Anda di halaman 1dari 11

STUDY KASUS HUKUM INTERNASIONAL

THADEUS YUS, SH.MPA

KASUS UTAMA

KASUS HUKUM INTERNASIONAL ANTARA KUWAIT


DENGAN IRAK

DI SUSUN OLEH:

NAMA: SYARIFAH ATIAH ALAINA

NIM: A1011151216

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS TANJUNGPURA

PONTIANAK

2016
A. Sengketa antara Kuwait - Irak

Kuwait adalah negara monarki yang kaya akan minyak di pesisir Teluk Persia , Timur
Tengah. Negara ini berbatasan dengan Arab Saudi di sebelah selatan dan Irak disebelah utara.
Penyebab terjadinya perang teluk antara Irak dan Kuwait : Ambisi Zadam Husain untuk
berkuasa dan di hormati di terhadap Kuwait 2 Agustus 1890.

Kuwait adalah sebuah negara dengan luas wilayah yang relatif kecil, tetapi
mempunyai kekayaan lingkungan Negara Arab. Keinginan Irak memiliki ladang minyak
Kuwait. Kuwait dituduh oleh Irak mencuri minyak di padang rumeila di daerah perbatasan.
Terjadinya pelangaran kuota minyak Kuwait, Arab dan Uni Emirat Arab yang menyebabkan
anjloknya harga minyak sehingga merugikan Irak. Adanya serangan secara sepihak oleh Irak
yang sangat besar. Negara padang pasir dengan luas wi layah 17.820 km' dan berbatasan
dengan Irak disisi utara barat, dan Arab Saudi sisi selatan, serta Teluk Persia sisi timur itu
bagaikan mengambang diatas genangan minyak bumi.

Kekayaannya yang luar biasa tersebut bagaikan magnet yang mengundang berbagai
kepentingan negara asing, perusahaan raksasa, dan tenaga kerja Internasional. Dari 2.143.000
orang penduduknya, 40% adalah orang Arab Kuwait, 38% orang non-Arab Kuwait, dan 21 %
bangsa Asia yang lain. Ketentraman Kuwait mulai terusik ketika pemimpin Irak Saddam
Hussein pada tanggal 17 Juli 1990 mulai mempersoalkan kepemilikan ladang minyak
rumaillia yang terletak di perbatasan Irak Kuwait yang sejak lama dipersengketakan oleh
kedua negara tersebut.

Saddam Hussein menuduh Kuwait bersekongkol untuk menjatuhkan harga minyak


organisasi negara-negara pengeksport minyak Organization Of Pretroleum Exporting
Countries (OPEC) dengan meningkatkan produksi minyaknya, mencuri minyak Irak dari
Rumaillia dan melakukan berbagai kejahatan di perbatasan. Saddam Hussein menuntut
seluruh kawasan Rumaillia dimasukan kedalam wilayahnya, perubahan garis perbatasan,
ganti rugi US$ 2,4 miliyar atas pencurian minyaknya, dan penghapusan uangnya US$ 12
miliyar yang dipinjamkan Kuwait kepada Irak untuk membiayai perang Irak melawan Iran.

Saddam Hussein melakukan hal ini karena terjadi kemerosotan ekonomi Irak setelah
Perang Delapan Tahun dengan Iran dalam Perang Iran-Irak . Irak sangat membutuhkan petro
dolar sebagai pemasukan ekonominya sementara rendahnya harga petro dolar akiba
kelebihan produksi minyak oleh Kuwait serta Uni Emirat Arab yang dianggap Saddam
Hussein sebagai perang ekonomi serta perselisihan atas Ladang Minyak
Rumeyla sekalipun pada pasca-perang melawan Iran, Kuwait membantu Irak dengan
mengirimkan suplai minyak secara gratis. Irak juga terjerat utang luar negeri dengan
beberapa negara, termasuk Kuwait dan Arab Saudi. Irak berusaha meyakinkan kedua negara
tersebut untuk menghapuskan utangnya, namun ditolak.

