EPILEPSI
PEMBIMBING
dr. Toety M. Simanjuntak, M.Ked (Neu) Sp.S
DISUSUN OLEH
Jossevalt A. Halawa
Ricky Anderson Sitohang
Robertus Idealistis Bago
x
BAB I
PENDAHULUAN
Epilepsi merupakan salah satu penyakit saraf yang sering dijumpai, terdapat pada
semua bangsa, segala usia dimana laki-laki sedikit lebih banyak dari wanita. Insiden tertinggi
terdapat pada golongan usia dini yang akan menurun pada gabungan usia dewasa muda
sampai setengah tua, kemudian meningkat lagi pada usia lanjut.
Epilepsi berasal dari bahasa Yunani yang berarti “serangan” atau penyakit yang timbul
secara tiba-tiba. Epilepsi merupakan penyakit yang umum terjadi dan penting di masyarakat.
Permasalahan epilepsi tidak hanya dari segi medik tetapi juga sosial dan ekonomi yang
menimpa penderita maupun keluarganya. Dalam kehidupan sehari-hari, epilepsi merupakan
stigma bagi masyarakat. Mereka cenderung untuk menjauhi penderita epilepsi.1
Akibatnya banyak yang menderita epilepsi yang tak terdiagnosis dan mendapat
pengobatan yang tidak tepat sehingga menimbulkan dampak klinik dan psikososial yang
merugikan baik penderita maupun keluarganya.2
1
BAB II
LAPORAN KASUS
STATUS PASIEN
BAGIAN PENYAKIT SARAF
RUMAH SAKIT TINGKAT II PUTRI HIJAU MEDAN
I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn. M
Jenis Kelamin : Laki-laki
Usia : 27 tahun
Tanggal lahir : 24 Agustus 1987
Status Perkawinan : Menikah
Agama : Islam
Suku Bangsa : Jawa
No RM : 043105
Tanggal Masuk RS : 13 April 2017 / Pukul : 12.00 WIB
II. ANAMNESIS
Anamnesis dilakukan secara autoanamnesis dan alloanamnesis. Anamnesis dilakukan pada hari
Jumat, tanggal 21 April 2014 pada pukul 13.10 WIB, di ruang VIII
1) Keluhan Utama
Kejang 3 Jam SMRS
2) Keluhan Tambahan
Sakit Kepala
6) Riwayat Pengobatan
Pasien mengaku mengkonsumsi Insulin Injeksi Merk Aprida. Namun, saat insulin injeksi
habis dan stok di rumah sakit belum tersedia, maka dokter memberikan Glimepiride 2 mg
hingga stok Aprida tersedia di rumah sakit.
7) Riwayat Kebiasaan
Pasien menyangkal memiliki riwayat kebiasaan merokok maupun minum minuman
beralkohol. Pasien jarang berolahraga.
8) PEMERIKSAAN FISIK
A. Keadaan umum
Kesadaran : compos mentis – tampak sakit sedang
Tekanan darah : 120/70 mmHg,
Denyut nadi : 84 x/mnt, isi cukup, irama regular teratur, equal
Frekuensi Nafas : 18 x /mnt
Suhu : 36,3oC
BB : 60 kg
TB : 165 cm
3
B. STATUS GENERALIS
Kepala
- Bentuk : Normochepali, simetri
- Nyeri tekan : (-)
- Rambut : hitam lurus, distribusi merata, allopecia (-)
- Wajah : simetris, pucat (-), ikterik (-), petekie (-)
- Mata : edema kelopak mata (-/-), pupil bulat isokor Ø 2
mm| 2mm, RCL(+/+) RCTL (+/+) konjungtiva anemis
(-/-), sklera ikterik (-/-),(-/-), ptosis (-/-), lagoftalmus (-
/-)
- Hidung : Simetris , septum deviasi (-), deformitas (-), sekret (-/-)
- Telinga : Normotia, pendengaran normal, nyeri tekan tragus dan
mastoid (-)
- Lidah : coated tongue (-), papil atrofi (-)
- Tenggorokan : normal, tidak hiperemis, tonsil T1-T1
Leher
Kelenjar Getah Bening : Tidak teraba membesar
Kelenjar Tiroid : Tidak teraba membesar
Trakhea : Lurus, tidak ada deviasi
JVP : 5+2 cm H20
Thoraks
Paru
Inspeksi : Hemithoraks simetris saat statis dan dinamis, retraksi sela iga
(-), deformitas (-)
Palpasi : Vokal fremitus kanan dan kiri simetris
Perkusi : Sonor di kedua lapang paru
Auskultasi : Suara nafas vesikuler, ronkhi (-/-), wheezing (-/-)
Jantung
Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat
Palpasi : Ictus cordis teraba di ICS V , 1 cm medial linea midclavicularis
sinistra
Perkusi : Batas jantung atas : ICS III linea parasternal kiri
Batas jantung kanan : ICS IV linea sternalis kiri
Batas jantung kiri : ICS V 1 cm medial linea midclavicularis
4
sinistra
Auskultasi : BJ I-II regular , murmur (-), gallop (-)
Abdomen
Inspeksi : dinding abdomen datar, jaringan parut (-)
Auskultasi : bising usus 2x/menit
Palpasi : supel, nyeri tekan tidak ada, hepar dan lien tidak teraba membesar
Perkusi : timpani (+) pada 9 regio abdomen
Ekstremitas
- Atas : akral hangat (+/+), oedem (-/-)
- Bawah : akral hangat (+/+), oedem (-/-) -
C. STATUS NEUROLOGIS
1) Kesadaran : Compos Mntis
2) GCS : E 4 V5 M 6
3) Tanda Rangsang Meningeal
Kaku kuduk : -
Brudzinsky 1 : -
Brudzinsky 2 : -|-
Laseque : >700 | >700
Kernig : >1350 | >1350
4) Saraf Kranial
1. N. I (OLFACTORIUS )
Kanan Kiri Keterangan
2. N.II (Opticus)
Kanan Kiri Keterangan
Daya penglihatan Dbn Dbn
Lapang pandang Dbn Dbn Dalam batas normal
Pengenalan warna Dbn Dbn
5
3. N.III (Oculomotorius)
Kanan Kiri Keterangan
Ptosis (-) (-)
Pupil
Bentuk Bulat Bulat
Ukuran Φ2mm Φ2mm Dalam batas
akomodasi baik baik normal
Refleks pupil
Langsung (+) (+)
Tidak langsung (+) (+)
Gerak bola mata Dbn Dbn
Kedudukan bola mata ortoforia ortoforia
4. N. IV (Trokhlearis)
Kanan Kiri Keterangan
Gerak bola mata Dalam batas
Dbn Dbn
normal
5. N. V (Trigeminus)
Kanan Kiri Keterangan
Motorik Dbn Dbn
Sensibilitas
Dalam batas
Opthalmikus Dbn Dbn
normal
Maxilaris Dbn Dbn
Mandibularis Dbn Dbn
6. N. VI (Abduscens)
Kanan Kiri Keterangan
Gerak bola mata Dbn Dbn Dalam batas
Strabismus (-) (-) normal
7. N. VII (Facialis)
Kanan Kiri Keterangan
Motorik
Saat diam simetris simetris Dalam batas
6
Mengernyitkan dahi Dbn Dbn normal
Senyum memperlihatkan Dbn Dbn
gigi Dbn Dbn
Daya perasa 2/3 anterior Tidak Tidak dilakukan
lidah dilakukan
8. N. VIII (Vestibulo-Kokhlearis)
Kanan Kiri Keterangan
Pendengaran
Tuli konduktif (-) (-)
Tuli sensorieural (-) (-) Dalam batas
Vestibular normal
Vertigo (-) (-)
Nistagmus (-) (-)
9. N. IX (Glossofaringeus)
Kanan Kiri Keterangan
Arkus farings Simetris Simetris
Daya perasa 1/3 posterior Dalam batas
lidah Tidak Tidak dilakukan normal
dilakukan
10. N. X (Vagus)
Kanan Kiri Keterangan
Arkus farings Simetris
Simetris
Disfonia - Dalam batas
-
Refleks muntah Tidak normal
Tidak dilakukan
dilakukan
11. N. XI (Assesorius)
Kanan Kiri Keterangan
Motorik
Menoleh dbn dbn Dalam batas
Mengankat bahu dbn dbn normal
Trofi Eutrofi Eutrofi
7
12. N. XII (Hipoglossus)
Kanan Kiri Keterangan
Motorik dbn Dbn
Trofi eutrofi Eutrofi Dalam batas
Tremor (-) (-) normal
Disartri (-) (-)
5) SISTEM MOTORIK
Kanan Kiri Keterangan
Ekstremitas atas
Kekuatan 5555 5555
Tonus N N
Trofi Eu Eu
Ger.involunter (-) (-) Dalam Batas
Ekstremitas bawah Normal
Kekuatan 5555 5555
Tonus N N
Trofi Eu Eu
Ger.involunter (-) (-)
6) SISTEM SENSORIK
Sensasi Kanan Kiri Keterangan
Raba baik baik
Nyeri baik baik Dalam batas
Suhu Tidak dilakukan Tidak dilakukan normal
Propioseptif Tidak dilakukan Tidak dilakukan
7) REFLEKS
Refleks Kanan Kiri Keterangan
Fisiologis
Biseps (+) (+)
Dalam batas
Triseps (+) (+)
normal
Patella (+) (+)
Achilles (+) (+)
Patologis
8
Hoffman Tromer (-) (-)
