Anda di halaman 1dari 9

BAB I

PENDAHULUAN

Kejang demam terjadi pada 2-5% anak-anak serta merupakan jenis kejang

yang paling umum terjadi pada kejang pada anak. Sekitar 30% pasien kejang

demam hanya mengalami 1 kali episode kejang, sementara sisanya mengalami lebih

dari 1 kali episode kejang. Onset usia penderita kejang demam adalah dari usia 3

bulan hingga 5 tahun dengan puncak insidensi terjadi pada usia 18 sampai 24

bulan1.

Kejang demam merupakan jenis kejang yang banyak terjadi pada anak-

anak. Sebagian besar kejang demam memiliki prognosis yang baik namun beberapa

jenis kejang demam, khususnya yang terkait dengan infeksi akut seperti sepsis

maupun meningitis bakterial memiliki prognosis yang buruk. Oleh karena itu

penting untuk dicari tahu penyebab demam untuk kemudian dilakukan terapi secara

kausatif, terutama pada episode pertama kejang 2.

Berdasarkan Consensus Statement on Febrile Seizures, kejang demam

didefinisikan sebagai suatu kejadian pada bayi atau anak, biasanya terjadi antara

umur 3 bulan sampai 5 tahun, berhubungan dengan demam tapi tidak terbukti

adanya infeksi intrakranial atau penyebab tertentu, tidak termasuk anak yang pernah

kejang tanpa demam serta bayi berusia kurang dari 4 minggu . Adanya riwayat

kejang demam keluarga biasanya merupakan faktor pencetus utama kejadian kejang

demam3.

1
Secara umum berdasarkan manifestasi kejang, kejang demam dibagi atas

kejang demam sederhana (simple febrile convulsion) dan kejang demam kompleks

(complicated/complex febrile seizure). Kejang demam sederhana merupakan

kejang yang berhubungan dengan peningkatan suhu tubuh > 38℃ (suhu rektal),

kejang terjadi secara umum dan tonik-klonik, berdurasi < 15 menit, frekuensi

kejang 1 kali dalam 24 jam, diiringi dengan mengantuk pada periode postiktal

singkat. Kejang demam kompleks merupakan kejang demam yang berdurasi > 15

menit, terjadi secara fokal maupun multipel. Kejang yang terjadi lebih dari 1 kali

pada satu episode demam juga diklasifikasikan sebagai kejang demam kompleks
1,2
.

Pada tata laksana kejang demam ada 3 hal yang harus di perhatikan, yaitu :

1) Pengobatan fase akut

2). Mencari dan mengobati penyebab

3). Pengobatan profilaksis terhadap berulangnya kejang demam

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
A. DEFINISI

Demam merupakan manifestasi yang harus ada pada pasien untuk

menegakkan diagnosis kejang demam. Meskipun demikian, bukan berarti

setiap pasien anak yang datang dengan kejang dan demam dapat didiagnosa

sebagai kejang demam. Beberapa anak memiliki riwayat kejang kronis yang

dapat diperparah dengan adanya demam. Kondisi ini bukanlah kejang demam,

namun kejang yang disertai dengan demam. Kejang merupakan hasil dari

pelepasan aktivitas listrik abnormal oleh neuron otak. Kejang demam ialah

bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh (suhu rektal di atas

380C) yang disebabkan oleh suatu proses ekstrakranium3.

B. ETIOLOGI

Kejang demam dapat diturunkan secara autosom dominan melalui

kromosom 19p dan 8q 12-21, sehingga penting untuk dilakukan anamnesis

riwayat kejang demam pada keluarga2.Kejang demam tidak menunjukkan

adanya abnormalitas pada elektroensefalografi (EEG) serta biasanya dapat

sembuh secara sempurna. Selain adanya faktor genetika, kejang demam jarang

berkembang menjadi epilepsi 4.

Kejang demam yang disebabkan keadaan ekstrakranial harus dipisahkan

dari keadaan intrakranial, sehingga perlu dilakukan pungsi lumbar pada pasien

yang mengalami demam, khususnya pada pasien berusia di bawah 18 bulan

3
dengan kejang demam pertama kali meskipun tidak ada tanda spesifik

meningitis5.

