Anda di halaman 1dari 27

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2. 1. Anatomi dan Fisologi Saluran Kemih

Sistem urogenitalia atau genitourinaria terdiri atas sistem organ reproduksi dan

saluran kemih. Keduanya dijadikan satu kelompok sistem urogenitalia, karena

mereka saling berdekatan, berasal dari embriologi yang sama, dan menggunakan

saluran yang sama sebagai alat pembuangan, misalkan uretra pada pria. Sistem

saluran kemih atau disebut juga sebagai sistem ekskretori adalah sistem organ yang

memproduksi, menyimpan, dan mengalirkan air kemih. Pada manusia normal, organ

ini terdiri ginjal beserta sistem pelvikalises, ureter, buli-buli, dan uretra (Purnomo

BB, 2012).

Saluran Kemih dibagi atas dua bagian yakni bagian atas dan bagian bawah.

Saluran kemih bagian atas terdiri atas ginjal dan saluran yang disebut ureter. Fungsi

saluran ini adalah menghubungkan ginjal dengan kandung kemih. Masing-masing

ginjal memiliki sebuah ureter (Drake et al., 2010). Saluran kemih bagian bawah

terdiri atas kandung kemih dan saluran yang disebut uretra. Fungsi uretra adalah

mengalirkan urin dari kandung kemih keluar tubuh (Stoller, 2012).


Gambar 2.1. Anatomi Saluran Kemih
(Sumber: Paulsen F, Waschke J, 2010)

2.1.1. Saluran Kemih Bagian Atas

2.1.1.1. Ginjal

Ginjal mempunyai nefron yang tiap – tiap tubulus dan glomerulusnya adalah

satu unit. Ukuran ginjal ditentukan oleh sejumlah nefron yang dimilikinya. Kira –

kira terdapat 1,3 juta nefron dalam tiap – tiap ginjal manusia. Ukuran ginjal dapat

bervariasi dengan panjang ginjal sekitar 10 – 12 cm, lebar 5 cm, dan tebal sekitar 2,5

cm(Wibowo D.S, 2009). Ginjal merupakan bagian dari systema urinarium yang

terletak didalam ruang retroperitoneum. Pada ginjal kanan, berhubungan dengan


liver, duodenum dan ascending colon. Ginjal kiri berhubungan dengan organ gaster,

spleen, pankreas, jejunum, dan descending colon. Setiap ginjal memilki 3 regio, yaitu

kortex, medula dan pelvis renalis, juga memiliki permukaan anterior dan posterior,

margin medial dan lateral sehingga membuatnya berbentuk seperti kacang merah, dan

memiliki kutub superior dan inferior. Pelvis renalis ialah bagian akhir dari superior

ureter yang berbentuk rata dan seperti corong yang memanjang. Pelvis renalis

menerima 2-3 major calices, yang mana setiap major calyx menerima 2-3 minor

calices. Setiap minor calyx terdapat sebuah papila renalis, dimana papila renalis ini

merupakan ujung (apex) dari piramida renalis. Pada orang hidup, pelvis renalis dan

calisesnya biasanya kosong (Moore dkk, 2014).

2.1.1.2. Ureter

Ureter merupakan tabung yang dilalui urine yang berasal dari ginjal.

Ureter bermuara pada vesica urinaria secara miring dan muaranya tampak

sebagai celah sempit pada dinding belakang vesica urinaria. Muara ureter atau

ureterovesical junction ini merupakan bagian yang paling sempit dari ureter.

Batu ginjal yang turun kedalam ureter sering tersangkut di bagian sempit

tersebut (Wibowo D.S, 2009). Pada orang dewasa panjangnya lebih kurang 25-

30 cm, dan diameternya 3-4 mm. Ureter membentang dari pielum hingga buli-

buli, dan secara anatomis terdapat beberapa tempat yang ukuran diameternya

relatif lebih sempit daripada tempat lain. Tempat penyempitan itu antara lain

adalah (1) pada perbatasan antara pelvis renalis dan ureter atau pelvic ureter
junction, (2) tempat pada saat ureter menyilang arteri iliaka di rongga pelvis,

dan (3) pada saat ureter masuk ke buli-buli (Purnomo BB, 2012).

2.1.2. Saluran Kemih Bagian Bawah

2.1.2.1. Kandung Kemih

Vesica urinaria (kandung kemih) mempunyai bentuk, ukuran, posisi,

dan hubungan dengan struktur sekitarnya yang sangat bervariasi. Variasi itu

dipengaruhi umur dan isi urin di dalam vesica urinaria. Kandung kemih yang

kosong pada orang dewasa berbentuk agak bundar dan seluruhnya terletak

dalam rongga pelvis. Pada perempuan letaknya lebih rendah dari pada laki-

laki. Bila terisi penuh, dinding atas vesica urinaria akan naik kedalam rongga

abdomen dan dapat mencapai setinggi umbilicus (Wibowo D.S, 2009).

