Anda di halaman 1dari 4

PEMERINTAHAN DALAM NEGERI Vol. VI, No.

08/II/P3DI/April/2014

Kajian Singkat terhadap Isu-Isu terkini

KOALISI MENJELANG
PEMILU PRESIDEN 2014
DALAM SISTEM PRESIDENSIAL
DI INDONESIA
Dewi Sendhikasari D.*)

Abstrak
Hasil perhitungan suara sementara pasca pemilihan umum legislatif pada 9 April
2014 yang lalu, dapat dipastikan tidak ada partai politik yang memperoleh suara
lebih dari 20 persen yang dapat mengusung sendiri pasangan calon presiden dan
wakil presiden dari partainya. Dengan demikian, koalisi sebagai suatu keniscayaan
untuk dapat mengajukan pasangan calon presiden dan wakil presiden pada pemilihan
umum presiden bulan juli mendatang. Akan tetapi, koalisi juga menjadi suatu
perdebatan karena dianggap tidak sesuai dengan sistem presidensial yang dianut
di Indonesia. Oleh karena itu, desain yang tepat bagi perkembangan demokrasi di
Indonesia masih sangat diperlukan.

Pendahuluan
Rakyat Indonesia telah selesai diperoleh partai politik (parpol). Hasil hitung
menentukan pilihan pada Pemilihan Umum cepat lembaga survei itu menunjukkan tidak
Legislatif DPR, DPD, DPRD Provinsi, dan ada parpol yang menang mutlak. Hasil hitung
DPRD Kabupaten/ Kota tanggal 9 April 2014 cepat Saiful Mujani Research and Consulting
yang lalu. Pesta demokrasi lima tahunan ini (SMRC), misalnya, memperlihatkan PDIP
merupakan langkah awal dalam penentuan mendapatkan suara 19 persen, disusul Partai
untuk pemilu presiden pada bulan Juli Golkar 15 persen, Partai Gerindra 12 persen,
mendatang. Meski pengumuman resmi Partai Demokrat 10 persen, PKB 9,1 persen,
Komisi Pemilihan Umum (KPU) masih PAN 7,7 persen, PKS 6,9 persen, Partai Nasdem
belum diumumkan, namun hasil hitung cepat 6,6 persen, PPP 6,3 persen, Partai Hanura 5,2
(quick count) sejumlah lembaga survei telah persen, PBB 1,4 persen, dan PKPI 1 persen.
memberikan gambaran terkait suara yang Dengan demikian tidak ada parpol yang

*) Peneliti Muda bidang Politik Dalam Negeri pada Pusat Pengkajian, Pengolahan Data dan Informasi (P3DI) Setjen DPR RI,
e-mail: sendhik@gmail.com

Info Singkat
© 2009, Pusat Pengkajian, Pengolahan Data dan Informasi (P3DI)
Sekretariat Jenderal DPR RI
www.dpr.go.id
ISSN 2088-2351

