Anda di halaman 1dari 9

ARTIKEL PENELITIAN

HIGIENE SANITASI PEDAGANG DAN KANDUNGAN BORAK SERTA


CEMARAN MIKROBA PADA PENTOL CELUP DI KOTA BANJARBARU
Zulfiana Dewi1, Meilla Dwi Andrestian2, dan Netty2

ABSTRAK

Prevalensi diare juga masih menjadi persoalan serius di Provinsi Kalimantan


Selatan.Berdasarkan Profil Data Kesehatan Indonesia Tahun 2011 kasus diare yang ditangani di
provinsi Kalimantan Selatan sebesar 146.139 kasus. Hasil Riset Kesehatan Dasar 2007 di Kota
Banjarbaru prevalensi diare 3,2%. Perilaku tidak sehat merupakan penyebab utama dari
tingginya kasus diare di Provinsi Kalimantan Selatan, khususnya di Kota Banjarbaru.
Penelitian ini akan dilaksanakan di Kota Banjarbaru dan Laboratorium Kimia dan
Mikrobiologi Pangan Jurusan Gizi Poltekkes Kemenkes Banjarmasin. Penelitian ini adalah
penelitian survey dengan desain penelitian studi eksplorasi.Populasi pada penelitian ini adalah
seluruh penjual pentol celup di Kota Banjarbaru.Pengambilan sampel menggunakan metode
purposive (sengaja) sejumlah minimal 27 pedagang pentol yang mewakili lima kecamatan di
Kota Banjarbaru. Pengambilan data dilakukan selama bulan Juli dan Agustus 2014.Pengambilan
data perilaku dilakukan dengan teknik wawancara dengan bantuan kuesioner, kandungan boraks
ditentukan perubahan warna pada standar kit, kandungan mikroba ditunjukkan oleh angka
lempeng total pada saus pentol celup. Analisis data dilakukan secara deskriptif dan uji statistik
Chi Square.
Hasil yang didapat dari penelitian ini adalah perilaku higiene dan sanitasi pedagang
dengan katagori baik 18,5%, cukup 81,5% dan kurang 0%. Cemaran mikroba pada saos celup
37% sesuai dengan standar SNI dan 63% melebihi standar SNI, sedangkan kandungan boraks
tidak ditemukan pada semua pentol yang diperiksa. Perilaku higiene dan sanitasi pedagang
dengan cemaran mikroba dan kandungan boraks tidak menunjukan hubungan yang signifikan.
Kesimpulan dari penelitian ini adalah Higiene dan sanitasi pedagang bukan faktor yang
berhubungan dengan cemaran mikroba dan kandungan boraks.

Kata Kunci : Higiene dan sanitasi, cemaran mikroba, kandungan boraks

PENDAHULUAN Biasa (KLB) diare juga masih sering terjadi,


dengan CFR yang masih tinggi. Pada tahun
Diare masih merupakan masalah 2008 terjadi KLB di 69 Kecamatan dengan
kesehatan yang penting di Indonesia. Survei jumlah kasus 8133 orang, kematian 239
morbiditas yang dilakukan oleh Subdit Diare orang (CFR 2,94%).
Kementerian Kesehatan dari tahun 2000 s/d Tahun 2009 terjadi KLB di 24
2010 kasus diare di Indonesia terlihat Kecamatan dengan jumlah kasus 5.756
kecenderungan insidens naik. Pada tahun orang, dengan kematian 100 orang (CFR
2000 IR penyakit Diare 301/ 1000 1,74%), sedangkan tahun 2010 terjadi KLB
penduduk, tahun 2003 naik menjadi 374 diare di 33 kecamatan dengan jumlah
/1000 penduduk, tahun 2006 naik menjadi penderita 4204 dengan kematian 73 orang
423 /1000 penduduk dan tahun 2010 (CFR 1,74 %). Profil Data Kesehatan
69
menjadi 411/1000 penduduk. Kejadian Luar Indonesia Tahun 2011, diare masih