Buli-buli atau vesika urinaria terdiri atas 3 lapisan otot detrusor yang

saling beranyaman, yakni (1) terletak paling dalam adalah otot longitudinal, (2)

di tengah merupakan otot sirkuler, dan (3) paling luar merupakan otot

longitudinal. Pada dasar buli-buli kedua muara ureter dan meatus uretra

internum membentuk suatu segitiga yang disebut trigonum buli-buli. Buli-buli

terdiri atas 3 permukaan, yaitu (1) permukaan superior yang berbatasan dengan

rongga peritoneum, (2) dua permukaan inferiolateral, dan (3) permukaan

posterior. Permukaan superior merupakan lokus minoris (daerah terlemah)

dinding buli-buli (Purnomo BB,2012).


Gambar 2.1.2 Vesica urinaria
(Sumber: Wibowo D.S, 2009)

2.1.2.2. Uretra

Secara anatomis terbagi 2 bagian, yaitu uretra posterior dan uretra

anterior. Panjang uretra wanita kurang lebih 3-5 cm, sedangkan uretra pria

dewasa kurang lebih 23-25 cm. Uretra posterior pada pria terdiri atas 1) uretra

pars prostatika, yakni bagian uretra yang di lingkupi oleh kelenjar prostat, dan

2) uretra pars membranasea. Uretra anterior adalah bagian uretra yang

dibungkus oleh korpus spongiosum penis. Uretra anterior terdiri atas (1) pars

bulbosa, (2) pars pendularis, (3) fossa navikularis, dan (4) meatus uretra
eksterna. Panjang uretra wanita lebih kurang 4 cm dengan diameter 8 mm.

Berada dibawah simfisis pubis dan bermuara di sebelah anterior vagina.

Kurang lebih sepertiga medial uretra, terdapat sfingter uretra eksterna yang

terdiri atas otot bergaris. Tonus otot sfingter uretra eksterna dan tonus otot

levator ani berfungsi mempertahankan agar urin tetap berada di dalam buli-buli

pada saat perasaan ingin miksi (Purnomo BB,2012).

2.1.3 Fisiologi GInjal

Fungsi dari ginjal selain untuk memproduksi urin ada fungsi-fungsi

ginjal yang lainnya, yaitu yang petama adalah mengatur komposisi ion darah.

Seperti ion natrium, kalium, kalsium, dll selain itu ginjal mengatur tingkat

keasaman darah, dengan cara mensekresi ion hidrogen kedalam urin dan juga

mengatur pengeluaran dari ion bikarbonat. Ginjal juga berfungsi mengatur

volume darah, dengan mempertahankan atau mengeluarkan air ke urin, juga

dapat berfungsi mengatur tekanan darah, dengan mensekresi enzim renin yang

nantinya akan mengaktifkan jalur renin-angiotensin-aldosteron. Fungsi dari

ginjal yang lainnya yaitu dapat memproduki hormon. Yaitu kalsitriol dan

eritropoietin, juga dapat mempertahankan osmolaritas darah. Agar osmolaritas

darah relative konstan, ginjal mengatur kehilangan air dan larutan dalam urin

secara terpisah. Kemudian, ginjalpun dapat mensekresi air dan substansi asing,

seperti ammonia, urea, bilirubin, keratin, dan asam urat (Guyton and Hall,

2008).
2.1.3.1 Pembentukan Urin

Proses pembentukan urin yaitu filtrasi glomerulus reabsorbsi tubulus,

dan sekresi tubulus. Filtrasi dimulai pada saat darah mengalir melalui

glomerulus sehingga terjadi filtrasi plasma bebas-protein menembus kapiler

glomerulus ke kapsula Bowman. Proses ini dikenal sebagai filtrasi glomerulus

yang merupakan langkah pertama dalam pembentukan urin. Setiap hari

terbentuk ratarata 180 liter filtrat glomerulus. Dengan menganggap bahwa

volume plasma rata-rata pada orang dewasa adalah 2,75 liter, hal ini berarti

seluruh volume plasma tersebut difiltrasi sekitar enam puluh lima kali oleh

ginjal setiap harinya. Apabila semua yang difiltrasi menjadi urin, volume

plasma total akan habis melalui urin dalam waktu setengah jam. Namun, hal

itu tidak terjadi karena adanya tubulus-tubulus ginjal yang dapat mereabsorpsi

kembali zat-zat yang masih dapat dipergunakan oleh tubuh. Perpindahan zat-

zat dari bagian dalam tubulus ke dalam plasma kapiler peritubulus ini disebut

sebagai reabsorpsi tubulus. Zat-zat yang direabsorpsi tidak keluar dari tubuh

melalui urin, tetapi diangkut oleh kapiler peritubulus ke sistem vena dan

kemudian ke jantung untuk kembali diedarkan. Dari 180 liter plasma yang

difiltrasi setiap hari, 178,5 liter diserap kembali, dengan 1,5 liter sisanya terus