Selain itu, Irak mengangkat masalah perselisihan perbatasan akibat


warisan Inggrisdalam pembagian kekuasaan setelah jatuhnya pemerintahan Usmaniyah Turki.
Pada tanggal 25 Juli 1990, Putera Mahkota Kuwait Pangeran Sheikh Sa'ad AI-Sabah
mengusulkan dilakukannya suatu perundingan. Perundingan yang dilangsungkan pada
tanggal 30 Juli 1990 di Jeddah, Arab Saudi menemui jalan buntu. Pada pukul 02.00 tanggal 2
Agustus 1990 Irak secara tiba-tiba menyerang Kuwait
dengan membombardir ibu kota Kuwait City dari udara. Meskipun Angkatan Bersenjata
Kuwait, baik kekuatan darat maupun udara berusaha mempertahankan negara, mereka
dengan cepat kewalahan. Namun, mereka berhasil memperlambat gerak Irak untuk memaksa
keluarga kerajaan Kuwait untuk meloloskan diri ke Arab Saudi, beserta sebagian besar
tentara yang masih tersisa. Akibat invasi ini, Kuwait meminta bantuan Amerika
Serikattanggal 7 Agustus 1990.

Sebelumnya Dewan Keamanan PBB menjatuhkan embargo ekonomi pada 6


Agustus 1990. Dewan Keamanan PBB dengan suara bulat mengencam penyerbuan yang
dilakukan oleh Irak. Setelah beberapa kali sidang, akhirnya Dewan Keamanan PBB
mengeluarkan ultimatum kepada Irak untuk meninggalkan Kuwait paling lambat tanggal15
Januari 1991. Ultimatum ini disetujui oleh 12 anggota, ditentang oleh Kuba dan Yaman,
sedangkan Cina bersikap abstain. Irak menolak ultimatum tersebut. Akibatnya Amerika
Serikat beserta sekutunya melaksanakan penyerbuan besar-besaran ke Irak. Amerika Serikat
mengirimkan bantuan pasukannya ke Arab Saudi yang disusul negara-negara lain baik
negara-negara Arab kecuali Syria, Libya dan Yordania serta Palestina. Kemudian datang pula
bantuan militer Eropa khususnya Eropa Barat (Inggris, Perancis dan Jerman Barat), serta
beberapa negara di kawasan Asia.

Pasukan Amerika Serikat dan Eropa di bawah komando gabungan yang dipimpin
Jenderal Norman Schwarzkopf serta Jenderal Collin Powell. Pasukan negara-negara Arab
dipimpin oleh Letjen. Khalid bin Sultan. Misi diplomatik antara James Baker dengan menteri
luar negeri Irak Tareq Aziz gagal (9 Januari 1991). Irak menolak permintaan PBB agar Irak
menarik pasukannya dari Kuwait 15 Januari 1991. Akhirnya Presiden Amerika Serikat
George H. Bush diizinkan menyatakan perang oleh Kongres Amerika Serikat tanggal 12
Januari 1991.

Operasi Badai Gurun dimulai tanggal 17 Januari 1991 pukul 03:00 waktu Baghdad
yang diawali serangan serangan udara atas Baghdad dan beberapa wilayah Irak lainnya serta
operasi di daratan yang mengakibatkan perang darat yang dimulai tanggal 30 Januari 1991.
Irak melakukan serangan balasan dengan memprovokasi Israel dengan menghujani Israel
terutama Tel Aviv dan Haifa, Arab Saudi di Dhahran dengan serangan rudal Scud B buatan
Sovyet rakitan Irak, serta melakukan perang lingkungan dengan membakar sumur sumur
minyak di Kuwait dan menumpahkan minyak ke Teluk Persia.