Jurnal Skala Kesehatan Volume 6 No. 1 Tahun 2015


ARTIKEL PENELITIAN

merupakan nomor satu terbasar penyakit Bangkinang Kabupaten Kampar


rawat inap di rumah sakit di Indonesia tahun menggunakan borak pada pembuatan bakso.
2010, dengan CFR 1,79% (Kemenkes RI, Masyarakat Kota Banjarbaru umumnya
2012). Prevalensi diare juga masih menjadi menyukai makanan jajanan.Baik untuk
persoalan serius di Provinsi Kalimantan makanan utama, maupun makanan selingan.
Selatan.Berdasarkan Profil Data Kesehatan Penganan pentol (bakso daging tanpa mi)
Indonesia Tahun 2011 kasus diare yang merupakan makanan jajanan yang sangat
ditangani di provinsi Kalimantan Selatan populer dan sangat mudah ditemukan di
sebesar 146.139 kasus. Hasil Riset seluruh pelosok kota. Tidak hanya anak-
Kesehatan Dasar 2007 di Kota Banjarbaru anak, orang dewasa pun menyukainya.
prevalensi diare 3,2%. Bahkan sering ditemukan, anak usia balita
Diare sering disebabkan oleh pun sudah diberi jajanan pentol oleh
penggunaan air yang terkontaminasi, orangtuanya. Pentol dikonsumsi dengan cara
kebiasaan menyiapkan makanan yang tidak menusuknya dengan tangkai lidi, kemudian
higienis, dan pembuangan tinja atau limbah dicelupkan pada saus yang sudah disiapkan
(BPS dan Macro International, 2007). pada toples plastik.
Berdasarkan data Kemenkes RI (2012) Berdasarkan pengamatan, terdapat
dalam Profil Data Kesehatan Indonesia perilaku kurang sehat dari pedagang pentol,
Tahun 2011, bahwa perilaku tidak sehat dan misalnya membiarkan toples saus tidak
akses pembuangan tinja yang tidak layak tertutup dengan baik, padahal mereka
yaitu sebesar 49,1% setiap rumah tangga berdagang di pinggir jalan yang
merupakan penyebab utama dari tingginya berdebu.Perilaku pedagang lainnya adalah
kasus diare di Provinsi Kalimantan Selatan. seperti mencuci toples dengan baik atau
Salah satu bakteri penyebab diare adalah penyimpanan saus bila tidak habis, juga
Escherichia coli, biasa disingkat E. merupakan faktor penting yang berkaitan
coli.Kebiasaan jajan makanan yang dengan keamanan pangan dalam
penanganannya tidak higienis juga dapat mengkonsumsi pentol. Selain itu banyak
menambah peluang terjadinya diare. ditemukan makanan jajanan yang
Hasil penelitian Gea (2009) mengandung boraks dan salah satunya
menunjukkan bahwa empat kantin di adalah pentol celup. Menurut Cahyadi
lingkungan kampus Universitas Sumatera (2006) Konsumsi boraks yang berulang atau
Utara yang menggunakan saus tomat isi berlebihan dapat mengakibatkan keracunan
ulang positif tercemar mikroba yaitu dengan gejala mual, muntah diare, suhu
Coliform, Staphylococcus aureus, dan tubuh menurun, sakit kepala bahkan
kapang. menimbulkan shock.
Sementara itu, dua kantin di tempat yang Perilaku tidak sehat, baik konsumen
sama yang menggunakan saus cabai isi maupun dari pedagang pentol memberi
ulang positif tercemar kapang. Menurut peluang terjadinya kontaminasi mikroba
Badan Standardisasi Nasional (2009), pada saus celup pentol, selain itu
terdapat batasan maksimum cemaran dikhawatirkan dalam pentol celup terdapat
mikroba untuk setiap jenis pangan. Khusus bahan tambahan makanan terlarang 70 yaitu
untuk saus, cemaran mikroba maksimum boraks yang dapat membahayakan
adalah 1 x 104 koloni/gram. Hasil penelitian konsumen.Tujuan dari penelitian ini adalah
dari Nurkholidah, dkk (2012) sekitar 94% mengetahui hubungan higiene dan sanitasi
pedagang bakso tusuk di Kecamatan pedagang dengan cemaran mikroba pada

