Anda di halaman 1dari 21

BAB 1

PENDAHULUAN

Seorang dokter dalam kesehariannya tidak lepas dari adanya kasus yang
berhubungan dengan tindak kekerasan, sehingga dokter sebagai orang yang
melakukan pemeriksaan, khususnya atas diri korban, perlu secara hati-hati, cermat
dan teliti dalam menafsirkan hasil yang didapatnya.
Data di beberapa rumah sakit menunjukkan bahwa jumlah kasus perlukaan
dan keracunan pada unit gawat darurat mencapai 50-70%. Dibandingkan dengan
kasus pembunuhan dan perkosaan, kasus penganiayaan yang mengakibatkan luka
merupakan jenis yang paling sering terjadi, dan oleh karenanya penyidik perlu
meminta Visum et Repertum kepada dokter sebagai alat bukti di depan
pengadilan.1
Selain melakukan pengobatan terhadap korban dokter juga perlu untuk
membantu penyidik untuk mengungkap pelaku tindak kekerasan tersebut.
Makalah ini dibuat untuk membahas mengenai traumatologi didalam bidang
forensik sehingga diharapkan dapar membantu pembaca mengenai traumatologi di
dalam bidang forensik.
BAB 2
PEMBAHASAN
2.1. Definisi
Di dalam ilmu kedokteran forensik traumatologi adalah ilmu yang
mempelajari tentang luka dan cedera dalam hubungannya dengan berbagai
kekerasan (rudapaksa), sedangkan pengertian luka adalah suatu keadaan
ketidaksinambungan jaringan tubuh akibat kekerasan. 2,3
Pengertian medis menyatakan trauma atau perlukaan adalah gangguan
kontinuitas dari jaringan tubuh seperti kulit, membran mukosa, kornea, dan
sebagainya. Dalam pengertian medikolegal trauma adalah pengetahuan tentang
alat atau benda yang dapat menimbulkan gangguan kesehatan seseorang. Artinya
orang yang sehat, tiba-tiba terganggu kesehatannya akibat efek dari alat atau
benda yang dapat menimbulkan kecederaan. 2,3,4

2.2. Klasifikasi ,2,3,4,5


A. Berdasarkan sifat dan penyebabnya, trauma dapat dibedakan atas
kekerasan yang bersifat :
1. Mekanik
Benda tumpul, Benda tajam, Tembakan senjata api
2. Fisika
Suhu, Listrik dan petir, Perubahan tekanan udara, Akustik,
Radiasi
3. Kimia
Asam kuat, Basa kuat
B. Berdasarkan etiologi luka dapat dikelompokkan:
1. Luka mekanik.
2. Luka termis.
3. Luka kimiawi.
4. Luka listrik.
C. Berdasarkan derajat kualifikasi luka dapat dikelompokkan:
1. Luka ringan.
2. Luka sedang.
3. Luka berat.
D. Berdasarkan bentuknya luka dapat dikelompokkan:
1. Teratur
Luka bulat, Luka lonjong, Luka segitiga, dan lain-lain
2. Tidak teratur
Luka robek, Luka lecet, Luka memar, dan lain-lain

Luka mekanik juga dapat dikelompokkan:


1. Luka memar (kontusio).
2. Luka lecet (abrasio).
3. Luka sayat (vulnus scissum).
4. Luka robek (vulnus laceratum).
5. Luka tusuk (vulnus punctum).
6. Luka tembak (vulnus sclopetorum).
7. Luka-luka yang mengenai struktur organ dalam tanpa kerusakan pada
Permukaan kulit/ tubuh
8. Luka bakar (combustio) dan luka akibat air mendidih ataupun uap panas.
9. Luka-luka yang disebabkan oleh aliran listrik (kilat).

