Anda di halaman 1dari 45

MIKROSPORANGIUM

SPT III
Dwi Gusmalawati
 Mikrosporangium
adalah kotak spora
yang menghasilkan
mikrospora.

 Mikrospora adalah
serbuk sari/ polen
 Benang sari terdiri atas kepala sari (antera)
dan tangkai sari (filamen).

 Kepala sari merupakan organ yang sangat


penting karena di dalamnya terdapat
mikrosporangium.

 Di dalam mikrosporangium terdapat


banyak mikrospora, dan merupakan
tempat perkembangan gametofit jantan
(butir polen).
 Suatu antera terdiri dari 4
mikroporangium dari masing-masing sisi
akan menyatukan diri menjadi teka,
sehingga ada 2 teka.

 Jumlah mikrosporangium pada suatu


antera bervariasi, dari 2-8.

 Yang umum jumlahnya 4.


Mikrosporogenesis

 Proses
Proses pembentukan
pembentukan gametgamet jantan
jantan
(sperma)
(sperma) yang
yang berlangsung
berlangsung pada
pada
bunga,
bunga, yaitu
yaitu di
di dalam
dalam benang
benang sari
sari
bagian
bagian dari
dari kepala
kepala sari
sari (antera)
(antera) yang
yang di
di
dalamnya
dalamnya terdapat
terdapat kantong
kantong sari
sari atau
atau
mikrosporangium.
mikrosporangium.
 Pada waktu kepala sari masih muda di
dalam lokulimentum (yaitu di bawah
epidermis) tersusun dari jaringan
parenkimatis yang homogen.
 Pada tempat tertentu pada lokulimentum
terdapat suatu jaringan meristematik yang
disebut jaringan arkesporium.
 Jaringan arkesporium ini merupakan jaringan
hipodermal dan mempunyai bentuk serta
ukuran yang berbeda dengan sel-sel yang
ada di sekitarnya.
 Sel-sel tersebut mempunyai inti yang jelas.
 Jaringan arkesporium kemudian mengadakan
pembelahan secara periklinal, menghasilkan sel-
sel bagian dalam yaitu sel-sel sporogen primer
dan sel-sel bagian luar yaitu sel-sel parietal
primer).
 Sel parietal primer membelah periklinal dan
antiklinal membentuk 2-5 lapis dinding yang
konsentris.
 Sel sporogen primer berfungsi sebagai sel
induk spora mengadakan pembelahan meiosis
menghasilkan butir polen (serbuk sari).
 Perkembangan selanjutnya sel parietal
sekunder membelah secara periklinal
membentuk lapisan tengah, bagian luar dan dalam
serta tapetum.
Lapisan dinding antera

1. Epidermis (eksotesium)
Merupakan lapisan terluar, terdiri dari
1 lapis sel. Epidermis menjadi memipih
dan membentuk tonjolan (popula) pada
kepala sari yang masak, dan berfungsi
sebagai pelindung.
2. Endotesium
 Lapisan yang terletak di sebelah dalam
epidermis.
 Pada kepala sari yang akan membuka
endotesium mengadakan penebalan ke arah
radial, tangensial sebelah dalam atau antiklinal.
 Penebalan sel tersebut tidak teratur dan
menunjukkan tidak teratur dan menunjukkan
struktur berserabut.
 Adanya struktur yang berserabut dari
endotesium adalah untuk membantu
membukanya antera.
 Dengan adanya struktur yang berserabut,
endotesium sering disebut Lamina fibrosa
 Endotesium biasanya hanya 1 lapis sel.
3. Lapisan tengah
 Lapisan ini terdiri dari 2-3 lapis sel atau
lebih tergantung tumbuhannya.
 Dengan berkembangnya antera sel-sel
lapisan tengah menjadi tertekan dan
memipih, sehingga sering pula desebut
lapisan tertekan.
 Keadaan ini terjadi pada waktu sel
induk spora (sporofit) mengalami
pembelahan meiosis.
 Mungkin juga pada tumbuhan tertentu
tidak dijumpai adanya lapisan tertekan.
4. Tapetum