mengalir melalui pelvis renalis dan keluar sebagai urin. Secara umum, zat-zat

yang masih diperlukan tubuh akan direabsorpsi kembali sedangkan yang sudah

tidak diperlukan akan tetap bersama urin untuk dikeluarkan dari tubuh. Proses
ketiga adalah sekresi tubulus yang mengacu pada perpindahan selektif zat-zat

dari darah kapiler peritubulus ke lumen tubulus. Sekresi tubulus merupakan

rute kedua bagi zat-zat dalam darah untuk masuk ke dalam tubulus ginjal. Cara

pertama adalah dengan filtrasi glomerulus dimana hanya 20% dari plasma

yang mengalir melewati kapsula Bowman, sisanya terus mengalir melalui

arteriol eferen ke dalam kapiler peritubulus. Beberapa zat, mungkin secara

diskriminatif dipindahkan dari plasma ke lumen tubulus melalui mekanisme

sekresi tubulus. Melalui 3 proses dasar ginjal tersebut, terkumpullah urin yang

siap untuk diekskresi (Sherwood, 2001).

2.1.3.2 Miksturisi

Miksturisi adalah proses pengosongan kandung kemih setelah terisi

penuh dengan urin. Terdapat dua tahap, yaitu kandung kemih terisi secara

progresif hingga tegangan pada dinding kandung kemih meningkat melebihi

nilai ambang batas, akibatnya akan ada refleks saraf atau refleks miksturisi

yang akan mengosongkan kandung kemih dan perasaan ingin berkemih yang

disadari. Refleks ini juga bisa dihambat atau difasilitasi oleh pusat- pusat di

korteks serebri atau batang otak (Guyton and Hall, 2008).


2. 2. Batu Saluran Kemih

2.2.1. Definisi Batu Saluran Kemih

Batu saluran kemih (BSK) adalah dijumpainya batu di saluran kemih.

Batu ini terbentuk dari kristal-kristal yang terpisah dari urin. Komposisi ini

terja`di ketika konsentrasi urin seperti kalsium oksalat, asam urat yang tinggi

dari pada substansi yang menghambat pembentukan batu seperti sitrat (Fink,

2013).

Batu saluran kemih menurut tempatnya digolongkan menjadi batu

ginjal, batu ureter, batu buli-buli dan batu uretra. Batu ginjal merupakan

keadaan tidak normal di dalam ginjal, mengandung komponen kristal dan

matriks organik. BSK sebagian besar mengandung batu kalsium oksalat

ataupun kalsium fosfat, secara bersama dijumpai sampai sebesar 65-68% dari

jumlah keseluruhan batu ginjal (Medicafarma, 2012).

Ukuran dan bentuk batu pada penderita Batu saluran kemih

menimbulkan gejala yang berbeda sesuai letak dan ukuran batu tersebut. Batu

yang berukuran kecil biasanya tidak menimbulkan gejala dan biasanya dapat

keluar bersamaan dengan air kemih saat berkemih. Batu yang berada di saluran

kemih atas (ginjal dan ureter) menimbulkan nyeri kolik dan jika batu berada di

saluran kemih bagian bawah (buli-buli dan uretra) dapat menghambat

berkemih. Hal ini bisa disebabkan karena kontraksi peristaltik otot-otot saluran
kemih terhadap batu yang dapat menimbulkan rasa nyeri kolik yang hebat

(Depkes RI, 2008).

2.2.2 Patogenesis

Pembentukan batu saluran kemih memerlukan keadaan supersaturasi dalam

pembentukan batu. Inhibitor pembentuk batu ditemukan dalam air kemih normal.

Aksi reaktan dan inhibitor belum dikenali sepenuhnya, ada dugaan proses ini

berperan pada pembentukan awal atau nukleasi kristal, progresi kristal atau agregatasi

Kristal (Sja’bani M, 2014).

Proses perubahan Kristal yang terbentuk pada tubulus menjadi batu masih belum

sejelas proses pembuangan Kristal melalui aliran air kemih yang banyak.

Diperkirakan bahwa agregasi Kristal menjadi cukup besar sehingga tertinggal dan

biasanya ditimbun pada duktus kolektikus akhir. Selanjutnya secara perlahan

timbunan akan membesar. Pengendapan ini diperkirakan timbul pada bagian sel

epitel yang mengalami lesi. Kelainan ini kemungkinan disebabkan oleh Kristal

sendiri. Sekitar delapan puluh persen pasien batu saluran kemih merupakan batu

kalsium, yang terdiri dari kalsium oksalat atau kalsium fosfat, batu sistin, batu asam

urat, dan batu struvit (Sja’bani M, 2014).


2.2.2 Epidemiologi Batu Saluran Kemih

Batu saluran kemih menurut tempatnya digolongkan menjadi batu

ginjal dan batu kandung kemih. Batu ginjal merupakan keadaan tidak normal

didalam ginjal dan mengandung komponen kristal serta matriks organik.