Berdasarkan waktu kematian terjadinya luka dapat dikelompokkan:


1. Ante-mortem
2. Post- mortem

2.3. Jenis Penyebab Trauma

Kekerasan yang mengenai tubuh seseorang dapat menimbulkan efek pada


fisik maupun psikisnya. Efek fisik berupa luka- luka yang kalau di periksa dengan
teliti akan dapat di ketahui jenis penyebabnya yaitu :

A. Benda–benda Mekanik

1. Benda Tajam

Ciri- ciri umum dari luka benda tajam adalah sebagai berikut :
a. Garis batas luka biasanya teratur, tepinya rata dan sudutnya runcing
b. Bila ditautkan akan mejadi rapat (karena benda tersebut hanya
memisahkan, tidak menghancurkan jaringan) dan membentuk garis
lurus dari sedikit lengkung.
c. Tebing luka rata dan tidak ada jembatan jaringan.
d. Daerah di sekitar garis batas luka tidak ada memar

Gambar 1. Luka Tajam

2. Benda Tumpul

Kekerasan oleh benda keras dan tumpul dapat mengakibatkan berbagai


macam jenis luka, antara lain :

a. Memar ( kontusi )

Memar merupakan salah satu bentuk luka yang ditandai oleh kerusakan
jaringan tanpa disertai diskontinuitas permukaan kulit. Kerusakan
tersebut disebabkan oleh pecahnya kapiler sehingga darah keluar dan
meresap ke jaringan di sekitarnya. Mula–mula terlihat pembengkakan,
berwarna merah kebiruan. Sesudah 4 sampai 5 hari berubah menjadi
kuning kehijauan dan sesudah lebih dari seminggu menjadi kekuningan.
Pada orang yang menderita penyakit defisiensi atau menderita kelainan
darah, kerusakan yang terjadi akibat trauma tumpul tersebut akan lebih
besar dibandingkan pada orang normal. Oleh sebab itu, besar kecilnya
memar tidak dapat di jadikan ukuran untuk menentukan besar kecilnya
benda penyebabnya atau keras tidaknya pukulan. Pada wanita atau orang–
orang yang gemuk juga akan mudah terjadi memar. Dilihat sepintas lalu
luka memar terlihat seperti lebam mayat, tetapi jika di periksa dengan
seksama akan dapat dilihat perbedaan – perbedaanya, yaitu :

Tabel 1. Perbedaan antara memar dan lebam mayat

Memar Lebam mayat

Lokasi Bisa dimana saja Pada bagian terendah

Pembengkakan Positif Negatif

Bila ditekan Warna tetap Memucat/menghilang

Mikroskopik Reaksi jaringan (+) Reaksi jaringan (-)

Gambar 2. Memar Gambar 3. Lebam Mayat

b. Luka lecet ( abrasi )

Luka lecet adalah luka yang disebabkan oleh rusaknya atau lepasnya
lapisan luar dari kulit, yang ciri – cirinya adalah :

a. Bentuk luka tidak teratur


b. Batas luka tidak teratur
c. Tepi luka tidak rata
d. Kadang – kadang di temukan sedikit perdarahan
e. Permukaannya tertutup oleh krusta (serum yang telah mengering )
f. Warna coklat kemerahan
Pada pemeriksan mikroskopik terlihat adanya beberapa bagian yang masih
di tutupi epitel dan reaksi jaringan ( inflamasi )

Gambar 4. Luka Lecet

Bentuk luka lecet kadang–kadang dapat memberi petunjuk tentang benda


penyebabnya; seperti misalnnya kuku, ban mobil, tali atau ikat pinggang.
Luka lecet juga dapat terjadi sesudah orang meninggal dunia, dengan
tanda – tanda sebagai berikut :
a. Warna kuning mengkilat
b. Lokasi biasanya didaerah penonjolan tulang
c. Pemeriksaan mikroskopik tidak di temukan adanya sisa- sia
epitel dan tidak di temukan reaksi jaringan.
d. Luka terbuka / robek ( laserasi )
Luka terbuka / robek adalah luka yang disebabkan karena persentuhan
dengan benda tumpul dengan kekuatan yang mampu merobek seluruh
lapisan kulit dan jaringan di bawahnya, yang ciri–cirinya sebagai berikut :

