Anda di halaman 1dari 3

Kelompok 7

1. Elfira Aprilia (K11116331)


2. Andi Eva Zahafira Wahyuni (K11116349)
3. Ayunanda Sofyan (K11116069)
4. Asrul. (K11116057)
5. Neng Muthia Zhellah (K11116312)
6. Nurfadillah. (K11116067)
7. Nurwahida Tul Aswat (K11116550)

 PENDEKATAN DALAM NEGOSIASI


Diiringi dengan usaha yang maksimal dan dengan tujuan yang pasti, akan menjadi suatu hal
yang mengejutkan jika hal tersebut dilakukan secara berulang-ulang, dimana kesepakatan
yang mutual (saling menguntungkan) bukanlah sesuatu hal yang sulit. Berbicara tentang
negosiasi, ada 3 pendekatan yang bisa dilakukan, yakni soft bargaining, hard bargaining dan
principled negotiation.

 Soft Bargaining
Soft bargaining melibatkan bentuk negosiasi yang menitik-beratkan pada posisi (menang
atau kalah), dibandingkan dengan kepentingan dari diadakannya sebuah negosiasi itu sendiri.
Akan tetapi, untuk menghindari masalah-masalah yang kerap kali muncul dalam perundingan
yang melibatkan posisi, para negosiator akan melaksanakan pendekatan ”soft” seperti
misalnya memperlakukan lawan bicaranya sebagai teman, mencari sebuah kesepakatan
dengan harga apa pun, serta menawarkan sebuah hasil perundingan yang didasari atas
penciptaan hubungan yang baik dengan lawan bicara.
Para pelaku negosiasi yang melaksanakan pendekatan dengan cara seperti ini akan
mempercayai lawan bicaranya, dan akan senantiasa bersikap terbuka dan jujur tentang
prinsip-prinsip dasar ataupun alasan mendasar yang mereka miliki tentang perundingan
tersebut kepada lawan bicaranya. Hal tersebut akan membuat mereka menjadi sangat rentan
bagi para ”hard bargainers” yang akan bertindak secara kompetitif dengan hanya
menawarkan beberapa pilihan saja yang benar-benar sesuai dengan alasan mendasar mereka
saja, bahkan melakukan sebuah ancaman. Di dalam sebuah perundingan yang melibatkan
perunding yang keras dan lembut, maka akan kita menemui bahwa perunding yang keras
hampir selalu tampil dengan kesepakatan yang lebih baik secara mendasar.

 Hard Bargaining
Sebagaimana yang sudah dikatakan pada bagian soft bargaining, hard bargaining juga
menitik beratkan pada posisi dibandingkan dengan kepentingan dari perundingan yang
terjadi. Negosiator dengan pendekatan seperti ini sangatlah bersifat kompetitif, dengan
melihat sebuah kemenangan sebagai satu-satunya tujuan akhir. Bagi beberapa orang pakar,
perunding-perunding keras seperti ini memadang lawan bicara sebagai saingan mereka.
Mereka sama sekali tidak mempercayai lawan bicara mereka dan berusaha untuk bermain
secerdik mungkin untuk mencoba memperoleh keuntungan yang maksimal dalam negosiasi
tersebut.
Sebagai contoh, mereka akan tetap berpegang teguh pada posisi awal mereka, ataupun
tawaran pertama mereka, menolak untuk melaksanakan perubahan. Mereka akan terus
mencoba untuk mengecoh lawan bicara khususnya terhadap alasan mereka (soft bargainers)
datang ke perundingan tersebut serta menuntut sebuah keuntungan sepihak dalam
pencapaian kesepakatan tersebut. Mereka akan menggunakan trik dan tekanan dalam usaha
mereka untuk meraih kemenangan pada sesuatu yang mereka anggap sebagai seuatu kontes
kemauan.
Tatkala mereka berhadapan dengan perunding yang lunak, maka para perunding keras
seperti ini cenderung selalu menang. Lain halnya apabila perunding keras ini berhadapan
dengan perunding keras lainnya, kemungkinannya akan tidak mencapai kata sepakat sama
sekali (no outcome).