Lokasi batu ginjal dijumpai khas di kaliks atau pelvis dan bila akan keluar

dapat terhenti di ureter atau di kandung kemih. Batu ginjal sebagian besar

mengandung batu kalsium. Batu oksalat, kalsium oksalat, atau kalsium fosfat,

secara bersama dapat dijumpai sampai 65-85 % dari jumlah keseluruhan batu

ginjal (Sja’bani M, 2014).

Batu ginjal merupakan penyebab terbanyak kelainan di saluran kemih.

Di negara maju seperti di Amerika Serikat, Eropa, Australia, batu saluran

kemih banyak dijumpai di saluran kemih bagian atas, sedang di negara

berkembang seperti India, Thailand, dan Indonesia lebih banyak dijumpai batu

kandung kemih. Di daerah Semarang, sejak tahun 1979 proporsi batu ginjal

dijumpai relatif meningkat dibanding proporsi batu kandung kemih.

Peningkatan kejadian batu pada saluran kemih bagian atas terjadi di abad-20,

khususnya di daerah bersuhu tinggi dan dari Negara yang sudah berkembang.

Epidemiologi batu saluran kemih bagian atas di Negara berkembang dijumpai

ada hubungan yang erat dengan perkembangan ekonomi serta dengan

peningkatan pengeluaran biaya untuk kebutuhan makanan perkapita (Sja’bani

M, 2014).
Di beberapa rumah sakit di Indonesia dilaporkan ada perubahan

proporsi batu ginjal dibandingkan batu saluran kemih bagian bawah. Hasil

analisis jenis batu ginjal di Laboratorium Patologi Klinik Universitas Gadjah

Mada sekitar tahun 1964 dan 1974, menunjukkan kenaikan proporsi batu

ginjal dibanding proporsi batu kandung kemih. Sekitar tahun 1964 dan 1974,

menunjukkan kenaikan proporsi batu ginjal dibanding proporsi batu kandung

kemih. Sekitar tahun 1964-1969 didapatkan proporsi batu ginjal sebesar 20%

dan batu kandung kemih sebesar 80%, tetapi pada tahun 1970-1974 batu ginjal

sebesar 70 persen (101-144 batu) dan batu kandung kemih 30 persen (43/144

batu) (Sja’bani M, 2014).

Karakteristik batu saluran kemih :

1. Jenis Kelamin

Pasien dengan urolithiasis umumnya terjadi pada laki-laki 70-81%

dibandingkan dengan perempuan 47-60%, salah satu penyebabnya adalah

adanya peningkatan kadar hormon testosteron dan penurunan kadar

hormon estrogen pada laki-laki dalam pembentukan batu (Colella, 2005).

2. Umur

Urolithiasis banyak terjadi pada usia dewasa dibanding usia tua, namun bila

dibandingkan dengan usia anak-anak, maka usia tua lebih sering terjadi.

Rata-rata pasien urolithiasis berumur 19-45 tahun (Colella, et al., 2005).


3. Pekerjaan

Pekerjaan yang menuntut untuk bekerja di lingkungan yang bersuhu tinggi

serta intake cairan yang dibatasi atau terbatas dapat memacu kehilangan

banyak cairan dan merupakan resiko terbesar 22 dalam proses pembentukan

batu karena adanya penurunan jumlah volume urin (Colella, et al., 2005).

2.2.3. Etiologi Batu Saluran Kemih

Terbentuknya batu saluran kemih di duga ada hubungannya dengan

gangguan aliran urine, gangguan metabolik, infeksi saluran kemih, dehidrasi,

dan keadaan- keadaan lain yang masih belum terungkap (idiopatik) (Purnomo

BB, 2012).

Menurut Purnomo Basuki tahun 2012, Secara epidemiologis terdapat

beberapa faktor yang mempermudah terjadinya batu saluran kemih pada

seseorang. Faktor itu meliputi faktor intrinsik, yaitu keadaan yang berasal dari

tubuh seseorang dan faktor ekstrinsik, yaitu pengaruh yang berasal dari

lingkungan di sekitarnya.

Faktor intrinsik itu antara lain adalah (Purnomo BB, 2011) :

1. Herediter (keturunan): penyakit ini diduga diturunkan dari orang tuanya

2. Umur : penyakit ini paling sering didapatkan pada usia 30-50 tahun

3. Jenis kelamin: Jumlah pasien laki-laki tiga kali lebih banyak dibandingkan

dengan pasien perempuan


Beberapa faktor ekstrinsik di antaranya adalah (Purnomo BB, 2012) :

1. Geografi : pada beberapa daerah menunjukkan angka kejadian batu saluran

kemih yang lebih tinggi dari pada daerah lain sehingga dikenal sebagai

daerah stone belt (sabuk batu), sedangkan daerah bantu di Afrika Selatan

hampir tidak dijumpai penyakit batu saluran kemih.

