Anda di halaman 1dari 50

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang

Imunisasi aktif atau vaksinasi adalah suatu tindakan untuk

memberikan kekebalan dengan cara memasukkan vaksin (antigen) yang

dapat merangsang pembentukan imunitas (antibody) dari system imun

dalam tubuh. Imunisasi aktif bisa didapatkan tidak hanya di posyandu/

Puskesmas atau di rumah sakit saja,juga bisa didapatkan di dokter

keluarga dan dokter spesialis anak. Sedang Imunisasi pasif adalah suatu

pemindahan atau transfer antibody secara pasif. Rendahnya angka

cakupan imunisasi lengkap yang tertuang dalam Universal Child

Immunization (UCI) di kota Palu bisa mengakibatkan anak anak yang tidak

diimunisasi mudah ketularan penyakit yang sebagian besar mematikan.

Vaksinasi yang diprogramkan adalah imunisasi terhadap TB, Campak,

Difteri, Pertusis, Tetanus, Hepatitis B, dan Polio.Cakupan imunisasi untuk

Indonesia mencapai 80 %.Imunisasi dikatakan lengkap apabila mendapat

BCG 1 kali, Campak 1 kali, DPT 3 kali, Hepatitis B 3 kali, dan Polio 4 kali.

Salah satu target keberhasilan kegiatan imunisasi adalah tercapainya

Universal Child Immunization (UCI), yaitu cakupan imunisasi dasar

lengkap balita,secara merata pada balita di 100 % kabupaten / kota ,

kecamatan / puskesmas atau desa / kelurahan.2


2

Pada gambar 1 Hasil cakupan imunisasi balita di Indonesia2014 sebesar

48,4. dengan provinsi tertinggi Bali (62,0%) dan terendah Maluku Utara

(17,7%). 3

Gambar 1 Persentase Imunisasi Dasar Lengkap pada Balita menurut

Provinsi di Indonesia(Kemenkes RI 2014). 3

Pada gambar 2 Hasil cakupan imunisasi balitadi Sulawesi yaitu Sulawesi

Utara (50,0%) dan terendah Sulawesi Tenggara (31,5%).

Gambar 2 Persentase Imunisasi Dasar Lengkap pada Balita menurut di

Sulawesi(Kemenkes RI 2014). 3
3

Pada gambar 3 Hasil cakupan imunisasi balitadi Sulawesi Tengah yaitu

Kota Palu (61,4%) dan terendah Toli-toli (29,0%).4

Gambar 3 Persentase Imunisasi Dasar Lengkap pada Balita menurut di

SulawesiTengah. 4

Besar cakupan imunisasi di Wilayah kerja Puskesmas Birobuli masih di

bawah target. Liat pada gambar4.4

80
73.5
70
70 64.2 63.8
60 56.3
51.8
50
BirobuliUtara
40
Lolu Utara
30 Lolu selatan

20

10

0
2013 2014
4

Gambar 4.Data Cakupan Imunisasi Puskesmas Birobuli, 2013-2014. 5

B. Rumusan Masalah

Cakupan Imunisasi diIndonesia dan di Puskesmas Birobuli terus

mengalami penurunan. Ini di akibatkan pengetahuan ibu yang kurang

tentang kelengkapan dan manfaat imunisasi. Balita yang tidak

mendapatkan imunisasi tersebut akan mudah terkena penyakit infeksi

karena daya tahan tubuh yang kurang. Apabila cakupan imunisasi terus

mengalami penurunan tentu bisa mempengaruhi pertumbuhan dan

perkembangan balita . Untuk pencapaian imunisasi, maka petugas

kesehatan perlu melakukan kunjungan ke rumah ibu tersebut pada saat

jadwal posyandu berlangsung, untuk mengurangi faktor yang

menghambat cakupan imunisasi.

Berdasarkan latar belakang diatas maka rumusan masalah dari penelitian

adalah : faktor–faktor apakah yang mempengaruhi cakupan

imunisasi pada balita di wilayah kerja Puskemas Birobuli pada 20

maret – 5 agustus 2015

C. Pertanyaan penelitian

1. Berapa angka cakupan imunisasi pada 20 maret – 5 agustus 2015 di

wilayah kerja Puskesmas Birobuli Palu?


5

2. Apakah ada hubungan pendidikan ibu tentang imunisasi dengan

cakupan imunisasi balita di wilayah kerja Puskesmas Birobuli Palu?

3. Apakah ada hubungan pengetahuan ibu dengan cakupan imunisasi

balita di wilayah kerja Puskesmas Birobuli Palu ?

4. Apakah ada hubungan pekerjaan ibu dengan cakupan imunisasi balita

di wilayah kerja Puskesmas Birobuli Palu?

5. Apakah ada hubungan perilaku ibu dengan cakupan imunisasi balita

di wilayah kerja Puskesmas Birobuli Palu?

6. Apakah ada hubungan motivasi dengan cakupan imunisasi balita di

wilayah kerja Puskesmas Birobuli Palu?

7. Apakah ada hubungan Petugas Pelayanan Kesehatan dengan

cakupan imunisasi balita di wilayah kerja Puskesmas Birobuli Palu?

D. Hipotesis

1. Ada hubungan antara pendidikan ibu tentang imunisasi dengan

cakupan imunisasi balita di wilayah kerja Puskesmas Birobuli Palu.

2. Ada hubungan antara pengetahuan ibu dengan cakupan imunisasi

balita di wilayah kerja Puskesmas Birobuli Palu.

3. Ada hubungan antara pekerjaan ibu tentang imunisasi dengan

cakupan imunisasi balita di wilayah kerja Puskesmas Birobuli Palu.

4. Ada hubungan antara perilaku ibu tentang imunisasi dengan cakupan

imunisasi balita di wilayah kerja Puskesmas Birobuli Palu.


6

5. Ada hubungan antara motivasi tentang imunisasi dengan cakupan

imunisasi balita di wilayah kerja Puskesmas Birobuli Palu.

6. Ada hubungan antara petugas pelayanan kesehatan tentang

imunisasi dengan cakupan imunisasi balita di wilayah kerja

Puskesmas Birobuli Palu.

E. Tujuan Penelitian

a. Tujuan Umum

Untuk mengetahui faktor ibu yang berhubungan dengan cakupan

imunisasi pada balita diwilayah kerja Puskesmas Birobuli Palu.

b. Tujuan Khusus

a) Untuk menganalisa hubungan pendidikanibu dengan cakupan

imunisasi balita di wilayah kerja Puskesmas Birobuli Palu.

b) Untuk menganalisa hubungan pengetahuan ibu terhadap Cakupan

imunisasi balita di wilayah kerja Puskesmas Birobuli Palu.

c) Untuk menganalisa hubungan pekerjaan ibu terhadap Cakupan

imunisasi balita di wilayah kerja Puskesmas Birobuli Palu


7

d) Untuk menganalisa hubungan perilaku ibu terhadap Cakupan

imunisasi balita di wilayah kerja Puskesmas Birobuli Palu.

e) Untuk menganalisa hubungan motivasi ibu terhadap Cakupan

imunisasi balita di wilayah kerja Puskesmas Birobuli Palu

f) Untuk menganalisa hubungan petugas pelayanan kesehatan ibu

terhadap Cakupan imunisasi balita di wilayah kerja Puskesmas

Birobuli Palu

F. Manfaat Hasil Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangsih dan

bermanfaat bagi beberapa pihak antara lain

a. Manfaat Ilmiah

a) Hasil penelitian ini dapat menambah pengetahuan dan pengalaman

meneliti tentangimunisasi

b) Hasil penelitian ini dapat dijadikan bahan rujukan bagi peneliti yang

lain.

c) Hasil penelitian ini dapat dijadikan bahan bacaan bagi mahasiswa di

bidang kesehatan dan kedokteran.

b. Manfaat Penggunaan
8

Hasil penelitian ini dapat dijadikan bahan promosi kesehatan khususnya

bagi Dinas Kesehatan dan Puskesmas Birobuli dalam mengadakan

program-program kesehatan terutama tentang faktor – faktor resiko yang

dapat memengaruhi cakupan imunisasi pada balita agar dapat dihindari,

atau dikurangi faktor resiko tersebut sehingga imunisasi dasar lengkap

bias terpenuhi.

G. Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup pada penelitian ini adalah penelitian di bidang kesehatan

tentang manajemen puskesmas khususnya faktor yang memengaruhi

cakupan imunisasi balita di Puskesmas birobuli Palu.

H. Sistematika dan Organisasi Penulisan

a. Sistematika penulisan

Bab I menjelaskan tentang hal-hal yang melatarbelakangi, tujuan dan

manfaat penelitian ini dilakukan.

Bab II berisikan tentang landasan teori penelitian imunisasi (definisi,

cakupan imunisasi, jenis imunisasi, penyakit yang dapat dicegah dengan

imunisasi, jenis vaksin, sifat vaksin, KIPI) kerangka teori, kerangka konsep

dan definisi operasional.


9

Bab III berisi tentang metode penelitian yang digunakan dalam

melakukan penelitian ini, bab IV berisi tentang hasil dan pembahasan

penelitian, bab V berisi tentang kesimpulan dan saran.

b. Organisasi penulisan

1. Penulisan proposal

2. Seminar proposal, pada akhir semester II dan akhir semester IV.

3. Pengurusan izin penelitian (BALITBANGDA Provinsi Sulawesi Tengah,

bagian imunisasi Puskesmas Birobuli, Kepala Puskesmas birobuli).

4. Pengurusan Rekomendasi Etik padaKomisi Etik Penelitian Kesehatan

di Universitas Hasanuddin Makassar.

5. Melakukan Penelitian di Puskesmas dan Posyandu Birobuli.

6. Penulisan skripsi
10

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Landasan Teori

1. Imunisasi

a. Definisi Imunisasi

Imunisasi adalah suatu tindakan untuk memberikan kekebalan dengan

cara memasukan vaksin ke dalam tubuh.1

b. Cakupan Imunisasi

Cakupan imunisasi adalah pemberian imunisasi dasar lengkap dengan

mendapatkan semua vaksin, seperti BCG, DPT, Polio, Campak, Hepatitis

B dan Hib.1

c. Jenis jenis imunisasi

a) Imunisasi aktif

Merupakan pemberian suatu mikroorganisme yang telah dilemahkan

(vaksin) agar nantinya sistem imun tubuh berespon spesifik dan

memberikan suatu ingatan terhadap antigen, sehingga ketika terpapar lagi

tubuh dapat mengenali dan meresponnya. 67


11

b) Imunisasi pasif

Merupakan suatu proses peningkatan kekebalan tubuh dengan cara

pemberian zat imunoglobulin, yaitu zat yang dihasilkan melalui suatu

proses infeksi yang dapat berasal dari plasma manusia (kekebalan yang

didapat bayi dari ibu melalui placenta) atau binatang (bisa ular) yang

dipergunakan untuk mengatasi mikroba yang sudah masuk dalam tubuh

yang terinfeksi. Contoh imunisasi pasif adalah penyuntikan ATS (Anti

Tetanus Serum) pada orang yang mengalami luka kecelakaan. Contoh

lain adalah yang terdapat pada bayi yang baru lahir dimana bayi tersebut

menerima berbagai jenis antibodi dari ibunya melalui darah placenta

selama masa kandungan, misalnya antibodi terhadap campak. 6 7

d. Penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi8

a) Difteri

Difteri adalah penyakit yang disebabkan oleh bakteri corynebacterium

diphtheriae. Penyebarannya melalui kontak fisik dan pernapasan.

b) Pertusis
12

Pertusis adalah penyakit pada saluran pernapasan yang disebabkan oleh

bakteri Bordetella pertussis. Penyebarannya melalui oral seperti batuk

atau bersin.

c) Tetanus

Tetanus adalah penyakit yang disebabkan oleh Clostridium tetani.

Penyakit ini tidak menular, tetapi melalui kotoran yang masuk luka.

d) Tuberculosis

Tuberculosis adalah penyakit yang disebabkan oleh Mycobacterium

tuberculosa. Penyakit ini menyebar melalui oral seperti bersin atau batuk.

e) Campak

Campak adalah penyakit yang disebabkan oleh virus measles.

Penyakit ini menyebar melalui oral seperti bersin atau batuk.

f) Poliomyelitis

Poliomielitis adalah penyakit yang disebabkan oleh virus polio type 1, 2

atau 3. Penyebaran penyakit ini melalui kotoran manusia ( tinja / feses )

yang terkontaminasi.
13

g) Hepatitis B

Hepatitis B adalah penyakit yang disebabkan oleh virus Hepatitis B

yang merusak hati. Penyebaran penyakit ini terutama melalui suntikan

yang tidak aman dari ibu ke bayi selama proses persalinan.

h) Meningitis

Meningitis adalah suatu reaksi peradangan yang mengenai sebagian atau

seluruh selaput otak (meningen) yang ditandai dengan adanya sel darah

putih dalam cairan serebrospinal.

i) Pneumonia

Pneumonia merupakan penyakit dari paru-paru dan sistem pernapasan

dimana alveoli menjadi radang dan dengan penimbunan cairan

e. Jenis jenis vaksin9 10

a) Vaksin BCG (Bacillus Calmette Guerin)

1. Pengertian :Bacillus Calmette Guerin adalah vaksin hidup yang dibuat

dari Mycobacterium bovis yang dibiak berulang selama 1-3 tahun

sehingga didapatkan hasil yang tidak maksimal tetapi masih

mempunyai imunogenitas. Vaksinasi BCG menimbulkan sensitivitas

terhadap tuberkulin, tidak mencegah infeksi tuberkulosis tetapi

mengurangi resiko terjadi tuberculosis.

2. Indikasi : Untuk pemberian kekebalan aktif terhadap tuberkulosa.


14

3. Kontraindikasi :Mereka yang sedang menderita TBC

4. Kemasan : Dalam bentuk ampul, beku kering, 1 box berisi 10 ampul

vaksin dan setiap 1 ampul vaksin dengan 4 ml pelarut.

5. Cara pemberian dan dosis :

Sebelum disuntikkan vaksin BCG harus dilarutkan terlebih dahulu.

