Anda di halaman 1dari 16

BAB III

PERANCANGAN ALAT

Pada bab ini dibuat suatu rancangan sebagai acuan dasar. Untuk

merancang sistem dari alat tersebut, dibuat sebuah diagram blok dan setiap

diagram blok tersebut mempunyai fungsi masing-masing dan secara keseluruhan

membentuk sistem dari alat. Diagram blok sistem di perlihatkan pada gambar 3.1.

SENSOR 1
FIR 1
PEMANCAR PENERIMA
FIR I FIR I

SENSOR 2
FIR 2
PEMANCAR PENERIMA Komparator Rangkaian Driver
FIR II FIR II LM324 Logika Relai

Valve
SENSOR 3
FIR 3
PEMANCAR PENERIMA
FIR III FIR III

Gambar 3.1 Diagram Blok Sistem Keran Wudhu Otomatis

Keterangan diagram blok di atas :

 Sensor I merupakan pendeteksi objek di hadapan keran hingga 50 cm dari

sensor. Sensor tersebut menggunakan sebuah pemancar infra merah

27
sebagai pengirim sinyal (transmitter) dan detektor infra merah sebagai

penerima sinyal (receiver).

 Sensor II merupakan pendeteksi objek di bawah keran yang akan

mendeteksi hingga 40 cm dibawah keran. Sensor tersebut menggunakan

sebuah pemancar infra merah sebagai pengirim sinyal (transmitter) dan

detektor infra merah sebagai penerima sinyal (receiver).

 Sensor III merupakan pendeteksi objek di bawah keran yang akan

mendeteksi kaki, sensor tersebut menggunakan sebuah pemancar infra

merah sebagai pengirim sinyal (transmitter) dan detektor infra merah

sebagai penerima sinyal (receiver) yang dipasang terpisah.

 Komparator berfungsi untuk membandingkan dua macam tegangan, yaitu

tegangan input dengan tegangan referensi.

 Rangkaian Logika digunakan untuk menghasilkan logika tertentu untuk

mengatur pengaktifan relai.

 Driver Relai digunakan sebagai sakelar untuk membuka atau menutup

katup valve (On/Off).

 Valve atau keran solenoid digunakan untuk mengontrol aliran air. Keran

tersebut akan terbuka apabila kumparan solenoid mendapatkan arus.

Sebaliknya akan menutup jika tidak ada arus yang mengalir pada

kumparan tersebut.

28
3.1 Perancangan Konstruksi Alat

Bak Penampung
Air Wudhu

Rx Tx

Sensor I
Valve
Rangkaian
Pengendali

Rx Tx Kran Air

Sensor II

100 cm

80 cm
Sensor III

Rx

35 cm

Tx
15 cm

29
Gambar 3.2.a Prototipe Alat Keran Wudhu Otomatis tampak muka

Rx
Tx

Rangkaian
Pengendali

Rx Tx

100 cm

80 cm

Rx

35 cm Tx

15 cm

Gambar 3.2.b Prototipe Alat Keran Wudhu Otomatis tampak samping

Keterangan gambar 3.2 :

Tx : Transmitter (Infra Merah)

Rx : Receiver (Detektor Infra Merah)

30
Perancangan dan pembuatan alat ini membutuhkan tiga buah sensor

pendeteksi objek yang berada di atas dan di bawah keran. Karena tegangan

keluaran dari hasil pendeteksian sensor yang relatif kecil, maka dilewatkan

terlebih dulu ke rangkaian komparator (pembanding) yang telah diatur tegangan

referensinya sesuai tegangan keluaran sensor. Apabila tegangan keluaran dari

sensor lebih besar dari tegangan referensi maka tegangan keluaran rangkaian

komparator akan mendekati nilai tegangan Vcc (berlogika “1” atau high).

Sensor I diletakkan di atas keran berfungsi sebagai pendeteksi objek yang

berada di depan keran. Sensor II dan sensor III yang diletakkan di bawah keran

berfungsi mendeteksi objek di bawah keran (tangan dan kaki). Output kedua

sensor setelah itu dimasukkan ke rangkaian komparator untuk mendapatkan

logika “1” (high) atau “0” (Low) dan menjadi input bagi gerbang OR (74LS32).