Jurnal Skala Kesehatan Volume 6 No. 1 Tahun 2015


ARTIKEL PENELITIAN

saus pentol celup serta kandungan boraks Kandungan Boraks adalah identifikasi
pentol di Kota Banjarbaru. kandungan boraks secara kualitatif yang
dilakukan dengan membandingkan
METODE PENELITIAN pewarnaan yang terbentuk saat pengetesan
bahan uji dengan pewarnaan yang terbentuk
Penelitian ini bersifar survey analitik jika menggunakan larutan standar boraks
melalui pengamatan dan pencatatan secara atau asam borat yang dibuat
sistematis terhadap variable yang diteliti, Setelah data terkumpul, selanjutnya
kemudian dianalisis hubungan dari variable dilakukan pemeriksaan ulang (editing) untuk
tersebut.Penelitian ini menggunakan desain memastikan kelengkapan dan kebenaran
penelitian studi eksplorasi. data. Data yang telah diolah dimasukkan
Penelitian secara keseluruhan akan dalam tabel distribusi frekuensi untuk
dilakukan selama rentang waktu Juli sampai dianalisis secara deskriptif, sedangkan untuk
Oktober 2014. Pengambilan data dilakukan mengetahui menguji hubungan antar
selama bulan Julidan Agustus 2014. variabel akan menggunakan uji statistik Chi
Populasi pada penelitian ini adalah Square. Pengolahan dan analisis data
seluruh penjual pentol celup di Kota menggunakan program komputer.
Banjarbaru.Penentuan pedagang pentol
berdasarkan kriteria sebagai berikut: HASIL DAN PEMBAHASAN
pedagang menetap di suatu lokasi (bukan
keliling) di pinggir jalan raya, cukup ramai Karakteristik Responden
dibeli, dan bersedia diwawancarai.
Pengambilan sampel berdasarkan metode Pedangan yang menjadi sampel dalam
purposive (sengaja) dengan mengacu kriteria penilitian ini adalah pedagang yang banyak
di atas sejumlah 27 pedagang pentol yang didatangi pengunjung yang tersebar di 5
mewakili lima kecamatan di Kota (lima) Kecamatan di Kota Banjarbaru, yaitu
Banjarbaru. Cempaka, Sungai Ulin, Guntung Payung,
Variabel dan Definisi Operasional dari Landasan Ulin dan Liang Anggang. Tempat
penelitian ini adalahHigiene dan sanitasi berjualan para responden terdiri atas daerah
pedagang pentol celup adalah perbuatan atau perkantoran, pasar, sekolah, perumahan, dan
tindakan konsumen dalam penanganan kampus yang berlokasi di pinggir jalan
pentol dan saus yang diukur dengan besar.
menggunakan kuesioner penilaikan perilaku
dan dikategorikan menjadi cukup bila Tabel 1. Karakteristik Sosial-Demografi
jawaban lebih dari 62,5% dan kurang bila Responden
jawaban benar kurang dari 62,5%. Parameter Desk Frek %
Cemaran mikroba adalah jumlah Jenis Laki-Laki 25 71
92,6
mikroba yang ditunjukkan oleh angka Kelamin Perempuan 2 07,4
lempeng total, yaitu mikroba mesofilik Umur < 30 tahun 11 40,7
dalam satuan cfu/g pada saus pentol yang ≥ 30 tahun 16 59.3
tumbuh pada media PCA (Plate Count Agar) Pendidikan Tidak 3 11,1
Sekolah
dalam cawan petri yang diinkubasi pada
SD 5 18,5
suhu 30oC selama 72 jam dengan metode
SMP 12 44,4
cawan sebar.
SMA 7 25,9
Status Belum 6 22,2