Melarutkan dengan menggunakan alat suntik steril 5 ml . Dosis

pemberian 0,05 ml, sebanyak 1 kali. Disuntikkan secara intrakutan di

daerah lengan kanan atas (Insertio musculus deltoideus), dengan

menggunakan alat suntik steril 0,05 ml. Vaksin yang sudah dilarutkan

harus sebelum lewat 3 jam.

6. Efek samping :Imunisasi BCG tidak menyebabkan reaksi yang bersifat

umum seperti demam. Setelah 1-2 minggu akan timbul indurasi dan

kemerahan ditempat suntikan yang berubah menjadi pustule, kemudian

pecah menjadi luka. Luka tidak perlu pengobatan, akan sembuh secara

spontan dan meninggalkan tanda parut. Kadang-kadang terjadi

pembesaran di ketiak dan atau leher, terasa padat, tidak sakit dan tidak

menimbulkan demam. Reaksi ini normal, tidak memerlukan pengobatan

dan akan menghilang dengan sendirinya.6

b) Vaksin DPT (Difteri Pertusis Tetanus)

1. Pengertian : Vaksin DPT (Difteri Pertusis Tetanus) adalah vaksin yang

terdiri dari toxoid difteri dan tetanus yang dimurnikan serta bakteri

pertusis yang telah diinaktivasi 6


15

Difteri merupakan penyakit yang disebabkan oleh bakteri

Corynebacterium diphtheria. Difteri bersifat ganas, mudah menular dan

menyerang terutama saluran nafas bagian atas. Penularannya bisa

karena kontak langsung dengan penderita melalui bersin atau batuk

atau kontak tidak langsung karena adanya makanan yang

terkontaminasi bakteri difteri. Penderita akan mengalami beberapa

gejala seperti demam lebih kurang 38°C, mual, muntah, sakit waktu

menelan dan terdapat pseudomembran putih keabu-abuan di faring,

laring, atau tonsil. Pertusis merupakan suatu penyakit yang

disebabkan oleh kuman Bordetella Pertusis. Kuman ini mengeluarkan

toksin yang menyebabkan ambang rangsang batuk yang hebat dan

lama. Serangan batuk lebih sering pada malam hari, batuk terjadi

beruntun dan akhir batuk menarik nafas panjang, biasanya disertai

muntah. Batuk bisa mencapai 1-3 bulan, oleh karena itu pertusis

disebut juga dengan “batuk seratus hari”. Tetanus merupakan penyakit

yang disebabkan oleh infeksi kuman Clostridium tetani. Kuman ini

bersifat anaerob, sehingga dapat hidup pada lingkungan yang tidak

terdapat zat asam (oksigen). Tetanus dapat menyerang bayi, anak-

anak bahkan orang dewasa. Pada bayi penularan disebabkan karena

pemotongan tali pusat tanpa alat yang tidak steril atau dengan cara

tradisional dimana alat pemotong dibubuhi ramuan tradisional yang

terkontaminasi spora kuman tetanus. Pada anak-anak atau orang

dewasa bisa terinfeksi karena luka yang kotor atau luka terkontaminasi
16

spora tetanus. Upaya Departemen Kesehatan melaksanakan Program

Eliminasi Tetanus Neonatorum (ETN) melalui imunisasi DPT, DT atau

TT dilaksanakan berdasarkan perkiraan lama waktu perlindungan

sebagai berikut:

a) Imunisasi DPT 3x akan memberikan imunitas 1-3 tahun. Dengan 3

dosis toksoid tetanus pada bayi dihitung setara dengan 2 dosis pada

anak yang lebih besar atau dewasa.

b) Ulangan DPT pada umur 18-24 bulan (DPT 4) akan memperpanjang

imunitas 5 tahun yaitu sampai dengan umur 6-7 tahun. Dengan 4 dosis

toksoid tetanus pada bayi dan anak dihitung setara dengan 3 dosis

pada dewasa.

2. Indikasi : Untuk pemberian kekebalan terhadap difteri, pertusis, tetanus.

3. Kemasan : Dalam bentuk vial, berbentuk cairan, 1 box berisi 10 vial.

4. Cara pemberian dan dosis : Sebelum digunakan vaksin harus dikocok

terlebih dahulu. Kemudian disuntikkan secara intramuskuler dengan

dosis pemberial 0,5 ml sebanyak 3 dosis. Dosis pertama diberikan pada

umur 2 bulan, dosis selanjutnya diberikan dengan interval paling cepat

4 minggu (1 bulan)

5. Efek samping :Gejala-gejala yang bersifat sementara seperti: lemas,

dan demam tinggi yang biasanya terjadi 24 jam setelah imunisasi 6


17

c) Vaksin Polio (Oral Polio Vaccine=OPV)

1. Pengertian :Vaksin Oral Polio adalah vaksin yang terdiri dari suspense

virus poliomyelitis tipe 1,2,3 (Strain Sabin) yang sudah dilemahkan.

2. Indikasi : Untuk pemberian kekebalan terhadap poliomyelitis

3. Kemasan : Dalam bentuk vial, berbentuk cairan, 1 box berisi 10 vial.

4. Cara pemberian dan dosis:Diberikan secara oral (melalui mulut), 1

dosis adalah 2 tetes sebanyak 4 kali (dosis) pemberian. Setiap

membuka vialbaru harus menggunakan penetes (dropper) yang baru.

5. Efek samping :Pada umumnya tidak terdapat efek samping jarang

terjadi.

d) Vaksin Campak

1. Pengertian :Vaksin Campak merupakan vaksin virus hidup yang

dilemahkan. Setiap dosis (0,5 ml).

2. Indikasi : Untuk pemberian kekebalan terhadap penyakit campak.

3. Kemasan : Dalam bentuk vial, berbentuk beku kering, 1 box berisi 10

vial, 1 vial berisi 10 dosis.

4. Cara pemberian dan dosis:Sebelum digunakan vaksin harus dikocok

terlebih dahulu. Harus dilarutkan dengan pelarut steril yang telah

tersedia. Kemudian disuntikkan secara subkutan pada lengan kiri

dengan dosis 0,5 ml


18

5. Efek samping : Hingga 15% pasien dapat mengalami demam ringan

dan kemerahan selama 3 hari yang dapat terjadi 8-12 hari setelah

vaksinasi

e) Vaksin Hepatitis B

1. Pengertian :Vaksin hepatitis B adalah vaksin virus rekombinan yang

telah diinaktivasikan dan bersifat in infectious, berasal dari HBsAg yang

dihasilkan dalam sel ragi (Hansenula polymorph) menggunakan

teknologi DNA rekombinan.

2. Indikasi : Untuk pemberian kekebalan terhadap infeksi yang disebabkan

oleh virus hepatitis B

3. Kemasan : Vaksin Hepatitis B terdiri dari 2 kemasan, kemasan dalam

Prefill Injection Device (PID) dak kemasan dalam vial.

4. Cara pemberian dan dosis: Sebelum digunakan vaksin harus dikocok

terlebih dahulu. Harus dilarutkan dengan pelarut steril yang telah

tersedia. Kemudian disuntikkan secara subkutan pada lengan kiri

dengan dosis 0,5 ml.

