%)
 Blok saraf tepi/infiltrasi, 0,5-5 mg/kgBB (larutan 0,5-2%)
 Transtrakhea, 80-120 mg (2-3 ml larutan 4%)
 Nervus laringeus superior : 40-60 mg (2-3 ml larutan 2% pada setiap sisi)
 Regional IV :
Ekstremitas atas 200-250 mg (40-50 ml larutan 0,5%)
Ekstremitas bawah 250-300 mg (100-120 ml larutan 0,25%)
Antiaritmik :8
 Bolus IV lambat 1 mg/kgBB (larutan 1%-2%) di ikuti oleh 0,5 mg/kgBB setiap 2-
5 menit (hingga maksimal 3 mg/kg/jam)
 Infus ( larutan 0,1%-0,4%), 1-4 mg/menit (20-50 µg/kg/menit)
 IM 4-5 mg/menit ; dapat diulangi 60-90 menit kemudian.

16
 Kurangi dosis pada manula, pasien dengan gagal ginjal, jantung atau penyakit
hati.

3. Bupivakain (marcain)7
a. Farmakologi
 Anastesi lokal amino amida ini menstabilisasi membran neuron dengan
menginhibisi perubahan ionik terus menerus yang diperlukan untuk
memulai dan menghantarkan impuls.
 Penambahan epinefrin memperbaiki kualitas analgesik dan meningkatkan
lama efek konsentrasi bupivakain >0,5% secara marginal.
b. Farmakokinetik
 Awitan aksi : infiltrasi 2-10 menit ; epidural 4-17 menit ; spinal, 2-10
menit.
 Efek puncak : infiltrasi dan epidural 30-45 menit ; spinal 15 menit.
 Lama aksi : infiltrasi, epidural dan spinal 200-400 menit (diperpanjang
dengan epinefrin) , intra pleura 12-48 jam.
 Interaksi/toksisitas : kejang, depresi pernafasan, penggunaan obat beta
bloker secara bersamaan dapat meningkatkan ambang kejang, dan
pengurangan dosis pada ibu hamil.
c. Indikasi
Penggunaan : anastesi regional.
d. Kontra indikasi
Pada pasien hipersensitivitas terhadap anastesi lokal tipe hamida, hipovolemia,
gagal jantung kongestive berat, syok, dan semua bentuk blok jantung.
e. Efek samping
Hipotensi, aritmia, henti jantung, depresi pernafasan, kejang, kelumpuhan saraf
cranial.
f. Dosis
 Infiltrasi blok saraf tepi : < 150 mg (larutan 0,25%-0,5%)
 IV regional

17
Ekstremitas atas : 100-125 mg (40-50 ml larutan 0,25%)
Ekstremitas bawah : 125-150 mg (100-120 ml larutan 0,125%)
 Spinal : bolus/infus 7-15 mg (larutan 0,75%) ; anak-anak 0,5 mg/kgBB,
dengan minimum 1 mg.
 Epidural :
Bolus 50-150 mg (larutan 0,25%-0,75%) ; anak 1,5-2,5 mg/kgBB
(larutan 0,2-0,35%)
Infus larutan 6-12 ml/jam (larutan 0,0625-0,125% dengan atau tanpa
narkotik epidural) anak 0,2-0,35 ml/kgBB/jam.
 Dosis aman maksimum : 2 mg/kgBB tanpa epinefrin, 2-3 mg/kgBB
dengan epinefrin.

4. Mepivakain (carbocain,polocain)7
a. Farmakologi
 Anastesi lokal amino amida ini menstabilisasi membran neuron dan
mencegah awal dan tranmisi dari impuls.
 Mempunyai lama aksi yang sedikit lebih lama dan tidak mempunyai
aktivitas vasodilator..
b. Farmakokinetik
 Awitan aksi : infiltrasi 3-5 menit ; epidural 5-15 menit.
 Efek puncak : infiltrasi dan epidural 15-45 menit
 Lama aksi : infiltrasi 0,75-1,5 jam, dengan epinefrin 2-6 jam; epidural
3-5 jam/ diperpanjang dengan epinefrin.
 Interaksi/toksisitas : kejang, depresi pernafasan, penggunaan obat beta
bloker secara bersamaan dapat meningkatkan ambang kejang, dan
pengurangan dosis pada ibu hamil.
c. Indikasi
Penggunaan : anastesi regional.
d. Kontra indikasi

18
Pada pasien hipersensitivitas terhadap anastesi lokal tipe hamida, hipovolemia,
gangguan ritme jantung, syok, dan blok jantung berat.
e. Efek samping
Hipotensi, bradikardi, henti jantung, depresi pernafasan, kejang, kehilangan
pendengaran, urtikaria.
f. Dosis
 Infiltrasi : 50-400 mg (larutan 0,5-1%)
 Blok pleksus brachialis 300-750 mg (30-50 ml larutan 0,5-1%) anak
0,5-0,75 ml/kgBB.
 Epidural :
Bolus 150-400 mg ( 15-20 ml larutan 1%-2%)
Infus larutan 6-12 ml/jam (larutan 0,25-0,5% dengan atau tanpa
narkotik epidural)
 Dosis aman maksimum : 4 mg/kgBB tanpa epinefrin, 7 mg/kgBB
dengan epinefrin 1:200.000.