Jurnal Skala Kesehatan Volume 6 No. 1 Tahun 2015


ARTIKEL PENELITIAN

Perkawinan Menikah diberikan Tidak 1 03,7


Menikah 21 77,8 campuran (air,
Lama < 1 tahun 3 11,1 bumbu, dll)
Berdagangan 1 - 5 tahun 19 70,4 saos celup pentol Selalu 25 92,6
6–10 tahun 4 14,8 dimasak dulu Tidak 2 07,4
11–15 1 03,7 setelah selesai Selalu 26 96,3
tahun berjualan wadah Tidak 1 03,7
Pengetahuan Pengamatan 8 29,6 saus dicuci
Tentang Pelatihan 6 22,2 saus celup pentol Selalu 16 59,3
Persiapan Pengalaman 13 48,2 sisa hari ini Kadang 3 11,1
pengolahan sendiri dipakai lagi untuk Tidak 8 29,6
saus esok hari
Merk Saus Tomato 14 51,9 saus celup pentol Kadang 26 96,3
21 5 18,5 yang bersisa di Tidak 1 03,7
Lain-lain 8 29,6 panaskan kembali
Saus celup pentol Selalu 13 48,1
yang bersisa Kadang 1 03,8
Data social-demografi dari 27 pedagang
disimpan di suhu Tidak 13 48,1
jajanan pentol, dikatagorikan dalam jenis kamar
kelamin, umur, pendidikan, status pada saat Selalu 6 22,2
perkawinan, lama berdagang pentol, berjualan tempat Kadang 14 51,9
pengetahuan tentang persiapan pengolahan saus terbuka Tidak 7 25,9
saus dan merk saus. Hasil (lihat pada Tabel Ada pembeli Selalu 20 74,1
1) menunjukkan bahwa mayoritas responden yang langsung Kadang 7 25,9
(92,6%) berjenis kelamin laki-laki. Salah mencelupkan
satu alasan yang mungkin untuk ini adalah pentol kedalam
bahwa budaya orang Indonesia adalah wadah saus
patriarki.Lima puluh sembilan koma tiga Ada disediakan Selalu 4 14,8
wadah khusus Kadang 12 44,4
persen usia pedagang lebih dari 30 tahun.
saus untuk setiap Tidak 11 40,8
Hanya 25,9% responden yang memiliki pembeli
pendidikan tingkat SMA. Sekitar 77.8%
Ada pembeli Kadang 9 33,3
dari responden sudah menikah.Lamanya
yang Tidak 18 66,7
waktu dalam perdagangan penjual pentol mencelupkan
umumnya antara 1 – 5 tahun, dengan rata- kembali pentol
rata lama pengalaman berjualan pentol yang sudah
menjadi 4 tahun. Sebagian besar responden digigit ke wadah
(51,9%) menggunakan saus merek tomato. saus
Perilaku Higiene dan Sanitasi Pedagang
Pentol Saus yang dibeli kemudian dicampur
Hasil dari perilaku hygiene dan sanitasi dengan air atau ditambahkan bumbu seperti
pedagang pentol di Kota Banjarbaru dapat garam, Monosodium Glutamat (MSG),
dilihat pada table 2. bawang putih merupakan praktek yang
Tabel 2.Parameter Perilaku Higiene dan umum dilakukan oleh pedagang pentol. Pada
Sanitasi Pedagang Pentol di Kota proses penambahan bahan biasanya
Banjabaru dilakukan pemasakan agar air dan bumbu
Parameter Desk Frek % tercampur dengan sempurna dan ada
saos celup pentol Selalu 26 96,3 kemungkinan mikroba yang ada pada bahan