5. Efek samping :Reaksi lokal seperti rasa sakit, kemerahan dan

pembengkakan disekitar tempat penyuntikan. Reaksi yang terjadi

bersifat ringan dan

6. biasanya hilang setelah 2 hari. 6


19

f) Vaksin DPT-HB-Hib

1. Indikasi : Untuk pemberian kekebalan aktif terhadap penyakit difteri,

pertusis, tetanus, hepatitis B, meningitis da Pneumonia.

2. Kemasan : warna vaksin putih keruh seperti vaksin DPT dan 1 box

tediri dari 10 vial.

3. Cara pemberian dan dosis:Pemberian dengan cara intramuskuler 0,5

ml sebanyak 3 dosis. Dosis pertama pada usia 2 bulan.

f. Sifat vaksin11

Sifat vaksin digolongkan menjadi dua jika berdasarkan pada kepekaan

atau sensivitasnya terhadap suhu. Sifat-sifat vaksin tersebut yaitu :

a) Vaksin yang sensitif terhadap beku (freeze senzitive) merupakan

vaksin yang akan rusak bila terpapar dengan suhu dingin atau

pembekuan. Vaksin yang tergolong dalam sifat ini , antara lain Hepatitis

B-PID, Vaksin DPT-HB-Hib, DT, dan TT.

b) Vaksin yang sensitif terhadap panas (Heat Sensitive) merupakan

golongan vaksin yang akan rusak jika terpapar dengan suhu panas

yang berlebihan. Vaksin yang mempunyai sifat seperti ini, antara lain

vaksin Polio, vaksin BCG dan vaksin Campak


20

g. KIPI (Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi)6,12

Imunisasi terbukti sebagai satu upaya pencegahan penyakit yang paling

efektif dan efisien. Dengan semakin banyaknya orang yang diimunisasi,

maka semakin rendah angka kejadian penyakit yang dapat dicegah

dengan imunisasi (PD3I). Seperti halnya dengan semua tindakan medis,

resiko terjadinya efek samping selalu ada walaupun kemungkinannya

sangat kecil. Efek samping yang terjadi setelah pemberian imunisasi

disebut dengan KIPI (Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi).

Seiring dengan cakupan imunisasi yang tinggi maka penggunaan vaksin

juga meningkat dan sebagai akibatnya kejadian yang berhubungan

dengan imunisasi juga meningkat. Dalam menghadapi hal tersebut

penting diketahui apakah kejadian tersebut berhubungan dengan vaksin

yang telah diberikan ataukah terjadi secara kebetulan.

Reaksi simpang yang dikenal sebagai kejadian ikutan pasca imunisasi

(KIPI) atau Adverse Events Following Immunization (AEFI) adalah semua

kejadian sakit yang terjadi setelah menerima imunisasi. Untuk mengetahui

hubungan antara imunisasi dengan KIPI diperlukan pencatatan dan

pelaporan semua reaksi simpang yang timbul setelah pemberian

imunisasi.

KIPI adalah kejadian medik yang berhubungan dengan imunisasi, baik

berupa reaksi vaksin ataupun efek samping, toksisitas, reaksi sensitivitas,


21

efek farmakologis, atau kesalahan program, koinsidensi, reaksi suntikan,

atau hubungan kausal yang tidak dapat ditentukan.

Tidak semua kejadian KIPI disebabkan oleh imunisasi karena sebagian

besar ternyata tidak ada hubungannya dengan imunisasi. Oleh karena itu,

untuk menentukan KIPI diperlukan keterangan mengenai: 1) besar

frekuensi kejadian KIPI pada pemberian vaksin tertentu, 2) sifat kelainan

tersebut lokal atau sistemik, 3) derajat sakit resipien, apakah memerlukan

perawatan, menderita cacat atau menyebabkan kematian, 4) apakah

penyebab dapat dipastikan, diduga, atau tidak terbukti, dan 5) apakah

dapat disimpulkan bahwa KIPI berhubungan dengan vaksin, kesalahan

produksi, atau kesalahan prosedur.

Gejala klinis KIPI dapat timbul secara cepat maupun lambat dan dapat

dibagi menjadi gejala lokal, sistemik, reaksi susunan saraf pusat, serta

reaksi lainnya. Pada umumnya makin cepat terjadi KIPI makin berat

gejalanya.
22

h. Jadwal pemberian imunisasi

Gambar 5 Jadwal Imunisasi Anak Umur 0-18 tahun(IDAI 2014) 13


23

B. Kerangka Teori
SOSIAL EKONOMI Pengetahuan ibu

MOTIVASI Pendidikan ibu


Faktor ibu
Perilaku ibu Pekerjaan ibu

Faktor anak

Promosi kesehatan
Cakupan imunisasi

Program pemerintah

Transportasi dan Manajemen puskesmas


jarak tempat
pelayanan

Tenaga kesehatan
Program /kebijakan vaksinasi Alat dan bahan

Ketersediaan Penyimpan
vaksin dan dana an vaksin

Promosi
Motivasi Keterampilan
tenteng Berjalannya tenaga tenaga kesehatan
vaksinasi program Monitoring kesehatan
program

Gambar 5.Kerangka Teori

Pada gambar 5.kerangka teori menggambarkan penelitian saya tentang

cakupan imunisasi. Cakupan imunisasi dipengaruhi oleh beberapa faktor.

Yang pertama adalah faktor ibu, utamanya pada kepatuhan ibu dalam

memberikan imunisasi. Faktor ibu dipengaruhi oleh banyak faktor.


24

Pendidikan ibu mempengaruhi pekerjaan ibu. dimana jika pendidikan ibu

tinggi, maka pekerjaan ibu pun cukup baik, begitupun sebaliknya.

Pengetahuan yang tinggikan memberikan perilaku yang peduli dalam

pemberian imunisasi. Semakin tinggi pengetahuan ibu, semakin tinggi

pula perhatiannya terhadap kesehatan balita. Ketiga variabel ini juga

mempengaruhi ibu, dan pengetahuan dan perilaku dapat berpengaruh

langsung terhadap cakupan imunisasi.Faktor ibu juga di pengaruhi oleh

motivasi, dimana jika ibu tersebut tidak mendapat motivasi dari suami dan

keluarga berupa dukungan ataupun informasi, maka ibu tersebut juga ibu

tidak patuh dengan adanya program imunisasi. Faktor kedua adalah faktor

anak seperti kesehatan anak. Jika anak tersebut sakit, maka tidak diberi

imunisasi karena daya tahan tubuh yang lemah. Faktor ketiga adalah

akses/jarak yang ditempuh dari rumah ke Posyandu. Faktor terakhir

adalah managemen posyandu. Dimana terdiri dari ketersediaan vaksin,

penyimpanan dari vaksin serta aturan jadwal imunisasi pada balita.

Managemen posyandu juga termasuk etugas kesehatan khususnya yang

terkait untuk lebih pro akif.


25

C. Kerangka Konsep

Kerangka teori yang telah dipaparkan disederhanakan menjadi kerangka

konsep, yang berisi variabel-variabel yang akan diteliti oleh peneliti.

