Abstrak: Pasal 37 ayat (1) PP No 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah, maka jual beli tanah
atau peralihan hak atas tanah tetap bersifat tunai tetapi harus dilaksanakan di hadapan pejabat yang
ditunjuk Kepala Badan Pertanahan Nasional yaitu PPAT. Penelitian ini menggunakan metode
pendekatan yuridis normatif Kemudian dianalisa secara kualitatif dan disajikan secara diskriptif
yaitu dengan menjelaskan data-data tersebut secara terperinci. Hasil penelitian menunjukan bahwa
pertama, jual beli tanah yang tidak dilakukan di hadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT)
adalah sah menurut hukum,Kedua, faktor jual beli tanah yang tidak dilakukan di hadapan Pejabat
Pembuat Akta Tanah (PPAT) karena faktor biaya yang mahal dan prosesnya lama.
wajib dilaksanakan di hadapan Pejabat Pembuat Pasal 20 sampai Pasal 27, yang memuat
Akta Tanah (PPAT) yang berwenang membuat prinsip-prinsip umum tentang hak milik atas
akta jual belinya. Obyek jual beli tidak hanya tanah. Selanjutnya dalam Pasal 50 Ayat (1)
tanah hak sebagaimana disebutkan di atas ditentukan bahwa ketentuan-ketentuan lebih
melainkan dapat pula meliputi bangunan lanjut mengenai hak milik diatur dengan
permanen yang didirikan diatasnya, atau undang-undang.
tanaman keras (yang berumur panjang), apabila
memenuhi syarat sebagai berikut: Pengertian PPAT
a. Bahwa bangunan tersebut menurut sifatnya Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun
menjadi satu kesatuan dengan tanahnya; 1997 Tentang Pendaftaran Tanah, Pasal 1 angka
b. Bahwa pemegang hak atas tanah yang 24 menyebutkan definisi dari Pejabat Pembuat
bersangkutan pemilik bangunan tersebut; Akta Tanah, yaitu pejabat umum yang diberi
c. Dalam akta jual belinya disebutkan secara kewenangan untuk membuat akta-akta tanah
tegas bahwa obyek jual belinya meliputi tertentu. Menurut Boedi Harsono, yang
tanah hak dan bangunan. dimaksud PPAT adalah suatu jabatan
Ketiga syarat di atas merupakan penerapan (ambtenaar) dalam tata susunan hukum agraria
asas pemisahan dalam praktek di kalangan nasional kita, khususnya hukum yang mengatur
Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT), yang pendaftaran tanah. Dapat diartikan juga “orang”
membuat akta jual beli. yang menjabat jabatan tersebut (Boedi Harsono,
1990:34). Berdasarkan pengertian di dalam
Hak-Hak Atas Tanah Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997
Hak atas tanah adalah hak untuk dan Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun
mempergunakan tanahnya saja, sedangkan 1998, dapat disimpulkan bahwa, Pejabat
benda-benda lain di dalam tanah umpamanya Pembuat Akta Tanah (PPAT) adalah “Pejabat
bahan-bahan mineral, minyak dan lain-lainnya Umum”.
tidak termasuk (Wantjik,1977:15).Sebagaimana
sudah kita ketahui bahwa dalam ketentuan METODE PENELITIAN
UUPA secara jelas menyebutkan dalam Pasal 9, Penelitian ini menggunakan metode
bahwa hanya warga Negara Indonesia saja yang pendekatan yuridis normatif dan yuridis
dengan air, bumi, dan ruang angkasa (AP dilakukan dengan cara meneliti terlebih dahulu
Soejono menyebutkan, secara umum dengan permasalahan yang diteliti, dengan kata
pengaturan mengenai hak milik atas tanah lain melihat hukum dari aspek normatif. Karena
dalam UUPA dijumpai dalam bagian III Bab II penelitian ini merupakan penelitian diskriptif
Akibat Hukum Yang Ditimbulkan Dari Jual Beli Jagong Jeget dan Desa Merah Mege
Hak Atas Tanah Bersertifikat Yang Tidak
Dilakukan Di Hadapan PPAT Kecamatan Atu Lintang masih terjadi karena
Jual beli tanah yang dilakukan tidak di faktor biaya yang mahal dan prosesnya
hadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) lama.
adalah sah menurut hukum, jika dipenuhi 3. Akibat Hukum Jual beli tanah yang
syarat-syarat materiil yaitu, syarat umum bagi dilakukan tidak di hadapan Pejabat Pembuat
sahnya suatu perbuatan hukum, pembeli Akta Tanah (PPAT) adalah sah menurut
memenuhi syarat bagi pemegang hak atas hukum, jika dipenuhi syarat-syarat materiil
tanahnya dan dilakukan secara tunai, terang, yaitu, syarat umum bagi sahnya suatu
dan nyata, hal tersebut sesuai perbuatan hukum, hal tersebut sesuai dengan
denganYurisprudensiMahkamah Agung Nomor Yurisprudensi Mahkamah Agung Nomor
126.K/Sip/ 1976 tanggal 4 April 1978. Hanya 126.K/Sip/ 1976 tanggal 4 April 1978.
saja jual beli tanah yang dilakukan tidak di Hanya saja jual beli tanah yang dilakukan
hadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) tidak di hadapan PPAT tidak dapat
tidak dapat didaftarkan pada Kantor Pertanahan didaftarkan pada Kantor Pertanahan.
untuk melakukan perubahan data kepemilikan
atau balik nama dan dapat menimbulkan Saran
kerugian bagi pihak pembeli, hal ini karena ia 1. Perlu pembinaan dan sosialisasi secara
hanya dapat menguasai secara fisik akan tetapi terpadu dan terus menerus tentang
tidak dapat membuktikan kepemilikannya pendaftaran tanah khususnya prosedur
tersebut secara yuridis. pelaksanaan jual beli tanah yang dilakukan
di hadapan PPAT kepada masyarakat
KESIMPULAN DAN SARAN khususnya Kepala Desa beserta
Kesimpulan perangkatnya oleh Kantor Pertanahan.
1. Pelaksanaan jual beli tanah yang tidak 2. Diharapkan PPAT dan Kantor Pertanahan
bersertifikat, Pihak penjual dan pembeli bisa membantu meringankan masyarakat
memberikan/menyiapkan Kartu Tanda ekonomi lemah terutama dalam hal biaya
Penduduk (KTP) masing-masing serta pihak proses pendaftaran tanah karena jual beli,
penjual diwajibkan mengisi blangko yang sehingga mereka tidak terlalu khawatir
telah ditetapkan oleh Kepala Desa, Gambar untuk mendaftarkan tanahnya.
kasar tanah dan surat pernyataan penyerahan
tanah. DAFTAR KEPUSTAKAAN
2. Faktor Jual beli tanah yang tidak dilakukan Boedi, H., 1995.Hukum Agraria Indonesia.Jilid 1.
Jakarta: Djambatan.
di hadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah Hilman, H., 1979. Hukum Perjanjian Adat.
(PPAT) di Desa Jeget Ayu Kecamatan Bandung: Alumni.
Parlindungan, AP., 1993.Pendaftaran Tanah di