2. Iklim dan Temperatur

3. Asupan air : kurangnya asupan air dan tingginya kadar mineral kalsium pada

air yang dikonsumsi, dapat meningkatkan insiden batu saluran kemih

4. Diet : diet banyak purin, oksalat, dan kalsium mempermudah terjadinya

penyakit batu saluran kemih

5. Pekerjaan : penyakit ini sering dijumpai pada orang yang pekerjaannya

banyak duduk atau kurang aktifitas atau sedentary life

2.2.4. Klasifikasi Batu Saluran Kemih

Batu saluran kemih pada umumnya mengandung unsur: kalsium

oksalat atau kalsium fosfat, asam urat, magnesium-amonium fosfat (MAP),

xantin, dan sistin, silikat, dan senyawa lainnya (Purnomo BB, 2012). Tujuh

puluh lima persen batu mengandung kalsium oksalat, 50% disertai kalsium

hidroxil fosfat (brushite atau kalsium hidroxiapatit), 10% terdiri dari

magnesium ammonium fosfat (struvit atau tripel fosfat), 5% terbentuk dari urat

dan 1-2% terbentuk dari sistin (Aggarwal et al, 2013, Alaya et al, 2010). Data
mengenai kandungan/komposisi zat yang terdapat pada batu sangat penting

untuk usaha pencegahan terhadap kemungkinan timbulnya batu residif

(Purnomo BB, 2012).

a. Batu Kalsium

Batu jenis ini paling banyak dijumpai, yaitu kurang lebih 70-80 % dari

seluruh batu saluran kemih, kandungan batu jenis ini terdiri atas kalsium

oksalat, kalsium fosfat, atau campuran dari kedua unsur itu (Purnomo BB,

2012). Pembentukan batu kalsium meningkat pada kelainan ginjal

spongiosa, medulla, teutama pasien dengan metabolic hiperkalsuria atau

hiperurikosuria. Kejadian ini diperkirakan akibat adanya kelainan duktus

kolektikus terminal dengan daerah statis yang memacu presipitasi Kristal

dan kelekatan epitel tubulus (Sja’bani M, 2014).

b. Batu Asam Urat

Batu asam urat merupakan 5-10% dari seluruh batu saluran kemih. Di

antara 75-80% batu asam urat terdiri atas asam urat murni dan sisanya

merupakan campuran kalsium oksalat. Penyakit batu asam urat banyak diderita

oleh pasien-pasien penyakit gout, penyakit mieloproliferatif, pasien yang

mendapatkan terapi antikanker, dan yang banyak mempergunakan obat

urikosurik diantaranya adalah sulfinipirazone, thiazide, dan salisilat.


Kegemukan, peminum alkohol, dan diet tinggi protein mempunyai peluang

yang lebih besar untuk mendapatkan penyakit ini (Purnomo BB, 2011).

c. Batu Struvit

Sekitar 10-15% dari total, terdiri dari magnesium ammonium fosfat

(batu struvit) dan kalsium fosfat. Batu ini terjadi sekunder terhadap infeksi

saluran kemih yang disebabkan bakteri pemecah urea. Batu dapat tumbuh

menjadi lebih besar membentuk batu staghorn dan mengisi seluruh pelvis dan

kaliks ginjal. Batu ini bersifat radioopak dan mempunyai densitas yang

berbeda. Di urin kristal batu struvit berbentuk prisma empat persegi panjang.

Dikatakan bahwa batu staghorn dan struvit mungkin berhubungan erat dengan

destruksi yang cepat dan ginjal hal ini mungkin karena proteus merupakan

bakteri urease yang poten (Harrison’s, 2008).

d. Batu Sistin

Lebih kurang 1-2% dari seluruh BSK. Batu ini jarang dijumpai (tidak

umum, berwarna kuning jeruk dan berkilau. Sedang kristal sistin di air kemih

tampak seperti plat segi enam, sangat sukar larut dalam air. Bersifat radioopak

karena mengandung sulfur (Harrison’s, 2008).

e. Batu Xantin

Batu Xantin sangat jarang terjadi bersifat herediter karena defisiensi

xantin oksidase. Namun bisa bersifat sekunder karena pemberian alopurinol

yang berlebihan. Enzim normalnya dikatalisasi dan dioksidasi dari hypoxantin


menjadi xantin dan dari xantin kemudian diproses menjadi asam urat.

Gambaran batunya biasanya adalah radiolusen dan berwarna kuning (Stoller et

al, 2008).

