SWAMEDIKASI
Disusun Oleh:
Kelompok 9
Seiring dengan kemajuan ilmu pengetahuan, teknologi dan perubahan pola hidup
masyarakat yang saat ini cenderung kurang memperhatikan kesehatan, maka
berkembangnya penyakit dimasyarakat tidak dapat dielakkan lagi. Berkembangnya
penyakit ini mendorong masyarakat untuk mencari alternatif pengobatan yang
efektif secara terapi tetapi juga efisien dalam hal biaya.
Berkenaan dengan hal tersebut, saat ini swamedikasi menjadi alternatif yang
diambil oleh masyarakat. Swamedikasi merupakan upaya pengobatan yang
dilakukan oleh diri sendiri. Dalam penatalaksanaan swamedikasi, masyarakat
memerlukan pedoman yang terpadu agar tidak terjadi kesalahan pengobatan
(medication error). Apoteker sebagai salah satu profesi kesehatan sudah seharusnya
berperan sebagai pemberi informasi (drug informer) khususnya untuk obat-obat
yang digunakan dalam swamedikasi. Obat-obat yang termasuk dalam golongan
obat bebas dan bebas terbatas relatif aman digunakan untuk pengobatan sendiri
(swamedikasi).
Akhirnya kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
membantu dan berkontribusi didalam penyusunan tugas makalah ini. Saran serta
kritik yang membangun tentunya sangat kami harapkan untuk penyempurnaan dan
perbaikan dimasa mendatang.
ii
DAFTAR ISI
Halaman
JUDUL .................................................................................................. i
KATA PENGANTAR ........................................................................... ii
DAFTAR ISI ......................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN ..................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ................................................................... 1
BAB II ISI ............................................................................................. 3
2.1 Pengertian Swamedikasi ...................................................... 3
2.2 Faktor Penyebab Swamedikasi............................................. 4
2.3 Obat dan Penggolongan Obat dalam Swamedikasi ............. 5
2.3.1 Obat Bebas .................................................................. 6
2.3.2 Obat Bebas Terbatas.................................................... 6
2.3.3 Obat Keras dan Psikotropika ....................................... 6
2.3.4 Obat Narkotika ............................................................ 7
2.3.5 Obat Wajib Apotek...................................................... 7
2.3.6 Obat Tradisional .......................................................... 7
2.3.7 Suplemen ..................................................................... 8
2.4 Informasi Kemasan, Etiket dan Brosur ................................ 8
2.5 Tanda Peringatan .................................................................. 9
2.6 Peran Apoteker dalam Swamedikasi ................................... 9
BAB III KESIMPULAN ...................................................................... 12
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................... 13
DAFTAR HADIR KELOMPOK 9 ..................................................... 14
iii
BAB I
PENDAHULUAN
Bila digunakan secara benar, obat bebas dan obat bebas terbatas seharusnya
bisa sangat membantu masyarakat dalam swamedikasi secara aman dan efektif.
Namun sayangnya, seringkali dijumpai bahwa swamedikasi menjadi sangat boros
karena menggunakan obat-obat yang sebenarnya tidak dibutuhkan, atau malah bisa
berbahaya misalnya karena penggunaan yang tidak sesuai dengan aturan pakai.
Bagaimanapun, obat bebas dan obat bebas terbatas bukan berarti bebas efek
samping, sehingga pemakaiannya pun harus sesuai dengan indikasi, lama
pemakaian yang benar, disertai dengan pengetahuan tentang risiko efek samping
dan kontraindikasinya (Suryawati, 1997).
Penggunaan obat bebas dan obat bebas terbatas yang sesuai dengan aturan
dan kondisi penderita akan mendukung upaya penggunaan obat yang rasional.
Kerasionalan penggunaan obat menurut WHO (2012) adalah ketepatan indikasi,
kesesuaian dosis, mempertimbangkan kontraindikasi, memperhatikan
kemungkinan tidak ada efek samping obat, memperhitungkan interaksi dengan obat
lain dan makanan, polifarmasi yang tidak diperlukan, harga obat yang terjangkau,
cara pemberian dan interval yang tepat, lama pemberian obat yang tepat, kepatuhan
pasien terhadap pengobatan, dan penggunaan obat yang terbukti efektif dengan
1
mutu terjamin dan aman. Di Indonesia, penduduk yang mengeluh sakit pada tahun
2011 sebanyak 29,31%. Upaya pencarian pengobatan pertama kali yang dilakukan
oleh masyarakat yang mengeluh sakit sebagian besar adalah pengobatan sendiri
(87,37%). Sisanya mencari pengobatan antara lain ke puskesmas, paramedis, dokter
praktek, rumah sakit, balai pengobatan, dan pengobatan tradisional. Di Provinsi
Lampung, penduduk yang mengeluh sakit selama 1 bulan terakhir pada tahun 2011
sebesar 30,59%, dan sebesar 88,59% pasien mencari pengobatan sendiri (BPS,
2012).
Informasi dari pabrik obat melalui iklan ada yang kurang mendidik
masyarakat, bahkan ada yang kurang benar. Ada beberapa metode intervensi yang
dapat dipilih sebagai upaya peningkatan pengetahuan dan perilaku dalam
swamedikasi common cold, diantaranya melalui konseling, edukasi secara
langsung ke pasien, ceramah, diskusi kelompok kecil, cara belajar insan aktif,
seminar, media masa, pameran, demonstrasi, dan sebagainya. Intervensi edukasi
yang dapat mengatasi masalah salah satunya adalah metode ceramah, dimana
metode ini merupakan metode yang banyak dan umum digunakan untuk
meningkatkan pengetahuan. Pemakaian metode ini tidak terlepas dari
keunggulannya karena sifatnya yang praktis, murah, lebih mudah dilakukan, dan
mudah disesuaikan.