a. Bentuk garis batas luka tidak teratur dan tepi luka tak rata
b. Bila ditautkan tidak dapat rapat ( karena sebagaian jaringan hancur )
c. Tebing luka tak rata serta terdapat jembatan jaringan
d. Di sekitar garis batas luka di temukan memar
e. Lokasi luka lebih mudah terjadi pada daerah yang dekat dengan
tulang ( misalnya daerah kepala, muka atau ekstremitas )
Gambar 5. Luka Terbuka pada daerah yang dekat dengan tulang

Karena terjadinya luka disebabkan oleh robeknya jaringan maka bentuk


dari luka tersebut tidak menggambarkan bentuk dari benda penyebabnya.
Jika benda tumpul yang mempunyai permukaan bulat atau persegi
dipukulkan pada kepala maka luka robek yang terjadi tidak berbentuk
bulat atau persegi. Kekerasan akibat benda tajam dapat menimbulkan
luka yang bentuknya tergantung dari cara benda tajam itu mengenai
sasaran. Jika diiriskan akan mengakibatkan luka iris, jika di tusukan
akan mengakibatkan luka tusuk dan jika di bacokan (di ayunkan dengan
tenaga yang kuat) akan mengakibatkan luka bacok.

Kekerasan akibat benda tumpul dapat menyebabkan luka memar, luka


lecet atau luka robek.

Tabel 2. Perbedaan trauma tajam dan trauma tumpul


Trauma Tajam Tumpul
Bentuk Luka Teratur Tidak teratur
Tepi luka Rata Tidak rata
Jembatan jaringan Tidak ada Ada
Rambut Ikut terpotong Tidak ikut Terpotong
Dasar luka Berupa garis atau titik Tidak Teratur
Sekitar Luka Tidak ada luka lain Ada Luka lecet atau
memar
3. Benda Yang Mudah Pecah ( kaca )

Kekerasan oleh benda yang mudah pecah ( misal kaca ), dapat


mengakibatkan luka –luka campuran; yang terdiri atas luka iris, luka tusuk dan
luka lecet. Pada daerah luka atau sekitarnya biasanya tertinggal fragmen-
fragmen dari benda yang mudah pecah itu. Jika yang menjadi penyebabnya
adalah kaca mobil maka luka-luka campuran yang terjadi hanya terdiri atas
luka lecet dan luka iris saja, sebab kaca mobil sengaja dirancang sedemikian
rupa sehingga kalau pecah akan terurai menjadi bagian-bagian kecil.

B. Benda Fisik

Kekerasan fisik adalah kekerasan yang disebabkan oleh benda-benda fisik,


antara lain:

Benda bersuhu tinggi


Benda bersuhu rendah
Sengatan listrik
Petir
Tekanan (barotrauma)

1. Benda bersuhu tinggi


Kekerasan dengan benda bersuhu tinggi akan menimbulkan luka
bakar yang cirinya amat tergantung pada bendanya, ketinggian suhunya,
serta lamanya berkontak dengan benda tersebut. Api, benda padat panas
atau membara dapat mengakibatkan luka bakar derajat I,II,III dan IV. Zat
cair panas dapat mengakibatkan luka bakar derajat I, II dan III.
Gambar 6. Luka Bakar Derajat I Gambar 7. Luka Bakar Derajat II

