Disusun oleh:
Nydia Triana
00000019814
PUSKESMAS SURADITA
FEBRUASI 2018
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS PELITA HARAPAN
TANGERANG. BANTEN
BAB I
ILUSTRASI KASUS
A. Keluhan Utama
Keluhan Utama : Demam sejak 2 minggu lalu
B. Keluhan Tambahan
Keluhan Tambahan :
- Pilek
- Hidung tersumbat
- Nyeri tenggorokan ketika menelan
F. Riwayat Kebiasaan
Pasien adalah seorang pelajar SD yang sering mengonsumsi makanan
berminyak dan meminum air dingin di sekolahnya karena kurangnya
pengawasan penjualan makanan sehat di sekolahnya. Pasien sangat menyukai
makanan cireng yang diberikan bumbu pedas di sekolahnya dan memakanya
hampir setiap hari.
G. Riwayat Alergi
Pasien tidak memiliki alergi terhadap makanan atau obat apapun.
I. Riwayat kelahiran
Pasien lahir dengan proses normal dengan berat badan lahir 3,1 kg dan tidak
memiliki penyakit apapun ketika lahir. Ibu pasien mengaku pasien telah di
imunisasi lengkap.
J. Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum : Sakit ringan
Kesadaran : Compos mentis
Pernapasan : tidak diperiksa
Nadi : 85 x/menit
Tekanan darah : tidak diperiksa
Suhu tubuh : 38,2 oC
BB/TB : 31 kg/125 cm
BMI : 19,8 (normal weight)
K. Pemeriksaan Penunjang
Tidak dilakukan
Disarankan:
- Pemeriksaan darah lab rutin
- Pemeriksaan laboratorium berupa kultur dan uji resistensi kuman dari
sediaan apusan tonsil untuk mengetahui kuman penyebab
L. Resume
- Pasien datang bersama ibunya dengan keluhan utama demam sejak 2
minggu yang lalu dengan suhu 39,2 derajat selsius yang terjadi secara
hilang timbul. Terdapat nyeri saat menelan makanan sehingga pasien
menjadi susah makan. Selain itu ibu pasien juga mengatakan kalau pasien
menjadi lebih lesu dari pada biasanya sejak 1 minggu yang lalu, selain itu
terdapat pilek, hidung tersumbat sejak 2 minggu yang lalu. Selain itu
pasien juga mengeluh nyeri pada bagian telinga dengan skala 5 dari 10.
Ibu pasien mengaku sekarang pasien ketika tidur menjadi mendengkur.
Pasien pernah mengalami gejala yang sama 2 tahun lalu, tapi sembuh
dalam waktu 3 hari. Pasien adalah seorang pelajar SD yang sering
mengonsumsi makanan berminyak dan meminum air dingin di sekolahnya
karena kurangnya pengawasan penjualan makanan sehat di sekolahnya.
Pasien sangat menyukai makanan cireng yang diberikan bumbu pedas di
sekolahnya dan memakanya hampir setiap hari. Setelah diperiksa, suhu
tubuh pasien ketika diperiksa di Puskesmas Suradita adalah 38,2 oC.
setelah pemeriksaan fisik dilakukan, terdapat pembesaran tonsil
menjadi T2 pada sisi kanan dan kiri serta terdapat hiperemis. Pada
Lidah berwarna merah muda, terdapat bercak-bercak berwarna abu-
abu, dan terdapat coated tongue dan terdapat beberapa titik-titik
berwarna keputihan pada tonsil.
I.V Pengobatan
a. Non-medika mentosa
1. Edukasi pasien mengenai penyakit yang di derita dan pencegahannya yaiut
dengan cara mencuci tangan sesering mungkin untuk mencegah
penyebaran mikro organisme yang dapat menimbulkan tonsilits dan
menghindari kontak dengan penderita infeksi tenggorokan setidaknya
hingga 24 jam setelah penderita infeksi tenggorokan mendapatkan
antibiotik
2. Minta pasien untuk tidak mengonsumsi makanan/minuman yang dingin,
pedas, dan berminyak
3. Perbanyak istirahat
4. Sarankan agar sering control ke dokter THT
b. Medika mentosa
1. Anti inflamasi 3X15-20 mg/Kg Berat badan selama 5 hari
2. Antibiotik 2X50 mg/Kg Berat badan/ hari selama 7-10 hari (antibiotik
yang bisa digunakan; penisilin, eritromisin)
3. Analgetic 3 X 15-20 mg/kg Berat badan selama 5 hari
4. Obat kumur desinfektan
BAB II
LANDASAN TEORI
II.1 Definisi
Tonsilitis adalah peradangan tonsil palatine yang merupakan bagian
dari cincin waldeyer. Cincin Waldeyer sendiri terdiri dari susunan kelenjar
limfa yang terdapat di dalam rongga mulut yaitu
- Tonsil palatine (tonsil faucial): tonsil palatine adalah suatu massa jaringan
limfoid yang terletak di dalam fosa tonsil pada kedua sudut orofaring dan
dibatasi oleh pilar anterior (otot palatoglosus) dan pilar posterior (otot
palatofaringeus). Tonsil berbentuk oval denga panjang 2-5 cm masing
masing tonsil mempunyai 10-30 kriptus yang meluas ke dalam jaringan
tonsil. Permukaan tonsil palatine ditutupi epitel berlapis gepeng.