C. GEJALA KLINIS

Berdasarkan kriteria Livingston, kejang demam dibagi atas kejang demam

sederhana (simple febrile convulsion) dan epilepsi yang diprovokasi demam

(epilepsy triggered off by fever). Pembagian ini dapat memprediksi prognosis

dari pasien yang mengalami kejang demam. Menurut Livingston, kriteria

kejang demam sederhana adalah sebagai berikut:

1. Umur anak ketika kejang antara 6 bulan - 4 tahun

2. Kejang berlangsung sebentar, tidak melebihi 15 menit

3. Kejang bersifat umum

4. Kejang timbul dalam 16 jam pertama setelah timbulnya demam

5. Pemeriksaan saraf sebelum dan sesudah kejang normal

6. Pemeriksaan EEG yang dibuat sedikitnya 1 minggu setelah suhu normal

tidak menunjukkan kelainan

7. Frekuensi bangkitan dalam 1 tahun tidak melebihi 4 kali.

Pasien yang tidak memiliki minimal salah satu dari kondisi di atas merupakan

pasien yang menderita epilepsi yang diprovokasi demam (epilepsy triggered off by

fever). Dengan menggunakan kriteria Livingston tersebut, ternyata sangat banyak

pasien yang termasuk dalam golongan epilepsi yang diprovokasi demam, sehingga

konsekuensinya pasien-pasien yang memiliki kondisi tersebut harus menerima

4
pengobatan rumat. Selain itu juga sulit sekali untuk melakukan anamnesis berapa

lama demam sudah berlangsung sebelum pasien mengalami kejang. Oleh karena

itu, pembagian kejang demam dibagi sebagai kejang demam yang membutuhkan

terapi rumat maupun yang tidak membutuhkan terapi rumat5.

D. PENATALAKSANAAN

Tujuan pengobatan kejang demam pada anak menurut Deliana (2002)

adalah:

 Mencegah kejang demam berulang

 Mencegah status epilepsi

 Mencegah epilepsi dan/atau retardasi mental

 Normalisasi kehidupan anak dan keluarga

Menurut Soetomenggolo 2009, ada 3 (tiga) hal yang perlu dikerjakan

pada proses tata laksana kejang demam, yaitu:

1. Pengobatan Fase Akut

Pada waktu pasien sedang mengalami kejang, semua pakaian yang ketat

harus dibuka dan pasien dimiringkan apabila muntah untuk mencegah

terjadinya aspirasi. Jalan napas harus bebas agar oksigen terjamin. Pengisapan

lendir dilakukan secara teratur, diberikan oksigen, kalau perlu dilakukan

intubasi. Awasi keadaan vital seperti kesadaran, suhu, tekanan darah,

pernapasan dan fungsi jantung. Suhu tubuh yang tinggi diturunkan dengan

pemberian kompres dan antipiretik (asetaminofen oral 10 mg/kgBB 4 kali

sehari atau ibuprofen 20 mg/kgBB 4 kali sehari). Diazepam (0,3 mg/kgBB IV,

5
BB<10 kg dosis 5 mg rektal, BB>10 kg dosis 10 mg rektal) adalah pilihan

utama dengan pemberian secara intravena atau intrarektal karena memiliki

masa kerja yang singkat 4,5.

Cara Penggunaan Stesolid (Diazepam) rectal

2. Profilaksis Intermitten

Pengobatan profilaksis intermitten dengan antikonvulsan segera diberikan

pada waktu pasien demam dengan suhu rektal lebih dari 38℃. Terapi

intermitten harus dapat masuk dan bekerja pada otak. Diazepam oral efektif

mencegah timbulnya kejang demam berulang dan bila diberikan intermitten

hasilnya lebih baik karena penyerapannya yang cepat. Diazepam intermittent

dapat diberikan per-oral maupun rektal. Dosis rektal tiap 8 jam adalah 5 mg

untuk pasien dengan berat badan kurang dari 10 kg, serta 10 mg untuk pasien

dengan berat lebih dari 10 kg. Diazepam oral dapat diberikan dengan dosis 0,5

mg/kgBB perhari dibagi dalam 3 dosis, diberikan bila pasien menunjukkan

suhu 38,5℃ atau lebih 4,5.