Babinski (-) (-) Dalam batas
Chaddock (-) (-) normal
Openheim (-) (-)
Gordon (-) (-)
Schaeffer (-) (-)
9) Sistem otonom
Miksi : Baik
Defekasi : Baik
Keringat : Baik
Orientasi
Diri : dbn
Tempat : dbn
Waktu : dbn
Situasi : dbn
Intelegensia : dbn
Daya Pertimbangan : dbn
Reaksi Emosi : dbn
9
Afasia
Ekspresif : (-)
Reseptif : (-)
Apraksia : (-)
\
Agnosia
Agnosia visual : (-)
Agnosia Jari-jari : (-)
Akalkulia : (-)
Disorientasi Kanan-Kiri : (-)
10
9) PEMERIKSAAN PENUNJANG ANJURAN
B. Kimia Klinis
Tanggal 13 April
Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan
Bilirubin Total 0,39 < 1 mg/dL
Bilirubin Direk 0,10 < 0,3 mg/dL
L < 35 U/L
SGOT 33
P < 31 U/L
L < 45U/L
SGPT 20
P < 34 U/L
Cholesterol Total 267 < 200 mg/dL
HDL Cholesterol 21 > 40 mg/dL
LDL Cholesterol 58 < 100 mg/dL
Trigliserida 940 < 150 mg/dL
Ureum 33 < 50 mg/dL
L < 0,8 – 1,3 mg/dL
Kreatinin 1.5
P < 0,6 – 1,2 mg/dL
11
L < 7 mg/dL
Asam Urat 20,5
P < 5,7 mg/dL
C. Darah Rutin
Tanggal 13 April 2017
Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan
Hemoglobin L < 13 - 16 g/dL
17,1
P < 12 - 14 g/dL
Hematokrit L < 40 – 48 %
50
P < 37 - 43 %
Leukosit 19.200 5 – 1 . 103 mg/µL
Trombosit 461.000 150-400 . 103 mg/µL
12
Tanggal 20 April 2017
Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan
Hemoglobin L < 13 - 16 g/dL
14,3
P < 12 - 14 g/dL
Hematokrit L < 40 – 48 %
43,8
P < 37 - 43 %
Leukosit 9.100 5 – 1 . 103 mg/µL
Trombosit 402.000 150-400 . 103 mg/µL
D. Elektrolit Darah
Tanggal 13 April 2017
Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan
Natrium 141 135 - 145 mmol/ L
Kalium 4,2 3,5 - 5,5 mmol/ L
Klorida 101 96 – 106 mmol? L
13
F. Head CT Scan
Hasil
Jaringan Lunak Ekstracalvaria dan os calvaria masih memberikan bentuk dan
densitas yang normal
Sulko Kortikalis, Fissure Sylvii dan fissure interhemisfer tidak melebar
Ruang Arakhnoid tampak Normal
Tidak tampak lesi hipodens/ hiperdens
Sinus paranasal yang terscanning tidak tampak kelainan
Orbuta dan rongga retro orbita tidak tampak kelainan
Mastoid Aircell masih cerah
Conclusion : CT Head Normo Scan
14
G. EEG
Deskripsi
Rekaman dilakukan dalam keadaan sadar tanpa premedikasi
Irama dasar bervoltage rendah-sedang dengan frekuensi 8-13 spd bercampur dengan 14-25 spd
Disaksikan gelombang tajam bervoltage tinggi dan gelombang paku (spike) multiple
HV dan PS tidak menimbulkan perubahan berarti.
Impresi
Kesan EEG Abnormal, sesuai dengan penyakit konvulsi
15
10) DIAGNOSIS KERJA
Diagnosis Fungsional : Kejang Umum
Diagnosis Etiologik : Penyakit Metabolik
Diagnosis Anatomik : Epilepsi Lobus Oksipitalis
Diagnosis Banding : Tetanus Generalisata
Syncope
Diagnosis kerja : Status Epileptikus
.
- Bed Rest
- IVFD Ringer Laktat 20 gtt/i
- Inj. Phenitoin 1 amp/ 8 Jam atau Phenitoin tab 100 mg 3 x 1
- Metronidazole 500 mg 1 fls/ 8 jam
- Keppra tab 500 mg 2 x 1
- Asam Folat 2 x 1
16
12) FOLLOW UP PASIEN
Hari/ Tanggal S O A P
- Fenitoin 3x100 g
- Konsul Gigi
17
- Fenitoin 3x100 g
- Cek elektrolit
18
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
EPILEPSI
I. DEFINISI
Kejang merupakan manifestasi berupa pergerakan secara mendadak dan tidak
terkontrol yang disebabkan oleh kejang involunter saraf otak.3
Epilepsi menurut JH Jackson (1951) didefinisikan sebagai suatu gejala akibat
cetusan pada jaringan saraf yang berlebihan dan tidak beraturan. Cetusan tersebut
dapat melibatkan sebagian kecil otak (serangan parsial atau fokal) atau yang lebih luas
pada kedua hemisfer otak (serangan umum). Epilepsi merupakan gejala klinis yang
kompleks yang disebabkan berbagai proses patologis di otak. Epilepsi ditandai
dengan cetusan neuron yang berlebihan dan dapat dideteksi dari gejala klinis,
rekaman elektroensefalografi (EEG), atau keduanya. Epilepsi adalah suatu kelainan di
otak yang ditandai adanya bangkitan epileptik yang berulang (lebih dari satu
episode).3
Menurut International League Against Epilepsi (ILAE) dan International Bureau
for Epilepsi (IBE) pada tahun 2005 epilepsi didefinisikan sebagai suatu kelainan otak
yang ditandai oleh adanya factor predisposisi yang dapat mencetuskan kejang
epileptik, perubahan neurobiologis, kognitif, psikologis dan adanya konsekuensi
social yang diakibatkannya. Definisi ini membutuhkan sedikitnya satu riwayat kejang
epileptik sebelumnya. Sedangkan bangkitan epileptik didefinisikan sebagai tanda
dan/atau gejala yang timbul sepintas (transien) akibat aktivitas neuron yang
berlebihan atau sinkron yang terjadi di otak.4
Epilepsi adalah sindroma otak kronis dengan berbagai macam etiologi dengan ciri-
ciri timbulnya serangan paroksismal dan berkala akibat lepas muatan listrik neuron-
neuron otak secara berlebihan dengan berbagai manifestasi klinik dan laboratorik.
Status epileptikus merupakan kejang yang terjadi >30 menit atau kejang berulang
tanpa disertai pemulihan kesadaran diantara dua serangan kejang.4
19
II. EPIDEMIOLOGI
Epilepsi merupakan salah satu kelainan otak yang serius dan umum terjadi. Sekitar
lima puluh juta orang di seluruh dunia mengalami kelainan ini. Angka epilepsi lebih
tinggi di negara berkembang. Insiden epilepsi di negara maju ditemukan sekitar
50/100.000. sementara di Negara berkembang mencapai 100/100.000.5
Di Negara berkembang sekitar 80-90% diantaranya tidak mendapatkan pengobatan
apapun. Penderita laki-laki umumnya sedikit lebih banyak dibandingkan dengan
perempuan. Insiden tertinggi terjadi pada anak berusia dibawah 2 tahun dan usia
lanjut di atas 65 tahun. Umumnya paling tinggi pada umur 20 tahun pertama,
menurun sampai umur 50 th, dan meningkat lagi setelahnya terkait dengan
kemungkinan terjadinya penyakit cerebrovascular. Pada 75% pasien, epilepsi terjadi
sebelum umur 18 tahun.6
III. ETIOLOGI
Etologi Epilepsi kemungkinan disebabkan oleh:
A. Aktivitas saraf abnormal akibat proses patologis yang mempengaruhi otak
B. Gangguan biokimia atau metabolik dan lesi mikroskopik di otak akibat
trauma otak pada saat lahir atau cedera lain
C. Pada bayi penyebab paling sering adalah asfiksi atau hipoksia waktu lahir,
trauma intrakranial waktu lahir, gangguan metabolik, malformasi congenital
pada otak, atau infeksi
D. Pada anak-anak dan remaja mayoritas adalah epilepsi idiopatik, pada
umur 5-6 tahun disebabkan karena febril
E. Pada usia dewasa penyebab lebih bervariasi idiopatik, karena birth
trauma, cedera kepala, tumor otak (usia 30-50 th), penyakit serebro vaskuler
(> 50 th)
20
B. Epilepsi simptomatik : disebabkan oleh kelainan / lesi pada susunan saraf pusat.
Misalnya : post trauma kapitis, infeksi susunan saraf pusat (SSP), gangguan
metabolik, malformasi otak kongenital, asphyxia neonatorum, lesi desak ruang,
gangguan peredaran darah otak, toksik serta kelainan neuro degeneratif.
