PENDAHULUAN
Seorang dokter dalam kesehariannya tidak lepas dari adanya kasus yang
berhubungan dengan tindak kekerasan, sehingga dokter sebagai orang yang
melakukan pemeriksaan, khususnya atas diri korban, perlu secara hati-hati, cermat
dan teliti dalam menafsirkan hasil yang didapatnya.
Data di beberapa rumah sakit menunjukkan bahwa jumlah kasus perlukaan
dan keracunan pada unit gawat darurat mencapai 50-70%. Dibandingkan dengan
kasus pembunuhan dan perkosaan, kasus penganiayaan yang mengakibatkan luka
merupakan jenis yang paling sering terjadi, dan oleh karenanya penyidik perlu
meminta Visum et Repertum kepada dokter sebagai alat bukti di depan
pengadilan.1
Selain melakukan pengobatan terhadap korban dokter juga perlu untuk
membantu penyidik untuk mengungkap pelaku tindak kekerasan tersebut.
Makalah ini dibuat untuk membahas mengenai traumatologi didalam bidang
forensik sehingga diharapkan dapar membantu pembaca mengenai traumatologi di
dalam bidang forensik.
BAB 2
PEMBAHASAN
2.1. Definisi
Di dalam ilmu kedokteran forensik traumatologi adalah ilmu yang
mempelajari tentang luka dan cedera dalam hubungannya dengan berbagai
kekerasan (rudapaksa), sedangkan pengertian luka adalah suatu keadaan
ketidaksinambungan jaringan tubuh akibat kekerasan. 2,3
Pengertian medis menyatakan trauma atau perlukaan adalah gangguan
kontinuitas dari jaringan tubuh seperti kulit, membran mukosa, kornea, dan
sebagainya. Dalam pengertian medikolegal trauma adalah pengetahuan tentang
alat atau benda yang dapat menimbulkan gangguan kesehatan seseorang. Artinya
orang yang sehat, tiba-tiba terganggu kesehatannya akibat efek dari alat atau
benda yang dapat menimbulkan kecederaan. 2,3,4
A. Benda–benda Mekanik
1. Benda Tajam
Ciri- ciri umum dari luka benda tajam adalah sebagai berikut :
a. Garis batas luka biasanya teratur, tepinya rata dan sudutnya runcing
b. Bila ditautkan akan mejadi rapat (karena benda tersebut hanya
memisahkan, tidak menghancurkan jaringan) dan membentuk garis
lurus dari sedikit lengkung.
c. Tebing luka rata dan tidak ada jembatan jaringan.
d. Daerah di sekitar garis batas luka tidak ada memar
2. Benda Tumpul
a. Memar ( kontusi )
Memar merupakan salah satu bentuk luka yang ditandai oleh kerusakan
jaringan tanpa disertai diskontinuitas permukaan kulit. Kerusakan
tersebut disebabkan oleh pecahnya kapiler sehingga darah keluar dan
meresap ke jaringan di sekitarnya. Mula–mula terlihat pembengkakan,
berwarna merah kebiruan. Sesudah 4 sampai 5 hari berubah menjadi
kuning kehijauan dan sesudah lebih dari seminggu menjadi kekuningan.
Pada orang yang menderita penyakit defisiensi atau menderita kelainan
darah, kerusakan yang terjadi akibat trauma tumpul tersebut akan lebih
besar dibandingkan pada orang normal. Oleh sebab itu, besar kecilnya
memar tidak dapat di jadikan ukuran untuk menentukan besar kecilnya
benda penyebabnya atau keras tidaknya pukulan. Pada wanita atau orang–
orang yang gemuk juga akan mudah terjadi memar. Dilihat sepintas lalu
luka memar terlihat seperti lebam mayat, tetapi jika di periksa dengan
seksama akan dapat dilihat perbedaan – perbedaanya, yaitu :
Luka lecet adalah luka yang disebabkan oleh rusaknya atau lepasnya
lapisan luar dari kulit, yang ciri – cirinya adalah :
a. Bentuk garis batas luka tidak teratur dan tepi luka tak rata
b. Bila ditautkan tidak dapat rapat ( karena sebagaian jaringan hancur )
c. Tebing luka tak rata serta terdapat jembatan jaringan
d. Di sekitar garis batas luka di temukan memar
e. Lokasi luka lebih mudah terjadi pada daerah yang dekat dengan
tulang ( misalnya daerah kepala, muka atau ekstremitas )
Gambar 5. Luka Terbuka pada daerah yang dekat dengan tulang
B. Benda Fisik
4. Petir
Petir terjadi karena adanya loncatan arus listrik di awan yang
tegangannya dapat mencapai 10 mega volt dengan kuat arus sekitar
100.000 A ke tanah. Luka-luka karena sambaran petir pada hakekatnya
merupakan luka-luka gabungan akibat listrik, panas dan ledakan udara.