Sempat terjadi tawar-menawar perdamaian antara Uni Sovyet dengan Irak yang
dilakukan atas diplomasi Yevgeny Primakov dan Presiden Uni Sovyet Mikhail Gorbachev
namun ditolak Presiden Bush pada tanggal 19 Februari 1991. Sementara Sovyet akhirnya
tidak melakukan tindakan apa pun di Dewan Keamanan PBB semisal mengambil hak veto.
Israel diminta Amerika Serikat untuk tidak mengambil serangan balasan atas Irak untuk
menghindari berbaliknya kekuatan militer Negara Negara Arab yang dikhawatirkan akan
mengubah jalannya peperangan. Pada tanggal 27 Februari 1991 pasukan Koalisi berhasil
membebaskan Kuwait. 28 Februari 1991, setelah Perang Teluk berlangsung selama 40 hari,
Presiden AS, George Bush, mengumumkan gencatan senjata.

Perang Teluk meletus akibat invasi Irak ke Kuwait tahun 1990. Atas resolusi dari
PBB, pasukan multinasional di bawah pimpinan AS menyerang Irak dan meletuslah Perang
Teluk. Setelah dilakukan gencatan senjata, dimulailah perundingan antara negara-negara
koalisi dan Irak, yang hasilnya, Irak bersedia menerima resolusi Dewan Keamanan PBB.
 PENYEBAB TERJADINYA SENGKETA ANTARA KUWAIT – IRAK

Perang Teluk Persia (Gulf War ) merupakan perang yang terjadi antara Irak melawan
Kuwait. Perang akibat adanya invasi Irak atas sebuah negara kecil yang kaya minyak di
Timur tengah, Kuwait pada tanggal 2 Agustus 1990. Invasi ini di tandai dengan penyerangan
yang dilakukan dua brigade pasukan khusus Republik Irak menguasai istana Amir dan Bank
Sentral Kuwait. Penyerangan dilakukan dengan dalil bahwa Presiden Saddam Hussein akan
menemukan emas Kuwait di tempat tersebut. Namun, setelah menguasai kedua tempat
tersebut, Saddam Hussein tidak menemukan emas sebagaimana yang diharapkan. Warga
Kuwait lebih senang melakukan investasi ke luar dari negaranya dibandingkan dengan
berinvestasi di Bank Sentral Kuwait sendiri.

Selain daripada itu, perang dipicu oleh karena terjadinya pelanggaran kuota minyak
yang dilakukan oleh pemerintah Kuwait, Arab, dan Uni Emirat Arab dalam memproduksi
minyak secara melimpah sehingga harga minyak menjadi turun secara drastis. Akibatnya,
Irak yang hanya mengandalkan minyak mentah sebagai masukan devisa negaranya
mengalami kemerosotan yang sangat hebat setelah Inggris menemukan sumur minyak baru di
Alaska, Laut Utara, dan negara bekas jajahan Uni Sovyet.

Persaingan harga yang begitu ketat dari hasil sumur minyak baru tersebut memaksa
Irak harus menurunkan minyaknya jauh di bawah harga yang telah ditetapkan. Hal ini
menyebabkan Irak semakin terpuruk, terlebih lagi pada saat itu, Irak sedang melakukan
rehabilitasi pembangunan akibat perang melawan Iran di tahun 1980-1988. Oleh karena itu,
Irak menuduh Kuwait telah mencuri minyak Irak di Ladang Minyak Rumeyla yang terletak
diperbatasan daerah yang disengketakan.

Selain dari pada itu, keinginan kuat Presiden Saddam Hussein menjadi orang nomor
satu di dunia Arab juga merupakan dampak dari Irak ingin menguasai Kuwait secepatnya.
Keinginan kuat ini dilatarbelakangi karena para penasehat Saddam Hussein percaya bahwa
negara Arab tidak mendukung keberadaan Amerika Serikat atas Israel yang bersifat
imperialis di wilayah Timur Tengah.
Presiden Saddam Hussen memiliki keyakinan bahwa Amerika Serikat tidak akan melakukan
penyerangan terhadap negaranya sehingga Irak melakukan percepatan penyerangan ke
wilayah Kuwait.
 PEMBAHASAN KASUS