- 17 -
mampu mengusung sendiri pasangan calon berada di pemerintahan, bukan tidak mungkin
presiden (capres) dan calon wakil presiden bergabung ke PDIP, Gerindra, atau Demokrat.
(cawapres). Atau, Partai Demokrat dan Partai Gerindra
Secara konstitusional, Pasal 6A Ayat menggalang koalisi sendiri.
(2) UUD 1945 membuka ruang adanya koalisi Lembaga Lingkaran Survei Indonesia
partai politik peserta pemilu. Kemudian, (LSI) memprediksikan akan lahir tiga basis
Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2008 koalisi partai pada Pemilu Presiden 2014
tentang Pemilihan Umum Presiden dan Wakil mendatang, yang akan menentukan peta
Presiden (UU Pilpres), pada Pasal 8 UU politik sesungguhnya. Menurut peneliti LSI,
Pilpres menyebutkan capres dan cawapres Rully Akbar, tiga basis koalisi itu adalah koalisi
diusulkan dalam satu pasangan oleh parpol PDIP, koalisi Golkar dan koalisi partai sisa.
atau gabungan parpol. Kemudian, Pasal 9 UU Pada Pilpres 2014, PDIP akan bergerak dengan
Pilpres tersebut menegaskan, pasangan calon partai koalisinya sendiri, demikian juga Golkar.
diusulkan oleh parpol atau gabungan parpol Sedangkan sisa partai yang tidak berkoalisi
peserta pemilu yang memenuhi persyaratan dengan PDIP dan Golkar akan menghimpun
perolehan kursi paling sedikit 20 persen dari kekuatan untuk maju dalam pilpres. Koalisi
jumlah kursi DPR atau memperoleh 25 persen partai sisa itu bisa dipimpin oleh Gerindra,
dari suara sah nasional dalam pemilu anggota Demokrat atau Hanura. Sementara itu
DPR. Oleh karena itu dipastikan pemerintahan melihat keberhasilan PDIP dan Golkar berada
mendatang terbentuk oleh suatu koalisi. di peringkat dua teratas pada hitung cepat
Dengan desain legal seperti itu, partai politik Pemilu Legislatif 2014 versi LSI, menilai
yang sedang bersiap menghadapi Pilpres kedua partai itu tidak akan berkoalisi pada
2014 harus sejak dini mempertimbangkan pilpres mendatang. Hal ini disebabkan karena
agar koalisi tidak menjadi permasalahan keduanya sama-sama mempunyai posisi tawar
bagi presiden nantinya. Sejumlah pengamat yang tinggi dalam perolehan suara.
memperkirakan bakal ada tiga atau paling Di samping itu Lembaga Survei Populi
banyak empat poros koalisi, yakni PDIP, Center, menilai ada beberapa skenario yang
Partai Golkar, Partai Gerindra, dan Partai dapat diperhitungkan agar partai politik bisa
Demokrat. Dengan poros seperti itu, partai- memenuhi presidential threshold. Menurut
