Luka merupakan salah satu kasus tersering dalam kedokteran Forensik. Luka bisa terjadi pada
korban hidup maupun korban mati. Seorang dokter perlu menguasai pengetahuan tentang
mendeskripsikan luka, tujuannya untuk mempermudah tugas-tugasnya dalam membuat Visum et
Repertum yang baik dan benar sehingga dapat digunakan sebagai alat bukti yang bisa meyakinkan
hakim untuk memutuskan suatu tindak pidana.
Luka adalah hilang atau rusaknya sebagian jaringan tubuh yang disebabkan oleh trauma benda
tajam atau tumpul, perubahan suhu, zat kimia, ledakan, sengatan listrik atau gigitan hewan. 4
Luka adalah suatu gangguan dari kondisi normal pada kulit Didalam melakukan pemeriksaan
terhadap orang yang menderita luka akibat kekerasan, pada hakekatnya dokter diwajibkan untuk
dapat memberikan kejelasan dari permasalahan jenis luka yang terjadi, jenis kekerasan yang
menyebabkan luka, dan kualifikasi luka.1,4
II.2. Etiologi 5
1. Luka karena kekerasan mekanik (benda tajam, tumpul, dan senjata api).
2. Luka karena kekerasan fisik (arus listrik, petir, suhu).
3. Luka karena kekerasan kimiawi (asam, basa, logam berat)
a. Luka lecet tekan pada kasus penjeratan atau penggantungan, akan tampak sebagai suatu luka lecet
yang berwarna merah-coklat, perabaan seperti perkamen, lebarnya dapat sesuai dengan alat
penjerat dan memberikan gambaran/cetakan yang sesuai dengan bentuk permukaan dari alat
penjerat, seperti jalianan tambang atau jalinan ikat pinggang. Luka lecet tekan dalam kasus
penjeratan sering juga dinamakan “jejas jerat”, khususnya bila alat penjerat masih tetap berada pada
leher korban.
b. Di dalam kasus kecelakaan lalu lintas dimana tubuh korban terlindas oleh ban kendaraan, maka
luka lecet tekan yang terdapat pada tubuh korban seringkali merupakan cetakan dari ban kendaraan
tersebut, khususnya bila ban masih dalam keadaan yang cukup baik, dimana “kembang” dari ban
tersebut masih tampak jelas, misalnya berbentuk zig-zag yang sejajar. Dengan demikian di dalam
kasus tabrak lari, informasi dari sifat-sifat luka yang terdapat pada tubuh korban sangat bermanfaat
di dalam penyidikan.
c. Dalam kasus penembakan, yaitu bila moncong senjata menempel pada tubuh korban, akan
memberikan gambaran kelainan yang khas yaitu dengan adanya “jejas laras”, yang tidak lain
merupakan luka lecet tekan. Bentuk dari jejas laras tersebut dapat memberikan informasi perkiraan
dari bentuk moncong senjata yang dipakai untuk menewaskan korban.
d. Di dalam kasus penjeratan dengan tangan (manual strangulation), atau yang lebih dikenal dengan
istilah pencekikan, maka kuku jari pembunuh dapat menimbulkan luka lecet yang berbentuk garis
lengkung atau bulan sabit; dimana dari arah serta lokasi luka tersebut dapat diperkirakan apakah
pencekikan tersebut dilakukan dengan tangan kanan, tangan kiri atau keduanya. Di dalam penafsiran
perlu hati-hati khususnya bila pada leher korban selain didapatkan luka lecet seperti tadi dijumpai
pula alat penjerat; dalam kasus seperti ini pemeriksaan arah lengkungan serta ada tidaknya kuku-
kuku yang panjang pada jari-jari korban dapat memberikan kejelasan apakah kasus yang dihadapi itu
merupakan kasus bunuh diri atau kasus pembunuhan, setelah dicekik kemudian digantung.
e. Dalam kasus kecelakaan lalu-lintas dimana tubuh korban bersentuhan dengan radiator, maka
dapat ditemukan luka lecet tekan yang merupakan cetakan dari bentuk radiator penabrak.
3) Petunjuk dari arah kekerasan, yang dapat diketahui dari tempat dimana kulit ari yang terkelupas
banyak terkumpul pada tepi luka; bila pengumpulan tersebut terdapat di sebelah kanan maka arah
kekerasan yang mengenai tubuh korban adalah dari arah kiri ke kanan. Di dalam kasus-kasus
pembunuhan dimana tubuh korban diseret maka akan dijumpai pengumpulan kulit ari yang terlepas
yang mendekati ke arah tangan, bila tangan korban dipegang; dan akan mendekati ke arah kaki bila
kaki korban yang dipegang sewaktu korban diseret.
4. Memar (Kontusi)
Pada pemeriksaan ditemukan memar.
Jumlahnya: Dua buah.
Lokasinya: Memar pertama di sisi luar dari lengan bawah kiri, sepuluh sentimeter dari garis
pergelangan tangan. Memar kedua di pipi kiri, lima sentimeter sebelah kiri dari garis tengah tubuh
dan lima sentimeter sebelah bawah dari garis mendatar yang melewati kedua mata.