Luka akibat panas berupa luka bakar dan luka akibat ledakan udara berupa
luka-luka yang mirip dengan luka akibat persentuhan dengan beda tumpul.
Dapat terjadi kematian akibat efek arus listrik yang melumpuhkan
susunan saraf pusat, menyebabkan fibrilasi ventrikel. Kematian juga dapat
terjadi karena efek ledakan atau efek dari gas panas yang ditimbulkannya.
Pada korban mati sering ditemukan adanya arborecent mark (percabangan
pembuluh darah terlihat seperti percabangan pohon), metalisasi benda-
benda dari logam yang dipakai, magnetisasi benda-benda dari logam yang
dipakai. Pakaian korban terbakar atau robek-robek.
5. Tekanan (barotrauma)
Trauma akibat perubahan tekanan pada medium yang ada di sekitar
tubuh manusia dapat menimbulkan kelainan atau gangguan yang sering
disebut disbarisme yang terdiri atas 2 macam, yaitu:
A. Hiperbarik:
Sindroma ini disebabkan oleh tekanan tinggi, antara lain:
a. Turun dari ketinggian secara mendadak (saat pesawat mendarat
atau turun gunung)
b. Berada di kedalaman air: pada penyelam bebas, scuba diving
(menyelam dengan tangki oksigen), snorkling (menyelam
dengan tube di mulut) penyelam dengan pakaian khusus.
Gejala yang ditimbulkan oleh perubahan tekanan tersebut dapat berupa:
Luka akibat tembakan senjata api pada dasarnya merupakan luka yang
disebabkan oleh trauma benda mekanik (benda tumpul) dan fisik (panas), yaitu
anak peluru yang jalannya giroskopik (berputar/mengebor).
1. Golongan asam
Termasuk zat kimia korosif dari golongan asam antara lain:
a. Asam mineral, antara lain: H2SO4, HCl dan NO3
b. Asam organik, antara lain: asam oksalat, asam formiat dan asam
asetat
c. Garam mineral, antara lain: AgNO3 dan zinc chloride
d. Halogen, antara lain: F, Cl, Ba dan J
Cara kerja zat kimia korosif dari golongan ini sehingga mengakibatkan
luka, ialah:
Ciri-ciri luka yang terjadi akibat zat-zat asam korosif tersebut ialah:
a. Terlihat kering
b. Berwarna coklat kehitaman, kecuali yang disebabkan oleh nitrit
acid berwarna kuning kehijauan
c. Perabaan keras dan kasar
2. Golongan basa
Zat-zat kimia korosif yang termasuk golongan basa antara lain:
KOH, NaOH, NH4OH
Cara kerja dari zat-zat tersebut sehingga menimbulkan luka adalah:
a. Mengadakan ikatan denga protoplasma sehingga membentuk
alkaline albumin dan sabun
b. Mengubah hemoglobin menjadi alkaline hematine
Ciri-ciri luka yang terjadi sebagai akibat persentuhan dengan zat-zat ini
adalah:
a. Terlihat basah dan edematous
b. Berwarna merah kecoklatan
c. Perabaan lunak dan licin
Jika ditemukan lebih dari satu orang korban maka pengelolaan dilakukan
berdasarkan prioritas. Hal ini tergantung pada pengalaman penolong dan fasilitas
yang ada. Survei ABCDE (Airway, Breathing, Circulation, Disability,
Exposure) ini disebut survei primer yang harus selesai dilakukan dalam 2 - 5
menit. Terapi dikerjakan serentak jika korban mengalami ancaman jiwa akibat
banyak sistim yang cedera :
Airway
Menilai jalan nafas bebas. Apakah pasien dapat bicara dan bernafas
dengan bebas ?