Apabila salah satu dari sensor tersebut mendeteksi adanya objek, maka output dari

gerbang OR akan “1” (High). Kemudian output dari gerbang OR dimasukkan ke

gerbang AND (74LS08) bersama dengan output sensor I. Output dari gerbang

AND akan berlogika “1” (High) apabila output dari gerbang OR dan sensor I

tersebut berlogika “1” (High). Jika kondisi telah terpenuhi (output gerbang AND

berlogika”1”), maka akan mengaktifkan driver valve (rangkaian relai), sehingga

valve mendapat tegangan 220V (AC) dan menjadi terbuka sehingga air mengalir.

31
3.2 Perancangan Perangkat Keras

Rancangan sistem secara keseluruhan merupakan penggabungan dari

bagian-bagian yang berhubungan satu dengan yang lainnya. Dalam bab ini akan

dibahas per bagian dari sistem yang dirancang.

3.2.1 Rangkaian Sensor

Pada dasarnya rangkaian sensor I, II dan III memiliki bentuk rangkaian

yang sama. Pada prinsipnya rangkaian ini digunakan untuk mendeteksi objek di

hadapan keran dan di bawah keran. Rangkaian tersebut terdiri dari rangkaian Infra

merah sebagai pengirim sinyal (transmitter) dan rangkaian detektor infra merah

sebagai penerima sinyal (receiver).

3.2.1.1 Rangkaian Transmitter (Pemancar Infra Merah)

Untuk rangkaian transmitter (Pemancar Infra Merah) untuk pengirim

sinyal frekuensi, digunakan IC 555 sebagai generator frekuensi dengan keluaran

sekitar 30 - 50 KHz. Berikut gambar skema rangkaian pembangkit sinyal.

Gambar 3.3 Skema Rangkaian Pembangkit Sinyal[7]

Untuk menentukan harga R1,R2, dan C digunakan persamaan berikut:

32
1,44
F ........................................................................................(3.1)
(R1  2.R2)C

F = frekuensi (Hz)

R1 = Tahanan (Ohm)

R2 = Tahanan (Ohm)

C = Kapasitansi (Farad)

Untuk membuat rangkaian digunakan frekuensi acuan sebesar 38 KHz untuk

menentukan harga komponen yang akan dipakai dalam rangkaian pemancar infra

merah.

1,44
38000  , misal harga C = 10 nF =10-8 F , maka
(R1  2.R2)C

1,44  108
R1  2.R2   3789,473684  3800 ohm , misal R2 = 1 K  , maka
38000

R1  (2  1000)  3800

R1  3800 - 2000

R1  1800 ohm  1K8

sehingga diketahui harga komponen yang akan digunakan sebagai berikut:

R1=1800  ; R2=1000  ; C=10 nF

Panjang gelombang dapat ditentukan dengan persamaan berikut:

1
T ....................................................................................................(3.2)
F

T = Perioda (sekon)

33
F = Frekuensi (Hz)

1
T  26,3158  10 -6 s  26 μs
38000

Dan untuk duty cycle adalah

t
D  100% yang besarnya > 50 %[6]
T

D = Duty Cyle (%)

t = Panjang gelombang saat level high (sekon)

T = Perioda (sekon)

16
D  100%  0,615384615  100%  61,54%  62%
26

Berikut gambar sinyal yang dihasilkan :

t =16 uS

T = 26 uS

Gambar 3.4.a Sinyal Infra Merah dengan Perioda 26 us

Namun hasil frekuensi yang dipancarkan pada kenyataannya memiliki karakter

sinyal yang terbatas. Selain jarak pancar infra merah harus lurus atau sejajar

dengan penerima, sinyal yang dipancarkan dengan sudut > 5 0 memiliki jarak

pantul yang pendek. Dengan demikian perlu dilakukan modifikasi rangkaian,

dengan perubahan posisi pemasangan led infra merah, Anoda ke Vcc dan Katoda

34
ke resistor yang terhubung ke pin 3 IC 555. Resistor ini berfungsi melindungi led

agar tidak mudah rusak. Bentuk sinyal yang dihasilkan berubah seperti berikut:

t =16 uS

T = 26 uS

Gambar 3.4.b Sinyal Infra Merah dengan Perioda 26 us terbalik

Bentuk sinyal berubah dari semula – sinyal dengan logika’1’ selama 16 us dan

logika ‘0’ selama 10 us, menjadi sinyal dengan logika ‘1’ selama 10 us dan logika

‘0’ selama 16 us. Artinya duty cycle berubah menjadi lebih kecil dari 50%.