C. Epilepsi kriptogenik : dianggap simtomatik tetapi penyebabnya belum diketahui,
termasuk disini adalah sindrom West, sindrom Lennox-Gastaut dan epilepsi
mioklonik.7
IV. KLASIFIKASI
Epilepsi dapat diklasifikasikan menurut klasifikasi bangkitan epilepsi dan
klasifikasi sindroma epilepsi. Klasifikasi sindroma epilepsi berdasarkan faktor-faktor
tipe bangkitan (umum atau terlokalisasi), etiologi (simtomatik atau idiopatik), usia
dan situasi yang berhubungan dengan bangkitan. Sedangkan klasifikasi epilepsi
menurut bangkitan epilepsi berdasarkan gambaran klinis dan elektroensefalogram.
22
2) Bangkitan mioklonik
Mioklonik, serangan-serangan ini terdiri atas kontraksi otot yang singkat dan tiba-
tiba, bisa simetris dan asimetris, sinkronis atau asinkronis. Muncul akibat adanya
gerakan involuntar sekelompok otot skelet yang muncul secara tiba-tiba dan
biasanya hanya berlangsung sejenak. Biasanya tidak ada kehilangan kesadaran
selama serangan. Gambaran klinis yang terlihat adalah gerakan ekstensi dan fleksi
lengan atau keempat anggota gerak yang berulang dan terjadinya cepat. 3
3) Bangkitan tonik
Tonik, serangan ini terdiri atas tonus otot dengan tiba-tiba meningkat dari otot
ekstremitas, sehingga terbentuk sejumlah sikap yang khas. Berupa pergerakan
tonik satu ekstrimitas atau pergerakan tonik umum dengan ekstensi lengan dan
tungkai yang menyerupai deserebrasi atau ekstensi tungkai dan fleksi lengan
bawah dengan bentuk dekortikasi. Biasanya kesadaran hilang hanya beberapa
menit terjadi pada anak 1-7 tahun.
4) Bangkitan atonik/astatik
Atonik, serangan atonik terdiri atas kehilangan tonus tubuh. Keadaan ini bisa di
menifestasikan oleh kepala yang terangguk-angguk, lutut lemas, atau kehilangan
total dari tonus otot dan Px bisa jatuh serta mendapatkan luka-luka. Biasanya
penderita akan kehilangan kekuatan otot dan terjatuh secara tiba-tiba. Bangkitan ini
jarang terjadi. 3
5) Bangkitan klonik
Klonik, serangan di mulai dengan kehilangan kesadaran yang di sebebkan aleh
hipotonia yang tiba-tiba atau spasme tonik yng singkat. Keadaan ini diikuti
sentakan bilateral yang lamanya 1 menit sampai beberapa menit yang sering
asimetris dan bisa predominasi pada satu anggota tubh. Serangan ini bisa bervariasi
lamanya, seringnya dan bagian dari sentakan ini satu saat ke satu saat lain.3
6) Bangkitan tonik-klonik
Tonik-Klonik, biasa di sebut grandmal. Merupakan jenis serang klasik epilepsi
serangan ini di tandai oleh suatu sensasi penglihatan atau pendengaran selama
beberapa saat yang diikuti oleh kehilangan kesadaran secara cepat. Secara tiba-tiba
penderita akan jatuh disertai dengan teriakan, pernafasan terhenti sejenak
kemudian diiukti oleh kekauan tubuh. Setelah itu muncul gerakan kejang tonik-
klonik (gerakan tonik yag disertai dengan relaksaki). Pada saat serangan, penderita
23
tidak sadar, bisa menggigit lidah atau bibirnya sendiri, dan bisa sampai
mengompol. Pasca serangan, penderita akan sadar secara perlahan dan merasakan
tubuhnya terasa lemas dan biasanya akan tertidur setelahnya. 3
Klasifikasi ILAE (1989) untuk tipe epilepsi dan sindrom epilepsi adalah :3
1. Fokal / Partial (localized related)
1.1. Idiopatik (berhubungan dengan usia awitan)
1.1.1. Epilepsi benigna dengan gelombang paku di daerah sentrotemporal
(childhood epilepsi with centrotemporal spikes)
1.1.2. Epilepsi benigna dengan gelombang paroksismal pada daerah oksipital
1.1.3. Epilepsi primer saat membaca (primary reading epilepsy)
1.2. Simtomatik
1.2.1. Epilepsi parsial kontinua yang kronik progresif pada anak – anak
(Kojenikow’s Syndrome)
1.2.2. Sindrom dengan bangkitan yang dipresipitasi oleh suatu rangsangan
(kurang tidur, alcohol, obat-obatan, hiperventilasi, refleks epilepsy,
stimulasi fungsi kortikal tinggi, membaca)
1.2.3. Epilepsi lobus temporal
1.2.4. Epilepsi lobus frontal
1.2.5. Epilepsi lobus parietal
1.2.6. Epilepsi lobus oksipital
1.3. Kriptogenik
2. Epilepsi Umum
2.1. Idiopatik (sindrom epilepsi berurutan sesuai dengan usia awitan)
2.1.1. Kejang neonatus familial benigna
2.1.2. Kejang neonatus benigna
2.1.3. Kejang epilepsi mioklonik pada remaja
2.1.4. Epilepsi lena pada anak
2.1.5. Epilepsi lena pada remaja
2.1.6. Epilepsi mioklonik pada remaja
24
2.1.7. Epilepsi dengan bangkitan umum tonik – klonik pada saat terjaga
2.1.8. Epilepsi umum idiopatik lain yang tidak termasuk salah satu di atas
2.1.9. Epilepsi tonik klonik yang dipresipitasi dengan aktivasi yang spesifik
2.2. Kriptogenik atau Simtomatik (berurutan sesuai dengan peningkatan usia)
2.2.1. Sindrom West (spasme infantiil dan spasme salam)
2.2.2. Sindrom Lencox – Gastaut
2.2.3. Epilepsi Mioklonik astatic
2.2.4. Epilepsi mioklonik lena
2.3. Simtomatik
2.3.1. Etiologi non spesifik
Ensefalopati mioklonik dini
Ensefalopati pada infantiil dini dengan burst supresi
Epilepsi simtomatik umum lainnya yang tidak termasuk di atas
2.3.2. Sindrom Spesifik
2.3.3. Bangkitan epilepsi sebagai komplikasi penyakit lain
3. Epilepsi dan Sindrom yang tak dapat ditentukan fokal atau umum
3.1. Bangkitan Umum dan fokal
3.1.1. Bangkitan neonatal
3.1.2. Epilepsi mioklonik berat pada bayi
3.1.3. Epilepsi dengan gelombang paku kontinyu selama tidur dalam
3.1.4. Epilepsi afasia yang didapat (Sindrom Landau – Kleffner)
3.1.5. Epilepsi yang tidak termasuk dalam klasifikasi diatas
3.2. Tanpa gambaran tegas fokal atau umum
4. Sindrom Khusus
4.1. Bangkitan yang berkaitan dengan situasi tertentu
4.1.1. Kejang demam
4.1.2. Bangkitan kejang / status epileptikus yang timbul hanya sekali(
isolated)
4.1.3. Bangkitan yang hanya terjadi bila terdapat kejadian metabolic akut,
atau toksis, alcohol, obat-obatan, eklamsia, hiperglikemi non ketotik
4.1.4. Bangkitan berkaitan dengan pencetus spesifik (epilepsi reflektorik)
25
V. PATOFISIOLOGI4
Serangan epilepsi terjadi apabila proses eksitasi di dalam otak lebih dominan dari
pada proses inhibisi. Perubahan-perubahan di dalam eksitasi aferen, disinhibisi,
pergeseran konsentrasi ion ekstraseluler, voltage-gated ion channel opening, dan
menguatnya sinkronisasi neuron sangat penting artinya dalam hal inisiasi dan
perambatan aktivitas serangan epileptik. Aktivitas neuron diatur oleh konsentrasi ion
di dalam ruang ekstraseluler dan intraseluler, dan oleh gerakan keluar-masuk ion-ion
menerobos membran neuron.