Jurnal Skala Kesehatan Volume 6 No. 1 Tahun 2015


ARTIKEL PENELITIAN

awal akan menjadi inaktif. Hal ini sesuai juga menunjukan hal yang sama yaitu total
dengan pendapat dari Muyanja, et al (2011) bakteri pada saus yang tidak dipanaskan
pemanasan bahan yang suhunya dijaga akan lebih tinggi (5.1 log cfu /g) dibandingkan
mengurangi jumlah mikroba yang ada pada dengan total bakteri pada saus yang sudah
praduk. dipanaskan kembali (3.9 log cfu /g).
Sebagian besar (96,3%) pedagang pentol Masih banyak (74.1%) penjual pentol
mencuci wadah tempat saus celup setelah tetap membiarkan wadah saus tetap terbuka,
selesai berjualan. Pencucian wadah perlu dikarenakan pembeli langsung mencelupkan
dilakukan agar sisa bahan yang lama tidak pento pada wadah saus (74.1%). Wadah saus
tertinggal, sehingga tidak mencemari saus yang terbuka akan mengakibatkan
yang yang akan digunakan kemudian. mencemari saus yang bias menyebabkan
Tempat saus yang bersih akan membuat food borne dieses. Kontaminasi pada saus
konsumen tertarik, sehingga akan celup pentol pada penelitian ini disebabkan
meningkatkan penjualan. Meldrum, et al penjual saos berdagang di pinggir jalan
(2009) mengatakan bahwa kontaminasi besar sehingga debu akan masuk kedalam
mikroba pada makanan bisa didapat dari wadah selain itu pembeli langsung
kontak denganwadahyang terkontaminasi. mencelupkan pento pada wadah saus
Masih ada pedagang pentol (70,4%) sehingga kontaminasi bias terjadi lewat
yang kadang-kadang menggunakan saus tangan pembeli. Meldrum, et al (2009)
yang tersisa pada hari sebelumnya. Sebagain mengatakan kontaminasi mikroba dari
besar (96,3%) sisa saus tersebut dipanaskan makanan yang terbuka dapat terjadi dari
kembali walaupun ada beberapa penjual lingkungan.Lingkungan tersebut bisa wadah
(48,1%) kemudian menyimpan saus saus, udara, tangan, peralatan, kain
tersebut pada suhu kamar. Menggunakan pembersih dan lain-lain.
saus sisa kemarin yang kandungan Ada sebagian kecil (33,3%) pembeli
mikrobanya meningkat selama proses memasukkan kembali pentol yang sudah
berjualan di area terbuka akan semakin dimakan ke dalam wadah saos tomat, hal ini
meningkatkan jumlah mikroba tersebut dikarenakan ada penjual tidak menyediakan
karena selama proses penyimpanan di suhu wadah untuk meletakkan saus (40,8%),
kamar akan memberikan kesempatan kepada untuk pedagang yang menjual pentol ukuran
mikroba untuk berkembang biak. Muyanja, besar. Pencelupan kembali pentol kedalam
et al (2011) berpendapat bahwa wadah saus menunjukan indikasi praktek
penyimpanan makanan pada temperature hygiene yang buruk. Pada penelitian yang
yang tidak tepat merupakan factor resiko terdahulu yaitu penelitian yang dilakukan
sehingga mengarah pada meningkatan oleh Meldrum, et al (2009) ditemukannya
jumlah mikroba.Penelitian yang dilakukan S. aureus dan E. coli pada salad dan saus
Meldrum et.al. (2009) mengenai tingkat kebab yang pemakaian sausnya di ambil
cemaran mikroba pada saus kebab yang sendiri oleh pembeli.
dijual oleh
penjual kaki lima di Inggris menunjukkan Tabel 3.Perilaku Higiene dan Sanitasi
bahwa Saus yang terkontaminasi Salmonella Pedagang Pentol di Kota
agbeni ditemukan pada penjual yang pada Banjarbaru
akhir hari penjualan tidak membuang saus
tersebut. Penelitian yang dilakukan oleh Katagori Frek %
Mosupye dan Alexander von Holy (2000) Perilaku