partai menengah, yang didominasi oleh partai Ketua Populi Center, Nico Harjanto, ada
berbasis massa Islam, akan menjadi penentu. tiga skenario koalisi yang dibutuhkan partai
politik tersebut. Skenario pertama, Nico
Prediksi Koalisi Partai Politik Jelang menganjurkan PDIP cukup berkoalisi dengan
Pilpres 2014 partai pendatang baru, seperti Nasdem atau
Pluralisme masyarakat Indonesia bisa juga dengan PKB. Apalagi komunikasi
turut mempengaruhi sistem multipartai di PDIP dengan kedua partai tersebut sangat baik
Indonesia. Oleh karena itu sistem demokrasi dan tak memiliki trauma historis. Skenario
yang dianut Indonesia merupakan Sistem kedua adalah koalisi Golkar dengan PKS karena
Demokrasi Pancasila, yang didasarkan pada memiliki karakter yang sama dalam hal sikap
dasar negara Pancasila yang diyakini dapat politiknya yang mengikuti koalisi pemerintah,
merangkul semua aspek masyarakat Indonesia namun bertindak seperti oposisi. Sementara
yang majemuk. Terlepas dari perdebatan skenario ketiga adalah koalisi antara Gerindra,
mengenai sistem multipartai dalam sistem Hanura, PPP, Demokrat, dan PAN.
presidensial di Indonesia, koalisi antara Selain itu, menurut Djayadi Hanan,
parpol tetap merupakan keniscayaan demi Direktur Eksekutif SMRC, koalisi partai politik
terselenggaranya pesta demokrasi pemilihan pasca pemilu legislatif 9 April diprediksi bakal
presiden bulan Juli mendatang. Koalisi melahirkan tiga skenario. Koalisi pertama,
sudah tergambar jauh sebelum pileg digelar, yang disebut Gotong Royong Perjuangan
pertemuan di antara para elite parpol sudah Bangsa, meliputi PDIP, PKB, dan NasDem.
sering digelar. Pertemuan-pertemuan itu Skenario kedua adalah koalisi Gerakan
sedikit memberi gambaran tentang peta koalisi Amanat Indonesia, yang bakal diusung dua
pasca pileg. Bukan tidak mungkin PAN, PKB, partai, yakni Partai Gerindra dan PAN. Dan
dan Partai Nasdem akan merapat ke PDIP. ketiga, koalisi Karya Demokrat yang dibangun
Lalu, PKS dan PPP ke Gerindra, Partai Hanura Partai Golkar dan Demokrat. Dari tiga koalisi
ke Partai Demokrat atau Partai Golkar. Bisa tersebut, SMRC juga meprediksi hanya akan
jadi juga partai yang menjadi poros koalisi memunculkan tiga pasang capres-cawapres.
itu akan saling menggabungkan diri. Partai Capresnya adalah Joko Widodo (Jokowi)
Golkar, yang memiliki tradisi untuk tetap dari Gotong Royong Perjuangan Bangsa yang