5. Ropivakain8
a. Farmakologi
 Anastesi lokal amino amida ini menstabilisasi membran neuron dengan
menginhibisi perubahan ionik terus menerus yang diperlukan untuk
memulai dan menghantarkan impuls.

b. Farmakokinetik
 Awitan aksi : infiltrasi 2-10 menit ; epidural 4-15 menit ; spinal, 5-15
menit.
 Efek puncak : infiltrasi dan epidural 30-45 menit ; spinal 15 menit.
 Lama aksi : infiltrasi, epidural dan spinal 200-400 menit
Interaksi/toksisitas : kejang, depresi pernafasan, penggunaan obat beta
bloker secara bersamaan dapat meningkatkan ambang kejang.
c. Indikasi

19
Anestesi lokal: Epidural, termasuk. untuk operasi caesar, kabel (termasuk saraf
utama dan pleksus), infiltrasi; menghilangkan nyeri akut (termasuk. analgesia
pasca operasi dan pengiriman anestesi).
d. Kontra indikasi
Pada pasien hipersensitivitas terhadap anastesi lokal tipe hamida , gagal
jantung kongestive berat, syok, dan semua bentuk blok jantung.
e. Efek samping
Hypo- atau hipertensi, Jenggot- atau takikardia, sakit kepala, pusing, parestesia,
sakit saraf, disfungsi sumsum tulang belakang (sindrom arteri spinalis anterior,
araxnoidit), mual, muntah, demam, retensi urin, reaksi alergi (termasuk. syok

anafilaktik).
f. Dosis
 0,2% larutan. Menghilangkan nyeri akut: tingkat lumbal epidural - bolus
- 10-20 ml (20-40 Mg); administrasi intermiten (nyeri saat melahirkan) -
10-15 ml (20-30 Mg) Interval minimum 30 m; infus kontinu untuk
analgesia persalinan - 6-10 ml / jam (12-20 Mg / h); pasca operasi
administrasi - 6-14 ml / jam (12-28 Mg / h); Thoracic analgesia
epidural: Infus kontinu setelah operasi - 6-14 ml / jam (12-28 Mg / h);
konduksi dan infiltrasi anestesi - 1-100 ml (2-200 Mg).
 0,75% larutan. Anestesi untuk operasi. Sesar bagian - 15-20 ml (113-150
Mg); Anestesi epidural thoraks untuk nyeri pasca operasi - 5-15 ml (38-
113 Mg); tingkat lumbal epidural - 15-25 ml (113-188 Mg); konduksi
dan infiltrasi anestesi - 1-30 ml (7,5-225 Mg); utama blokade pleksus
saraf (brachial) - 10-40 ml (75-300 Mg).
 1% larutan. Anestesi untuk operasi: tingkat lumbal epidural - 15-20 ml
(150-200 Mg).

6. Kokain 7
Hanya dijumpai dalam bentuk topical semprot 4 % untuk mukosa jalan napas atas.
Lama kerja 2 – 30 menit.

20
I. Pencegahan terhadap toksisitas
Intoksikasi anestetik lokal umumnya dapat dihindari jika pedoman sederhana
dibawah ini dapat diikuti :9
1. Gunakan dosis anjuran (hafal dosis maksimal).
2. Aspirasi berulang-ulang setiap obat disuntikkan.
3. Gunakan test dose yang mengandung epinefrin.
4. Jika dibutuhkan obat dalam dosis besar atau jika obat diberikan secara IV,
(misalnya untuk anestesi regional IV) gunakan obat dengan toksisitas rendah, dan
berikan secara bertahap dan gunakan waktu yang lebih lama sampai mencapai
dosis total. 9
5. Obat harus selalu disuntikkan secara perlahan-lahan (jangan lebih cepat
dari 10 ml/menit) dan pertahankan kontak verbal dengan pasien, yang dapat
melaporkan gejala-gejala ringan sebelum seluruh dosis yang harus diberikan
masuk. Hati-hati terhadap pasien yang mulai bicara dan bertingkah irrasional. Hal
ini mungkin merupakan gejala awal dari intoksikasi SSP, namun hal ini kadang
dikelirukan pada penderita histeria.9

J. Penanganan Reaksi Toksik pada Anestesi Lokal

Anestesi Lokal yang berujung pada komplikasi ataupun toksisitas harus


segera dihentikan, karena memberikan dampak yang sangat besar dalam
kerusakan system saraf pusat maupun system kardiovaskular, secara umum
tindakan yang dapat kita lakukan pada pasien yang intoksikasi anestesi local
adalah:10
 Hal yang paling utama adalah menjamin oksigenasi adekuat dengan
pernafasan buatan menggunakan oksigen
 Tremor atau kejang diatasi dengan dosis kecil “ short acting barbiturate “
seperti penthotal ( 50-150 mg ), atau dengan diazepam ( valium ) 5 -10 mg
intravena