Jurnal Skala Kesehatan Volume 6 No. 1 Tahun 2015


ARTIKEL PENELITIAN

Baik 5 18,5 yang tidak memenuhi standar SNI berjumlah


Cukup 22 81,5 63%. Tingginya kandungan mikroba pada
Kurang 0 00,0 saus celup pentol disebabkan semua penjual
Jumlah 27 100.0 pentol berjualan di pinggir jalan dan
sebagain besar penjual membiarkan wadah
Perilaku hygiene dan sanitasi pedagang saus tetap dalam keadaan terbuka. Mutu
pentol di Kota Banjarbaru sebagian besar mikrobiologis pangan jajanan sering
termasuk cukup (81,5%) yang dapat dilihat berhubungan dengan cara berjualan dan
pada table 3. Tidak adanya perilaku lingkungan tempat berjualan. Pedagang
keamanan pangan yang masuk dalam makanan yang kurang memperhatikan aspek
katagori Kurang disebabkan tingkat sanitasi dan hygiene memungkinkan
pendidikan pedagang yang sebagian besar mikroba tumbuh dengan cepat (Mensah et.
SMP dan SMA. Selain itu pengetahuan al., 2002).Selain itu masih banyak pedangan
tentang persiapan pengolahan saus banyak pentol yang menggunakan saus sisa,
di dapat dari pengalaman sendiri dan ada walaupun sudah dipanaskan kembali,
yang mendapat pelatihan dari petugas penyimpanan sisa saus tersebut
puskesmas. Menurut Atmarita dan Fallah memungkinkan mikroba tumbuh
(2004) dalam Yasmin dan Siti Madanijah kembali.Menurut Cardinale, at al (2005)
(2010), seseorang dengan tingkat pendidikan pemanasan kembali makanan akan
yang baik akan lebih mudah meningkatkan resiko kontaminasi
mengimplementasikan informasi dan Salmonela.
pengetahuan yang dimilikinya dalam
perilaku serta gaya hidup sehari-hari. Begitu Kandungan Boraks pada Pentol
juga dengan kebalikannya pendidikan yang Hasil penelitian menunjukan tidak
rendah akan mendapatkan kesulitan satupun pentol yang dijual oleh pedagang
mengimplementasikan informasi yang pentol di Kota Banjarbaru mengandung
didapat. Menurut Notoatmodjo (2007), boraks.Penelitian ini senada dengan
dalam proses pembentukan dan atau penelitian yang dilakukan oleh Sultan, dkk
perubahan, perilaku dipengaruhi oleh (2013) tidak ditemukan kandungan zat
beberapa faktor yang berasal dari dalam dan pengawet boraks pada jajanan bakso di SDN
luar individu itu sendiri. Selain pendidikan, Kompleks Mangkura Kota Makassar.Begitu
pengetahuan dan persepsi sebagai faktor juga dengan penelitian yang dilakukan oleh
internal yang mempengaruhi terbentuknya Widayat (2011) dari sampel bakso yang
perilaku, terdapat pula faktor eksternal diambil dari 35 warung bakso yang tersebar
meliputi lingkungan sekitar, baik fisik di Kecamatan Sumbersari Kabupaten
maupun non-fisik seperti: iklim, manusia, Jember tidak satupun mengandung boraks.
sosial-ekonomi, kebudayaan, dan Tidak ditemukannya kandungan boraks
sebagainya. pada pentol di kota Banjarbaru
kemungkinan karena pedagang pentol sudah
Cemaran Mikroba pada Saos Celup 74
mendapat informasi dari petugas kesehatan
Pentol dan BBPOM di Banjarmasin, berupa
Cemaran mikroba pada saus celup pentol kegiatan KIE dalam bentuk informasi dan
yang dijual oleh penjual pentol di Kota penyuluhan kepada pedagang jajanan, murid
Banjarbaru sebagian kecil yaitu 37% di sekolah dan guru serta masyarakat sekitar
bawah 105 sesuai dengan syarat SNI, dan dan juga dipasangnya standing banner dan