Variabel Independent Variabel dependent

FAKTOR IBU

Pengetahuan ibu

Pendidikan ibu
Cakupan
Pekerjaan ibu Imunisasi

motivasi

MANAJEMEN
PUSKESMAS
Pelayanan
kesehatan

Gambar 6.Kerangka Konsep


Pada gambar 6 menggambarkan variabel independen dan variabel

dependen. Untuk variabel independen yang saya ambil adalah pendidikan

ibu, pengetahuan ibu, pekerjaan ibu, perilaku ibu dan motivasi dan apakah

ada hubungan dengan cakupan imunisasi yang merupakan variabel

dependen.
26

D. Definisi Oprasional

1. Cakupan Imunisasi

Cakupan imunisasi adalah Imunisasi dasar lengkap (BCG, DPT, Polio,

Campak, dan Hepatitis B)yang didapatkan dengan wawancara dan ditulis

dikuesioner

a) Tidak lengkap : tidak mendapatkan pemberian vaksin secara

lengkap

b) Lengkap : mendapatkan pemberian vaksin secara lengkap

2. Pendidikan ibu

Yang dimaksud dengan tingkat pendidikan pada penelitian ini adalah

pendidikan tertinggi ibu yang telah ditamatkan yang didapat dengan

wawancara dan ditulis dikuesioner

a) Pendidikan Rendah: Tidak sekolah, TK, SD, SMP, SMA

b) PendidikanTinggi : Diploma- S3

3. Pengetahuan ibu

Yang dimaksud pengetahuan Ibuadalah segala sesuatu yang diketahui

ibu mengenai pemberian imunisasi lengkap pada balita :

a) kurang : < 70 %

b) Cukup : ≥ 70 %
27

4. Pekerjaan ibu

Yang dimaksud pekerjaanibu pada penelitian ini adalah segala sesuatu

yang dikerjakan oleh ibu yang memiliki balita yang menghasilkan nilai

ekonomis yangdidapat dari obervasi dan ditulis dikuesioner :

a) Ibu bekerja : Ibu yang bekerja (PNS, Nelayan, Petani, Dokter dll)

b) Ibu tidak bekerja : Ibu rumah tangga.

5. Perilaku ibu

Yang dimaksud dengan perilaku pada penelitian ini adalah perilaku ibu

terhadap program imunisasi yang didapat dengan wawancara dan ditulis

dikuesioner :

a) Tidak peduli : Ibu yang tidak membawa anaknya mendapat imunisasi

b) Peduli:Peduli adalah kemauan ibu membawa anaknya untuk mendapat

imunisasi.

6. Motivasi

Yang dimaksud motivasiadalah dukungan yang diperoleh untuk ibu seperti

keluarga atau suami dalam pemberian imunisasi yang didapat dari

wawancara ditulis dalam kuesioner

a) Tidak mendapat motivasi: Tidak mendapat dukungan dari keluarga dan

lingkugan.

b) Mendapat motivasi: Mendapat dukungan dari keluarga. Misalnya suami.

Dan dukungan dari lingkungan.


28

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Desain Penelitian

Desain penelitian yang digunakan adalah jenis penelitian deskriptif

kategorik dengan metode Cross Sectional.

Gambar 7. Desain Penelitian

Pada gambar 7 desain penelitian menggambarkan penelitian saya dengan

metode cross sectional. Ibu yang mempunyai balita diwilayah kerja

Puskesmas Birobuli, apakah cakupan imunisasinya tidak lengkap atau

lengkap. Dengan waktu yang bersamaan saya menentukan faktor ibu

tersebut, bisa dilihat dari pendidikan ibu, pengetahuan ibu, pekerjan ibu,

perilaku ibu dan motivasi.


29

B. Waktu dan Tempat Penelitian

a. Waktu : Penelitian dilakukan 20 maret – 5 agustus 2015.

b. Tempat : Penelitian dilaksanakan pada Posyandu di wilayah kerja

Puskesmas Birobuli Palu

C. Populasi dan Subjek Penelitian

1. Populasi Penelitian

Semua ibu yang mempunyai anak/bayi yang berada di Wilayah Kerja

Puskesmas Birobuli

2. Subjek Penelitian

Semua ibu yang mempunyai anak /bayi yang berada di Wilayah Kerja

Puskesma Birobuli yang memenuhi kriteria penelitian

D. Kriteria inklusi dan Ekslusi

1. Kriteria inklusi

1) Ibu yang mempunyai anak balita disekitar wilayah kerja Puskesmas

Birobuli

2) Bisa berkomunikasi dengan jelas

3) Bersedia mengikuti penelitian


30

2. Kriteria Eksklusi :

a. Mempunyai balita dengan penyakit infeksi TB.

b. Mempunyai balita dengan sakit berat.

c. Ibu tidak dapat berkomunikasi dengan baik,

d. Ibu tidak bersedia ikut penelitian.

e. Ibu tidak ingat apakah anaknya sudah diimunisasi atau belum

E. Besar sampel penelitian

Menentukan besar sampel dengan menggunakan rumus deskriptif

kategorik

n= N

1 + N (d2)

Keterangan :
N : Besar Populasi
n : Besar Sampel
d : Tingkat Kepercayaan
(ketepatan yang diinginkan)
sebesar 90%

Menghitung besar sampel

n= N
1 + N (d2)
n= N
31

N 0,052 + 1
n= N
60 0,0025 + 1
n = 85 responden
Dengan demikian, Besar sampel adalah 85 orang

F. Teknik pengambilan sampel

Teknik pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah

dengan menggunakan tehnik ClusterRandom Sampling.


32

G. Alur penelitian

Wilayah Kerja
Puskesmas Birobuli

Kelurahan Birobuli Kelurahan Lolu utara


Utara

RW RW

Ibu yang mempunyai Ibu yang mempunyai


Balita Balita
Informed consent
Subjek Penelitian Memenuhi Kriteria Inklusi

Pengambilan data

(Hasil wawancara
kuesioner)

Pengolahan Data Program SPSS

Gambar8. Alur penelitian

Pada gambar 8 alur penelitian menggambarkan di wilayah kerja

Puskesmas Pantoloan saya mengambil 2 kelurahan secara random yaitu

kelurahan Birobuli utara dan kelurahan Lolu utara. Dari masing-masing

kelurahan saya mengambil RW dengan cara yang sama. Di kelurahan

Birobuli utara saya mengambil 10 RW dari 16 RW, dan di keluraha Lolu

utara saya mengambil 5 RW dari 6 RW. Kemudian saya tentukan populasi

penelitian dengan mengambil ibu yang mempunyai balita saya. Kemudian

saya lakukan informed consent,jika ibu tersebut setuju dan memenuhi

kriteria inklusi maka saya masukkan sebagai subjek penelitian.

Selanjutnya saya mengambil data dengan wawancara dan kuesioner.


33

Data yang saya ambil saya lakukan pengolahan data dengan program

SPSS.

H. Prosedur penelitian

a) Dari wilayah Kerja Puskesmas Birobuli di ambil 2 kelurahan dengan

teknik Cluster Random Samping.

b) Kemudian RW dari setiap kelurahan dipilih dengan teknik yang sama

untuk mengambil Ibu yang mempunyai balita.

c) Ibu yang mempunyai balita yang memenuhi kriteria inklusi yang dipilih

menjadi subjek penelitian.

d) Semua subjek akan diberi penjelasan tentang latar belakang

penelitian ini dilakukan yaitu untuk mengetahui faktor ibu yang

mempengaruhi cakupan imunisasi, dengan tujuan melihat hubungan

antara faktor faktor resiko tersebut dengan cakupan imunisasi dan

manfaat penelitian ini bisa sebagai tambahan informasi ilmiah dan

dapat digunakan sebagai promosi kesehatan dalam upaya

pencegahan. Kemudian di berikan penjelasan tentang hak dan

kewajiban subjek penelitian yaitu hak untuk menolak ikut tanpa

konsekuensi dan jaminan serta keamanan data dan penyediaan data

yang anonim.

e) Setelah subjek diberi penjelasan sampai mengerti akan dimintakan

tanda tangan informed consent tentang penelitian ini sebagai

kesediaanya untuk ikut penelitian.