A. Perjanjian Ladang Minyak Baru

Teluk Persia menjanjikan ladang minyak baru bagi dunia pada masa Perang Dunia
dan memberi suplai netral pada dunia. Pada 1909 Perusahaan Minyak Anglo Persia (APOC)
pertama kali mulai membangun pipa untuk mentransportasikan minyak dari sumurnya ke
pelabuhan terdekat di Teluk Persia. Merebaknya Perang Dunia Pertama di tahun 1914
membawa dunia pada permintaan minyak yang tinggi karena Angkatan Bersenjata mulai
merubah kapal perang mereka dari yang berbahan bakar batu bara ke bahan bakar minyak.
Serta karena mereka mulai menambahkan truk, tank, dan pesawat dalam peperangan
mereka.

Setelah perang berakhir, permintaan terhadap minyak semakin bertambah hingga


Perang Dunia II mencapai 900 persen dari 21 tahun yang lalu, yang membawa Amerika
Serikat pada sentakan geostrategi pertama atas kawasan Teluk Persia yang merupakan
daerah suplai minyak potensial. Pada tahun 1944, dalam laporan teknikal pemerintahan,
Amerika melabeli Teluk Persia sebagai “pusat gravitasi” bagi perkembangan minyak. Juga
tentunya, kawasan Timur Tengah bagi Amerika itu sendiri merupakan kawasan yang
strategis, baik dilihat dari kaca mata kepentingan ekonomi dimana ada sumber minyak yang
melimpah, maupun dari kacamata politik dimana ada Israel (anak emas). Persoalan-
persoalan di Timur Tengah selalu mencatatkan keterlibatan Amerika dengan porsi yang
besar, oleh karena itu, sangat logis bila ada pandangan bahwa proyek besar dari ekspansi
ekonomi politiknya Amerika Serikat berada di Timur tengah.

Kawasan timur tengah selalu mencatatkan campur tangan Amerika yang terlalu
dalam, hal ini sepertinya membuktikan asumsi bahwa kawasan itu adalah kawasan strategis
bagi kepentingan AS itu sendiri, karena beberapa hal;

1. keberadaan Israel sebagai kongsi politik terdekat AS di timur tengah, oleh karena itu
Amerika Serikat berusaha keras menjaga dan melindungi eksistensi politik Israel
sebagai representasi wajah Amerika Serikat di Timur Tengah. Apapun yang
dikerjakan di timur tengah, dipastikan keberadaaan Israel dengan tindak tanduk
teroristiknya tidak akan di ganggu gugat. Tentu banyak yang mempengaruhi kongsi
politik tersebut. Lobi kuat, penguasaan sumber ekonomi, sumbangan finansial dan
penguasaan jaringan teknologi, informasi dan media sebagian besar dikuasai oleh
Yahudi.

2. kawasan timur tengah itu sendiri yang kaya dan sarat dengan sumber daya alam
terutama minyak bumi. Dan Amerika Serikat merupakan pengimpor dan
pengkonsumsi minyak terbesar didunia. Kawasan minyak tersebut sangat strategis
dari kaca mata kepentingan ekonomi, terutama suplai minyak. Akhir-akhir ini dicatat
cadangan minyak AS hanya mencapai 22 milyar per barel atau sekitar 2% saja dari
cadangan minyak dunia. Hal ini menunjukan terus berkurangnya cadangan minyak
AS. Sekarang AS merupakan pengimpor minyak terbesar didunia, sekaligus memiliki
kekuatan militer terbesar di dunia. Sehingga kedua realitas tersebut saling bertautan
dan muara pertautan tersebut bertemu di Timur Tengah yang kaya akan minyak.