Jurnal Skala Kesehatan Volume 6 No. 1 Tahun 2015


ARTIKEL PENELITIAN

pembagian brosur keamanan pangan. besar ada pada katogori cukup yaitu
Berdasarkan pengujian sampling dan sebesar 81,5%
Panganan Jajanan Anak Sekolah (PJAS) 2. Kandungan boraks tidak ditemukan
oleh Balai Besar POM (2013) kandungan pada pentol yang dijual pedagang
boraks tidak ditemukan di jajanan pentol, pentol di Kota Banjarbaru
tetapi ditemukan di jajanan kerupuk. 3. Cemaran mikroba yang tidak sesuai
dengan standar SNI pada saos celup
Hubungan Perilaku Higiene dan Sanitasi sebesar 63%
dengan Cemaran Mikroba 4. Perilaku keamanan pangan dengan
Berdasarkan hasil uji Fisher Exact Test, cemaran mikroba tidak menunjukan
rata-rata scor perilaku hygiene dan sanitasi hubungan yang signifikan (p>0.05).
dengan cemaran mikroba dan kandungan 5. perilaku keamanan pangan dengan
boraks tidak menunjukan hubungan yang kandungan boraks tidak menunjukan
signifikan (p>0.05). Tidak terdapatnya hubungan yang signifikan (p>0.05)
hubungan antara perilaku hygiene dan
sanitasi pedagang pentol dengan cemaran SARAN
mikroba disebabkan factor lain, yaitu area 1. Perlu dilakukannya penyuluhan hiegene
tempat berjualan yang semua sampel adalah dan sanitasi bagi para pedagang jajanan
sama yaitu di area terbuka dekat jalan raya. 2. Perlu peran aktif dari sekolah dan
Bahaya mikrobiologis yang disebabkan oleh penanggung jawab pasar sehingga tetap
pangan dapat terjadi sejak proses penyiapan, tidak ada penggunaan boraks pada
pengolahan, penyajian, penjualan dan makanan jajanan dan tidak ada
penyimpanan pangan. penjualan boraks secara bebas
Penelitian yangn dilakukan Barro et.al.
(2007) menyatakan bahwa makanan jajanan DAFTAR PUSTAKA
dapat terkontaminasi oleh mikroorganisme Anonim. 2005. Kejadian Luar Biasa
melalui beberapa jalur/rute, dengan Keracunan Pangan. Food Watch-
beberapa factor penyebab seperti praktek Sistem Keamanan Pangan Terpadu.
hygiene dan sanitasi pedagang serta Edisi Juli 2005. Sekretariat Jenderal
konsumen, kebersihan lingkungan disekitar Jejaring Intelijen Pangan Badan
tempat penjualan pangan, ada tidaknya Pengawas Obat dan Makanan
fasilitas penunjang kebersihan, serta kualitas Republik Indonesia (Badan POM RI).
bahan baku yang digunakan. Penilitian Anonim.2012. Pentol Cilot dan Saus
Mensah et. al. (2002) menunjukan bahwa Dicurigai Penyebab Keracunan Siswa
makanan yang jajanan di Ghana yang dijual MTs
dipinggir jalan mengandung cemaran Sumberberas.http://www.banyuwangi
mikroba yaitu bakteri mesofilik (69,7%), kab.go.id. Diakses tanggal 9 Februari
Enterobacteriacceae (33,7%), 2012
Staphylococcus aureus (31,9%), dan Badan Pengawas Obat dan Makanan.2013.
Bacillus cereus (5,5%). Pengawasan Bahan Berbahaya di
Pasar Percontohan Kota
KESIMPULAN Banjarmasin pada Bulan
1. Perilaku hygiene dan sanitasi pedagang Ramadhan.www.pom.go.id. Diakses
pentol di Kota Banjarbaru sebagian tanggal 15 September 2014

Jurnal Skala Kesehatan Volume 6 No. 1 Tahun 2015


ARTIKEL PENELITIAN

Badan Pengawas Obat dan Makanan. 2013. Cardinale, E., J.D. Perrier Gros-Claude, F.
Kunjungan Mobil Laboratorium Tall, E.F. Gue`ye, and G. Salvat. 2005.
Keliling di Dua Kabupaten/Kota Risk factors for contamination of
Provinsi Kalimantan Selatan. ready-to-eat street-vended poultry
www.pom.go.id. Diakses tanggal 15 dishes in Dakar, Senegal.
September 2014 International Journal of Food
Badan POM. 2010. Mari Kita Menghindari Microbiology 103 : 157– 165
Pangan yang Mengandung Boraks. Depkes RI. 2011. Situasi Diare di
Leaflet. Balai Besar POM di Indonesia.Buletin Jendela Data dan
Banjarmasin Informasi Kesehatan Triwulan II.
Badan Standardisasi Nasional. 2009. SNI Effendi, S. 2009. Teknologi Pengolahan
7388:2009 tentang Batas Maksimum dan Pengawetan Pangan.Alfabeta :
Cemaran Mikroba dalam Pangan. Bandung
Badan Standardisasi Nasional. Fardiaz, S. 1993. Analisis Mikrobiologi
Jakarta. Pangan. RajaGrafindo Persada
Badrie, Neela, Andrew Joseph and Allyson :Jakarta.
Chen. 2012. An observational study of Gea, SI. 2009. Hygiene Sanitasi dan
food safety practices by street vendors Analisa Cemaran Mikroba yang
and microbiological quality of street- Terdapat pada Saus Tomat dan Saus
purchased hamburger beef patties in Cabai Isi Ulang yang Digunakan di
Trinidad, West Indies. Internet Journal Kantin di Lingkungan Universitas
of Food Safety V.3; 25-31. Diakses Sumatera Utara Tahun 2009.
tanggal 1 Februari 2013 http://repository.usu.ac.id. Diakses
Barro, N., Abdoul R.B., Yollande I., Aly S., tanggal 9 Februari 2012.
Tidiane O.C.A., Philippe N.A., Kemenkes RI. 2012. Profil Data Kesehatan
Comlan D.S., Sababenedjo T.A. Indonesia Tahun 2011.Kementrian
2007.Steet-Vended Food kesehatan RI.
Improvement : Contamination Meldrum, R.J., C.L. Little, S. Sagoo, V.
Mechanisms and Aplication of Food Mithani, J. McLauchlin, E. de Pinna.
Safety Objective Strategy : Critical 2009. Assessment of the
Review. Pakistan Journal of Nutrition microbiological safety of salad
6 (1) : 1 – 10 vegetables and sauces from kebab
BPS dan Macro International. 2007. take-away restaurants in the United
Survey Demografi dan Kesehatan Kingdom. Food Microbiology.26 :
Indonesia 2007. Calverton, Maryland, 573–577
USA: BPS dan Macro International. Mensah, P., D.Y. Manu, K.O. Darko, A.
Cahyadi, Wisnu. 2006. Bahan Tambahan Ablordey. 2002. Street Foods 76 in
Pangan. Bumi Aksara : Jakarta Accra, Ghana : How Safe are
They?Bulletin of the World Health
Organization, 80 (7).
Mosupye, Francina M., and Alexander von
Holy. 2000. Microbiological hazard
identification and exposure
assessment of street food vending in
Johannesburg, South Africa.