3. Profilaksis Terus Menerus

Pemberian fenobarital 4-5 mg/kgBB/hari menunjukkan hasil yang

bermakna untuk mencegah berulangnya kejang demam. Obat lain yang dapat

6
digunakan untuk profilaksis kejang demam ialah asam valproat yang memiliki

efek sama bahkan lebih baik dibandingkan dengan fenobarbital, meskipun

memiliki efek samping hepatotoksik. Dosis asam valproat adalah 15-40

mg/kgBB. Profilaksis terus menerus dapat berguna untuk mencegah

berulangnya kejang demam berat yang dapat berpotensi menyebabkan

kerusakan otak di kemudian hari namun tidak dapat mencegah terjadinya

epilepsi. Indikasi profilaksis terus menerus adalah:

1) Sebelum kejang demam pertama sudah ada kelainan neurologis atau

perkembangan

2) Ada riwayat kejang tanpa demam pada orang tua atau saudara kandung

3) Kejang demam lebih lama dari 15 menit, fokal atau diikuti kelainan

neurologis sementara atau menetap

4) Dapat dipertimbangkan pemberian profilaksis bila kejang demam terjadi

pada bayi berumur kurang dari 12 bulan atau terjadi kejang multipel dalam

satu episode demam

Antikonvulsan profilaksis terus menerus diberikan selama 1-2 tahun setelah

kejang berakhir, kemudian dihentikan secara bertahap selama 1-2 bulan4,5.

7
BAB III
KESIMPULAN

Kejang demam sederhana merupakan kejang yang berhubungan dengan


peningkatan suhu tubuh > 38℃ (suhu rektal) dan disebabkan oleh proses
ekstrakranium, kejang demam diklasifikasi menjadi 2 yaitu kejang demam
sederhana terjadi secara umum dan tonik-klonik, berdurasi < 15 menit frekuensi
kejang 1 kali dalam 24 jam, tanpa gambaran fokal dan pulih dengan spontan.
Kejang demam kompleks merupakan kejang demam yang berdurasi > 15 menit,
terjadi secara fokal maupun multipel. Kejang yang terjadi lebih dari 1 kali pada satu
episode demam juga diklasifikasikan sebagai kejang demam kompleks.
Manifestasi klinis ditandai dengan Kehilangan Kesadaran/pingsan,
Kekakuan otot, Suhu tubuh lebih dari 38°C, Terjadi kurang dari 15 menit dalam 24
jam (1 hari), Terjadi pada anak usia 6 bulan- 5 tahun.
Tujuan pengobatan kejang demam pada anak adalah mencegah kejang

demam berulang, mencegah status epilepsy, mencegah epilepsi dan/atau retardasi

mental, serta normalisasi kehidupan anak dan keluarga. pada proses tata laksana

kejang demam, yaitu pada waktu pasien sedang mengalami kejang, semua pakaian

yang ketat harus dibuka dan pasien dimiringkan apabila muntah untuk mencegah

terjadinya aspirasi. Jalan napas harus bebas agar oksigen terjamin. Pengisapan

lendir dilakukan secara teratur, diberikan oksigen, kalau perlu dilakukan intubasi.

Awasi keadaan vital seperti kesadaran, suhu, tekanan darah, pernapasan dan fungsi

jantung. Suhu tubuh yang tinggi diturunkan dengan pemberian kompres dan

antipiretik (asetaminofen oral 10 mg/kgBB 4 kali sehari atau ibuprofen 20

mg/kgBB 4 kali sehari). Diazepam (0,3 mg/kgBB IV, BB<10 kg dosis 5 mg rektal,

BB>10 kg dosis 10 mg rektal) adalah pilihan utama dengan pemberian secara

intravena atau intrarektal karena memiliki masa kerja yang singkat.

8
DAFTAR PUSTAKA

1. Bhakthavalsala, S. & Pang, D. (2008). Crash Course Pediatrics 3rd Ed.


USA: Elsiever.

2. Dorland’s Medical Dictionary for Health Consumers version 3.0.80[for


Android]. Philadelphia: Elsiever; 2008.

3. Goetz, C.G. (2007). Goetz: Textbook of Clinical Neurology 3rd Ed. USA:
Elsiever.

4. Kliegman, R.M., Behrman, R.E., Jenson, H.B., Stanton, B.F. (2007).


Kliegman: Nelson Textbook of Pediatrics 18th Ed. USA: Elsiever.

5. Tejani, N.R. & Bachur, R.G. (2013). Febrile Seizure. Medscape (online)
(cited 29 Oktober 2013). URL:
http://emedicine.medscape.com/article/801500-overview.

Anda mungkin juga menyukai