 Lapisan ini merupakan dinding terdalam dari


antera, dan berkembang mencapai maksimum
pada saat terbentuknya serbuk sari tetrad.
 Pada waktu antera masih muda sel-sel tapetum
mempunyai inti yang jelas dan kaya akan
plasma.
 Lapisan tapetum berfungsi memberi makan
pada sel-sel sporogen yang sedang
berkembang, dengan jalan memberikan seluruh
isi selnya selama perkembangan mikrospora.
 Menurut Maheshwari Devi (1963) tapetum pada
Calotropis giganthea terdiri dari beberapa lapis
sel.
Angiospermae ada 2 tipe tapetum
berdasarkan cara tapetum mengeluarkan isi
selnya, pada saat mikrosporogenesis, yaitu:
a). Tapetum ameboid (plasmodial)

 tapetum mengeluarkan seluruh masa protoplasnya ke dalam


lokulus (ruang sari) dan dinding selnya mengalami lesis.
 Kemudian protoplas tapetum ini menggabungkan diri dengan
protoplas yang ada di dalam lokulus, dan protopas ini
bergerak menyelubungi sel induk spora.
 Penetrasi protoplas ini berlangsung selama stadium propase
meiosis sampai stadium tetrad.
 Tapetum tipe ini biasanya dijumpai pada tumbuhan
Monocotyledoneae dan Dicotyledoneae tingkat rendah
(Eames, 1961).
b). Tapetum sekresi (glanduler)

 Tapetum mengeluarkan isi selnya secara


berkala, sedikit demi sedikit (secara sekresi).
 Dinding selnya tidak mengalami Lesis, dan
sisa selnya masih dapat dilihat selama
perkembangan mikrospora.
 Tipe ini dijumpai pada tumbuhan
Angiospermae yang telah maju tingkatannya
(Eames, 1961).
Jaringan Sporogen
 Sebelum sel-sel induk mikrospora menjadi
mikrospora, maka sel-sel ini akan mengalami
pembelahan meiosis, sehingga mikrospora
yang dihasilkan bersifat haploid, Pada
pembelahan meiosis ini ada 2 tingkat yaitu
mieosis I dan meiosis II.
 Pembelahan meiosis I merupakan
pembelahan reduksi jumlah kromosom yaitu
dari satu sel dengan 2n kromosom menjadi
dua sel, masing-masing dengan n kromosom.
Tahapan
Tahapan pembelahannya
pembelahannya sbb:
sbb:

1.
1. Profase
Profase yang
yang terdiri
terdiri dari
dari 55 stadia,
stadia, yaitu:
yaitu:
a).
a). Leptoten
Leptoten (leptonema):
(leptonema): padapada inti
inti kelihatan
kelihatan
benang-benang
benang-benang halus.
halus.
b).
b). zigoten
zigoten (zigonema):
(zigonema): mulai
mulai kelihatan
kelihatan kromosom-
kromosom-
kromosom
kromosom membentuk
membentuk kembaran
kembaran (sinopsis).
(sinopsis).
c).
c). pakhiten
pakhiten (pakhinema):
(pakhinema): kromosom
kromosom hanya
hanya
kelihatan
kelihatan separuh
separuh jumlahnya.
jumlahnya.
d).
d). diploten
diploten (diplonema):
(diplonema): kromosom
kromosom membelah
membelah
membujur
membujur menjadi
menjadi 44 kromatid,
kromatid, saling
saling berjauhan,
berjauhan,
tetapi
tetapi pada
pada tempat
tempat tertentu
tertentu mengadakan
mengadakan
persilangan
persilangan (”crossing
(”crossing over”)
over”) sehingga
sehingga terjadi
terjadi
pertukaran
pertukaran bagian-bagian
bagian-bagian kromatid.
kromatid.
2.
2. Metafase
Metafase
3.Anafase
3.Anafase
4.
4. Telofase
Telofase
5.
5. Tingkat
Tingkat istirahat.
istirahat.
Meiosis
Meiosis II:
II: terjadi
terjadi pembelahan
pembelahan secara
secara
mitosis
mitosis biasa,
biasa, hanya
hanya dinding
dinding yang
yang
dibentuk
dibentuk tegak
tegak lurus
lurus dinding
dinding yang
yang
dibentuk
dibentuk pada
pada meiosis
meiosis tingkat
tingkat I.I.
 Pembelahan meiosis sel induk spora
dapat terjadi secara susesif atau
secara simultan.
 Secara susesif

 Setelah pembelahan meiosis I terbentuk


dinding yang memisahkan dua inti,
sehingga terbentuk stadium 2 inti (diad).
 Pembentukan dinding secara sentrifugal
(dari bagian tengah ke tepi).
 Pada stadium meiosis II, dinding pemisah
dibentuk dengan cara yang sama,
sehingga terbentuk serbuk saritetrad
yang bertipe isobilateral.
 Secara simultan

 Pada pembelahan meiosis I tidak diikuti


pembetnukan dinding, sehingga
terdapat stadium 2 intu (binukleat).

 Jadi di sini tidak terdapat stadium 2 sel.