26
Lima buah elemen fisiologi sel dari neuron–neuron tertentu pada korteks serebri
penting dalam mendatangkan kecurigaan terhadap adanya epilepsi:
1. Kemampuan neuron kortikal untuk bekerja pada frekuensi tinggi dalam
merespon depolarisasi diperpanjang akan menyebabkan eksitasi sinaps dan
inaktivasi konduksi Ca2+ secara perlahan.
2. Adanya koneksi eksitatorik rekuren (recurrent excitatory connection), yang
memungkinkan adanya umpan balik positif yang membangkitkan dan
menyebarkan aktivitas kejang.
3. Kepadatan komponen dan keutuhan dari pandangan umum terhadap sel-sel
piramidal pada daerah tertentu di korteks, termasuk pada hippocampus, yang
bias dikatakan sebagai tempat paling rawan untuk terkena aktivitas kejang. Hal
ini menghasilkan daerah-daerah potensial luas, yang kemudian memicu
aktifitas penyebaran nonsinaptik dan aktifitas elektrik.
4. Bentuk siap dari frekuensi terjadinya potensiasi (termasuk juga merekrut
respon NMDA) menjadi ciri khas dari jaras sinaptik di korteks.
5. Efek berlawanan yang jelas (contohnya depresi) dari sinaps inhibitor rekuren
dihasilkan dari frekuensi tinggi peristiwa aktifasi.
27
2. Specific Epileptogenic Disturbances (SED). Kelainan epileptogenik ini dapat
diwariskan maupun didapat dan inilah yang bertanggung jawab atas timbulnya
epileptiform activity di otak. Timbulnya bangkitan epilepsi merupakan kerja
sama SED dan NPF.
Ketiga hal di atas memegang peranan penting terjadinya epilepsi sebagai hal dasar.
Hipotesis secara seluler dan molekuler yang banyak dianut sekarang adalah :
Membran neuron dalam keadaan normal mudah dilalui oleh ion kalium dan ion
klorida, tetapi sangat sulit dilalui oleh ion natrium dan ion kalsium. Dengan demikian
konsentrasi yang tinggi ion kalium dalam sel (intraseluler), dan konsentrasi ion
natrium dan kalsium ekstraseluler tinggi. Sesuai dengan teori dari Dean (Sodium
pump), sel hidup mendorong ion natrium keluar sel, bila natrium ini memasuki sel,
keadaan ini sama halnya dengan ion kalsium. Bangkitan epilepsi karena transmisi
impuls yang berlebihan di dalam otak yang tidak mengikuti pola yang normal,
sehingga terjadi sinkronisasi dari impuls.
Sinkronisasi ini dapat terjadi pada sekelompok atau seluruh neuron di otak secara
serentak, secara teori sinkronisasi ini dapat terjadi.
1. Fungsi jaringan neuron penghambat (neurotransmitter GABA dan Glisin )
kurang optimal hingga terjadi pelepasan impuls epileptik secara berlebihan.
2. 2. Keadaan dimana fungsi jaringan neuron eksitatorik ( Glutamat dan Aspartat
) berlebihan hingga terjadi pelepasan impuls epileptik berlebihan juga.
Fungsi neuron penghambat bisa kurang optimal antara lain bila konsentrasi
GABA (gamma aminobutyric acid ) tidak normal. Pada otak manusia yang menderita
epilepsi ternyata kandungan GABA rendah. Hambatan oleh GABA dalam bentuk
inhibisi potensial postsinaptik ( IPSPs = inhibitory post synaptic potentials) adalah
lewat reseptor GABA. Suatu hipotesis mengatakan bahwa aktifitas epileptic
disebabkan oleh hilang atau kurangnya inhibisi oleh GABA, zat yang merupakan
neurotransmitter inhibitorik utama pada otak. Ternyata pada GABA ini sama sekali
tidak sesederhana seperti yang disangka semula. Riset membuktikan bahwa
28
perubahan pada salah satu komponennya bias menghasilkan inhibisi tak lengkap yang
akan menambah rangsangan. Sinkronisasi dapat terjadi pada sekelompok kecil neuron
saja, sekelompok besar atau seluruh neuron otak secara serentak. Lokasi yang berbeda
dari kelompok neuron ini menimbulkan manifestasi yang berbeda dari serangan
epileptik. Secara teoritis ada 2 penyebabnya yaitu fungsi neuron penghambat kurang
optimal ( GABA ) sehingga terjadi pelepasan impuls epileptik secara berlebihan,
sementara itu fungsi jaringan neuron eksitatorik ( Glutamat ) berlebihan. Berbagai
macam penyakit dapat menyebabkan terjadinya perubahan keseimbangan antara
neuron inhibitor dan eksitator, misalnya kelainan heriditer, kongenital, hipoksia,
infeksi, tumor, vaskuler, obat atau toksin. Kelainan tersebut dapat mengakibatkan
rusaknya faktor inhibisi dan atau meningkatnya fungsi neuron eksitasi, sehingga
mudah timbul epilepsi bila ada rangsangan yang memadai. Daerah yang rentan
terhadap kerusakan bila ada abnormalitas otak antara lain di hipokampus. Oleh karena
setiap serangan kejang selalu menyebabkan kenaikan eksitabilitas neuron, maka
serangan kejang cenderung berulang dan selanjutnya menimbulkan kerusakan yang
lebih luas. Pada pemeriksaan jaringan otak penderita epilepsi yang mati selalu
didapatkan kerusakan di daerah hipokampus. Oleh karena itu tidak mengherankan bila
lebih dari 50% epilepsi parsial, fokus asalnya berada di lobus temporalis dimana
terdapat hipokampus dan merupakan tempat asal epilepsi dapatan. Pada bayi dan
anak-anak, sel neuron masih imatur sehingga mudah terkena efek traumatik,
gangguan metabolik, gangguan sirkulasi, infeksi dan sebagainya. Efek ini dapat
berupa kemusnahan neuron-neuron serta sel-sel glia atau kerusakan pada neuron atau
glia, yang pada gilirannya dapat membuat neuron glia atau lingkungan neuronal
epileptogenik. Kerusakan otak akibat trauma, infeksi, gangguan metabolisme dan
sebagainya, semuanya dapat mengembangkan epilepsi. Akan tetapi anak tanpa brain
damage dapat juga menjadi epilepsi, dalam hal ini faktor genetik dianggap
penyebabnya, khususnya grand mal dan petit mal serta benigne centrotemporal
epilepsy. Walaupun demikian proses yang mendasari serangan epilepsi idiopatik,
melalui mekanisme yang sama. 4
Dasar serangan epilepsi ialah gangguan fungsi neuron-neuron otak dan transmisi
pada sinaps. Tiap sel hidup, termasuk neuron-neuron otak mempunyai kegiatan listrik
yang disebabkan oleh adanya potensial membrane sel. Potensial membrane neuron
bergantung pada permeabilitas selektif membrane neuron, yakni membrane sel mudah
29
dilalui oleh ion K dari ruang ekstraseluler ke intraseluler dan kurang sekali oleh ion
Ca, Na dan Cl, sehingga di dalam sel terdapat kosentrasi tinggi ion K dan kosentrasi
rendah ion Ca, Na, dan Cl, sedangkan keadaan sebaliknya terdapat diruang
ekstraseluler. Perbedaan konsentrasi ion-ion inilah yang menimbulkan potensial
membran. 4
Ujung terminal neuron-neuron berhubungan dengan dendrite-dendrit dan badan-
badan neuron yang lain, membentuk sinaps dan merubah polarisasi membran neuron
berikutnya. Ada dua jenis neurotransmitter, yakni neurotransmitter eksitasi yang
memudahkan depolarisasi atau lepas muatan listrik dan neurotransmitter inhibisi yang
menimbulkan hiperpolarisasi sehingga sel neuron lebih stabil dan tidak mudah
melepaskan listrik. Diantara neurotransmitter-neurotransmitter eksitasi dapat disebut
glutamate,aspartat dan asetilkolin sedangkan neurotransmitter inhibisi yang terkenal
ialah gamma amino butyric acid (GABA) dan glisin. Jika hasil pengaruh kedua jenis
lepas muatan listrik dan terjadi transmisi impuls atau rangsang. Hal ini misalnya
terjadi dalam keadaan fisiologik apabila potensial aksi tiba di neuron. Dalam keadaan
istirahat, membrane neuron mempunyai potensial listrik tertentu dan berada dalam
keadaan polarisasi. Aksi potensial akan mencetuskan depolarisasi membrane neuron
dan seluruh sel akan melepas muatan listrik. 4
Oleh berbagai factor, diantaranya keadaan patologik, dapat merubah atau
mengganggu fungsi membaran neuron sehingga membrane mudah dilampaui oleh ion
Ca dan Na dari ruangan ekstra ke intra seluler. Influks Ca akan mencetuskan letupan
depolarisasi membrane dan lepas muatan listrik berlebihan, tidak teratur dan
terkendali. Lepas muatan listrik demikian oleh sejumlah besar neuron secara sinkron
merupakan dasar suatu serangan epilepsy. Suatu sifat khas serangan epilepsi ialah
bahwa beberapa saat serangan berhenti akibat pengaruh proses inhibisi. Di duga
inhibisi ini adalah pengaruh neuron-neuron sekitar sarang epileptic. Selain itu juga
system-sistem inhibisi pra dan pasca sinaptik yang menjamin agar neuron-neuron
tidak terus-menerus berlepasmuatan memegang peranan. Keadaan lain yang dapat
menyebabkan suatu serangan epilepsi terhenti ialah kelelahan neuron-neuron akibat
habisnya zat-zat yang penting untuk fungsi otak. 4
30
Patofisiologi Epilepsi Umum4
Salah satu epilepsi umum yang dapat diterangkan patofisiologinya secara lengkap
adalah epilepsi tipe absans. Absans adalah salah satu epilepsi umum, onset dimulai
usia 3-8 tahun dengan karakteristik klinik yang menggambarkan pasien “bengong”
dan aktivitas normal mendadak berhenti selama beberapa detik kemudian kembali ke
normal dan tidak ingat kejadian tersebut. Terdapat beberapa hipotesis mengenai
absans yaitu antara lain absans berasal dari thalamus, hipotesis lain mengatakan
berasal dari korteks serebri. Beberapa penelitian menyimpulkan bahwa absans diduga
terjadi akibat perubahan pada sirkuit antara thalamus dan korteks serebri. Pada absans
terjadi sirkuit abnormal pada jaras thalamo-kortikal akibat adanya mutasi ion calsium
sehingga menyebabkan aktivasi ritmik korteks saat sadar, dimana secara normal
aktivitas ritmik pada korteks terjadi pada saat tidur non-REM.