34

f) Pada semua subjek penelitian akan dilakukan pegambilan data

dengan wawancara tentang faktor pengetahuan ibu, pendidikan ibu,

pekerjaan ibu, perilaku ibu dan motivasi kemudian ditulis dalam

lembar kuesioner

g) Catat hasil sesuai dengan observasi yang telah dilakukan pada subjek

penelitian dan dimasukan kedalam tabel SPSS yang akan dianalisa

secara analitik

h) Selanjutnya analisadata yang telah terkumpul akan dilakukan

pengolahan secara analitik komparatif tidak berpasangan yaitu Chi

square. Analisa data ini mengunakan perangkat lunak komputer

dengan pengolahan data statistik yaitu program SPSS19

i) Setelah semua data diolah, di lakukan penulisan hasil sebagai laporan

j) Hasil penelitian kemudian disajiakandalam seminar/ujian skripsidan

ditulis sebagai skripsi

I. Pengolahan data dan analisis data

a. Pengolahan data

Data pada penelitian ini diolah menggunakan perangkat lunak

komputer program SPSS 19.

b. Analisa data

Univariat : Menggunakan distribusi frekuensi

Bivariat : Uji Chi square


35

1. Variabel pendidikan ibu menggunakan analisis Chi square

2. Variabel pengetahuanibumenggunakan analisis Chi square

3. Variabel pekerjaan ibumenggunakan analisis Chi square

4. Variabel perilaku ibumenggunakan analisis Chi square

5. Variabel motivasimenggunakan analisis Chi square

6. Variabel petugas pelayanan kesehatan menggunakan analisis Chi

square

J. Aspek Etika

Penelitian yang saya lakukan tidak mempunyai masalah yang dapat

melanggar etik penelitian, karena:

1. Sebelum melakukan penelitian , peneliti menjelaskan secara lengkap

tentang tujuan, cara penelitian yang akan dilakukan dan dimintakan

persetujuan dari setiap subjek.

2. Subjek yang akan diteliti setuju dan mempunyai hak untuk bertanya

dan ikut ataupun menolak untuk mengikuti penelitian ini, tanpa ada

paksaan dan rasa takut untuk mengikuti penelitian.

3. Penelitian ini tidak menimbulkan kerugian dan bahaya karena hanya

menggunakan metode kuesioner.

4. Peneliti tidak akan mencantumkan nama penderita pada lembar

pengumpulan data (kuesioner) yang akan diisi oleh penderita dan

semua data disimpan dengan aman dan disajikan secara lisan

maupun tulisan secara anonim


36

5. Semua pemeriksaan yang dilakukan sehubungan dengan penelitian

tidak memungut biaya


37

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil

Penelitian ini dilakukan di Puskesmas Birobuli pada 25 Mei 2014 – 5

februari 2015. Subjek pada penelitian ini diambil dari Ibu yang memiliki

balita atau anak Di Puskesmas Birobuli selama kurun waktu penelitian

berlangsung yang memenuhi kriteria subjek penelitian. Data yang

diperoleh antara lain tingkat pengetahuan, tingkat pekerjaan, tingkat

pendidikan, pelayanan petugas kesehatan,jarak tempat pelayanan

imunisasi. Hasil analisa statistik ditampilkan dengan sistematika sebagai

berikut.

a. Karakteristik Sampel

Dalam periode penelitian terkumpul 85 responden dari Puskesmas

Birobuli menunjukkan karakteristik responden di empat tempat penelitian.

Sebagian besar responden (60,0%) memiliki tingkat pendidikan yang

tinggi dan (40,0%) tingkat pendidikan rendah. Berdasarkan tingkat

pekerjaan yang tinggi (54,1%) dan tingkat pekerjaan rendah (45,1%).

Tingkat pengetahuan yang tinggi (37,6%) dan tingkat pengetahuan rendah

62,4%). Berdasarkan pelayanan petugas kesehatan yang baik sebanyak

(54,1%),dan yang kurang (45,9%). Berdasarkan jarak tempat pelayanan


38

imunisasi untuk yang jauh (54,1%),sedangkan yang dekat (45,9%). lihat

tabel 1.

Tabel 1. Karakteristik sampel penelitian Cakupan imunisasi pada balita di

wilayah kerja Puskesmas Birobuli

Variabel N %

a. Tingkat pendidikan
1. Pendidikan rendah
34 40,0
2. Pendidikan tinggi
b. Tingkat pekerjaan 51 60,0
1. Pekerjaan rendah
2. Pekerjaan tinggi
c. Tingkat Pengetahuan 39 45,1
1. Pengetahuan Rendah
46 54,1
2. Pengetahuan Tinggi
d. Imunisasi
1. Tidak diimunisasi
53 62,4
2. Diimunisasi
e. Pelayanan petugas kesehatan 32 37,6
1. kurang
2.baik
33 38,8

52 61,2

39 45,9

46 54,1
39

b. Faktor faktor yang mempengaruhi cakupan imunisasi di wilayah


kerja Puskesmas Birobuli

Pada penelitian ini, diteliti hubungan faktor tingkat pengetahuan,

tingkat pekerjaan, tingkat pendidikan, pelayanan petugas kesehatan,jarak

tempat pelayanan imunisasi. Tidak ditemukan hubungan yang bermakna

antara tingkat pendidikan dan tempat pelayanan kesehatan (nilai p >0,05

berdasarkan hasil uji chi square).


40

a) Bivarat

1. Faktor tingkat pendidikan denagn cakupan imunisasi pada balita

Tabel 2.hubungan tingkat pendidikan denagn cakupan imunisasi pada


balita di puskesmas birobuli

Imunisasi
Tidak di Nilai
Variabel Di imunisasi Total RP
imunisasi P
n (%)
n (%)
Tingkat Pendidikan

1. Pendidikan rendah 0,85
22(67,7%) 12(35,3%) 34(100%)
0,586
2. Pendidikan tinggi 30(58,8%) 21(41,2%) 51(100%)

Total
52(61,2%) 33(38,8%) 85(100%)

Menurut tingkat pendidikan pada responden penelitian banyak

ditemukan pada kelompok pendidikan rendah, proporsi pendidikan rendah

pada kelompok di imunisasi 67,7% lebih besar dibandingkan kelompok

tidak di imunisasi 35,3%, sedangkan kelompok pendidikan tinggi pada

kelompok di imunisasi ditemukan 58,8% lebih besar dibandingkan

kelompok tidak di imunisasi 41,2% dan di dalam analisis tabulasi

berdasarkan kelompok tingkat pendidikan responden pada penelitian ini

menunjukan bahwa kelompok tingkat pendidikan merupakan bukan

faktor resiko yang berpengaruh terhadap cakupan imunisasi p : 0,586.