- 18 -
diusung PDI Perjuangan, PKB, dan NasDem. pandangan arus utama yang beranjak
Capres kedua, Prabowo Subianto dari koalisi dari argumen Linz dan Mainwaringarus
Gerakan Amanat Indonesia yang terdiri dari menyebutkan sistem multipartai tidak
Gerindra dan PAN yang juga merpresentasikan kompatibel dengan sistem Presidensialisme
tokoh Islam. Capres ketiga, adalah Aburizal sehingga sistem ini lebih cocok diterapkan
Bakrie (ARB) dari koalisi Karya Demokrat yang dalam sistem pemerintahan yang
dibangun Golkar dan Demokrat. berkarakter parlementer. Sebaliknya sistem
Koalisi Dalam Sistem Presidensial Presidensialisme lebih kompatibel dengan
Di Indonesia sistem dua partai, seperti halnya diterapkan
Sistem presidensial atau disebut juga dalam model Presidensialisme di Amerika
dengan sistem kongresional, merupakan Serikat.
sistem pemerintahan negara republik di mana Pandangan arus utama tersebut
kekuasan eksekutif dipilih melalui pemilu dan memiliki beberapa argumen pokok. Pertama,
terpisah dengan kekuasan legislatif. Menurut karena pemilihan presiden dan parlemen
Rod Hague, pemerintahan presidensial terdiri diselenggarakan secara terpisah maka
dari 3 unsur yaitu: Presiden yang dipilih rakyat kemungkinan Presiden yang terpilih adalah
memimpin pemerintahan dan mengangkat presiden yang tidak mendapatkan dukungan
pejabat-pejabat pemerintahan yang terkait. mayoritas di Parlemen (minority government).
Presiden dengan dewan perwakilan memiliki Kedua, koalisi politik yang terbentuk
masa jabatan yang tetap, tidak bisa saling dalam sistem Presidensialisme cenderung
menjatuhkan. Tidak ada status yang tumpang bersifat rapuh dan mudah retak karena
tindih antara badan eksekutif dan badan ketidakdisiplinan partai politik koalisi. Di
legislatif. Dalam sistem presidensial, presiden satu sisi, partai-partai politik yang tergabung
memiliki posisi yang relatif kuat dan tidak dalam koalisi harus loyal pada Presiden.
dapat dijatuhkan karena rendah subjektif Namun, di sisi lain, partai anggota koalisi
seperti rendahnya dukungan politik. Namun seringkali bermanuver di parlemen, karena
masih ada mekanisme untuk mengontrol dihadapkan pada kepentingan membangun
presiden. Jika presiden melakukan pelanggaran popularitas untuk memenangkan kompetisi
konstitusi, pengkhianatan terhadap negara, berikutnya (electoralist) maupun terikat
dan terlibat masalah kriminal, posisi presiden keharusan merepresentasi aspirasi konstituen
bisa dijatuhkan. Bila ia diberhentikan karena pendukungnya. Ketidakdisplinan partai yang
pelanggaran-pelanggaran tertentu, biasanya berada dalam koalisi, membuat setiap saat
seorang wakil presiden akan menggantikan dukungan partai di parlemen melemah, dan
posisinya. Model ini dianut oleh Amerika selanjutnya bisa hadir minority government.
Serikat, Filipina, Indonesia dan sebagian besar Akibatnya, Presiden yang merupakan
negara-negara Amerika Latin dan Amerika single chief of executive dalam sistem
Tengah. Presidensialisme tidak bisa bekerja secara
Menurut Saldi Isra, dibandingkan efektif karena terganggu dengan konfigurasi
dengan sistem pemerintahan parlementer, politik di parlemen yang sangat fluktuatif.
sistem kepartaian dalam sistem presidensial Berbagai manuver yang dilakukan partai-partai
menjadi isu yang amat menarik karena di parlemen sering berakhir pada instabilitas
anggota lembaga legislatif dan presiden dipilih pemerintahan yang bisa saja berujung pada
secara langsung oleh rakyat. Bila mayoritas kejatuhan seorang Presiden.
anggota legislatif menentukan pilihan politik Ketiga, untuk membangun loyalitas
yang berbeda dengan presiden, sering kali koalisi pendukungnya, Presiden cenderung
sistem pemerintahan presidensial terjebak bersikap lunak-akomodatif dengan
dalam pemerintahan yang terbelah (divided memberikan insentif bagi partai–partai
government) antara legislatif dengan eksekutif. koalisi pendukungnya. Konsekuensinya,
Dukungan legislatif makin sulit didapat jika Presiden tidak leluasa mengambil keputusan
pemerintahan presidensial dibangun dalam sendiri karena lebih banyak tersandera
sistem multipartai. Perdebatan mengenai oleh kepentingan koalisi partai yang
sistem multipartai dalam sistem presidensial di mendukungnya. Partai-partai politik mitra
Indonesia sudah lama menjadi wacana publik koalisi juga akan menggunakan wewenangnya
terutama dalam memperbincangkan korelasi di Parlemen sebagai alat untuk bernegosiasi
antara penerapan sistem presidensialisme di dengan presiden. Dalam konteks semacam
berbagai negara pasca rezim otoriter dengan itu, hak angket, interpelasi dan menyatakan
instabilitas dan efektivitas pemerintahan. pendapat bisa menjadi alat untuk bernegosiasi
Sedangkan menurut AAGN Ari Dwipayana, dengan presiden terutama dalam momentum