Jika ada obstruksi maka lakukan :
Chin lift / jaw thrust (lidah itu bertaut pada rahang bawah)
Suction / hisap (jika alat tersedia)
Guedel airway / nasopharyngeal airway
Intubasi trakhea dengan leher di tahan (imobilisasi) pada posisi netral
Breathing
Menilai pernafasan cukup. Sementara itu nilai ulang apakah jalan nafas
bebas. Jika pernafasan tidak memadai maka lakukan :
1. Dekompresi rongga pleura (pneumotoraks)
2. Tutuplah jika ada luka robek pada dinding dada
3. Pernafasan buatan
4. Berikan oksigen jika ada
5. Pengelolaan jalan nafas
Prioritas pertama adalah membebaskan jalan nafas dan
mempertahankannya agar tetap bebas.
a. Bicara kepada pasien
Pasien yang dapat menjawab dengan jelas adalah tanda bahwa jalan
nafasnya bebas. Pasien yang tidak sadar mungkin memerlukan jalan
nafas buatan dan bantuan pernafasan. Penyebab obstruksi pada pasien
tidak sadar umumnya adalah jatuhnya pangkal lidah ke belakang. Jika
ada cedera kepala, leher atau dada maka pada waktu intubasi trakhea
tulang leher (cervical spine) harus dilindungi dengan imobilisasi in-
line.
d. Tindakan Resusitasi
Jika ada distres nafas maka rongga pleura harus dikosongkan dari
udara dan darah dengan memasang drainage toraks segera tanpa
menunggu pemeriksaan sinar X. Jika diperlukan intubasi trakhea
tetapi sulit, maka kerjakan krikotiroidotomi.
Sirkulasi
Menilai sirkulasi / peredaran darah. Sementara itu nilai ulang apakah jalan
nafas bebas dan pernafasan cukup. Jika sirkulasi tidak memadai maka lakukan :
1. Hentikan perdarahan eksternal
2. Segera pasang dua jalur infus dengan jarum besar (14 - 16 G)
3. Berikan infus cairan
4. Pengelolaan sirkulasi
Prioritas ketiga adalah perbaikan sirkulasi agar memadai.‘Syok’ adalah
keadaan berkurangnya perfusi organ dan oksigenasi jaringan. Pada pasien
trauma keadaan ini paling sering disebabkan oleh hipovolemia. Tujuan
akhirnya adalah menormalkan kembali oksigenasi jaringan.
Karena penyebab gangguan ini adalah kehilangan darah maka resusitasi
cairan merupakan prioritas. Langkah-langkah resusitasi sirkulasi :
a. Jalur intravena yang baik dan lancar harus segera dipasang. Gunakan
kanula besar (14 - 16 G). Dalam keadaan khusus mungkin perlu vena
sectie
b. Cairan infus (NaCL 0,9%) harus dihangatkan sampai suhu tubuh
karena hipotermia dapat menyebabkan gangguan pembekuan darah.
c. Hindari cairan yang mengandung glukose.
d. Ambil sampel darah secukupnya untuk pemeriksaan dan uji silang
golongan darah.
Prioritas pertama : hentikan perdarahan
AWAKE =A
RESPONS BICARA (verbal) =V
RESPONS NYERI =P
TAK ADA RESPONS =U
Cara ini cukup jelas dan cepat.
Eksposure
Lepaskan baju dan penutup tubuh pasien agar dapat dicari semua cedera
yang mungkin ada. Jika ada kecurigaan cedera leher atau tulang belakang, maka
imobilisasi in-line harus dikerjakan.
2.5. Survey Sekunder
Survei Sekunder hanya dilakukan bila ABC pasien sudah stabil. Bila
sewaktu survei sekunder kondisi pasien memburuk maka kita harus
kembali mengulangi PRIMARY SURVEY. Semua prosedur yang
dilakukan harus dicatat dengan baik. Pemeriksaan dari kepala sampai ke
jari kaki (head-to-toe examination) dilakukan dengan perhatian utama :
1. Pemeriksaan kepala
Kelainan kulit kepala dan bola mata
Telinga bagian luar dan membrana timpani
Cedera jaringan lunak periorbital
2. Pemeriksaan leher
Luka tembus leher
Emfisema subkutan
Deviasi trachea
Vena leher yang mengembang
3. Pemeriksaan neurologis
Penilaian fungsi otak dengan Glasgow Coma Scale (GCS)
Penilaian fungsi medula spinalis dengan aktivitas motorik
Penilaian rasa raba / sensasi dan refleks
4. Pemeriksaan dada
Clavicula dan semua tulang iga
Suara napas dan jantung
Pemantauan ECG (bila tersedia)
5. Pemeriksaan abdomen
Luka tembus abdomen memerlukan eksplorasi bedah
Pasanglah pipa nasogastrik pada pasien trauma tumpul abdomen
kecuali bila ada trauma wajah
Periksa dubur (rectal toucher)
Pasang kateter kandung seni jika tidak ada darah di meatus
externus