Bentuknya: Tidak teratur.
Ukurannya: Memar di lengan kiri tiga sentimeter kali empat sen¬timeter dan memar di pipi tiga
sentimeter kali tiga sentimeter.
Sifatnya: Garis batas memar tidak begitu tegas dan ben¬tuknya tidak teratur.
Daerah di dalam garis batas luka terlihat sedikit menonjol (bengkak), terdiri atas kulit yang masih
utuh. Di sekitar memar tidak ditemukan kelainan.4
4. Pemeriksaan biokemik
Meskipun pemeriksaan histokemik telah banyak menolong, tetapi reaksi trauma yang ditunjukkan
masih memerlukan waktu yang relatif panjang, yaitu beberapa jam sesudah trauma. Padahal yang
sering terjadi, korban mati beberapa saat sesudah trauma sehingga belum dapat dilihat reaksinya
dengan metode tersebut. Oleh sebab itu perlu dilakukan pemeriksaan biokemik.
Histamin dan serotinin merupakan zat vasoaktif yang bertanggung jawab terhadap terjadinya
inflamasi akut, terutama pada stadium awal trauma. Penerapannya bagi kepentingan forensik telah
diplubikasikan pertama kali pada tahun 1965 oleh Vazekas dan Viragos-Kis. Mereka melaporkan
adanya kenaikan histamin bebas pada jejas jerat antemortem pada kasus gantung. Oleh peneliti lain
kenaikan histamin terjadi 20-30 menit sesudah trauma, sedang serotonin naik setelah 10 menit.
Pasal 351
(1) Penganiayaan diancam dengan pidana penjara paling lama dua tahun delapan bulan atau pidana
denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.
(2) Jika perbuatan mengakibatkan luka-luka berat, yang bersalah diancam dengan pidana penjara
paling lama lima tahun.
(3) Jika mengakibatkan mati, diancam dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun.
(4) Dengan penganiayaan disamakan sengaja merusak kesehatan.
(5) Percobaan untuk melakukan kejahatan ini tidak dipidana.
Pasal 352
(1) Kecuali yang tersebut dalam pasal 353 dan 356, maka penganiayaan yang tidak menimbulkan
penyakit atau halangan untuk menjalankan pekerjaan jabatan atau pencarian, diancam, sebagai
penganiayaan ringan, dengan pidana penjara paling lama tiga bulan atau pidana denda paling banyak
empat ribu lima ratus rupiah. Pidana dapat ditambah sepertiga bagi orang yang melakukan kejahatan
itu terhadap orang yang bekerja padanya, atau menjadi bawahannya.
(2) Percobaan untuk melakukan kejahatan ini tidak dipidana.
Pasal 90
Luka berat berarti:
(1) Jatuh sakit atau mendapat luka yang tidak memberi harapan akan sembuh sama sekali, atau yang
menimbulkan bahaya maut
(2) Tidak mampu terus-menerus untuk menjalankan tugas jabatan atau pekerjaan pencarian;
(3) Kehilangan salah satu pancaindera;
(4) Mendapat cacat berat;
(5) Menderita sakit lumpuh;
(6) Terganggunya daya pikir selama empat minggu lebih;
(7) Gugur atau matinya kandungan seorang perempuan.
BAB III
PENUTUP
III.1 Kesimpulan
Luka pada Ilmu Kedokteran Forensik merupakan salah satu bagian terpenting. Luka bisa terjadi pada
korban hidup maupun korban mati. Luka bisa terjadi akibat kekerasan mekanik, kekerasan fisik, &
kekerasan kimiawi. Luka dapat diklasifikasikan berdasarkan jenis benda, yaitu akibat kekerasan benda
tumpul, akibat benda tajam, akibat tembakan senjata api, akibat benda yang muda pecah, akibat
suhu/temperatur, akibat trauma listrik, akibat petir, dan akibat zat kimia korosif.
Selain itu luka bisa diketahui waktu terjadinya kekerasan, apakah luka terjadi antemortem atau
postmortem. Terkadang dari luka kita bisa mengetahui umur luka. Walaupun belum ada satupun
metode yang digunakan untuk menilai dengan tepat kapan suatu kekerasan dilakukan mengingat
adanya berbagai macam faktor yang mempengaruhinya; seperti faktor infeksi, kelainan darah, atau
penyakit defisiensi.
Dari deskripsi luka kita sebagai dokter juga dapat membantu pihak hukum untuk menentukan
kualifikasi luka sesuai dengan KUHP Bab XX pasal 351 dan 352 serta Bab IX pasal 90. Yang pada tindak
pidana untuk menentukan hukuman yang diberikan kepada pelaku kekerasan dengan melihat
deskripsi luka yang kita buat. Oleh karena itu diharapkan kita sebagai calon dokter yang nantinya
sebagai dokter di masyarakat umum akan banyak menemukan kasus kekerasan yang menyebabkan
luka baik pada korban hidup maupun korban mati, bisa mendeskripsikan luka sebaik-baiknya dalam
Visum et Repertum.