B. Gencatan Senjata Perang Teluk Dimulai

Pada tanggal 27 Februari 1991 pasukan Koalisi berhasil membebaskan Kuwait. 28


Februari 1991, setelah Perang Teluk berlangsung selama 40 hari, Presiden AS, George Bush,
mengumumkan gencatan senjata. Perang Teluk meletus akibat invasi Irak ke Kuwait tahun
1990. Atas resolusi dari PBB, pasukan multinasional di bawah pimpinan AS menyerang Irak
dan meletuslah Perang Teluk. Setelah dilakukan gencatan senjata, dimulailah perundingan
antara negara-negara koalisi dan Irak, yang hasilnya, Irak bersedia menerima resolusi Dewan
Keamanan PBB. Setelah itu, PBB juga memberlakukan embargo ekonomi terhadap rezim
Saddam, namun yang menjadi korban utama adalah rakyat sipil dan anak-anak Irak yang
kekurangan makanan dan obat-obatan akibat embargo tersebut.

Adapun tindakan intervensi tersebut adalah:

1. Intervensi kolektif yang ditentukan dalam piagam PBB.

2. Untuk melindungi hak dan kepentingan, serta keselamatan warga negaranya di negara
lain.

3. Berhubungan dengan negara protektorat atas dominionnya.

4. Jika negara yang akan diintervensi dianggap telah melakukan pelanggaran berat atas
hukum internasional.

Jika mengikuti klasifikasi legalitas yang dipergunakan oleh Starke, maka doktrin
intervensi tidak sepenuhnya terlarang. Ada celah yang diberikan dalam mekanisme hukum
internasional dalam melegalisasi sebuah intervensi.

Dalam klasifikasi yang dibuat oleh Starke, intervensi kemanusiaan dapat dimasukkan
dalam klasifikasi yang terakhir. Apabila sebuah negara telah melanggar hak asasi manusia
(sistematis dan terstruktur), maka negara tersebut dapat dikategorikan telah melakukan
pelanggaran berat terhadap hukum internasional. Perlindungan hak asasi manusia dalam
relasi antarnegara saat ini merupakan sebuah komitmen bersama.
C. Penggelaran Kekuatan dan Perkiraan Medan

Untuk mengetahui kemampuan dan kekuatan lawan maka perlu adanya penggelaran
kekuatan. Kedua pihak memiliki senjata modern dan tank yang sangat akurat digunakan
dalam perang darat. Badai gurun merupakan suatu tantangan tersendiri dari perang ini.
Apabila perang berhasil, maka dapat mengembalikan keutuhan hukum internasional atas
negara yang dipimpin oleh sebuah kediktaron Saddam Hussein. Namun, kegagalan adalah
awal terjadinya anarki global dan kehancuran fundamental dari sebuah tatanan dunia baru.
Perang Irak merupakan uji kemampuan antara Komando Pasukan Sekutu Jenderal Amerika
H. Norman Schwarzkopf melawan diktator Irak, Saddam Hussein.

Berakhirnya perang dingin antara blok Timur dan Barat pada Juli 1990, mengurangi
ketegangan dunia, ancaman nuklir yang berlangsung selama 40 tahun telah berakhir dan
tatanan global baru yang lebih stabil muncul di bumi khatulistiwa. Presiden Saddam Hussein
mencoba tatanan dunia baru ini dengan melakukan invasi ke negara tetangganya yang kecil
dan kaya minyak, Kuwait. Selama 24 jam, Irak membom bardir Kuwait dan merebut ibukota,
Kuwait City. Serangan ini telah mengagetkan dunia internasional dan Saddam Hussein
mengumumkan bahwa serangan itu dilakukan karena Kuwait telah menolak untuk
memberikan pinjaman besar kepada Irak. Presiden Saddam Hussein, menjelaskan bahwa
selama perang Iran-Irak pada 1980-an menuduh Kuwait melakukan pengeboran minyak
illegal didekat perbatasan Irak yang mengakibatkan kuantitas produksi minyak Kuwait
meningkat dan mengakibatkan harga minyak Irak menjadi rendah dari harga yang telah
ditetapkan. Dewan Keamanan PBB mengadakan pertemuan dan mengutuki invasi ini serta
menuntut agar Irak menarik mundur pasukannya dengan segera.