Jurnal Skala Kesehatan Volume 6 No. 1 Tahun 2015


ARTIKEL PENELITIAN

International Journal of Food Wahyuni.2003. Identifikasi Zat Warna


Microbiology. 61: 137–145 Sintetis dalam Saos Tomat yang
Muyanja, Charles, Leontina Nayiga, Beredar di Pasar Johar Kota
Namugumya Brenda, George Semarang.www.fkm.undip.ac.id.
Nasinyama. 2011. Practices, Diakses tanggal 9 Februari 2012
knowledge and risk factors of street Widayat, Dandik. 2011. UJI
food vendors in Uganda. Food KANDUNGAN BORAKS PADA
Control 22 : 1551-1558 BAKSO (Studi pada Warung Bakso
Nurkholidah, Mirna Ilza, dan Cristine Jose. di Kecamatan Sumbersari Kabupaten
2012. Analisis Kandungan Boraks Jember). Skripsi.FKM Universitas
Pada Jajanan Bakso Tusuk Di Jember.
Sekolah Dasar Di Kecamatan Yasmin, Ghaida dan Siti Madanijah.2010.
Bangkinang Kabupaten Kampar. Perilaku Penjaja Pangan Jajanan Anak
Jurnal Ilmu Lingkungan Program Studi Sekolah Terkait Gizi Dan Keamanan
Ilmu Lingkungan PPS Universitas Pangan Di Jakarta Dan Sukabumi. Jurnal
Riau. Diakses tanggal 21 Februari Gizi dan Pangan 5(3) : 148–157
2014.
Notoatmodjo, Soekidjo. 2005. Promosi
Kesehatan Teori dan Aplikasinya. PT.
Rineka Cipta : Jakarta
Panjaitan, L. 2010. Pemeriksaan dan
Penetapan Kadar Boraks dalam
Bakso di Kotamadya
Medan.http://Repository.usu.ac.id.
Diakses tanggal 15 September 2014
Purwanto, Heri. 1998. Pengantar Perilaku
Manusia untuk Keperawatan.EGC.
Jakarta
Ray, B. 1996.Fundamental Food
Microbiology. CRC Press, Boca Raton
: Florida
Rosset, P., M. Cornu, V. Noel, E. Morelli,
G. Poumeyrol. 2004. Time-
Temperature Profiles of Chilled
Ready-To-Eat foods in School
Catering and Probabilistic Analysis of
Listeria monocytogenes Growth.
IJMF.96 : 49-59
Suhanda, Rikky. 2012. Higiene Sanitasi
Pengolahan dan Analisa Boraks pada
Bubur Ayam yang Dijual di
Kecamatan Medan Sunggal Tahun
2012.Skripsi.Medan : Universitas
Sumatera Utara

Jurnal Skala Kesehatan Volume 6 No. 1 Tahun 2015

Anda mungkin juga menyukai