- Tonsil faringeal (adenoid)
- Tonsil lingual (tonsil pangkal lidah)
- Tonsil tuba eustachius (lateral band dinding faring/Gerlach’s tonsil)
Penyebaran tonsillitis bersifat airborne droplets/dari udara, tangan, dan
ciuman. Dapat terjadi pada semua umur terutama anak-anak.
Tonsilitis dibagi 2 yaitu tonsillitis akut dan kronik. Pada tonsillitis
kronik, tonsillitis terjadi secara terus menerus dan bisa membuat terbentuknya
kantung kecil dibagian tonsil yang merupakan tempat berkumpulnya bakteri,
sering kali terdapat batu-batu yang bau dan kecil yang ditemukan di kantung-
kantung kecil tersebut yang bernama tonsillotliths. Tonsilitis kronik terjadi
karena rangsangan yang menahun dari rokok, beberapa jenis makanan,
hygiene mulut yang buruk, pengaruh cuaca, kelahan fisik dan pengobatan
tonsillitis akut yang tidak kuat.
Tonsilitis akut terbagi menjadi dua yaitu karena virus dan bakteri.
Tonsilitas akibat bakteri biasanya terjadi karena grup A streptokokus B
hemolitikus yang dikneal sebagai strept throat, pneumokokus, streptokokus
viridian dan streptokokus pyogens. Infiltrasi bakteri pada lapisan epitel
jaringan tonsil akan menimbulkan reaksi radang berupa keluarnya leukosit
polimorfonuklear sehingga terbentuk detritus. Detritus merupakan kumpulan
leukosit bakteri yang mati dan epitel yang terlepas. Secara klinis, detritus ini
mengisi kriptus tonsil dan tampak sebagai bercak kuning/putih.
II.2 Gejala
Masa inkubasi 2-4 hari. Gejala dan tanda yang sering ditmeukan pada tonsillitis
akut karena bakteri adalah nyeri tenggorokan dan nyeri ketika menelan. Demam
dengan suhu tubuh yang tinggi, rasa lesu, rasa nyeri di sendi-snedi, tidak nafsu makan
dan rasa nyeri di telinga (otalgia). Rasa nyeri akan terasa ditelinga karena referred
pain melalui saraf nervus glosofaringeus (n. IX). Pada pemeriksaan tampak tonsil
yang membengkak, hiperemis dan terdapat detritus. Selain itu pada lidah akan
terdapat coated tongue dan bercak berwarna abu-abu.
II.3 Komplikasi
Pada anak: menimbulkan komplikasi otitis media akut, sinusitis, abses peritonsil
(Quincy throat), abses parafaring, bronchitis, glomerulonephritis akut, miokarditis,
artritis serta septicemia akibat infeksi vena jugularis interna (syndrome lemierre)
Akibat hipertrofi tonsil, maka akan menyebabkan pasien bernafas melalui mulut,
tidur mendengkur, gangguan tidur karena terjadinya sleep apnea yang dikenal sebagai
OSAS (Obstructive Sleep Apnea Syndrome)
II.4 Diagnosis
a. Anamnesis
Snagat penting dilakukan karena hampir 50% diagnosis dapat ditegakkan dari
anamnesis saja. Penderita sering datang dengan keluhan rasa nyeri pada
tenggorokan terus menerus, sakit ketika menelan, rasa mengganjal di
tenggorokan, nafas bau, malaise, sakit pada sendi, kadang-kadang ada demam
dan nyeri pada leher
b. Pemeriksaan fisik
Terdapat tonsil yang membesar dengan adanya hipertrofi dan jaringan parut,
permukaan tonsil tidak rata, kriptus melebar dan beberapa kripti terisi oleh
detritus.
c. Pemeriksaan penunjang
Dapat dilakukan kultur dan uji resistensi kkuman dari sediaan tonsil. Biakan
swab sering menghasilkan beberapa macam kuman dengan derajat keganasan
yang rendah yaitu seperti Streptococcus haemolitikus, Streptokokus Viridans,
Staphylococcus, atau Pneumococcus
Sleain itu dapat dilakukan pemeriksaan laboratorium yang ditandai dengan
adanya peningkatan leukosit dan penurunan hemoglobin
BAB III
ANALISA KASUS
Diagnosis kerja yang telah disimpulkan adalah tonsillitis akut et cause bakteri
dan memiliki 2 diagnosis banding yaitu; Tonsilitis difteri dan Tonsilitis akut et cause
viral.