Patofisiologi epilepsi yang lain adalah disebabkan adanya mutasi genetik. Mutasi
genetik terjadi sebagian besar pada gen yang mengkode protein kanal ion (pada tabel
berikut). Contoh: Generalized epilepsy with febrile seizure plus, benign familial
neonatal convulsions.
31
Tabel 3. Mutasi kanal ion pada beberapa jenis epilepsi4-6
Pada kanal ion yang normal terjadi keseimbangan antara masuknya ion natrium
(natrium influks) dan keluarnya ion kalium (kalium efluks) sehingga terjadi aktivitas
depolarisasi dan repolarisasi yang normal pada sel neuron. Jika terjadi mutasi pada
kanal Na seperti yang terdapat pada generalized epilepsy with febrile seizures plus,
maka terjadi natrium influks yang berlebihan sedangkan kalium efluks tetap seperti
semula sehingga terjadi depolarisasi dan repolarisasi yang berlangsung berkali-kali
dan cepat atau terjadi hipereksitasi pada neuron.
Hal yang sama terjadi pada benign familial neonatal convulsion dimana terdapat
mutasi kanal kalium sehingga terjadi efluks kalium yang berlebihan dan menyebabkan
hipereksitasi pada sel neuron.
Patofisiologi Anatomi Seluler4
Secara etiopatologik, bangkitan epilepsi bisa diakibatkan oleh cedera kepala,
stroke, tumor otak, infeksi otak, keracunan, atau juga pertumbuhan jarigan saraf yang
tidak normal (neurodevelopmental problems), pengaruh genetik yang mengakibatkan
mutasi. Mutasi genetik maupun kerusakan sel secara fisik pada cedera maupun stroke
ataupun tumor akan mengakibatkan perubahan dalam mekanisme regulasi fungsi dan
32
struktur neuron yang mengarah pada gangguan pertumbuhan ataupun plastisitas di
sinapsis. Perubahan (fokus) inilah yang bisa menimbulkan bangkitan listrik di otak.
Bangkitan epilepsi bisa juga terjadi tanpa ditemukan kerusakan anatomi (focus) di
otak. Disisi lain epilepsi juga akan bisa mengakibatkan kelainan jaringan otak
sehingga bisa menyebabkan disfungsi fisik dan retardasi mental. Dari sudut pandang
biologi molekuler, bangkitan epilepsi disebabkan oleh ketidakseimbangan sekresi
maupun fungsi neurotransmiter eksitatorik dan inhibitorik di otak. Keadaan ini bisa
disebabkan sekresi neurotransmiter dari presinaptik tidak terkontrol ke sinaptik yang
selanjutnya berperan pada reseptor NMDA atau AMPA di post-sinaptik. Keterlibatan
reseptor NMDA subtipe dari reseptor glutamat (NMDAR) disebut-sebut sebagai
patologi terjadinya kejang dan epilepsi. Secara farmakologik, inhibisi terhadap
NMDAR ini merupan prinsip kerja dari obat antiepilepsi. Beberapa penelitian
neurogenetik membuktikan adanya beberapa faktor yang bertanggungjawab atas
bangkitan epilepsi antara lain kelainan pada ligand-gate (sub unit dari reseptor
nikotinik) begitu juga halnya dengan voltage-gate (kanal natrium dan kalium). Hal ini
terbukti pada epilepsi lobus frontalis yang ternyata ada hubungannya dengan
terjadinya mutasi dari resepot nikotinik subunit alfa. Berbicara mengenai kanal ion
maka peran natrium, kalium dan kalsium merupakan ion-ion yang berperan dalam
sistem komunikasi neuron lewat reseptor. Masuk dan keluarnya ion-ion ini
menghasilkan bangkitan listrik yang dibutuhkan dalam komunikasi sesame neuron.
Jka terjadi kerusakan atau kelainan pada kanal ion-ion tersebut maka bangkitan
listrik akan juga terganggu sebagaimana pada penderita epilepsi. Kanal ion ini
berperan dalam kerja reseptor neurotransmiter tertentu. Dalam hal epilepsi dikenal
beberapa neurotransmiter seperti gamma aminobutyric acid (GABA) yang dikenal
sebagai inhibitorik, glutamat (eksitatorik), serotonin (yang sampai sekarang masih
tetap dalam penelitian kaitan dengan epilepsi, asetilkholin yang di hipokampus
dikenal sebagai yang bertanggungjawab terhadap memori dan proses belajar.4
33
dan kesadaran penderita umumnya masih baik.
a. Kejang parsial sederhana
Gejala yang timbul berupa kejang motorik fokal, femnomena halusinatorik,
psikoilusi, atau emosional kompleks.
Serangan dengan pasien akan tetap sadar. Pasien akan mengalami gejala berupa dé
jà vu : perasaan dimana pernah melakukan sesuatu yang sama sebelumnya.
Perasaan senang atau takut yang muncul secara tiba-tiba dan tidak dapat di
jelaskan.
Perasaan seperti kebas, tersengat listrik atau ditusuk-tusuk jarum pada
bagian tubuh tertentu.
Gerakan yang tidak dapat di kontrol pada bagian tubuh tertentu
Halusinasi
2. Kejang umum
Lesi yang terdapat pada kejang umum berasal dari sebagian besar otak atau
kedua hemisfer serebrum. Kejang terjadi pada seluruh bagian tubuh dan
kesadaran penderita umumnya menurun.
a. Kejang Absans
34
Hilangnya kesadaran sessat (beberapa detik) dan mendadak disertai
amnesia. Serangan tersebut tanpa disertai peringatan seperti aura atau
halusinasi, sehingga sering tidak terdeteksi.
b. Kejang Atonik
Hilangnya tonus mendadak dan biasanya total pada otot anggota badan,
leher, dan badan. Durasi kejang bisa sangat singkat atau lebih lama.
c. Kejang Mioklonik
Ditandai dengan kontraksi otot bilateral simetris yang cepat dan singkat.