Sekretaris negara James Baker dan Menteri Luar Negeri Rusia, Edward Schaffer Naze
mengumumkan serangan gabungan ke Irak. Perdana Menteri Inggris, Margareth Thatcer dan
Presiden Amerika Serikat, George W. Bush menyetujui agar PBB harus menggunakan
kekuatan militer atas Irak. Masyarakat Arab Saudi, selain hidup dengan gaya barat, religious,
dan keberatan mengijinkan pasukan non muslin memasuki negaranya, tetapi ancaman dari
Irak membuat yakin tentara koalisi memasuki negaranya. Pada tanggal 6 Agustus, liga Arab
mulai menurunkan pasukannya untuk melindungi Arab Saudi, disusul dua kemudian, pasukan
Amerika pertama dari divisi AU ke-82 datang, pasukan koalisi pertahanan Arab
Saudi dengan sandi “Operasi Gurun” dibawah pimpinan Jenderal Norman
Schwarzkopf. Pada saat itu, dia sedang bertugas sebagai Kepala Komanda Pusat Komunikasi
Amerika Serikat atau Cencom yang bertugas mengurusi masalah di wilayah Timur Tengah.
Dengan demikian, pasukan darat koalisi di Arab Saudi akan didukung oleh pesawat tempur
Amerika dan Inggris yang akan berpatroli di langit Arab Saudi.

Pemerintah Inggris akan mengirimkan kapal perang di Teluk yang sebelumnya


digunakan untuk melindungi kapal pedagang selama perang Irak-Iran berlangsung. Kapel
perang Amerika disiapkan guna mendukung kegiatan operasi yang membawa pesawat USS
Enterprise dan Independence. Resolusi 665 PBB dikeluarkan untuk memblokade laut Irak-
Kuwait. Sementara itu, Saddam Hussein telah menangkap/menyandera beberapa orang barat
dan Kuwait untuk melindungi instalasi Irak dan mengumumkan jihad atau perang suci kepada
pasukan koalisi. Presiden Saddam Hussein berkeyakinan bahwa Presiden Palestina Yasser
Arafat, akan mendukung kegiatannya. Pada bulan September 1990, baik Presiden Amerika
George W. Bush maupun Saddam Hussein muncul di televisi untuk menarik perhatian dari
kalangan publik tetapi tidak bisa mengubah opini publik terhadap situasi yang terjadi.
Akhirnya awal Desember 1990, Saddam Hussein melepaskan sandera, mendekati
natal pasukan koalisi merubah aksinya dari posisi bertahan menjadi posisi menyerang untuk
kemerdekaan Kuwait. Keberhasilan atau kegagalam dalam misi sangat tergantung pada
kemampuan dan pengalaman Jenderal Norman Schwarzkopf dan Saddam Hussein di
lapangan.

D. Tahap Penyerangan

Pada tanggal 17 Januari 1991, pasukan koalisi pimpinan Jenderal Norman


Schwarzkopf melakukan serangan udara secara besar-besaran di wilayah udara Irak, dengan
tujuan untuk menetralisir Angkatan Udara Irak dan meraih keunggulan di wilayah musuh.
Kemudian, dilanjutkan dengan menyerang pusat komando dan komunikasi seperti jembatan
dan jalur logistik guna menghacurkan pertahanan Irak di Kuwait. Lalu, Schwardzkopf mulai
mengatur strategi lain dengan meluncurkan serangan darat untuk mengusir pasukan Saddam
di Kuwait. Kunci dari serangan darat adalah kecepatan maksimum dan momentum untuk
membuat pasukan Irak tidak seimbang artinya melakukan serangan sepanjang waktu dengan
menggunakan tembakan artileri otomatis.

