33 89 1 SM
33 89 1 SM
ABSTRAK
saus pentol celup serta kandungan boraks Kandungan Boraks adalah identifikasi
pentol di Kota Banjarbaru. kandungan boraks secara kualitatif yang
dilakukan dengan membandingkan
METODE PENELITIAN pewarnaan yang terbentuk saat pengetesan
bahan uji dengan pewarnaan yang terbentuk
Penelitian ini bersifar survey analitik jika menggunakan larutan standar boraks
melalui pengamatan dan pencatatan secara atau asam borat yang dibuat
sistematis terhadap variable yang diteliti, Setelah data terkumpul, selanjutnya
kemudian dianalisis hubungan dari variable dilakukan pemeriksaan ulang (editing) untuk
tersebut.Penelitian ini menggunakan desain memastikan kelengkapan dan kebenaran
penelitian studi eksplorasi. data. Data yang telah diolah dimasukkan
Penelitian secara keseluruhan akan dalam tabel distribusi frekuensi untuk
dilakukan selama rentang waktu Juli sampai dianalisis secara deskriptif, sedangkan untuk
Oktober 2014. Pengambilan data dilakukan mengetahui menguji hubungan antar
selama bulan Julidan Agustus 2014. variabel akan menggunakan uji statistik Chi
Populasi pada penelitian ini adalah Square. Pengolahan dan analisis data
seluruh penjual pentol celup di Kota menggunakan program komputer.
Banjarbaru.Penentuan pedagang pentol
berdasarkan kriteria sebagai berikut: HASIL DAN PEMBAHASAN
pedagang menetap di suatu lokasi (bukan
keliling) di pinggir jalan raya, cukup ramai Karakteristik Responden
dibeli, dan bersedia diwawancarai.
Pengambilan sampel berdasarkan metode Pedangan yang menjadi sampel dalam
purposive (sengaja) dengan mengacu kriteria penilitian ini adalah pedagang yang banyak
di atas sejumlah 27 pedagang pentol yang didatangi pengunjung yang tersebar di 5
mewakili lima kecamatan di Kota (lima) Kecamatan di Kota Banjarbaru, yaitu
Banjarbaru. Cempaka, Sungai Ulin, Guntung Payung,
Variabel dan Definisi Operasional dari Landasan Ulin dan Liang Anggang. Tempat
penelitian ini adalahHigiene dan sanitasi berjualan para responden terdiri atas daerah
pedagang pentol celup adalah perbuatan atau perkantoran, pasar, sekolah, perumahan, dan
tindakan konsumen dalam penanganan kampus yang berlokasi di pinggir jalan
pentol dan saus yang diukur dengan besar.
menggunakan kuesioner penilaikan perilaku
dan dikategorikan menjadi cukup bila Tabel 1. Karakteristik Sosial-Demografi
jawaban lebih dari 62,5% dan kurang bila Responden
jawaban benar kurang dari 62,5%. Parameter Desk Frek %
Cemaran mikroba adalah jumlah Jenis Laki-Laki 25 71
92,6
mikroba yang ditunjukkan oleh angka Kelamin Perempuan 2 07,4
lempeng total, yaitu mikroba mesofilik Umur < 30 tahun 11 40,7
dalam satuan cfu/g pada saus pentol yang ≥ 30 tahun 16 59.3
tumbuh pada media PCA (Plate Count Agar) Pendidikan Tidak 3 11,1
Sekolah
dalam cawan petri yang diinkubasi pada
SD 5 18,5
suhu 30oC selama 72 jam dengan metode
SMP 12 44,4
cawan sebar.
SMA 7 25,9
Status Belum 6 22,2
awal akan menjadi inaktif. Hal ini sesuai juga menunjukan hal yang sama yaitu total
dengan pendapat dari Muyanja, et al (2011) bakteri pada saus yang tidak dipanaskan
pemanasan bahan yang suhunya dijaga akan lebih tinggi (5.1 log cfu /g) dibandingkan
mengurangi jumlah mikroba yang ada pada dengan total bakteri pada saus yang sudah
praduk. dipanaskan kembali (3.9 log cfu /g).