 Principled Negosiation
Principled negotiation ialah sebuah nama yang diberikan kepada pendekatan yang
berbasiskan pada kepentingan yang tertulis di dalam sebuah buku, Getting to Yes, yang
pertama kali dikeluarkan pada tahun 1981 oleh Roger Fisher dan William Ury. Dalam bukunya
tersebut tertulis empat dasar dalam negosiasi, yaitu:

o Pisahkan antara pelaku dengan masalah.


o Fokus pada kepentingan, bukan posisi.
o Ciptakan pilihan untuk hasil yang mutual.
o Tekankan pada kriteria yang bersifat objektif.

Memisahkan pelaku dari masalah artinya meniadakan hal-hal yang berkaitan dengan
masalah personal dari isu inti, dan jika memang ingin dibicarakan, sebaiknya dibicarakan
secara independen saja. Masalah personal atau orang pada umumnya akan melibatkan
masalah yang berhubungan dengan persepsi, emosi, serta komunikasi. Persepsi merupakan
sesuatu yang penting karena hal ini membantu dalam pendefinisian masalah dan solusinya.
Jika terdapat kenyataan yang bersifat objektif dan kenyataan tersebut malah
diinterpretasikan secara berbeda oleh orang-orang yang berbeda dalam situasi yang berbeda
pula, maka pada akhirnya kata sepakat akan sulit untuk tercapai. Masalah personal juga
berhubungan dengan kesulitan-kesulitan emosi ketakutan, ketidakpercayaan, kemarahan,
dan keresahan sebagai contohnya. Jika emosi-emosi seperti ini dilibatkan di dalam
perundingan, maka kata sepakat akan semakin sulit untuk tercapai.
Masalah di dalam komunikasi juga bisa dikategorikan sebagai masalah personal. Terdapat
tiga macam masalah komunikasi yang mungkin ada di dalam sebuah perundingan, antara lain
yaitu:
Para pelaku perundingan mungkin akan tidak berbicara satu dengan yang lainnya. Pada
dasarnya komentar-komentar mereka secara formal ditujukan kepada lawan bicara mereka,
namun sebenarnya mereka hanya sedang membicarakan pihak lain di luar pelaku
perundingan yang hadir pada saat itu.
Masalah timbul tatkala diantara kelompok tidak saling mendengar satu sama lain.
Seharusnya mereka mendengarkan secara utuh terhadap apa yang sedang dibicarakan,
malahan mereka akan merencanakan respons masing-masing.
Para anggota kelompok dari masing-masing kelompok saling berbicara satu dengan
lainnya, sehingga kesalahpahaman serta salah interpretasi mungkin saja bisa terjadi.
Negosiasi terhadap kepentingan berarti negosiasi tentang hal-hal yang benar-benar
diperlukan dan diinginkan oleh setiap orang, bukan apa yang mereka katakan, mereka
inginkan ataupun butuhkan. Sering kali, kedua hal tersebut tidak sama. Orang-orang
cenderung akan mengambil sikap ekstrim yang dibuat untuk melakukan sebuah tindakan
balasan untuk lawan bicara mereka. Apabila mereka ditanya mengapa mereka mengambil
sikap tersebut, maka alasan utama mereka ialah bahwa sesungguhnya keinginan mereka yang
sebenarnya ialah kompatibel, bukannya mutually exclusive.
Dengan hanya berfokus pada kepentingan, para pelaku perundingan akan bisa dengan
mudah memenuhi prinsip dasar yang ketiga yakni, menciptakan pilihan yang bersifat mutual.
Hal tersebut berarti bahwa para negosiator semestinya berusaha untuk memperoleh solusi-
solusi baru untuk masalah yang dibicarakan dan membuat kedua belah pihak untuk menang,
bukannya berusaha untuk menang dan yang lainnya harus kalah.
Prinsip yang keempat yakni menekankan pada kriteria yang objektif. Meskipun hal
tersebut tidak tersedia secara gamblang, tetapi hal tersebut bisa dicari. Hal seperti ini akan
sangat memudahkan proses negosiasi. Apabila sebuah serikat dan manajemen berusaha atau
berjuang atas sebuah kontrak, mereka bisa melihat apa yang disetujui ataupun dilakukan oleh
perusahaan yang serupa di luar sana sebagai kriteria objektif mereka.

Anda mungkin juga menyukai