Di sisi lain, penggunaan senjata artileri berupa pelucur roket multiple atau MLRS,
dengan jarak jangkau 50 mil merupakan keuntungan utama dari pasukan koalisi. Kekuatan
senjata yang terkonsentrasi, tenaga profesional digunakan ditingkatkan dengan menggunakan
kendaraan raksasa pembersih ranjau dan kendaraan khusus padang pasir, pasukan penyerang
darat juga didukung oleh pasukan udara dari pesawat terbang seperti pesawart A-10
Thanderbolt milik AS dan helikopter penyerang seperti AH-64 Apache. Sekretaris PBB
jenderal Perez De Cueiras melakukan usaha damai selama 8 jam, hal ini gagal. Bagi Norman
Schwardzkopf dan Saddam Hussein kematian saat itu telah terlihat di wajah masing-masing,
pasukan koalisi di bawah komando Schwardzkopf mewakili pasukan perang internasional
pertama dibawah PBB sejak perang Korea 40 tahun sebelumnya.

Unit yang diturunkan ke Arab Saudi berasal dari seluruh dunia, meski kontingen
utama berasal dari AS, Inggris, Perancis, dan Liga Arab. Pasukan koalisi melakukan
pelatihan berat untuk melakukan penyerangan utamanya bagi pasukan AS dan Inggris
sebagai pasukan penyerang utama. Padang pasir adalah daerah perang yang sangat berbeda
sehingga membutuhkan strategis khusus guna memenangkan peperangan tersebut.

E. Ambisi Saddam Husein dalam Kepentingan Nasional Irak

Setelah perang 8 tahun dengan iran telah membuat irak mengahadapi berbagai
masalah. Salah satu masalah yang paling utama dihadapi saddam husein adalah masalah
menajaga kekuasaaan dan memelihara integritas bangsa dan negara. Integritas bangsa dan
negara merupakan kepentingan nasional irak yang senantiasa harus dijaga. Gangguan dan
ancaman terhadap integritas negara dan bangsa irak selalu terjadi. Salah satu cara yang
dilakukan saddam husein untuk mempertahanakan integritas bangsa dan negaranya adalah
mempersatukan bangsa dan negara agar tidak dapat diintervensi oleh negara lain.
Dan juga salah satu cara ampuh yang digunakan oleh saddam husein untuk
mempersatukan rakyatya adalah dengan cara mencari musuh bersama untuk dilawan bersama
sebagai sebuah negara. Ketika irak meminta bantaun ke kuwait untuk membantu
perekonomian irak dan di tolak oleh kuwait.

Hal inilah yang dimanfaatkan oleh saddam husein untuk mempersatukan rakyatnya,
saddam husein menyampaikan pada rakyatnya bahwa irak telah berkorban untuk melindungi
kuwait dalam perang melawan iran, namun kuwait tidak mengucapkan terikamsih dan juga
malah menolak memberikan bantuan kepada irak dengan kesombomhannya. Dengan
propaganda itulah saddam husein memperoleh dukungan rakyatnya untuk mengkonfrontasi
kuwait. Dan hal itulah yang digunakan saddam husein untuk mempertahankan kekuasaannya
dan memperstukan bangsanya.

F. Meningkatkan Sumber Daya Minyak

Irak berpandangan behwa minyak dapat digunakan sebagai modal untuk memperkuat
negara dan mensejahterakan rakyatnya. Disamping itu minyak juga dapat digunakan sebagai
senjata untuk memaksa negara-negara besar dan konsumen minyak untuk memenuhi apa
yang irak inginkan. Hal itulah yang membuat irak untuk meningkatkan cadangan minyaknya
dengan mencari dan menguasai ladang-ladang minyak yang menurut irak itu adalah ladang
mereka dan masih belum dikuasai oleh irak.