Pendidikan rendah beresiko 0,085 tidak di imunisas dibandingkan

Pendidikan tinggi

2. Faktor tingkat pendidikan dengan cakupan imunisasi pada balita


41

Tabel 3. Hubungan tingkat pendidikan denagn cakupan imunisasi pada


balita di puskesmas birobuli

Imunisasi
Di imunisasi Tidak di Nilai
Variabel Total RP
(+) imunisasi (-) P
n (%) n (%)
Tingkat Pekerjaan

1. Pekerjaan rendah 33(71,7%) 13(28,3%) 46(100,0%)


0,030 0,551
2. Pekerjaan tinggi 19(48,7%) 20(51,3%) 39(100,0%)

Total 85(100,0
52(61,2%) 33(38,8%)
%)

Menurut tingkat pekerjaan pada responden penelitian banyak

ditemukan pada kelompok pekerjaan rendah, proporsi pekerjaan rendah

pada kelompok di imunisasi 71,7% lebih besar dibandingkan kelompok

tidak di imunisasi 28,3%, sedangkan kelompok pekerjaan tinggi pada

kelompok di imunisasi ditemukan 48,7% lebih besar dibandingkan

kelompok tidak di imunisasi 51,3% dan di dalam analisis tabulasi

berdasarkan kelompok tingkat pendidikan responden pada penelitian ini

menunjukan bahwa kelompok tingkat pekerjaan merupakan faktor resiko

yang berpengaruh terhadap cakupan imunisasi p : 0,030. pekerjaan

rendah beresiko 0,55 tidak di imunisasi dibandingkan pekerjaan tinggi

3. Faktor tingkat pengetahuan dengan cakupan imunisasi pada balita

Tabel 4. Hubungan tingkat pengetahuan dengan cakupan imunisasi pada


balita di puskesmas birobuli

Imunisasi
Di imunisasi Tidak di Nilai
Variabel Total RP
(+) imunisasi (-) P
n (%) n (%)
42

Tingkat Pengetahuan

1. Pengetahuan rendah
28 (52,8%) 25 (47,2%) 53(100,0%)
0,042 1,88
24 (75,0%) 8(25,0%) 32(100,0%)
2. Pengetahuan tinggi

Total
52(61,2%) 33(38,8%) 85(100,0%)

Responden yang memiliki tingkat pengetahuan rendah pada kelompok

di imunisasi 52,8% lebih besar dibandingkan kelompok tidak di imunisasi

sebesar 47,2%. Sedangkan untuk kelompok pengetahuan tinggi pada

kelompok di imunisasi mempunyai nilai 75,0% lebih besar dibandingkan

kelompok yang tidak di imunisasi 25,0%. Pengetahuan rendah

mempunyai resiko 1,88 tidak di imunisasi dibandingkan pengetahuan

tinggi. Pada hasil analisis secara statistik menunjukan ada hubungan

tingkat pengetahuan dengan cakupan imunisasi dengan nilai p : 042

4. Faktor pelayanan petugas kesehatan dengan cakupan imunisasi pada


balita

Tabel 5. Hubungan pelayanan petugas kesehatan dengan cakupan


imunisasi pada balita di puskesmas birobuli

Imunisasi
Di imunisasi Tidak di Nilai
Variabel Total RP
(+) imunisasi (-) P
n (%) n (%)
Pelayanan petugas kesehatan

1. kurang 19 (48,7%) 20(51,3%) 39(100,0%)


0,030 1,81
2. baik 33 (71,7%) 13(28,3%) 46(100,0%)

Total 52(61,2%) 33(38,8%) 85(100,0%)


43

Menurut proporsi responden pelayanan petugas kesehatan yang kurang

pada kelompok di imunisasi sebesar 48,7% lebih kecil dibandingkan

kelompok yang tidak di imunisasi 51,3%, sedangkan pada pelayanan

petugas kesehatan yang baik pada kelompok di imunisasi sebesar 71,7%

proporsinya lebih kecil dibandingkan kelompok tidak di imunisasi 28,3%

dan hasil analisis secara statistik didpatkan ada hubungan antara

pelayanan petugas kesehatan dengan cakupan imunisasi dengan p :

0,030. pelayanan petugas kesehatan dalam kategori sering mempunyai

resiko 1,81 tidak di imunisasi dibanding yang di imunisasi.

B. PEMBAHASAN

1. Hubungan tingkat pengetahuan dengan cakupan imunisasi

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh

Widiatuti (2008) tentang Faktor Yang Berhubungan Dengan Perilaku Ibu

Dalam Memberikan Imunisasi Dasar Kepada Bayinya Didesa Banyutowo

Kabupaten Kendal, dimana mayoritas ibu yang berpendidikan tinggi

berprilaku baik yaitu sebanyak 29(96.6%) dari 30 ibu, hal ini menunjukan

tingkat pengetahuan ibu balita yang tinggi mempunyai kecenderungan

untuk berperilaku yang baik yaitu memberikan imunisasi dasar kepada

bayinya sesuai waktunya.

Semakin baik pengetahuan seseorang, makin mudah menerima

informasi sehingga makin banyak pula pengetahuan yang dimiliki.


44

Pengetahuan suatu bentuk tahu yang diperoleh dari pengetahuan, akal

dan pikiran seseorang melakukan penginderaan terhadap suatu objek

tertentu pada akhimya memungkinkan seseorang untuk melakukan suatu

tindakan.

Berdasarkan hasil penelitian dan uraian teori diatas menurut analisis

peneliti pada dasarnya pengetahuan yang dimiliki seseorang akan

merubah orang tersebut dari tidak tahu menjadi tahu dan semakin

mengerti dalam hal ini yaitu pentingnya imunisasi bagi balita dan

akibatnya bila status imunisasi dasar lengkap pada balita balitanya tidak

lengkap. Di wilayah kerja puskesmas birobuli tngkat pengetahuan ibu

mengenai imunisasi dasar lengkap pada balita masih kurang untuk

meningkatkan pengetahuan ibu perlu dilakukan penyuluhan tentang

imunisasi dasar lengkap di wilayah kerja puskesmas birobuli

2. Hubungan tingkat pendidikan dengan cakupan imunisasi

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh

Widiastuti ( 2008 ) Faktor Yang Berhubungan Dengan Perilaku Ibu Dalam

Memberika Imunisasi Dasar Kepada Bayinya Didesa Banyutowo

Kabupaten Kendal, yang menyatakan bahwa tidak terdapat hubungan

yang signifikan antara pendidikan dengan perilaku ibu dalam memberikan

imunisasi dasar pada bayinya.