2.2.6. Gejala Klinis Penderita Batu Saluran Kemih

Tanda dan gejala penyakit BSK ditentukan oleh letaknya, besarnya dan

morfologinya. Walaupun demikian, penyakit ini mempunyai tanda umum, yaitu

hematuria, baik hematuria nyata maupun mikroskopik. Selain itu, bila disertai infeksi

saluran kemih dapat juga ditemukan kelainan endapan urin, bahkan mungkin demam

atau tanda sistemik lain (Sjamsuhidajat et al, 2010).

a. Batu Pelvis Ginjal

Batu pielum didapatkan dalam bentuk yang sederhana sehingga hanya

menempati bagian pelvis, tetapi dapat juga tumbuh mengikuti bentuk susunan

pelviokaliks sehingga bercabang menyerupai tanduk rusa. Kadang batu hanya

terdapat di suatu kaliks. Batu pelvis ginjal dapat bermanifestasi tanpa gejala

sampai dengan gejala berat. Umumnya gejala BSK merupakan akibat obstruksi

aliran kemih dan infeksi. Nyeri di daerah pinggang dapat dalam bentuk pegal

hingga kolik atau nyeri yang terus-menerus dan hebat karena adanya

pionefrosis (Sjamsuhidajat et al, 2010).

Pada pemeriksaan fisik mungkin kelainan sama sekali tidak ada,

sampai mungkin terabanya ginjal yang membesar akibat adanya hidronefrosis.


Nyeri dapat berupa nyeri tekan atau ketok pada daerah arkus kosta pada sisi

ginjal yang terkena. Sesuai dengan gangguan yang terjadi, batu ginjal yang

terletak di pelvis dapat menyebabkan terjadinya hidronefrosis, sedangkan batu

kaliks pada umumnya tidak memberi gejala fisik (Sjamsuhidajat et al, 2010).

b. Batu Ureter

Anatomi ureter mempunyai beberapa tempat penyempitan yang

memungkinkan batu ureter terhenti. Karena peristalsis, akan terjadi gejala

kolik, yakni nyeri yang hilang timbul disertai perasaan mual dengan atau tanpa

muntah dengan nyeri alih khas. Selama batu bertahan di tempat yang

menyumbat, selama itu kolik akan berulang-ulang sampai batu bergeser dan

memberi kesempatan pada air kemih untuk lewat (Sjamsuhidajat et al, 2010).

Batu ureter mungkin dapat lewat sampai ke kandung kemih dan

kemudian keluar bersama kemih. Batu ureter juga bisa sampai ke kandung

kemih dan kemudian berupa nidus menjadi batu kandung kemih yang besar.

Batu juga bisa tetap tinggal di ureter sambil menyumbat dan menyebabkan

obstruksi kronik dengan hidroureter yang mungkin asimptomatik. Tidak jarang

terjadi hematuria yang didahului serangan kolik. Bila keadaan obstruksi terus

berlangsung, lanjutan dari kelainan yang terjadi dapat berupa hidronefrosis

dengan atau tanpa pielonefritis sehingga menimbulkan gambaran infeksi

umum (Sjamsuhidajat et al, 2010).

c. Batu Kandung Kemih


Karena batu menghalangi aliran kemih akibat penutupan leher kandung

kemih, aliran yang mula-mula lancar secara tiba-tiba akan terhenti dan menetes

disertai dengan nyeri. Pada anak, nyeri menyebabkan anak yang bersangkutan

menarik penisnya sehingga tidak jarang dilihat penis yang agak panjang. Bila

pada saat sakit tersebut penderita berubah posisi, suatu saat air kemih akan

dapat keluar karena letak batu yang berpindah. Bila selanjutnya terjadi infeksi

yang sekunder, selain nyeri, sewaktu miksi juga akan terdapat nyeri menetap

suprapubik (Sjamsuhidajat et al, 2010).

d. Batu Uretra

Batu uretra umumnya merupakan batu yang berasal dari ureter atau

kandung kemih yang oleh aliran kemih sewaktu miksi terbawa ke uretra, tetapi

menyangkut ditempat yang agak lebar. Tempat uretra yang agak lebar ini

adalah di pars prostatika, bagian permulaan pars bulbosa, dan di fosa

navikular. Bukan tidak mungkin dapat ditemukan di tempat lain. Gejala yang

ditimbulkan umumnya miksi tiba-tiba terhenti, menjadi menetes dan nyeri.

Penyulitnya dapat berupa terjadinya divertikulum, abses, fistel proksimal, dan

uremia karena obstruksi urin (Sjamsuhidajat et al, 2010).

2.2.7 Diagnosis Batu Saluran Kemih

1) Anamnesis
Riwayat penyakit batu (ditanyakan jenis kelamin, usia, pekerjaan,

hubungan keadaan penyakit, infeksi dan penggunaan obat-obatan. Riwayat


tentang keluarga yang menderita batu saluran kemih, pencegahan, pengobatan

yang telah dilakukan, cara pengambilan batu, analisis jenis batu dan situasi

batunya) (Sja’bani M, 2014).

2) Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan fisik pasien BSK dapat bervariasi mulai tanpa kelainan

fisik sampai tanda- tanda sakit berat tergantung pada letak batu dan penyulit

yang ditimbulkan. Pemeriksaan fisik umum : hipertensi, febris, anemia, syok.