Kejang yang terjadi dapat tunggal atau berulang
d. Kejang Tonik-Klonik
Sering disebut dengan kejang grand mal. Kesadaran hilang dengan cepat dan
total disertai kontraksi menetap dan masif di seluruh otot. Mata mengalami
deviasi ke atas. Fase tonik berlangsung 10 -20 detik dan diikuti oleh fase
klonik yang berlangsung sekitar 30 detik. Selama fase tonik, tampak jelas
fenomena otonom yang terjadi seperti dilatasi pupil, pengeluaran air liur,
dan peningkatan denyut jantung.
e. Kejang Klonik
Gejala yang terjadi hampir sama dengan kejang miokolonik namun kejang
terjadi berlangsung lebih lama, biasanya samapai 2 menit
f. Kejang Tonik
Ditandai dengan kaku dan tegang pada otot. Penderita sering mengalami
jatuh akibat hilangnya keseimbangan,
VII. DIAGNOSIS
Untuk dapat mendiagnosis seseorang menderita epilepsi dapat dilakukan melalui
anamnesis dan pemeriksaan klinis dengan hasil pemeriksaan EEG dan radiologis.
Namun demikian, bila secara kebetulan melihat serangan yang sedang berlangsung
maka epilepsi (klinis) sudah dapat ditegakkan.8
35
A. Anamnesis
Anamnesis harus dilakukan secara cermat, rinci dan menyeluruh, karena
pemeriksa hampir tidak pemah menyaksikan serangan yang dialami penderita.
Penjelasan perihal segala sesuatu yang terjadi sebelum, selama dan sesudah
serangan (meliputi gejala dan lamanya serangan) merupakan informasi yang
sangat berarti dan merupakan kunci diagnosis. Anamnesis juga memunculkan
informasi tentang trauma kepala dengan kehilangan kesadaran, meningitis,
ensefalitis, gangguan metabolik, malformasi vaskuler dan obat-obatan tertentu.8
36
B. Pemeriksaan Umum Dan Neurologis
- Pada orang dewasa
Pemeriksaan umum dan neurologis dilakukan seperti biasa. Pada kulit dicari
adanya tanda neurofibromatosis berupa bercak-bercak coklat, bercak-bercak
putih, dan adenoma seboseum pada muka pada sklerosi tuberose.
Hemangioma pada muka dapat menjadi tanda adanya penyakit Sturge-
Weber. Pada toksoplasmosis, fundus okuli mungkin menunjukkan tanda-
tanda korio renitis. Mencari kelainan bawaan, asimetri pada kepala, muka,
tubuh,ekstrimitas.
C. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan Laboratorium Perlu diperiksa kadar glukosa, kalsium, magnesium,
natrium, bilirubin, ureum dalam darah. Yang memudahkan timbulnya kejang
ialah keadaan hipoglikemia, hipokalemia, hipomagnesia, hiponatremia,
hypernatremia, hiperbilirubinemia, dan uremia. Penting pula diperiksa pH darah
karena alkalosis mungkin disertai kejang. Pemeriksaan cairan otak dapat
mengungkapkan adanya radang pada otak atau selaputnya, toksoplasmosis
susunan saraf sentral, leukemia yang menyerang otak, metastasis tumor ganas,
adanya perdarahan otak atau perdarahan subaraknoid.10,11
37
a. Pemeriksaan radiologis
Arteriografi dan pneumoensefalografi dilakukan bila perlu.
Elektroensefalografi (EEG) merupakan pemeriksaan penunjang yang
informatif yang dapat memastikan diagnosis epilepsy. Gelombang yang
ditemukan pada EEG berupa gelombang runcing, gelombang paku, runcing
lambat, paku lambat. Pemeriksaan tambahan lain adalah pemeriksaan
foto polos kepala.
b. Pemeriksaan psikologis atau psikiatris
Untuk diagnosis bila diperlukan uji coba yang dapat menunjukkan naik
turunnya kesadaran.
VIII. PENATALAKSAAN
Setelah membuat diagnosis yang tepat, hal yang perlu diperhatikan
sebelum menentukan terapi obat anti epilepsi (OAE) adalah berapa besar
kemungkinan terjadinya bangkitan berulang, berapa besar kemungkinan
terjadinya konsekuensi psikososial, masalah pekerjaa, atau keadaan fisik akibat
bangkitan selanjutnya dan pertimbangkan untung rugi antara pengobatan dan
efek samping yang ditimbulkan. Ketepatan diagnosis merupakan dasara terapi,
diagnosis yang kurang tepat dapat menyebabkan terapi yang tidak tepat juga.15
TUJUAN TERAPI
40
OAE telah mencapai kadar terapi, maka OAE pertama diturunkan bertahap
(tappering off). Bila terjadi bangkitan saat penurunan OAE pertama maka
kedua OAE tetap diberikan. Bila respons yang didapat buruk, kedua OAE
hareus diganti dengan OAE yang lain. Penambahan OAE ketiga
barudilakukan bila terdapat respons dengan OAE kedua tetapi respons tetap
suboptimal walaupun pergunaan kedua OAE pertama sudah maksimal.15
OAE kedua harus memiliki mekanisme kerja yang berbeda dengan OAE pertama
Penyandang dengan bangkitan tunggal direkomendasikan untuk dimulai terapi
bila kemungkinan kekambuhan tinggi, yaitu bila:15
- Dijumpai fokus epilepsi yang jelas pada EEG
- Pada pemeriksaan CT scan atau MRI otak dijumpai lesi yang berkorelasi
dengan bangkitan; misalnya meningioma, neoplasma otak, AVM, abses
otak ensafalitis herpes.
- Pada pemeriksaan neurologis dijumpai kelainan yang mengarah pada
adanya kerusakan otak
- Terdapatnya riwayat epilepsi pada saudara sekandung (bukan orang tua)
- Riwayat bangkitan simtomatis
- Terdapat sindrom epilepsi yang berisiko kekambuhan tinggi seperti
JME (Juvenile Myoclonic Epilepsi)
- Riwayat trauma kepala terutama yang disertai penurunan kesadaran
stroke, infeksi SSP
- Bangkitan pertama berupa status epileptikus
Efek samping OAE perlu diperhatikan (Tabel 7), demikian pula halnya dengan
profil farmakologis tiap OAE (Table 8) dan interaksi farmnakokinetik antar-
OAE (Tabel 9)
Strategi untuk menceghah efek samping:
- Pilih OAE yang paling cocok untuk karakteristik penyandang
- Gunakan titrasi dengan dosis terkecil dan rumatan terkecil mengacu
pada sindrom epilepsi dan karakteristik penyandang.
Pemilihan OAE didasarkan atas jenis bangkitan epilepsi, dosis OAE, efek samping
OAE, profil farmakologi, interaksi antara OAE.