Untuk pemancar Infra merah I dan II masing-masing memiliki generator

frekuensi, yaitu IC 555. Sedangkan pemancar Infra merah III diparalel dengan

Inframerah I. Jadi dapat dikatakan Infra merah I dan III memiliki generator

frekuensi yang sama. Agar jarak pantul infra merah dapat diatur, maka R 2 diganti

dengan variabel resistor 10K, dan ditambahkan variable resistor 1K sebelum

kapasitor. Secara umum skema rangkaiannya dapat dilihat seperti gambar 3.5.

35
Gambar 3.5 Skema Rangkaian Pemancar Infra Merah (Transmitter)

3.2.1.2 Rangkaian Receiver ( Detektor Infra Merah )

Pada rangkaian penerima (Detektor Infra Merah), penerimaan sinyal

frekuensi menggunakan KEC168 (penerima remote TV). KEC168 merupakan

rangkaian penerima infra merah dengan photodioda yang telah terintegrasi dalam

sebuah kemasan. KEC168 memiliki 3 buah buah pin, yaitu pin 1 sebagai keluaran

(Out), pin 2 dihubungkan ke ground dan pin 3 dihubungkan dengan tegangan Vcc

(5 Volt). Output KEC168 aktif low. Hal ini berarti tegangan Vcc akan diteruskan

melewati pin 1 (Out) apabila mendapat logika “0” (low). Kemudian output dari

pin 1 akan dijadikan acuan sebagai pengaktif sakelar (transistor BC108).

Gambar 3.6 Diagram Blok Detektor Infra Merah (KEC168)[6]

36
Gambar 3.7 Skema Rangkaian Detektor Infra Merah (Receiver)[11]

3.2.2 Rangkaian Komparator

Rangkaian komparator berfungsi sebagai pembanding dua macam

tegangan. Pada rangkaian ini digunakan IC LM324 sebagai pembanding tegangan.

Dalam pengoperasiannya, tegangan yang satu dicatu oleh suatu acuan yang

besarnya tetap (Vin), sedang yang lainnya dicatu oleh sinyal masukan yang

nilainya berubah-ubah (Vref). Karena tegangan yang dihasilkan sensor relatif

kecil mulai sekitar 0,18 volt ketika sensor mulai bekerja, agar perubahan tegangan

tersebut dapat dianggap sebagai logika “1” untuk menjalankan relai, maka

tegangan keluaran sensor dimasukkan ke komparator terlebih dahulu. Tegangan

referensi (Vref) terlebih dahulu diset sebesar 0,19 volt, sehingga bila tegangan

input (Vin) yang berasal dari sensor melebihi Vref, maka akan menghasilkan

logika 1 (High).

+5V +5V +5V +5V +5V +5V

5 10 12
VSens1 VSens2 VSens3
Vin1 7 Vin2 8 Vin3 14
LM324 b LM324 c LM324 d
VR1 Vref1 VR2 Vref2 VR3 Vref3
1K 6 1K 9 1K 13

37
Gambar 3.8 Skema Rangkaian Komparator menggunakan IC LM324

3.2.3 Rangkaian Logika

Pada rangkaian ini digunakan rangkaian terpadu IC 74LS08 (gerbang

AND) dan IC 74LS32 (gerbang OR). IC 74LS08 terdiri dari 4 buah gerbang

AND, setiap gerbangnya mempunyai dua masukan dan satu keluaran. Gerbang

AND memberikan keluaran “1” hanya bila semua masukan berlogika “1”.

Penggunaan IC74LS08 bertujuan mendapatkan keluaran yang berlogika “1” dari

pengkombinasian logika yang berasal dari dua buah sensor. Apabila keluaran dari

kedua sensor berlogika “1”, maka keluaran gerbang AND akan mengaktifkan

penggerak relai valve.

VSens1
VSens2
OR
VSens3
+5V
Vout
14 13 12 11 10 9 8

1 2 3 4 5 6 7

Gambar 3.9 Skema Rangkaian Logika IC 74LS08

Sedangkan IC 74LS32 terdiri dari 4 buah gerbang OR, setiap gerbangnya

mempunyai dua masukan dan satu keluaran. Gerbang ini akan menghasilkan

logika “1” (High) apabila salah satu inputnya memiliki logika “1” (High).

38
+5V

14 13 12 11 10 9 8

1 2 3 4 5 6 7

VSens2
VSens3
VSens2
OR
VSens3

Gambar 3.10 Skema Rangkaian Logika IC 74LS32

Skema rangkaian logika untuk keseluruhan dapat dilihat pada skema rangkaian

logika pada gambar 3.11 berikut ini.