Hasil penelitian ini didukung oleh teori yang kemukakan oleh Benyamin

Bloom bahwa tingkat pendidikan yang tinggi tidak menjamin para ibu
45

untuk memberikan respon stimulus ( pengetahuan) sehingga tidak akan

muncul motivasi untuk berperilaku baik dalam memberikan imunisasi

dasar pada bayinya. Notoadmodjo (2003) dalam Widiastuti (2008)

Berdasarkan hasil penelitian dan uraian teori diatas menurut analisis

peneliti pegetahuan tidak hanya didapat dari pendidikan formal semata,

pengetahuan juga dapat diterima dari generasi sebelumnya dan juga

penyuluhan-penyuluhan yang diberikan petugas kesehatan. Disini

kemauan ibu juga berperan tidak hanya pendidikan ibu, ibu dengan tingkat

pengetahuan tinggi namun tidak ada kemauan untuk mengetahui

pentingnya imunisasi juga dapat menyebabkan status imunisasi dasar

lengkap pada balita pada balita menjadi tidak lengkap. Selain tu juga

tidak menutup kemungkin pula bahwa ibu yang berpendidikan tinggi

memiliki tingkat pengetahuan rendah tentang imunisasi dan status

imunisasi dasar lengkap pada balita tidak lengkap, dan sebaliknya ibu

dengan tingkat pendidikan rendah memiliki pengetahuan yang baik

tentang imunisasi dasar pada balita sehingga status imunisasi dasar

lengkap pada balita dasar pada balitanya menjadi lengkap.

3. Hubungan tingkat pekerjaan dengan cakupan imunisasi

Hasil penelitian ini sejalan dengan penilitian yang dilakukan oleh

Siswandoyo (2003) dalam marlia (2006) di puskesmas lanjas kabupaten

barito utara, kalimantan tengah mengenai faktor yang berhubungan

dengan status kelengkapan imunisasi hepatitis B pada bayi yang


46

menyatakan semakin rendah tingkat pendapatan perkapita keluarga

semakin besar presentase untuk memiliki status imunisasi hepatitis B tidak

lengkap, dibandingkan dengan responden dengan tingkat pendapatan

keluarga tinggi mempunyai status imunisasi hepatitis B pada bayinya

lengkap. Berdasarkan uji regresi logistik ada hubungan yang bermakna

antara tingkat pekerjaan dalam keluarga dengan status kelengkapan

imunisasi hepatitis B pada bayi didaerah tersebut.

Hasil penelitian ini didukung oleh teori yang dikemukan oleh Garnida

(2005) dalam Mulati (2009) pendapatan adalah jumlah uang yang

diterima oleh seseoang dari aktivitasnya, kebanyakan dari penjualan

produk atau jasa kepada pelanggan. Dimana semakin tinggi pendapatan

keluaga semakin tinggi kesempatan anak untuk diimunisasi.

Berdasarkan hasil penelitian dan uraian teori diatas menurut analisis

peneliti bahwa tingkat pendapatan keluarga dapat mempengaruhi serta

menyebabkan status imunisasi yang harus didapat oleh balita sebagai

sasaran imunisasi dasar yang diwajibkan pemerintah menjadi lengkap

atau tidak lengkap, dimana ibu yang memiliki tingkat pendapatan keluarga

tinggi memiliki peluang lebih banyak dibandingkan dengan tingkat

pendapatan keluarga rendah karena dengan pendapatan keluarga yang

tingggi memiliki fasilitas dan akses informasi akan lebih mudah diperoleh

melalui radio, tv, koran dan majalah.


47

4. Hubungan pelayanan petugas kesehatan dengan cakupan imunisasi

Hasil penelitian ini sesuai dengan hasil penelitian yang telah dilakukan

oleh Magdalena (2004) dalam Marlia (2006) di puskesmas lanjas

kabupaten barito utara, kalimantan tengah mengenai faktor yang

berhubungan dengan status kelengkapan imunisasi hepatitis B pada anak,

bahwa responden yang mendapatan pelayanan kesehatan kurang baik

merupakan satu faktor resiko untuk status imunisasi hepatitis B anaknya

tidak lengkap.

Hasil penelitian ini didukung oleh teori yang kemukakan oleh

Effendi dalam mulati (2009) yang menyatakan peran adalah tingkahlaku

yang diharapkan oleh seseorang sesuai dengan kedudukan dalam sistem,

dimana dapat dipengaruhi oleh keadaan sosial yang konstan. Seorang

petugas kesehatan mempunyai peran sebagai seorang pendidik, peran ini

dilakukan dengan membantu klien dan keluarga dalam meningkatkan

tingkat pengetahuan kesehatan, gejala penyakit bahkan tindakan yang

diberikan, sehingga terjadi perubahan perilaku klien dan keluarga setelah

dilakukan pendidikan kesehatan selain itu juga petugas kesehatan

merupakan tempat konsultasi terhadap masalah atau perilaku kesehatan

yang didapat.

Berdasarkan hasil penelitian dan uraian teori diatas menurut analisis

peneliti pada dasarnya peran serta petugas kesehatan sangat

mempengaruhi status imunisasi dasar lengkap pada balita dasar pada

balita. Petugas yang bersikap ramah, baik dan selalu memberikan


48

informasi tentang manfaat dan cara mengatasi reaksi setelah pemberian

imunisasi akan mempengaruhi ibu-ibu yang mempunyai balita akan

datang ke tempat pelyanan kesehatan dalam hal ini posyandu untuk

mengimunisasikan anaknya dengan lengkap.


49

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dari 88 responden di puskesmas birobuli

tahun 2014 tentang analisis factor factor yang mempengaruhi cakupan

imunisasi pada balita kesimpulannya sebagai berikut:

1. Cakupan imunisasi yang tidak lengkap sebanyak 50,8 %

2. Tidak ditemukan hubungan yang bermakna antara tingakt pendidikan

dengan cakupan imunisasi di puskesmas birobuli

3. Ditemukan hubungan yang bermakna antara tingakt pengetahuan

dengan cakupan imunisasi di puskesmas birobuli

4. Ditemukan hubungan yang bermakna antara tingakt pekerjaan dengan

cakupan imunisasi di puskesmas birobuli

5. Ditemukan hubungan yang bermakna antara pelayanan petugas

kesehatan dengan cakupan imunisasi di puskesmas birobuli


50

B. Saran Saran

Dari kesimpulan di atas maka saran penulis

1. Petugas kesehatan lebih meningkatan pengetahuan ibu balita

tentang imunisasi dasar melalui penyuluhan yang terjadwal dan

berkelompok untuk setiap posyandunya,

2. Petugas kesehatan sebaiknya membuat leaflet atau poster tentang

pentingnya pemberian imunisasi dasar di setiap posyandunya,

3. Kemudian petugas kesehatan juga diharapkan untuk meningkatkan

pemantauan pelaksanaan imunisasi baik kualitas maupun cakupan

imunisasi, koordinasi serta kerja sama dengan dokter praktek dan

bidan swasta agar mau melaporkan data balita yang telah diimunisasi

kepada pihak puskesmas sehinga dapat membantu menyukseskan

program pemeritah mengenai imunisasi dasar wajib bagi balita.

4. Disini penulis menghimbau agar masyarakat berperan aktif untuk

membawa balitanya ke posyandu atau tempat pelayan kesehatan

terdekat guna mendapatkan imunisasi dasar lengkap.

5. Peneliti mengharapkan adanya penelitian lebih lanjut untuk

mendapatkan informasi yang lebih mendalam mengenai faktor-faktor

yang berhubungan dengan status imunisasi dasar lengkap pada

balita dengan jenis penelitian, metode dan sample yang berbeda dan

lebih besar lagi agar didapatkan hasil yang lebih berarti.

Anda mungkin juga menyukai