41
Tabel 4 Pemilihan OAE berdasarkan bentuk bangkitan 13,14
Clonazepam +(C) - - - -
Level of confidence:
A: efektif sebagai monoterapi;
B: sangat mungkin efektif sebagai monoterapi;
C: mungkin efektif sebagai monoterapi;
42
Tabel 5. OAE Berdasarkan Sindroma Epilepsi
Dapat Memperburuk
Sindrom Epilepsi Lini Petama OAE TAmbahan Lini Ketiga
Bngkitan
Karbamazepin,
Klobazam, Gabapentin,
Etosuksimid (A) Etosuksimit, Lamotrigin, Klonazapam, Okskarbazepin,
Chilhood Absence Epilepsy (CAE) atau
Lamotrigin (C) Sodium Valproat Levetirasetam, Fenitoin,
sindrom absas lainnya
Sodium Valproat (A) Topiramat, Pregabalin,
Zonisamid Tiagabin,
Vigabatrin
Karbamazepin,
Klobazam,
Gabapentin,
Etosuksimit, Lamotrigin, Sodium Klonazapam,
Juvenile Absance Epilepsy (JAE) atau Etosuksimit, Lamotrigin, Okskarbazepin, Fenitoin,
valproat Levetirasetam,
sindrom absans lainnya Sodium Valproat Pregabalin,
Topiramat,
Tiagabin,
Zonisamid
Vigabatrin
Lamotrigin, Klobazam, Karbamazepin, Gabapentin,
Levetirasetam,Sodium Valproat Lamotrigin, Levetirasetam, Klonazapam, Levetirasetam, Okskarbazepin, Fenitoin,
Juvenile Myoclonic Epilepsy (JME) (D), Sodium Valproat, Topiramat Topiramat, Pregabalin,
Topiramat (D), Zonisamid Tiagabin,
Vigabatrin
Karbamazepin, Gabapentin,
Epilepsy dengan Bangkitan umum tonik Klobazam, Lamotrigin, Okskarbazepin, Fenitoin,
Karbamazepin, Lamotrigin,
klonik saja Levetirasetam, Sodium Pregabalin,
Oksarbazepin, Sodium Valproat
Valproat, Topiramat Tiagabin,
Vigabatrin
Lamotrigin, Klobazam,
Epilepsi umum idiopatik Lamotrigin, Levetirasetam,
Sodium Valproat, Topiramat Klonizepam,
Sodium Valproat, Topiramat
Zonisamid
Rujuk ke ahli Neuropedriati,
Spasme infantil yang tidak disebabkan
Steoid (Prednisolon Atau
sklerosis tuberous
Tetrakosasid atau Vigabatrin)
43
Rujuk Ke ahli neuropedriati,
Spasme Infantile Yang disebabkan vigabatrin atau Steroid
Sklerosis Tuberous (Prednisolon, Atau
Tetrakosasid),
Esilkarbazepin Asetat,
Karbamazepin, Lakosamid,
Karbamazepin (C), Lamotrigin, Klobazam (C), Lamotrigin, Fenobarbital,
Epilepsi Benigna dengan gelombang
Levetirasetam (D), Gabapentin, Fenitoin,
paku di daerah sentrotemporal (Benign
Okskarbazepin, Levetirasetam , Okskarbazepin Pregabalin,
Epylepsy With Centrotemporal Spikes)
Sodium Valproat (C) (D), Sodium Valproat (C), Tiagabin,
Topiramat Vigabatrin,
Zonisamid
Esilkarbazepin Asetat,
Karbamazepin, Klobazam, Lakosamid,
Karbamazepin , Lamotrigin, Lamotrigin, Fenobarbital,
Levetirasetam, Okskarbazepin, S Gabapentin, Fenitoin,
Sindrom Panaynotopoulus
odium Valproat. Levetirasetam , Pregabalin,
Okskarbazepin, Tiagabin,
Sodium Valproat, Topiramat Vigabatrin,
Zonisamid
Esilkarbazepin Asetat,
Karbamazepin, Klobazam, Lakosamid,
Karbamazepin , Lamotrigin, Lamotrigin, Fenobarbital,
Late Onset Chilhood Occipital epilepsy Levetirasetam, Okskarbazepin, S Gabapentin, Fenitoin,
(tipe Gastaut). odium Valproat. Levetirasetam , Pregabalin,
Okskarbazepin, Tiagabin,
Sodium Valproat, Topiramat Vigabatrin,
Zonisamid
Karbamazepin, Gabapentin,
Rujuk ke ahli Neuropedriati, Lamotrigin, Okskarbazepin,
Sindrom Dravet Klobazam, Sripentol
Sodium Valproat, Topiramat Fenitoin,
Pregabalin,
Tiagabin,
44
Vigabatrin
Epilepsi dengan Gelombang paku kontinu Rujuk ke ahli Neuropedriati
selama tidur dalam (Continous spike and
wave during Sleep)
Karbamazepin, Gabapentin,
Lamotrigin, Okskarbazepin,
Sindrom Lennogastaut Rujuk ke ahli Neuropedriati
Lamotrigin Felbamat, Rufinamid, Fenitoin,
Topiramat Pregabalin,
Tiagabin,
Vigabatrin
Sindrom Landau kleffner Rujuk ke ahli Neuropedriati
45
Tabel 6. Dosis OAE untuk Dewasa
Dosis
Dosis Awal Jumlah Dosis Per Waktu Tercapainya
OAE Rumatan Titrasi OAE
(Mg/Hari) Hari Steady State (hari)
(Mg/Hari)
2-3x
Carbamazepine 400-600 400-1600 Mulai 100/200 mg/hari ↑ sampai target 1-4 minggu 2-7
untuk yg CR 2x)
Phenytoin 200-300 200-400 1-2x Mulai 100 mg/hari ↑ sampai target 3-7 hari 3-15
2-3x
Valproic Acid 500-1000 500-2500 (Untuk yg CR 1- Mulai 500mg/hari ↑bila perlu setelah 7 hari 2-4
2x)
Mulai 30-50mg malam hari ↑bila perlu setelah 5-10
Phenobarbital 50-100 50-200 1x 8-30
hari
Clonazepam 1 4 1 atau 2 2-10
Mulai 10mg/hari bila perlu ↑ 20 mg/hari setelah 1-2
Clobazam 10 10-30 1-2x 2-6
minggu
Oxcarbazepine 600-900 600-3000 2-3x Mulai 300 mg/hari ↑ sampai target 1-3 minggu 2-4
Mulai 500/ 1000mg/hari ↑bila perlu setelah 2
Levetiracetam 1000-2000 1000-3000 2x 2
minggu
Topiramate 100 50-200 2x Mulai 25mg/hari ↑ 25-50 mg/hari tiap 2 minggu 2-5
46
47
Tabel 7 Efek Samping OAE
Hepatotoksisitas, hiperamonemia, leukopeni, Mual, muntah, rambut menipis, tremor, amenore, peningksatan berat badan, konstipasi, hirsustisme,
Valproate
trombositopenia, pankreatitis alopesia pada perempuan, POS (Polycystic Ovarii Syndrome),
Mual, nyeri kepala, Dizzines, Kelemahan, mengantuk, gangguan perilaku, agitasi, ansietas,
Levetiracetam Belum diketahui
trombositopenia, leukopenia
Gabapentine Teratogenik Somnolen, kelelehan, ataksia, Dizzines, Peningkatan berat badan, gangguan perilaku (pada anak).
SJS, Gangguan Hepar Akut, Kegagalan multi Ruam, Dizzines, Ataksia, tremor, diplopia, pandangan kabur, nyeri kepala, mual muntah, insomnia,
Lamotrigine
organ, teratogenik trombositopenia, nistagmus, truncal ataxia, tics.
Dizzines, ataksia, nyeri kepala, nyeri kepala, mual ,kelelahan, hiponatremia, insomnia, tremor,
Oxcarbazepine Ruam, teratogenik,
disfungsi visual.
Batu Ginjal, Hipohidrosis, gangguan fungsi Gangguan kognitif, kesulitan menemukan kata, dizziness, ataksia, nyeri kepala,kelelahan, mual
Topiramate
hepar, teratogenik penurunan berat badan, paresthesia, glukoma
Batu Ginjal, hipohidrosis, anemia aplastik, Mual, nyeri kepala, dizzines, kelelahan, patresthesia, ruam, gangguan, berbahasa, glaukoma, letargi,
Zonimaside
skin rash. ataksia
48
Tabel 8. Profil Farmakologi untuk OAE
50
PENGHENTIAN OAE15
Pada dewasa; penghentian OAE secara bertahap dapat dipertimbangkan setelah 3-
5 tahun bebas bangkitan. OAE dapat dihentikan tanpa kekambuhan pada 60%
pasien. Dalam hal penghentian OAE, maka ada hal penting yang perlu
diperhatikan, yaitusyarat umum untuk menghentikan OAE dan kemungkinan
kambuhan bangkitan setelah OAE dihentikan.
Syarat umum untuk menghentikan pemberian OAE adalah sebagai berikut:
1. Setelah minimal 3 tahun bebas bangkitan dan gambaran EEG normal
2. Penghentian OAE disetujui oleh penyandang atau keluarganya.
3. Harus dilakukan secara bertahap, 25% dari dosis semula setiap bulan dalam
jangka waktu 3-6 bulan
4. Bila dilakukan lebih dari 1 OAE, maka penghentian dimulai dari 1 OAE
yang
bukan utama.
Kekambuhan setelah penghentian OAE akan lebih besar kemungkinannya pada
keadaan sebagai berikut:15
1. Semakin tua usia kemungkinan timbul kekambuhan semakin tinggi
2. Epilepsi simtomatis
3. Gambaran EEG yang abnormal
4. Bangkitan yang sulit terkontrol dengan OAE
5. Tergantung bentuk sindrom epilepsi yang diderita, sangat jarang pada sindrom
6. epilepsi benigna dengan gelombang tajam pada daerah sentrotemporal, 5-25%
pada epilepsi lena masa anak kecil,25-75%, epilepsi parsial
kriptogenik/simtomatis, 85-95% pada epilepsi mioklonik pada anak, dan JME.
7. Penggunaan lebih dari satu OAE.
8. Telah mendapat terapi 10 tahun atau lebih (kemungkinan kekambuhan lebih
kecil
pada penyandang yang telah bebas bangkitan selama 3-5 tahun, atau lebih dari
lima tahun).15
Bila bangkitan timbul kembali maka gunakan dosis efektif terakhir (sebelum
pengurangan dosis OAE), kemudian dievaluassi kembali.