Gambar 8. Luka Bakar Derajat III Gambar 9. Luka Bakar Derajat IV

2. Benda bersuhu rendah


Kekerasan oleh benda bersuhu dingin (rendah) biasanya dialami
oleh bagian tubuh yang terbuka, seperti misalnya tangan, kaki, telinga atau
hidung. Mula-mula pada daerah tersebut akan terjadi vasokonstriksi
pembuluh darah superficial sehingga terlihat pucat. Selanjutnya akan terjadi
paralisis kontrol vasomotor yang menyebabkan daerah tersebut berubah
menjadi kemerahan. Pada keadaan yang lebih berat akan berubah menjadi
gangren.
3. Sengatan listrik
Sengatan oleh benda bermuatan listrik dapat menimbulkan luka
bakar sebagai akibat berubahnya energi listrik menjadi energi panas.
Besarnya pengaruh listrik pada jaringan tersebut tergantung dari besarnya
tegangan (voltase), kuatnya arus (ampere), besarnya tahanan kulit (ohm),
dan kontak serta luasnya daerah yang terkena kontak.
Bentuk luka pada daerah kontak (tempat masuknya arus) berupa kerusakan
jaringan kulit dengan tepi agak menonjol dan di sekitarnya terdapat daerah
pucat, dikelilingi daerah hipereremis. Sering ditemukan adanya metalisasi.
Pada tempat keluarnya arus dari tubuh juga sering ditemukan
adanya luka. Bahkan kadang-kadang bagian baju atau sepatu yang dilalui
arus listrik ketika meninggalkan tubuh juga ikut terbakar.Tegangan arus
kurang dari 65 volt biasanya tidak mebahayakan, tetapi tegangan antara 65-
1000 volt dapat mematikan. Sedangkan kuat arus (ampere) yang dapat
mematikan adalah 100 mA. Kematian tersebut terjadi akibat fibrilasi
ventrikel, kelumpuhan otot pernapasan atau pusat pernapasan. Sedangkan
faktor yang sering mempengaruhi kefatalan adalah kesadaran seseorang
akan adanya listrik pada benda yang dipegangnya. Bagi orang-orang yang
tidak menyadari adanya arus listrik pada benda yang dipegangnya biasanya
pengaruhnya lebih berat dibanding orang-orang yang pekerjaannya setiap
hari berhubungan dengan listrik.

Gambar 10. Luka Bakar akibat sengatan listrik tegangan tinggi

4. Petir
Petir terjadi karena adanya loncatan arus listrik di awan yang
tegangannya dapat mencapai 10 mega volt dengan kuat arus sekitar
100.000 A ke tanah. Luka-luka karena sambaran petir pada hakekatnya
merupakan luka-luka gabungan akibat listrik, panas dan ledakan udara.
Luka akibat panas berupa luka bakar dan luka akibat ledakan udara berupa
luka-luka yang mirip dengan luka akibat persentuhan dengan beda tumpul.
Dapat terjadi kematian akibat efek arus listrik yang melumpuhkan
susunan saraf pusat, menyebabkan fibrilasi ventrikel. Kematian juga dapat
terjadi karena efek ledakan atau efek dari gas panas yang ditimbulkannya.
Pada korban mati sering ditemukan adanya arborecent mark (percabangan
pembuluh darah terlihat seperti percabangan pohon), metalisasi benda-
benda dari logam yang dipakai, magnetisasi benda-benda dari logam yang
dipakai. Pakaian korban terbakar atau robek-robek.
5. Tekanan (barotrauma)
Trauma akibat perubahan tekanan pada medium yang ada di sekitar
tubuh manusia dapat menimbulkan kelainan atau gangguan yang sering
disebut disbarisme yang terdiri atas 2 macam, yaitu:
A. Hiperbarik:
Sindroma ini disebabkan oleh tekanan tinggi, antara lain:
a. Turun dari ketinggian secara mendadak (saat pesawat mendarat
atau turun gunung)
b. Berada di kedalaman air: pada penyelam bebas, scuba diving
(menyelam dengan tangki oksigen), snorkling (menyelam
dengan tube di mulut) penyelam dengan pakaian khusus.
Gejala yang ditimbulkan oleh perubahan tekanan tersebut dapat berupa:

a. Barotraumas pulmoner: pneumotoraks, emboli udara atau


emfisema interstitialis.
b. Barotalgia: rasa nyeri, membran tympani pecah, perdarahan,
vertigo, dizziness.
c. Barodontalgia: pengumpulan gas yang menyebabkan rasa nyeri
atau bahkan meletus.
d. Narkosis nitrogen: amnesia, disorientasi.
B. Hipobarik
Sindroma ini disebabkan oleh perubahan tekanan rendah, antara lain:
a. Naik tempat tinggi secara mendadak saat pesawat mengudara
atau saat pesawat meluncur ke ruang angkasa.
b. Berada di ruangan bertekanan rendah, misalnya dalam
decompression chamber.
Gejala yang ditimbulkannya disebabkan oleh pembentukan dan
pengumpulan gelembung-gelembung udara di dalam jaringan lunak
atau organ-organ berongga. Gejala tersebut antara lain:

a. Sendi-sendi terasa kaku disertai nyeri hebat


b. Rongga dada dirasakan tercekik, sesak napas dan batuk yang
hebat
c. Gejala pada susunan saraf tergantung letak emboli dan letak
emfisema subkutan
d. Rongga perut terasa kembung
e. Gigi geligi terasa nyeri.

C. Kombinasi Benda Mekanik dan Fisik

Luka akibat tembakan senjata api pada dasarnya merupakan luka yang
disebabkan oleh trauma benda mekanik (benda tumpul) dan fisik (panas), yaitu
anak peluru yang jalannya giroskopik (berputar/mengebor).

Mengingat lapisan kulit memiliki elastisitas yang kurang baik


dibandingkan lapisan di bawahnya, maka jaringan yang hancur akibat terjangan
anak peluru lebih luas. Akibatnya bentuk luka tembak masuk terdiri atas
lubang, dikelilingi cincin lecet yang diameternya lebih besar. Diameter cincin
tersebut lebih mendekati kaliber pelurunya.

Sedangkan luka akibat senjata yang tidak menggunakan mesiu sebagai


tenaga pendorong anak pelurunya (senjata angin) pada hakekatnya merupakan
luka yang disebabkan oleh persentuhan dengan benda tumpul saja.

Ciri-ciri luka tembak amat bergantung pada jenis senjata yang


ditembakkan, jarak tembakan, arah tembakan, serta posisinya (sebagai tempat
masuk atau keluarnya anak peluru).

Gambar 11. Luka Tembak


D. Zat Kimia Korosif
Zat-zat kimia korosif dapat menimbulkan luka-luka apabila mengenai tubuh
manusia. Ciri-ciri lukanya amat tergantung pada golongan zat kimia tersebut.

1. Golongan asam
Termasuk zat kimia korosif dari golongan asam antara lain:
a. Asam mineral, antara lain: H2SO4, HCl dan NO3
b. Asam organik, antara lain: asam oksalat, asam formiat dan asam
asetat
c. Garam mineral, antara lain: AgNO3 dan zinc chloride
d. Halogen, antara lain: F, Cl, Ba dan J

Cara kerja zat kimia korosif dari golongan ini sehingga mengakibatkan
luka, ialah:

a. Mengekstraksi air dan jaringan


b. Mengkoagulasi protein menjadi albuminat
c. Mengubah hemoglobin menjadi acid hematin

Ciri-ciri luka yang terjadi akibat zat-zat asam korosif tersebut ialah:
a. Terlihat kering
b. Berwarna coklat kehitaman, kecuali yang disebabkan oleh nitrit
acid berwarna kuning kehijauan
c. Perabaan keras dan kasar
2. Golongan basa
Zat-zat kimia korosif yang termasuk golongan basa antara lain:
KOH, NaOH, NH4OH
Cara kerja dari zat-zat tersebut sehingga menimbulkan luka adalah:
a. Mengadakan ikatan denga protoplasma sehingga membentuk
alkaline albumin dan sabun
b. Mengubah hemoglobin menjadi alkaline hematine
Ciri-ciri luka yang terjadi sebagai akibat persentuhan dengan zat-zat ini
adalah:
a. Terlihat basah dan edematous
b. Berwarna merah kecoklatan
c. Perabaan lunak dan licin