- 19 -
politik tertentu seperti pembentukan kabinet, agar pemerintahan dapat berjalan dengan
reshuffle kabinet atau pengambilan kebijakan baik dan tidak menyimpang dari koridor
Pemerintah. bernegara, terutama dalam mencapai tujuan
Penutup bersama untuk menyejahterakan rakyat.
Negara Indonesia yang menganut sistem Selain itu, diharapkan nantinya ada suatu
multipartai dalam sistem presidensial telah koalisi yang bersifat permanen. Indonesia
lama melakukan koalisi dalam pemerintahan. memerlukan suatu koalisi besar yang dapat
Sekalipun koalisi sistem presidensial dengan membuat pemerintahan berjalan secara
kepartaian majemuk menghadirkan banyak berkesinambungan dan dapat menciptakan
kesulitan dan masalah, menilik desain sistem stabilitas politik. Kondisi seperti itu sangat
pemilu presiden yang berlaku, tidak dapat dibutuhkan agar Indonesia dapat fokus pada
lepas dari pembentukan pemerintahan pembangunan bangsa dan upaya meningkatkan
koalisi. Desain pembentukan koalisi tersebut laju perekonomian Indonesia tidak diintervensi
harus dalam kerangka memperkuat sistem oleh persoalan-persoalan politik.
pemerintahan presidensial. Kalau hanya
dilandaskan pada perhitungan untuk Rujukan
memenuhi target memenangkan pemilu, 1. “Tiga Skenario Koalisi Partai Pasca Pi-
koalisi akan mengalami pecah-kongsi sejak leg” pada http://www.medanbagus.com/
awal pembentukan pemerintahan. Oleh read/2014/04/11/23429/Tiga-Skenario-
karena itu, untuk memperkuat sistem Koalisi-Partai-Pasca-Pileg- diakses tgl 16-
pemerintahan presidensial, semua partai 04-2014
politik yang ingin bergabung dalam koalisi 2. “Menakar Koalisi Pasca Pileg” pada http://
bersama-sama menentukan calon presiden www.beritasatu.com/blog/tajuk/3315-me-
dan wakil presiden yang akan mereka usung. nakar-koalisi-pascapileg.html diakses tgl
Menurut Saldi Isra, untuk menentukan calon 16-04-2014
itu, misalnya bisa menggunakan koefisien 3. “Tiga Basis Koalisi Pasca Pileg” pada http://
hasil pemilu legistif dan/atau popularitas www.republika.co.id/berita/pemilu/
calon dan kemudian diikuti dengan distribusi menuju-ri-1/14/04/10/n3scyl-tiga-basis-
jabatan menteri. Dengan cara seperti itu, koalisi-pasca-pileg-seperti-apa diakses tgl
partai politik pendukung koalisi mempunyai 17-04-2014
tanggung jawab yang lebih besar atas 4. “Ada 3 Skenario Koalisi Partai Versi SMRC”
kelangsungan pemerintahan koalisi. Walaupun pada http://www.gatra.com/pemilu-
demikian konsep yang ditawarkan ini akan capres/50821-ada-3-skenario-koalisi-par-
menghilangkan konsep-konsep ideal sistem tai-versi-smrc.html diakses tgl 17-04-2014
pemerintahan presidensial, seperti presiden 5. “Problematik Koalisi dalam Sistem Presi-
akan kehilangan hak prerogatifnya dalam densial” pada http://www.saldiisra.web.
pengisian anggota kabinet. Namun dengan id/index.php?option=com_content&view=
desain yang ada saat ini, terobosan pemikiran article&id=83:problematik-koalisi-dalam-
masih harus terus dilakukan. sistem-presidensial&catid=23:makalah&It
Pada koalisi yang dibangun parpol emid=11 oleh Saldi Isra diakses tgl 21-04-
nanti diharapkan merupakan koalisi yang 2014
tidak sekadar bagi-bagi kekuasaan dalam 6. “Multi Partai, Presidensialisme Dan Efek-
pemerintahan. Walaupun pembagian kursi tivitas Pemerintahan” pada http://pshk.
kabinet di antara parpol anggota koalisi sulit law.uii.ac.id/index.php?option=com_con
dihindari, tetapi masyarakat berharap agar tent&task=view&id=105&Itemid=90 oleh
parpol memberikan orang-orang terbaik di AAGN Ari Dwipayana diakses tgl 22-04-
bidangnya untuk duduk di pemerintahan 2014
mendatang. Bagi kepentingan bangsa 7. “Pengertian Sistem Presidensial” pada
dan negara, pemerintahan koalisi justru http://sistempemerintahanindonesia.
diperlukan untuk lebih mengedepankan com/ diakses tgl 22-04-2014
sistem checks and balances. Parpol bisa saling
mengingatkan jika ada anggota koalisi yang
menyimpang dari kesepakatan bersama atau
tidak menjalankan amanat rakyat dengan
baik. Sedangkan, parpol yang tidak bergabung
dalam koalisi pemerintahan mendatang juga
dapat menggalang koalisi oposisi di parlemen.
Koalisi oposisi seperti itu sangat dibutuhkan

- 20 -

Anda mungkin juga menyukai