21
 Depresi sirkulasi diatasi dengan pemberian vasopressor secara bolus
dilanjutkan dengan drip dalam infuse ( efedrin, nor adrenalin, dopamine
dsb. ).Pemberian bolus efedrin 5-10 mg iv.
 Bila dicurigai adanya henti jantung ( cardiac arest ) resusitasi jantung paru
harus segera dilakukan.
 Protokol menyarankan penggunaan Intralipid® dimulai dengan dosis 1ml/kg
IV, injeksikan dua kali dengan interval tiga sampai lima menit. Injeksi
Intralipid® disertai dengan kostan IVFD 0,25mg/kg/min sampai pasien stabil.
Berdasarkan penelitian, memberikan dosis lebih dari 8mg/kg tidak
memberikan keuntungan sama sekali.
 Laju IVFD ditingkatkan sampai dua kali lipat sampai 0,5 mL/kg/min jika
tekanan darah tetap rendah.
 Lanjutkan IVFD ± 10 menit setelah sirkulasi stabil
 Lanjutkan monitoring (>12 jam) setelah terjadi toksisitas sistemik anestesi
lokal karena depresi kardiovaskular bisa terulang setelah pengobatan.

22
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Istilah anestesia dikemukakan pertama kali oleh Oliver Wendell Holmes, yang
artinya “tidak ada rasa sakit”. Istilah ini menggambarkan keadaan tidak sadar
yang bersifat sementara, karena pemberian obat dengan tujuan untuk
menghilangkan nyeri pembedahan.
Anestesia dibagi menjadi dua kelompok, yaitu :
a. Anestesia lokal → hilang rasa sakit tanpa disertai hilang kesadaran
b. Anestesia umum → hilang rasa sakit disertai hilang kesadaran

Anestetik lokal atau penghilang rasa setempat adalah obat yang pada penggunaan
lokal merintangi secara reversibel penerusan impuls saraf ke SSP dan dengan
demikian menghilangkan atau mengurangi rasa nyeri, gatal-gatal rasa panas atau
dingin. Banyak persenyawaan lain juga memiliki daya kerja demikian, tetapi
efeknya tidak reversibel dan menyebabkan kerusakan permanen terhadap sel-sel
saraf.Ada kalangan medis yang membatasi istilah anestesi lokal hanya untuk
pembiusan di bagian kecil tubuh seperti gigi atau area kulit.
Kriteria yang harus dipenuhi untuk suatu jenis obat yang digunakan sebagai
anestesi lokal, antara lain;
a. Tidak merangsang jaringan
b. Tidak mengakibatkan kerusakan permanen terhadap susunan saraf.
c. Toksisitas sistemik rendah.
d. Efektif dengan jalan injeksi atau penggunaan setempat pada selaput lendir.
e. Mulai kerjanya sesingkat mungkin, tetapi bertahan cukup lama dan dapat larut
dalam air dan menghasilkan larutan yang stabil, juga terhadap pernapasan
(sterilisasi).

23
DAFTAR PUSTAKA

1. Jordan, Sue. 2002. Farmakologi. Jakarta: EGC. 2004 Barber, Paul dan
Deboran Robertson. 2009. Intisari Farmakologi . Jakarta : EGC. 2013
2. Sunaryo. 1995. Kokain dan Anestetik Lokal Sintetik. Dalam : ed.
Ganiswarna SG. Farmakologi dan Terapi. Jakarta: Gaya Baru, 1995: 234-
47
3. Latief Said, Surjadi Kartini, Dachlan Ruswan, editor. Anestetik Lokal.
Dalam: Petunjuk Praktis Anestesiologi. Ed 2. Jakarta: Bagian
Anestesiologi dan Terapi Intensif Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia; 2002.
4. S Kristanto. Anestetik Regional. Dalam: Basuki Gunawarman, Muhadi
Muhiman, Latief Said, editor. Anestesiologi. Jakarta: Bagian Anestesiologi
dan Terapi Intensif Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 1989.
5. Nurlianti, Sitti. 2011. Anastesi Lokal.
http://lianchingu.com/2011/12/anastesi-lokal.html. Diakses pada tanggal
12 November 2014
6. Novertasari, Blisa. 2011. Anestesi Lokal. http//blisha.wordpress.com /
2011/04/03/ Farmakologi-anestesi-lokal/. Diakses pada tanggal 12
November 2014
7. Saputra,Arif. 2014. Makalah Anestesi Umum dan Lokal. /
2014/01/makalah-farmakologi-tentang-obat.html. Diakses pada tanggal 16
November 2014
8. Sidauruk, Polobye. 2011. Obat Anestesi Lokal. Obat-anestesi-lokal.html.
Diakses pada tanggal 17 November
9. Halimah, Nova Nurul. 2013. Makalah Anestesi. http ://makalan-
anestesi.html. Diakses pada tanggal 17 November
10. Weinberg GL, Ripper R, Feinstein DL, Hoffman W. Lipid emulsion
infusion rescues dogsfrom bupivacaine-induced cardiac toxicity. Regional
Anesthesia and Pain Medicine.2003:28:198 –202.

24
25

Anda mungkin juga menyukai