2.4. Tatalaksana Trauma


Pengelolaan trauma memerlukan kejelasan dalam menetapkan prioritas.
Tujuannya adalah segera mengenali cedera yang mengancam jiwa dengan Survey
Primer, seperti :
 Obstruksi jalan nafas
 Cedera dada dengan kesukaran bernafas
 Perdarahan berat eksternal dan internal
 Cedera abdomen

Jika ditemukan lebih dari satu orang korban maka pengelolaan dilakukan
berdasarkan prioritas. Hal ini tergantung pada pengalaman penolong dan fasilitas
yang ada. Survei ABCDE (Airway, Breathing, Circulation, Disability,
Exposure) ini disebut survei primer yang harus selesai dilakukan dalam 2 - 5
menit. Terapi dikerjakan serentak jika korban mengalami ancaman jiwa akibat
banyak sistim yang cedera :

Airway
Menilai jalan nafas bebas. Apakah pasien dapat bicara dan bernafas
dengan bebas ?
Jika ada obstruksi maka lakukan :
 Chin lift / jaw thrust (lidah itu bertaut pada rahang bawah)
 Suction / hisap (jika alat tersedia)
 Guedel airway / nasopharyngeal airway
 Intubasi trakhea dengan leher di tahan (imobilisasi) pada posisi netral

Breathing
Menilai pernafasan cukup. Sementara itu nilai ulang apakah jalan nafas
bebas. Jika pernafasan tidak memadai maka lakukan :
1. Dekompresi rongga pleura (pneumotoraks)
2. Tutuplah jika ada luka robek pada dinding dada
3. Pernafasan buatan
4. Berikan oksigen jika ada
5. Pengelolaan jalan nafas
Prioritas pertama adalah membebaskan jalan nafas dan
mempertahankannya agar tetap bebas.
a. Bicara kepada pasien
Pasien yang dapat menjawab dengan jelas adalah tanda bahwa jalan
nafasnya bebas. Pasien yang tidak sadar mungkin memerlukan jalan
nafas buatan dan bantuan pernafasan. Penyebab obstruksi pada pasien
tidak sadar umumnya adalah jatuhnya pangkal lidah ke belakang. Jika
ada cedera kepala, leher atau dada maka pada waktu intubasi trakhea
tulang leher (cervical spine) harus dilindungi dengan imobilisasi in-
line.

b. Berikan oksigen dengan sungkup muka (masker) atau kantung


nafas ( self-invlating)
c. Menilai jalan nafas
Tanda obstruksi jalan nafas antara lain :
 Berkumur
 Suara nafas abnormal (stridor, dsb)
 Pasien gelisah karena hipoksia
 Bernafas menggunakan otot nafas tambahan / gerak dada
paradoks
 Sianosis

d. Menjaga stabilitas tulang leher


e. Pertimbangkan untuk memasang jalan nafas buatan
Indikasi tindakan ini adalah :
 Obstruksi jalan nafas yang sukar diatasi
 Luka tembus leher dengan hematoma yang membesar
 Apnea
 Hipoksia
 Trauma kepala berat
 Trauma dada
 Trauma wajah / maxillo-facial

6. Pengelolaan nafas (ventilasi )


a. Prioritas kedua adalah memberikan ventilasi yang adekuat.
Inspeksi / lihat frekwensi nafas (LOOK)
Adakah hal-hal berikut :
 Sianosis
 Luka tembus dada
 Flail chest
 Sucking wounds
 Gerakan otot nafas tambahan

b. Palpasi / raba (FEEL)


 Pergeseran letak trakhea
 Patah tulang iga
 Emfisema kulit
 Dengan perkusi mencari hemotoraks dan atau pneumotoraks

c. Auskultasi / dengar (LISTEN)


 Suara nafas, detak jantung, bising usus
 Suara nafas menurun pada pneumotoraks
 Suara nafas tambahan / abnormal

d. Tindakan Resusitasi
Jika ada distres nafas maka rongga pleura harus dikosongkan dari
udara dan darah dengan memasang drainage toraks segera tanpa
menunggu pemeriksaan sinar X. Jika diperlukan intubasi trakhea
tetapi sulit, maka kerjakan krikotiroidotomi.