Tonsilitis difteri sudah menurun frekuensinya akibat adanya imunisasi pada
bayi dan anak. Penyebab dari tonsillitis diferi adalah kuman Coryne Bacterium
Diphteriae yaitu kuman yang termasuk gram positif dan hidung di saluran nafas
bagian atas yaitu hidung, faring, dan laring. Tidak semua orang yang terinfeksi oleh
kuman ini akan menjadi sakit, tergantung pada titer anti toksin dalam darah
seseorang. Titer anti toksin sebesar 0.03 satuan per cc darah dapat dianggap cukup
memberikan dasar imunitas. Hal inilah yang dipakai ada tes Schick.
Tonsilitis diferi sering ditmeukan pada anak berusia kurang dari 10 tahun dan
frekuensi tertinggi pada usia 2-5 tahun walaupun pada orang dewasa masih mungkin
menderita penyakit ini. Penyebaran penyakit ini melalui droplet seperti ingus, dahak
atau lendir yang keluar pada saat penderita batuk atau bersin.
Gejala yang ditimbulkan terbagi menjadi 3, yaitu gejala umum, gejala local,
dan gejala akibat eksotoksin.
Gejala umum seperti kenaikan suhu tubuh yang biasanya bersifat subferis,
nyeri kepala, tidak nafsu makan, badan lemah, nadi lambat serta keluhan nyeri
menelan. Selain itu ada gejala khusus yaitu terdapat suara stridor dimana suara
pernafasan bernada tinggi karena ada sumbatan ditenggorokan atau kotak suara
(laring) ketika mengamil nafas. Selai itu penderita difteri akan sulit bernafas karena
penyumbatan atau karena toksin bakteri difteri yang sudah mulai melumpuhkan sel-
sel saraf pada system pernafasan.
Gejala local yaitu tonsil membengkak
ditutupi bercak putih kotor yang makin lama
makin meluas dan bersatu membentuk
membrane semu yang dapat terlihat seperti
gambar disamping (diambil dari google).
Membrane dapat melas ke palatum mole, uvula,
nasofaring, laring, trakea, dan bronkus dan
dapat menymbat saluran nafas. Bila infeksi terjadi menerus maka akan menyebabkan
leher membengkak yang menyerupai leher sapi (bull neck) atau disebut juga
Burgemeester’s hals
Gejala akibat eksotoksin yang dileluarkan oleh kuman difteri akan
menimbulkan kerusakan jaringan tubuh yaitu pada jantung dapat terjadi
decompensatio cordis, yang dapat menyebabkan kelumpuhan otot palatum dan otot-
otot pernafasan dan pada ginjal menimbulkan albuminuria.
Tetapi untuk memastikan kembali diagnosis tonsillitis difteri dapat dilaukan
pemeriksaan preparat langsung kuman yang dapat dbawah permukaan bawah
membrane semu dan ditemukan Corynobacterium diphteriae.
Pada diagnosis banding yang kedua adalah tonsillitis akut et cause virus. Pada
tonsillitis viral, etiologi penyebabkanya adalah virus Epstein Barr yang biasanya
memiliki gejala seperti common cold yaitu pilek, batuk, sesak nafas, pusing, bersin,
demam dengan derajat ringan, dan rasa lesu yang disertai rasa nyeri pada
tenggorokan. Pada pemeriksaan fisik yang ditemukan pada tonsillitis viral adalah
pembengkakan dan hiperemis pada tonsil dan kemerahan pada tenggorokan tanpa
adanya titik-titik putih pada tonsil dan tidak adanya warna keabu-abuan pada lidah.
Itulah yang menyebabkan perbedaan yang sangat jelas dari tonsillitis akut karena
bakteri dan karena virus.
Nyeri pada Nyeri pada telinga Sesak nafas Suara nafas stridor
telinga
Pembesaran Tonsil membesar Pembesaran tonsil Pembesaran tonsil
tonsil kanan dan
kiri T2/T2
Pada table diatas dapat ditentukan bahwa gejala yang timbul pada pasien lebih
mendekati pada tonsillitis akut et cause bakteri. Tetapi untuk memastikan kembali
perlu dilakukan pemeriksaan preparat swab dan dilihat apakah etiologi penyebab
tonsillitis Corynebacterium diphteriae atau tidak untuk membedakan tonsillitis akut et
cause bakteri dengan tonsillitis difteri.
TINJAUAN PUSTAKA
2. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala dan Leher. (2007). 6th ed.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, pp.217 - 220.