Rujukan ke spesialis epilepsi perlu ditimbangkan bila:15
1. Tidak responsif terhadap 2 OAE pertama
2. Ditemukan efek samping yang signifikan dengan terapi
51
3. Berencana untuk hamil
4. Dipertimbangkan untuk penghentian terapi.
Tabel 9. Kombinasi OAE yang dapat digunakan pada epilepsi resisten OAE
Kombinasi OAE Indikasi
Sodium Valproat+etosuksimid Bangkitan Lena
Karbamasepin+sodium valproat Bangkitan parsial/ kompleks
Sodium Valproat+Lamotrigin Bangkitan parsial/ Bangkitan umum
Topiramat+Lamotrigin Bangkitan parsial/ Bangkitan umum
52
pemulihan kesadaran. Namun demikian penanganan bangkitan konvulsif harus
dimulai bila bangkitan konvulsif sudah berlangsung lebih dari 5-10 menit. SE
merupakan keadaan kegawatdaruratan yang memerlukan penanganan dan terapi
segera guna menghentikakn bangkitan ( dalam waktu 30 menit). Dikenal dua tipe
SE; SE konvusif (terdapat bangkitan motorik) dan SE non-konfusif (tidak terdapat
bangkitan motorik).
54
Tabel 10. Protokol penanganan status epileptikus konvulsif15
Pemeriksaan Umum
Stadium I (01-10 menit) SE Dini
1. Pertahankan Patensi Jalan Napas dan resusitasi
2. Berikan Oksigen
3. Periksa Fungsi Kardiorespirasi
4. Pasang infus
5. Stadium II (01-30 menit)
6. Monitor Pasien
7. Pertimbangkan kemungkinan non epileptik
8. Terapi antiepilepsi emergensi
9. Pemeriksaan emergensi
10. Berikan glukosa (D50% 50 ml) dan/atau thiamine 250 mg i.v bila ada kecurigaan
penyalahgunaan alkohol atau defisiensi nutrisi
11. Terapi asidosis bila terdapat asidosis berat
Stadium III (0-60 menit) SE Menetap
1. Pastikan etiologi
2. Siapkan untuk rujuk ke ICU
3. Identifikasi dan terapi komplikasi medis yang terjadi
Vasopressor bila diperlukan
Stadium III (0-60 menit)
1. Pindah ke ICU
2. Perawatan intensif dan monitor EEG
3. Monitor tekanan intrakranial bila dibutuhkan
Berikan antiepilepsi rumatan jangka panjang
Pemeriksaan Umum
Pemeriksaan Emergensi
Pemeriksaan gas darah, glukosa, fungsi liver, fungsi ginjal, kalsium, magnesium, darah
lengkap, faal hemostasis, kadar obat antiepilepsi. Bila diperlukan pemeriksaan toksikologi bila
penyebab status epileptikus tidak jelas. Foto toraks diperlukan untuk evaluasi kemungkinan
aspirasi. Pemeriksaan lain tergantung kondisi klinis, bisa meliputi pencitraan otak dan dan
pungsi lumbal
Pengawasan
Observasi status neurologis, tanda vital, ECG, biokimia, gas darah, pembekuan darah, dan
kadar OAE. Pasien memerlukan fasilitas ICU penuh dan dirawat oleh ahli anestesi
bersama ahli neurologi.
55
Monitor EEG perlu pada status epileptikus refrakter. Pertimbangkan
kemungkinankan status epilepsi nonkonvulsif. Pada status epileptikus konvulsif refrakter,
tujuan utama adalah supresi aktivitas epileptik pada EEG, dengan tujuan sekunder adalah
munculnya pola burst suppression.
Stadium premonitor Diazepam 10-20 mg per rektal, dapat diulangi 15 menit kemudian bila
(sebelum ke RS) kejang masih berlanjut, atau midazolam 10 mg diberikan intrabuccal(
belum tersedia di Indonesia. Bila bangkitan berlanjut, terapi sebagai
berikut.
Lorazepam (intravena) 0,1 mg/kgBB( dapat diberikan 4 mg bolus,
SE Dini diulang satu kali setelah 10-20 menit).
Berikan OAE yang biasa digunakan bila pasien sudah pernah mendapat
terapi OAE
SE Menetap Bila bangkitan masih berlanjut terapi sebagai berikut dibawah ini.
Phenytoin i.v dosis of 15-18 mg/kg dengan kecepatan pemberian 50
mg/menit dan/atau bolus Phenobarbital 10-15 mg/kg i.v dengan kecepatan
pemberian 100 mg/menit.
Anestesi umum dengan salah satu obat dibawah ini:
- Propofol 1-2 mg/KgBB bolus, dilanjutkan 2-10 mg/kg/jam dititrasi
naik sampai SE terkontrol
- Midazolam 0,1-0,2 mg/kg bolus, dilanjutkan 0,05-0,5 mg/kg/jam
SE Refraktera
dititrasi naik sampai SE terkontrol
- Thiopental sodium 3-5 mg/kg bolus , dilanjut 3-5 mg/kg/jam
dititrasi naik sampai terkontrol
Setelah penggunaan 2-3 hari kecepatan harus diturunkan karena saturasi
pada lemak.
Anastesi dilanjutkan sampai 12-24 jam setelah bangkitan klinis atau
ektrografis terakhir, kemudian dosis diturunkan perlahan
a
Anastesi umum dilakukan 60/90 menit setelah terapi awal gagal
56
Tabel 12. Terapi SE pada non Konvulsif
Tipe Terapi Pilihan Terapi Lain
SE Lena Benzodiazepin I.V./ ora Valproate i.v
Lorazepam/Phenytoin/
SE Parsial Kompleks Clobazam oral
Phenobarbital i.v
Benzodiazepine
Lamotrigine, topiramate,
SE Lena Atipikal Valproate oral
methylphenidate,
steroid oral
SE Tonik Lamotrigine oral methylphenidate, steroid
Anestesia dengan
SE nonkonvulsivus pada Phenytoin I.V atau
thiopentone, Phenobarbital,
penyandang koma Phenobarbital
propofol atau midazolam
57
Tabel 13. Dosis Obat pada SE Non Konvulsif
Obat Dosis
LINI PERTAMA
Lorazepam <60 th 4 mg i.v Ulangi 1x
60-80 th 2 mg i.v Ulangi 1-3x
>80 th 1 mg i.v Ulangi s/d 5x
Clonazepam <60 th 1 mg i.v Ulangi 1-2x
60-80 th 0,75 mg i.v Ulangi 1-3 x
>80 th 0,50 mg i.v Ulangis/d 3x
Midazolam <60 th 5 mg i.v Ulangi bbrp kali bila perlu
60-80 th 2 mg i.v Ulangi bbrp kali bila perlu
>80 th 1 mg i.v Ulangi bbrp kali bila perlu
Diazepam <60 th 10 mg i.v Ulangi 1-2x
60-80 th 5 mg i.v Ulangi 1-3x
>80 th 2,5 mg i.v Ulangi s/d 5x
LINI KEDUA
Fenitoin
Bolus 15-18mg/Kg
Kec. 50 mg.menit
Tiap 12 jam, mulai 6 jam
<70 th 150 mg i.v
setelah loading
Tiap 12 jam, mulai 6 jam
Rumatan 70-90 th 175 mg i.v
setelah loading
Tiap 12 jam, mulai 6 jam
>90 th 200 mg i.v
setelah loading
Asam Valproat
Bolus 30-45 mg/Kg i.v. dalam 30
<60 th
menit
20-30 mg/Kg i.v. dalam 30
60-80 th
menit
15-25 mg/Kg i.v. dalam 30
>80 th
menit
Rumatan Mulai dengan dosis yang
sama dengan loading
setelah 24 jam
58
Levetiracetam
Bolus 25-30 mg/Kg i.v. dalam 30
<60 th
menit
15-25 mg/Kg i.v. dalam 30
60-80 th
menit
10-20 mg/Kg i.v. dalam 30
>80 th
menit
Rumatan 1000-1500 mg/Kg i.v./ 12
<60 th
jam
750-1000 mg/Kg i.v./ 12
60-80 th
jam
>80 th 500-750 mg/Kg i.v./ 12 jam
LINI KETIGA
Midazolam (100-)300-600 (-400) µg/ menit
Propofol (100-)300-600 (-100) mg/ jam
(+ midazolam atau Lorazepam)
Thiopental
Bolus Ulangi 1x setelah 20-30
1,5-2 mg/Kg
menit
Rumatan 3-4 mg/Kg/jam
LINI KE EMPAT
Lidokaine IV
Bolus 1,5-2 mg/Kg
Rumatan 3-4 mg/Kg/jam
Ketamine IV
Bolus 0,7-2 mg/Kg
Rumatan 2-6 mg/Kg/jam
Isoflurans Inhalasi
Bolus 0,5 (-3 %) dari volume end
tidal
Rumatan 0,8-2 % dari volume end
tidal
Topiramate
100-400 mg/Kg Tiap 12 jam
Oral
Tiap 12 jam
600-1200 mg/Kg
Pantau kadar Natrium
59
DAFTAR PUSTAKA
60