Sirkulasi
Menilai sirkulasi / peredaran darah. Sementara itu nilai ulang apakah jalan
nafas bebas dan pernafasan cukup. Jika sirkulasi tidak memadai maka lakukan :
1. Hentikan perdarahan eksternal
2. Segera pasang dua jalur infus dengan jarum besar (14 - 16 G)
3. Berikan infus cairan
4. Pengelolaan sirkulasi
Prioritas ketiga adalah perbaikan sirkulasi agar memadai.‘Syok’ adalah
keadaan berkurangnya perfusi organ dan oksigenasi jaringan. Pada pasien
trauma keadaan ini paling sering disebabkan oleh hipovolemia. Tujuan
akhirnya adalah menormalkan kembali oksigenasi jaringan.
Karena penyebab gangguan ini adalah kehilangan darah maka resusitasi
cairan merupakan prioritas. Langkah-langkah resusitasi sirkulasi :
a. Jalur intravena yang baik dan lancar harus segera dipasang. Gunakan
kanula besar (14 - 16 G). Dalam keadaan khusus mungkin perlu vena
sectie
b. Cairan infus (NaCL 0,9%) harus dihangatkan sampai suhu tubuh
karena hipotermia dapat menyebabkan gangguan pembekuan darah.
c. Hindari cairan yang mengandung glukose.
d. Ambil sampel darah secukupnya untuk pemeriksaan dan uji silang
golongan darah.
Prioritas pertama : hentikan perdarahan

 Cedera pada anggota gerak


Perdarahan hebat karena luka tusuk dan luka amputasi dapat
dihentikan dengan pemasangan kasa padat subfascial ditambah
tekanan manual pada arteri disebelah proksimal ditambah bebat
kompresif (tekan merata) diseluruh bagian anggota gerak tersebut.
 Cedera dada
Sumber perdarahan dari dinding dada umumnya adalah arteri.
Pemasangan chest tube/pipa drain harus sedini mungkin. Hal ini
jika di tambah dengan penghisapan berkala, ditambah analgesia
yang efisien, memungkinkan paru berkembang kembali sekaligus
menyumbat sumber perdarahan. Untuk analgesia digunakan
ketamin I.V.
 Cedera abdomen
Damage control laparatomy harus segera dilakukan sedini mungkin
bila resusitasi cairan tidak dapat mempertahankan tekanan sistolik
antara 80-90 mmHg. Pada waktu DC laparatomy, dilakukan
pemasangan kasa besar untuk menekan dan menyumbat sumber
perdarahan dari organ perut (abdominal packing). Insisi pada
garis tengah hendaknya sudah ditutup kembali dalam waktu 30
menit dengan menggunakan penjepit (towel clamps). Tindakan
resusitasi ini hendaknya dikerjakan dengan anestesia ketamin oleh
dokter yang terlatih (atau mungkin oleh perawat untuk rumah sakit
yang lebih kecil). Jelas bahwa teknik ini harus dipelajari lebih
dahulu namun jika dikerjakan cukup baik pasti akan
menyelamatkan nyawa.