Selanjutnya 2 inti tersebut mengadakan
pembelahan, masing-masing inti
selanjutnya dibatasi oleh dinding sekat,
sehingga terbentuk serbuk sari tetrad
yang bertipe tetrahidris.
 Menurut
Menurut Maheshwari
Maheshwari (1950)
(1950) pembentukan
pembentukan
tetrad
tetrad secara
secara simultan
simultan merupakan
merupakan cara cara
pembelahan
pembelahan yangyang lebih
lebih primitif
primitif jika
jika
dibandingkan
dibandingkan dengan
dengan cara
cara susesif.
susesif.
Berdasarkan
Berdasarkan cara
cara pembelahan
pembelahan tersebut,
tersebut,
menurut
menurut Maheshwari
Maheshwari (1950)
(1950) kelas
kelas
Monocotyledoneae
Monocotyledoneae mempunyai
mempunyai tetradtetrad
serbuk
serbuk sari
sari yang
yang bertipe
bertipe tetrahidris,
tetrahidris,
sedang
sedang kelas
kelas Dicotyledoneae
Dicotyledoneae
mempunyai
mempunyai tipetipe isobilateral.
isobilateral.
ep
end
lk
lk pl
pl
lt pl

50 µm A 25 µm 25 µm
B C

tp

tp pl
pl lt
lk

lk

5 µm D 25 µm E

Gambar 18. Perkembangan bunga jantan pada porang. A,B. Penampang membujur, C,D,E.
penampang melintang, A,C,D. bunga jantan umur kuncup 3 minggu, B,E. bunga
jantan umur mekar kurang 5 hari, ep. epidermis, end. endotesium, lk. lokus, lt,
lapisan tengah, tp tapetum, pl. polen.
Tetrad serbuk sari

1. tetrahidris antara lain pada Melilotus


alba
2. isobilateral antara lain pada Zea
mays
3. dekusatus antara lain pada Magnolia,
Atriplex, Cornus.
4. Linier antara lain pada Butoopsis dan
Aristolochia.
 Tahapan sitokinesis pada jaringan sporogen dan pada sel induk
mikrospora
 I. A. premitosis, B. stadium 2 inti, C. metafase, D. telofase, E.
stadium tetrad
 II. A. premitosis, B. metafase II, C. Sel binukleat, D. metafase II, E.
stadium tetra nukleat, F. stadium tetrad
Serbuk sari

Serbuk sari pada umumnya


mempunyai 2 lapisan dinding yaitu
eksin merupakan lapisan terluar dan
intin lapisan dalam. Eksin tersusun dari
sporopolenin, sedang intin tersusun
dari polisakarida.
Serbuk sari mempunyai fungsi penting
dalam palinologi. Para ahli palinologi
menggunakan serbuk sari untuk
identifikasi berdasarkan:
1. ukuran dan bentuk serbuk sari
2. bentuk, jumlah dan susunan
aperture
3. struktur dan ornamentasi
 Serbuk sari yang baru terbentuk
mempunyai sitoplasma yang padat,
dengan inti di bagian tengahnya.
 Setelah antera masak serbuk sari
dikeluarkan melalui lubang yang
disebut stomium.
 Epidermis yang letaknya di kanan kiri
lubang dindingnya menebal
membentuk struktur yang khusus.
ek tp
op
pl pl
v tp
in
pl
1µm 1µm 1µm
A B C

tp
ab

vb

1µm 10µm 10µm


D E F

Gambar 21. Morfologi polen dan perkecambahan tabung polen pada porang. A. morfologi
polen, B. polen dengan sel vegetatif, C. polen dimorfik, D. polen 1 hari stelah
mekar, E.F. pekecambahan tabung polen pada 2 hari setalah mekar.
Perkecambahan tabung polen (tanda panah), ek. eksin. In. intin, pl. polen, tp.
tabung polen, vb. polen yang viabel, ab. Polen abnormal,v. sel vegetatif, op.
operkulum
Gambar 25. histokimia organ generatif pada porang, uji amilum,
dan uji protein
The Structure and
Ultra Structure of
Anther Epidermis
and Pollen in
Lagerstroemia
indica L.
(Lythraceae) in
Response to Air
Pollution
Optical and
Ultrastructural
Study of the
Pollen Grain
Development in
Hermaphrodite
Papaya Tree
(Carica papaya
L.)

Vol. 51, n. 3 : pp.539-545, May-June


2008
TERIMA KASIH ATAS
PERHATIANNYA
Sampai bertemu di minggu
depan
?
?
?
?
?
?
?
?
?
?

Anda mungkin juga menyukai