Pemeriksaan fisik khusus urologi:

- Sudut kosto vertebra : nyeri tekan, nyeri ketok, pembesaran ginjal

- Supra simfisis : nyeri tekan, teraba batu, buli-buli penuh

- Genitalia eksterna : teraba batu di uretra

- Colok dubur : teraba batu pada buli-buli ( palpasi bimanual)

Selain pemeriksaan melalui anamnesis dan pemeriksaan jasmani untuk

menegakkan diagnosis, penyakit batu perlu ditunjang dengan pemeriksaan

radiologik, laboratorium dan penunjang lainnya untuk menentukan

kemungkinan adanya obstruksi saluran kemih, infeksi dan gangguan faal ginjal

(Sjamsuhidajat et al, 2010).

1) Pencitraan

a. Ultrasonografi
Pemeriksaan ultrasonografi dapat untuk melihat semua jenis batu,

baik yang radiolusen maupun yang radioopak. Selain itu, dapat

ditentukan ruang dan lumen saluran kemih. Pemeriksaan ini juga

dipakai untuk menentukan batu selama tindakan pembedahan untuk

mencegah tertinggalnya batu (Sjamsuhidajat et al, 2010).

b. Radiologi

Pemeriksaan radiologik yang diperlukan adalah foto polos

abdomen, pielografi intravena, USG, dan CT-Scan. Untuk

membantu tindakan ahli urologi kadangkala dikerjakan pula

pielografi retrograd. Hal ini umumnya dikerjakan jika pada

pemeriksaan terdahulu letak batu dalam saluran kemih meragukan

(Rasad S, 2013). Untuk diagnosa pasti adanya batu adalah dengan

IVP dan foto polos abdomen atau BNO (Bahdarsyam, 2011).

Secara radiologik, batu dapat radiopak atau radiolusen. Sifat

radiopak ini berbeda untuk berbagai jenis batu sehingga dari sifat

ini dapat diduga jenis batu yang dihadapi. Yang radiolusen

umumnya adalah dari jenis asam urat murni. Pada yang radiopak

pemeriksaan dengan foto polos sudah cukup untuk menduga adanya

batu saluran kemih bila diambil foto dua arah. Pada keadaan yang

istimewa tidak jarang batu terletak di depan bayangan tulang,

sehingga dapat luput dari pengamatan. Oleh karena itu, foto polos
sering perlu ditambah dengan foto pielografi intravena

(Sjamsuhidajat et al, 2010).

2. 3. Infeksi Saluran Kemih

2.3.1 Definisi Infeksi Saluran Kemih

Definisi Infeksi saluran kemih adalah istilah umum yang menunjukkan

adanya mikroorganisme yang terdapat dalam urin yang menginfeksi saluran

kemih.Bakteriuria bermakna menunjukkan pertumbuhan mikroorganisme

murni lebih dari 105 colony forming units (cfu/ml) pada biakan urin.

Bakteriuria bermakna bisa disertai presentasi klinis ISK atau simtomatik, juga

bisa tanpa presentasi klinis atau asimtomatik. Pada beberapa keadaan pasien

dengan persentasi klinis tanpa bekteriuria bermakna. Piuria bermakna

(significant pyuria), bila ditemukan leukosit >10 per lapangan pandang.

(Sukandar E, 2014).

2.3.2 Klasifikasi

2.3.2.1 Infeksi Saluran Kemih Bawah

Tergantung pada jenis kelamin, pada perempuan terdiri dari sistitis, yaitu

infeksi yang terdapat pada kandung kemih, dan sindrom uretra akut, sedangkan pada

laki- laki terdiri dari sistitis, prostatitis, epidimidis, dan urethritis (Sukandar E, 2014).
2.3.2.2 Infeksi Saluran Kemih Atas

Untuk infeksi saluran kemih atas biasanya terdapat pielitis, pielonefritis, dan

ureteritis sama untuk perempuan maupun laki-laki (Sukandar E, 2014).

2.3.3 Gejala Klinis ISK

Gejala-gejala yang dikelompokkan berdasarkan infeksi level anatomis, adalah :


(IAUI, 2015)
a. Uretra: Uretritis (UR)
b. Kandung kencing : Sistitis (CY)
c. Ginjal : Pyelonefritis (PN)
d. Darah/sistemik: Sepsis (US)

Tabel 1: Klasifikasi ISK sebagaimana yang diusulkan oleh EAU


European Section of Infection in Urology (ESIU) (IAUI, 2015)
Keparahan Gradien keparahan
Gejala Tidak Gejala Gejala Respon Kegagalan
ada lokal umum sistemsik sirkulasi
gejala Dysuria, Demam, SIRS dan
frekuensi, flank Demam, organ
urgensi, pain, mual, menggigil Disfungsi
rasa sakit muntah Kegagalan organ
atau Sirkulasi Kegagalan
kelunakan organ
kandung
kemih
Diagnosis - CY-1 PN-2 dan 3 US-4 US-5 dan 6

2.3.4 Faktor Prediposisi

Terdapat beberapa faktor yang bisa mencetuskan adanya infeksi pada saluran

kemih, diantaranya apabila terdapat litiasis, obstruksi saluran kemih, diabetes melitus

pasca transplantasi ginjal, senggama, kehamilan, dan kateterisasi (Sukandar E, 2014).