Kepemilikan dan penguasaan minyak bagi irak adalah masalah harga hidup dan mati
bagi negara irak, karena sebagian besar pendapatan negara irak berasal dari minyak hasil
pendapatan dari minyak itulah yang digunakan untuk mengelola negara dan menghidupi
rakyat irak. Oleh karena itu penguasaan ladang minyak merupakan kepentingan nasional irak
yang utama. Keinginan irak untuk menguasai ladang minyak Rumaillah dan Ratga yang
dikuasai oleh kuwait merupakan wujud dari memperjuangkan kepentingan nasional irak
dalam bidang ekonomi. Hal tersebutlal yang membuat akhirnya irak menginvasi kuwait
karena kuwait menolak permintaan irak atas kepemilikan Rumaillah dan Ratga.
B. Analisis Konflik Antara Kuwait – Irak

Kebijakan luar negeri pada dasarnya memiliki tujuan atau tindakan yang didasari pada
tujuan-tujuan tertentu (Breuning, 2007), artinya, sejelek apapun hasil keluar suatu kebijakan
negara dapat dipastikan mempunyai alasan-alasan di balik pembuatan keputusan yang
dihasilkan tersebut. Invasi Irak ke Kuwait merupakan hasil kebijakan luar negeri yang
diputuskan Presiden Saddam Hussein dengan didasari oleh alasan-alasan rasional, walaupun
itu mengakibatkan buruknya kestabilan negara Irak setelah invasi tersebut.

Sebaliknya, kebijakan luar negeri Presiden Amerika Serikat, George W. Bush melakukan
invasi sebanyak dua kali di Irak memiliki maksud tertentu yang berkaitan dengan
kepentingan nasional negara Amerika itu sendiri, walaupun dengan berbagai alas an, yaitu
adanya invasi Irak atas Kuwait dan tuduhan terhadap negara Irak dengan gaya kepemimpinan
yang dikatator, mendukung kegiatan terorisme internasional, kepemilikan senjata kimia yang
dapat dijadikan sebagai senjata pembunuh masal dan dapat mengganggu kestabilan dunia.
Dibalik kebijakan politik luar negeri Amerika untuk melakukan invasi ke Irak telah
memberikan pengaruhnya terhadap negara Iran yang bertetangga dengan Irak.

Dengan demikian, Amerika Serikat sudah dapat melumpuhkan dua negara yang
dituduhkan memiliki senjata pemusnah masal dari empat negara yang yang masuk dalam
daftar hitam negara pengganggu kestabilan keamanan Amerika dan dunia yaitu Irak, Iran,
Libya, dan Korea Utara. Selain daripada itu, Amerika Serikat juga memberi tekanan militer
terhadap negara-negara yang berada di wilayah Timur Tengah dengan memaksa pemerintah
negara-negara Teluk membasmi kelompok ekstrim yang anti terhadap pemerintah Amerika.
Dengan demikian maka Amerika Serikat dapat melakukan pengendalian harga minyak
mentah dunia guna memantapkan posisi Amerika sebagai negara adikuasa dan Penguasa
Dunia.

C. Kesimpulan
Perang teluk Persia yang terjadi antara irak dan kuwait merupakan perang yang terjadi
karena latar belakang ekonomi yang dihadapi irak paska perang melawan iran, irak menjadi
sangat sensitive terhadap ekonomi karena paska perang tersebut irak mengalami
permasalah yang ekonomi dalam negeri. Dimana irak harus mempertahankan serta
menghidupi rakyat-rakyatnya. Karena keadaan seperti inilah irak berada dalam keadaan
tertekan dan rela melakukan apa saja dan salah satunya adalah menginvasi kuwait dan ingin
menguaisai ladang minyak yang irak rasa telah di curi oleh kuwait dan perlu mengambil
haknya kembali.
Daftar Pustaka

http://wasilah52.web.unej.ac.id/2015/12/14/konflik-invasi-irak-
terhadap-kuwait/

https://frenndw.wordpress.com/?s=KEBIJAKAN+LUAR+NEGERI+
SADDAM+HUSSEIN+TERKAIT+INVASI+IRAK+KE+KUWAIT+
TAHUN+1990%3A+STUDI+PERINGKAT+ANALISIS+INDIVIDU

http://harsono.com/articles/perangteluk.html

Anda mungkin juga menyukai