Prioritas kedua: Penggantian cairan, penghangatan, analgesia dengan


ketamin.
 Infus cairan pengganti harus dihangatkan karena proses
pembekuan darah berlangsung paling baik pada suuh 38,5 C.
Hemostasis sukar berlangsung baik pada suhu dibawah 35 C.
Hipotermia pada pasien trauma sering terjadi jika evakuasi pra
rumah sakit berlangsung terlalu lama (bahkan juga di cuaca tropis).
Pasien mudah menjadi dingin tetapi sukar untuk dihangatkan
kembali, karena itu pencegahan hipotermia sangat penting. Cairan
oral maupun intravena harus dipanaskan 40-42 C.
 Resusitasi cairan hipotensif : Pada kasus-kasus dimana
penghentian perdarahan tidak definitive atau tidak meyakinkan
volume diberikan dengan menjaga tekanan sistolik antara 80 - 90
mmHg selama evakuasi.
 Resusitasi cairan lewat mulut (per-oral) cukup aman dan efisien
jika pasien masih memiliki gag reflex dan tidak ada cedera perut.
Cairan yang diminum harus rendah gula dan garam. Cairan yang
pekat akan menyebabkan penarikan osmotik dari mukosa usus
sehingga timbullah efek negatif. Diluted cereal porridges yang
menggunakan bahan dasar lokal/setempat sangat dianjurkan.
 Analgesia untuk pasien trauma dapat menggunakan ketamin dosis
berulang 0,2 mg/kg. Obat ini mempunyai efek inotropik positif dan
tidak mengurangi gag reflex, sehingga sesuai untuk evakuasi
pasien trauma berat.
Disability
Menilai kesadaran dengan cepat, apakah pasien sadar, hanya respons
terhadap nyeri atau sama sekali tidak sadar. Tidak dianjurkan mengukur Glasgow
Coma Scale.

AWAKE =A
RESPONS BICARA (verbal) =V
RESPONS NYERI =P
TAK ADA RESPONS =U
Cara ini cukup jelas dan cepat.

Eksposure
Lepaskan baju dan penutup tubuh pasien agar dapat dicari semua cedera
yang mungkin ada. Jika ada kecurigaan cedera leher atau tulang belakang, maka
imobilisasi in-line harus dikerjakan.
2.5. Survey Sekunder
Survei Sekunder hanya dilakukan bila ABC pasien sudah stabil. Bila
sewaktu survei sekunder kondisi pasien memburuk maka kita harus
kembali mengulangi PRIMARY SURVEY. Semua prosedur yang
dilakukan harus dicatat dengan baik. Pemeriksaan dari kepala sampai ke
jari kaki (head-to-toe examination) dilakukan dengan perhatian utama :
1. Pemeriksaan kepala
 Kelainan kulit kepala dan bola mata
 Telinga bagian luar dan membrana timpani
 Cedera jaringan lunak periorbital

2. Pemeriksaan leher
 Luka tembus leher
 Emfisema subkutan
 Deviasi trachea
 Vena leher yang mengembang

3. Pemeriksaan neurologis
 Penilaian fungsi otak dengan Glasgow Coma Scale (GCS)
 Penilaian fungsi medula spinalis dengan aktivitas motorik
 Penilaian rasa raba / sensasi dan refleks

4. Pemeriksaan dada
 Clavicula dan semua tulang iga
 Suara napas dan jantung
 Pemantauan ECG (bila tersedia)

5. Pemeriksaan abdomen
 Luka tembus abdomen memerlukan eksplorasi bedah
 Pasanglah pipa nasogastrik pada pasien trauma tumpul abdomen
kecuali bila ada trauma wajah
 Periksa dubur (rectal toucher)
 Pasang kateter kandung seni jika tidak ada darah di meatus
externus

6. Pelvis dan ekstremitas


 Cari adanya fraktura (pada kecurigaan fraktur pelvis jangan
melakukan tes gerakan apapun karena memperberat perdarahan)
 Cari denyut nadi-nadi perifer pada daerah trauma
 Cari luka, memar dan cedera lain

7. Pemeriksaan sinar-X bila memungkinkan untuk


 Dada dan tulang leher (semua 7 ruas tulang leher harus nampak)
 Pelvis dan tulang panjang
 Tulang kepala untuk melihat adanya fraktura bila trauma kepala
tidak disertai defisit neurologis fokal

Anda mungkin juga menyukai