2.3.4 Mikroorganisme Saluran Kemih

Pada umumnya infeksi saluran kemih disebabkan mikro-organisme (MO) tunggal:

 Eschercia coli merupakan MO yang paling sering diisolasi dari pasien dengan

infeksi simtomatik maupun asimtomatik

 Mikroorganisme lainnya yang sering ditemukan sepertii Proteus spp (33%

ISK anak laki-laki berusia 5 tahun) Klebsiella spp, dan stafilokokus dengan

koagulase negative

 Infeksi yang disebabkan pseudomonas spp dan MO lainnya seperti

stafilokokus jarang dijumpai, kecuali pasca kateterisasi (Sukandar E,2014).

2.3.5 Patogenesis Infeksi saluran kemih

Bakteri biasanya masuk ke dalam kandung kemih melewati uretra, bisa

juga melewati darah atau pembuluh limfe. Setelah memasuki kandung kemih,

bakteri dapat menempel pada dinding kandung kemih dan membentuk biofilm

yang kebal terhadap respon kekebalan tubuh. Setelah dari kandung kemih,

bakteri pun bisa naik ke atas ke ginjal melalui ureter sehingga menyebabkan

adanya infeksi (Craig dkk, 2015)


2.3.6 Patofisiologi Infeksi saluran kemih

semua ISK disebabkan oleh invasi mikroorganisme asending dari uretra ke

dalam kandung kemih, dan pada beberapa pasien dapat mencapai ginjal, yang

dipermudah dengan terjadinya refluks vesikoureter (Sukandar E, 2104)

2.3.7 Diagnosis

Biasanya dalam kasus sederhana, diagnosis dapat ditegakan

berdasarkan gejala yang dialaminya saja tanpa konfirmasi laboratorium lebih

lanjut. Dalam kasus yang kompleks atau yang meragukan, dapat dilakukan

pemeriksaan lanjutan, seperti urinalisis, melihat apakah terdapat nitrit urin,

leukosit, atau esterase leukosit. Pemeriksaan yang lain seperti mikroskopi urin,

untuk melihat adanya bakteri pada urin, dan kultur urin dinyatakan positif bila

jumlah koloni bakteri yang didapat lebih besar atau sama dengan 105 unit

pembentuk koloni (colony forming/CFU) per milliliter organisme saluran

kemih biasa. Sensitivitas antibiotikpun dapat diuji dengan kultur ini, yang

berguna dalam pemilihan pengobatan antibiotic (collela, joan dkk, 2015)

2.3.8 Komplikasi

komplikasi infeksi saluran kemih tergantung dari keparahannya yaitu

ada yang berkomplikasi dan ada yang tidak berkomplikasi atau tipe sederhana.

Pada infeksi saluran kemih tipe sederhana, biasanya terjadi pada orang yang

mengalami tipe yang non-obstruksi dan bukan perempuan hamil, biasanya tidak
menyebabkan akibat lanjut jangka lama sedangkan pada infeksi saluran kemih

berkomplikasi, biasanya terjadi pada orang yang mengalami diabetes mellitus

dan pada perempuan selama kehamilan (sukandar E, 2014)

2.4. Kerangka Teori

Kerangka teori adalah ringkasan dari tijauan pustaka yang digunakan untuk

mengindentifikasi variabel yang akan di teliti berkaitan dengan konteks ilmu

pengetahuan digunakan untuk mengembangkan kerangka konsep penelitian

(Notoatmodjo S, 2012).
Batu di saluran kemih

Urin tertahan di saluran kemih

Urin stagnan

Urin terdapat bakteri

Bakteri berkembang pada saluran kemih

Infeksi saluran kemih

Gambar 2. 5 ( Kerangka teori penelitian ).


(Sumber: Purnomo BB, 2011 )
2.5 Kerangka Konsep

Kerangka konsep penelitain adalah suatu uraian dan visualisasi

hubungan atau kaitan antara konsep satu terhadap konsep yang lainnya, atau

antara variabel yang satu dengan variabel yang lain dari masalah yang diteliti

(Notoatmodjo, 2012). Berdasarkan latar belakang dan permasalahan diatas

serta kerangka teori yang ada, maka penyusun membuat kerangka konsep

dapat digambarkan sebagai berikut:

Batu saluran Infeksi saluran


kemih kemih

Independent Dependent

Gambar 2.6 ( Kerangka konsep penelitian ).

Anda mungkin juga menyukai