10
VSens1 8
9 Vout

74LS08

4
VSens2
6
5
VSens3
74LS32

Gambar 3.11 Skema Rangkaian Logika keseluruhan

3.2.4. Rangkaian Driver Relai

Pada rangkaian relai terdapat transistor BC108 yang berfungsi sebagai

saklar. Transistor ini mendapat Logika “1” dari IC 74LS08 yang akan

mengaktifkan relai. Karena transistor BC108 (normaly open), maka tegangan

kolektor yang menggerakkan relai tidak akan ada jika tidak ada arus ke basis,

sehingga tegangan VCE sama dengan VCC. Ketika ada tegangan atau arus yang

melalui basis, maka transistor akan bekerja (normaly close) dan arus mengalir

melalui emiter yang akan mengaktifkan relai. Dengan demikian apabila V in diberi

39
tegangan level “1”, maka transistor akan bekerja sehingga relai akan aktif (on).

Sedangkan apabila Vin diberi tegangan level “0”, maka transistor tidak bekerja

sehingga relai pun tidak akan aktif (off).

Pemberian kapasitor 680uF/25V bertujuan untuk memberikan delay waktu

bagi valve saat on/off. Setelah (5R.C) detik barulah kapasitor terbuang habis

muatannya, sehingga valve akan off kembali. R disini ialah nilai tahanan yang

dimiliki relai. Letak pemasangan kapasitor akan menentukan kapan terjadi

penundaan on/off relai. Apabila kapasitor dipasang antara sumber tegangan 12 V

dengan ground, maka penundaan akan terjadi pada saat on (on-nya tertunda).

Sedangkan apabila kapasitor dipasang pada kolektor terhadap ground, maka

penundaan akan terjadi pada saat off (off-nya tertunda).


-
konstanta waktu, RC =366  x 680 x 10-6 F = 0,248 detik
-
relai akan tertutup setelah 5 x RC detik atau 5 x 0,248= 1,24 detik [3]

Dioda dipasang reverse berfungsi untuk melindungi transistor dari

tegangan induksi yang dikeluarkan oleh kumparan relai pada saat transfer dari off

ke on atau sebaliknya.

12V 220V
IN4001

RELAY-DPDT

220V
AC
680uF/35V

Vin 470 VALVE


BC108

40
Gambar 3.12 Rangkaian Driver Relai [11]

Tegangan yang masuk pada Vin mempunyai dua keadaan yaitu “low” dan

“high”. Tegangan low berarti tegangannya berkisar antara 0 - 1 volt. Keadaan

“high” berarti tegangannya lebih besar dari 1 volt.

Pada saat V1 low :

Vin < 1 volt berarti transistor “off”. Akibatnya relai tidak mendapat

potensial bumi (ground), sehingga relai akan “off”, sehingga kontak-kontak relai

tidak tertarik.

Pada saat V1 high :

Vin > 1 volt berarti ada arus yang mengalir melalui basis transistor dan

mengaktifkan transistor, sehingga kaki kolektor pada transistor mendapat

potensial bumi (kolektor dihubung singkat dengan emiter). Akibatnya relai akan

aktif, demikian juga kontak-kontak relai yang terhubung ke beban akan aktif (on).

Dalam tugas akhir ini penulis menggunakan sebuah relai DPDT yang

berfungsi menghubungkan tegangan AC 220 volt menuju valve.

3.2.5. Rangkaian Catu Daya

Rangkaian catu daya di rancang untuk menghasilkan output tegangan +5

volt untuk rangkaian keseluruhan dan + 12 volt untuk rangkaian driver relai.

Adapun rangkaian catu daya ditunjukkan pada gambar 3.13 di bawah.

41
Gambar 3.13 Rangkaian Catu Daya

Pada rangkaian ini catu daya yang digunakan merupakan sumber tegangan

12 volt AC (arus bolak – balik) dari trafo 2A. Untuk menghasilkan tegangan arus

searah digunakan dioda bridge. Penggunaan IC regulator LM7805 dan LM7812

dimaksudkan untuk menghasilkan dua buah tegangan keluaran DC sebesar +5 volt

dan +12 volt. Adapun untuk mengurangi ripple tegangan digunakan kapasitor (C1)

dengan nilai 3300 uF/25V dan (C3) dengan nilai 100 nF pada IC regulator

LM7805 dan LM7812. Kapasitor C3 dengan nilai 100 nF berfungsi sebagai filter

ripple atau riak yang mungkin masih terjadi, terutama dalam frekuensi yang

tinggi.

42

Anda mungkin juga menyukai