Sebagian besar (96,3%) pedagang pentol Masih banyak (74.1%) penjual pentol
mencuci wadah tempat saus celup setelah tetap membiarkan wadah saus tetap terbuka,
selesai berjualan. Pencucian wadah perlu dikarenakan pembeli langsung mencelupkan
dilakukan agar sisa bahan yang lama tidak pento pada wadah saus (74.1%). Wadah saus
tertinggal, sehingga tidak mencemari saus yang terbuka akan mengakibatkan
yang yang akan digunakan kemudian. mencemari saus yang bias menyebabkan
Tempat saus yang bersih akan membuat food borne dieses. Kontaminasi pada saus
konsumen tertarik, sehingga akan celup pentol pada penelitian ini disebabkan
meningkatkan penjualan. Meldrum, et al penjual saos berdagang di pinggir jalan
(2009) mengatakan bahwa kontaminasi besar sehingga debu akan masuk kedalam
mikroba pada makanan bisa didapat dari wadah selain itu pembeli langsung
kontak denganwadahyang terkontaminasi. mencelupkan pento pada wadah saus
Masih ada pedagang pentol (70,4%) sehingga kontaminasi bias terjadi lewat
yang kadang-kadang menggunakan saus tangan pembeli. Meldrum, et al (2009)
yang tersisa pada hari sebelumnya. Sebagain mengatakan kontaminasi mikroba dari
besar (96,3%) sisa saus tersebut dipanaskan makanan yang terbuka dapat terjadi dari
kembali walaupun ada beberapa penjual lingkungan.Lingkungan tersebut bisa wadah
(48,1%) kemudian menyimpan saus saus, udara, tangan, peralatan, kain
tersebut pada suhu kamar. Menggunakan pembersih dan lain-lain.
saus sisa kemarin yang kandungan Ada sebagian kecil (33,3%) pembeli
mikrobanya meningkat selama proses memasukkan kembali pentol yang sudah
berjualan di area terbuka akan semakin dimakan ke dalam wadah saos tomat, hal ini
meningkatkan jumlah mikroba tersebut dikarenakan ada penjual tidak menyediakan
karena selama proses penyimpanan di suhu wadah untuk meletakkan saus (40,8%),
kamar akan memberikan kesempatan kepada untuk pedagang yang menjual pentol ukuran
mikroba untuk berkembang biak. Muyanja, besar. Pencelupan kembali pentol kedalam
et al (2011) berpendapat bahwa wadah saus menunjukan indikasi praktek
penyimpanan makanan pada temperature hygiene yang buruk. Pada penelitian yang
yang tidak tepat merupakan factor resiko terdahulu yaitu penelitian yang dilakukan
sehingga mengarah pada meningkatan oleh Meldrum, et al (2009) ditemukannya
jumlah mikroba.Penelitian yang dilakukan S. aureus dan E. coli pada salad dan saus
Meldrum et.al. (2009) mengenai tingkat kebab yang pemakaian sausnya di ambil
cemaran mikroba pada saus kebab yang sendiri oleh pembeli.
dijual oleh
penjual kaki lima di Inggris menunjukkan Tabel 3.Perilaku Higiene dan Sanitasi
bahwa Saus yang terkontaminasi Salmonella Pedagang Pentol di Kota
agbeni ditemukan pada penjual yang pada Banjarbaru
akhir hari penjualan tidak membuang saus
tersebut. Penelitian yang dilakukan oleh Katagori Frek %
Mosupye dan Alexander von Holy (2000) Perilaku
pembagian brosur keamanan pangan. besar ada pada katogori cukup yaitu
Berdasarkan pengujian sampling dan sebesar 81,5%
Panganan Jajanan Anak Sekolah (PJAS) 2. Kandungan boraks tidak ditemukan
oleh Balai Besar POM (2013) kandungan pada pentol yang dijual pedagang
boraks tidak ditemukan di jajanan pentol, pentol di Kota Banjarbaru
tetapi ditemukan di jajanan kerupuk. 3. Cemaran mikroba yang tidak sesuai
dengan standar SNI pada saos celup
Hubungan Perilaku Higiene dan Sanitasi sebesar 63%
dengan Cemaran Mikroba 4. Perilaku keamanan pangan dengan
Berdasarkan hasil uji Fisher Exact Test, cemaran mikroba tidak menunjukan
rata-rata scor perilaku hygiene dan sanitasi hubungan yang signifikan (p>0.05).
dengan cemaran mikroba dan kandungan 5. perilaku keamanan pangan dengan
boraks tidak menunjukan hubungan yang kandungan boraks tidak menunjukan
signifikan (p>0.05). Tidak terdapatnya hubungan yang signifikan (p>0.05)
hubungan antara perilaku hygiene dan
sanitasi pedagang pentol dengan cemaran SARAN
mikroba disebabkan factor lain, yaitu area 1. Perlu dilakukannya penyuluhan hiegene
tempat berjualan yang semua sampel adalah dan sanitasi bagi para pedagang jajanan
sama yaitu di area terbuka dekat jalan raya. 2. Perlu peran aktif dari sekolah dan
Bahaya mikrobiologis yang disebabkan oleh penanggung jawab pasar sehingga tetap
pangan dapat terjadi sejak proses penyiapan, tidak ada penggunaan boraks pada
pengolahan, penyajian, penjualan dan makanan jajanan dan tidak ada
penyimpanan pangan. penjualan boraks secara bebas
Penelitian yangn dilakukan Barro et.al.
