Anda di halaman 1dari 3

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pneumotoraks didefinisikan sebagai adanya udara atau gas dalam rongga

pleura, yaitu di ruang potensial antara pleura viseral dan parietal paru-paru.

Hasilnya adalah kolaps dari paru-paru pada sisi yang terkena. Udara bisa masuk

ruang intrapleural melalui dinding dada (yaitu, trauma) atau melalui parenkim

paru-paru di pleura viceralis. Pneumotoraks dapat diklasifikasikan menjadi

pneumotoraks spontan dan traumatik (Amanda & Wijayanti, 2015).

Pneumotoraks spontan sering terjadi pada usia muda, dengan insidensi

puncak pada dekade ketiga kehidupan (20-40 tahun). Insidensinya sama antara

pneumotoraks primer dan sekunder, namun pria lebih banyak terkena dibanding

wanita dengan perbandingan 6:1. Pada pria resiko pneumotoraks spontan akan

meningkat pada perokok berat dibanding non perokok. Pneumotoraks spontan

primer biasanya terjadi pada anak laki-laki yang tinggi, kurus dan usia 10-30

tahun.Insidens pada usia tertentu: 7,4-18 kasus per 100.000 orang per tahun pada

laki-laki 1,2-6 kasus per 100.000 orang per tahun pada perempuan Pneumotoraks

spontan sekunder puncak kejadian di usia 60-65 tahun insidensi 6,3 kasus per

100.000 orang per tahun pada laki-laki 2,0 kasus per 100.000 orang per tahun

pada perempuan 26 per 100.000 pasien dengan penyakit paru obstruktif kronik per

tahun (Pampan, 2012).

Sementara itu, pneumotoraks traumatik dapat disebabkan oleh trauma

langsung maupun tidak langsung pada dinding dada, dan diklasifikasikan menjadi

iatrogenik maupun non-iatrogenik. Pneumotoraks iatrogenik merupakan tipe


pneumotoraks yang sangat sering terjadi. Dengan inseidensi usia biasanya terjadi

pada orang yang ber usia 20-40 tahun ,lebih sering pada priadibandingkan wanita

( Hisyam, 2012).

Penatalaksanaan awal pneumotoraks dilakukan berdasarkan pemeriksaan

Airway,Breathing, dan Circulation sedangkan penatalaksanaan lanjutan seperti

pemasangan chest tube, thoracotomy, dan pleurodesis, dilakukan berdasarkan

jenis pneumotoraks dan perkembangan keadaan klinis pasien. Terapi konservatif

dari pneumotoraks dandalam beberapa kasus kebanyakan (biasanya dilakukan

tusukan pada rongga pleura, jarang dilakukan drainage). Pada 47 penderita yang

berkaitan dengan trauma yang dengan forced position (posisi setengah duduk),

bertujuan untuk kateterisasi pada cavum pleura dengan menggunakan stiletto

trocar melengkung dibawah sudut 60 derajat. Indikasi untuk torakotomi dibatasi

pada pasien dengan trauma dada yang berhubungan dengan shock dan kehilangan

darah akut (Wibisono, 2010).

1.2 Tujuan Umum

Penulis mempu mengungkapkan pola pikir ilmiah dalam memberikan

asuhan keperawatan pada klien dengan pneumotoraks secara komprehensif dan

memperoleh pengalaman secara nyata tentang pneumotoraks.

1.3. Tujuan Khusus

Setelah dilakukan asuhan keperawatan ini penulis mampu:

a. Melakukan pengkajian klien dengan pneumotoraks.

b. Mengidentifikasi data klien.

c. Menganalisa data yang diperoleh dari pengkajian.

d. Merumuskan diagnosa keperawatan.


e. Menentukan prioritas masalah keperawatan.

f. Menyusun rencana keperawatan.

g. Melaksanakan tindakan keperawatan, berdasarkan rencana yang telah

disusun dalam intervensi keperawatan.

h. Melaksanakan evaluasi tindakan keperawatan yang telah dilaksanakan

berdasarkan kriteria standar.

1.4. Manfaat

Meningkatkan pemahaman dan kemampuan mahasiswa dalam

memberikan asuhan keperawatan kepada pasien dengan pneumotoraks, sehingga

mampu memberikan asuhan keperawatan secara holistik dan komprehensif pada

klien.

Anda mungkin juga menyukai