(2007) menyatakan bahwa makanan jajanan DAFTAR PUSTAKA
dapat terkontaminasi oleh mikroorganisme Anonim. 2005. Kejadian Luar Biasa
melalui beberapa jalur/rute, dengan Keracunan Pangan. Food Watch-
beberapa factor penyebab seperti praktek Sistem Keamanan Pangan Terpadu.
hygiene dan sanitasi pedagang serta Edisi Juli 2005. Sekretariat Jenderal
konsumen, kebersihan lingkungan disekitar Jejaring Intelijen Pangan Badan
tempat penjualan pangan, ada tidaknya Pengawas Obat dan Makanan
fasilitas penunjang kebersihan, serta kualitas Republik Indonesia (Badan POM RI).
bahan baku yang digunakan. Penilitian Anonim.2012. Pentol Cilot dan Saus
Mensah et. al. (2002) menunjukan bahwa Dicurigai Penyebab Keracunan Siswa
makanan yang jajanan di Ghana yang dijual MTs
dipinggir jalan mengandung cemaran Sumberberas.http://www.banyuwangi
mikroba yaitu bakteri mesofilik (69,7%), kab.go.id. Diakses tanggal 9 Februari
Enterobacteriacceae (33,7%), 2012
Staphylococcus aureus (31,9%), dan Badan Pengawas Obat dan Makanan.2013.
Bacillus cereus (5,5%). Pengawasan Bahan Berbahaya di
Pasar Percontohan Kota
KESIMPULAN Banjarmasin pada Bulan
1. Perilaku hygiene dan sanitasi pedagang Ramadhan.www.pom.go.id. Diakses
pentol di Kota Banjarbaru sebagian tanggal 15 September 2014
Badan Pengawas Obat dan Makanan. 2013. Cardinale, E., J.D. Perrier Gros-Claude, F.
Kunjungan Mobil Laboratorium Tall, E.F. Gue`ye, and G. Salvat. 2005.
Keliling di Dua Kabupaten/Kota Risk factors for contamination of
Provinsi Kalimantan Selatan. ready-to-eat street-vended poultry
www.pom.go.id. Diakses tanggal 15 dishes in Dakar, Senegal.
September 2014 International Journal of Food
Badan POM. 2010. Mari Kita Menghindari Microbiology 103 : 157– 165
Pangan yang Mengandung Boraks. Depkes RI. 2011. Situasi Diare di
Leaflet. Balai Besar POM di Indonesia.Buletin Jendela Data dan
Banjarmasin Informasi Kesehatan Triwulan II.
Badan Standardisasi Nasional. 2009. SNI Effendi, S. 2009. Teknologi Pengolahan
7388:2009 tentang Batas Maksimum dan Pengawetan Pangan.Alfabeta :
Cemaran Mikroba dalam Pangan. Bandung
Badan Standardisasi Nasional. Fardiaz, S. 1993. Analisis Mikrobiologi
Jakarta. Pangan. RajaGrafindo Persada
Badrie, Neela, Andrew Joseph and Allyson :Jakarta.
Chen. 2012. An observational study of Gea, SI. 2009. Hygiene Sanitasi dan
food safety practices by street vendors Analisa Cemaran Mikroba yang
and microbiological quality of street- Terdapat pada Saus Tomat dan Saus
purchased hamburger beef patties in Cabai Isi Ulang yang Digunakan di
Trinidad, West Indies. Internet Journal Kantin di Lingkungan Universitas
of Food Safety V.3; 25-31. Diakses Sumatera Utara Tahun 2009.
tanggal 1 Februari 2013 http://repository.usu.ac.id. Diakses
Barro, N., Abdoul R.B., Yollande I., Aly S., tanggal 9 Februari 2012.
Tidiane O.C.A., Philippe N.A., Kemenkes RI. 2012. Profil Data Kesehatan
Comlan D.S., Sababenedjo T.A. Indonesia Tahun 2011.Kementrian
2007.Steet-Vended Food kesehatan RI.
Improvement : Contamination Meldrum, R.J., C.L. Little, S. Sagoo, V.
Mechanisms and Aplication of Food Mithani, J. McLauchlin, E. de Pinna.
Safety Objective Strategy : Critical 2009. Assessment of the
Review. Pakistan Journal of Nutrition microbiological safety of salad
6 (1) : 1 – 10 vegetables and sauces from kebab
BPS dan Macro International. 2007. take-away restaurants in the United
Survey Demografi dan Kesehatan Kingdom. Food Microbiology.26 :
Indonesia 2007. Calverton, Maryland, 573–577
USA: BPS dan Macro International. Mensah, P., D.Y. Manu, K.O. Darko, A.
Cahyadi, Wisnu. 2006. Bahan Tambahan Ablordey. 2002. Street Foods 76 in
Pangan. Bumi Aksara : Jakarta Accra, Ghana : How Safe are
They?Bulletin of the World Health
Organization, 80 (7).
Mosupye, Francina M., and Alexander von
Holy. 2000. Microbiological hazard
identification and exposure
assessment of street food vending in
Johannesburg, South Africa.