2
BAB II
ISI
3
Menurut Permenkes Nomor 919 tahun 1993, kriteria obat yang dapat dibeli
tanpa resep dokter adalah sebagai berikut:
4
kepedulian lebih untuk senantiasa menjaga kesehatannya daripada harus
mengobati ketika sedang mengalami sakit pada waktu-waktu mendatang.
5
Golongan obat yang dapat digunakan pada pengobatan sendiri adalah
golongan obat bebas dan obat bebas terbatas dan obat wajib apotek.
Obat psikotropika adalah obat keras baik alamiah maupun sintetis bukan
narkotik, yang berkhasiat psikoaktif melalui pengaruh selektif pada susunan
saraf pusat yang menyebabkan perubahan khas pada aktivitas mental dan
perilaku.
Contoh : Diazepam, Phenobarbita
6
2.3.4 Obat Narkotika
Obat narkotika adalah obat yang berasal dari tanaman atau bukan
tanaman baik sintetis maupun semi sintetis yang dapat menyebabkan penurunan
atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan
rasa nyeri dan menimbulkan ketergantungan.
Sebelum menggunakan obat, termasuk obat bebas dan bebas terbatas harus
diketahui sifat dan cara pemakaiannya agar penggunaannya tepat dan aman.
Informasi tersebut dapat diperbolehkan dari etiket atau brosur pada kemasan
obat bebas dan bebas terbatas.
7
khasiat dari pengobatan tradisional, dengan demikian jenis-jenis tanaman yang
dapat dijadikan obat harus tetap dilestarikan dan dijaga agar dapat dimanfaatkan
sebagai resep-resep tradisonal warisan orang tua terdahulu dalam upaya
menunjang pelayanan kesehatan (Wijayakusuma dan Dalimartha, 2001).
2.3.7 Suplemen
Dalam beberapa tahun terakhir, terjadi ledakan besar dalam penggunaan
berbagai produk suplemen. Jutaan orang menggunakan vitamin dan suplemen
diet dengan harapan dapat mencapai kesehatan yang baik, meringankan penyakit
atau mencegah penuaan (NHS, 2011).
8
Aturan pakai Peringatan (khusus untuk obat bebas terbatas)
Perhatian
Nama produsen
Nomor batch/lot
Nomor registrasi
Nomor registrasi dicantumkan sebagai tanda ijin edar absah yang diberikan
oleh pemerintah pada setiap kemasan obat.
Tanggal kadaluarsa
9
Berikut adalah perana apoteker dalam pengobatan sendiri atau swamedikasi
berdasarkan WHO:
Informasi tentang obat dan penggunaannya perlu diberikan pada pasien saat
konseling untuk swamedikasi pada dasarnya lebih ditekankan pada informasi
farmakoterapi yang disesuaikan dengan kebutuhan serta pertanyaan pasien.
10
Informasi yang perlu disampaikan oleh apoteker pada masyarakat dalam
penggunaan obat antara lain:
1. Khasiat obat: apoteker perlu menerangkan dengan jelas apa khasiat obat
yang bersangkutan, sesuai atau tidak dengan indikasi atau gangguan
kesehatan yang dialami pasien.
2. Kontraindikasi: pasien juga perlu diberi tahu dengan jelas kontraindikasi
dari obat yang perlu diberikan, agar tidak menggunakannya jika memiliki
kontraindikasi yang dimaksud.
3. Efek samping dan cara mengatasinya (jika ada): pasien juga perlu dieri
informasi tentang efek samping yang mungkin muncul, serta apa yang
harus dilakukan untuk menghindari atau mengatasinya.
4. Cara pemakaian: cara pemakaian harus disampaikan jelas kepada pasien
untuk menghindari salah pemakaian, apakah ditelan, dihirup, dioleskan,
dimasukkan melalui anus, atau cara lain.
5. Dosis: sesuai dengan kondisi kesehatan pasien, apoteker dapat
menyarankan dosis sesuai dengan yang disarankan oleh produsen
(sebagaimana petunjuk pemakaian yang tertera di etiket) atau dapat
menyarankan dosis lain sesuai dengan pengetahuan yang dimilikinya.
6. Waktu pemakaian: waktu pemakaian juga harus diinformasikan dengan
jelas kepada pasien, misalnya sebelum atau sesudah makan atau saat akan
tidur.
7. Lama penggunaan: lama penggunaan obat juga harus diinformasikan
kepada pasien, agar pasien tidak menggunakan obat secara
berkepanjangan karena penyakitnya belum hilang, padahal sudah
memerlukan pertolongan dokter.
8. Hal yang harus diperhatikan sewaktu minum obat tersebut, misalnya
pantangan makanan atau tidak boleh tertentu dalam waktu bersamaan.
9. Hal apa yang harus dilakukan jika lupa memakai obat.
10. Cara penyimpanan obat yang baik.
11. Cara memperlakukan obat yang masih tersisa.
12. Cara membedakan obat yang masih baik dan sudah rusak.
11
BAB III
KESIMPULAN
12
DAFTAR PUSTAKA
Agoes, A., dan Jacob T, 1996, Antropologi Kesehatan Indonesia, jilid I, ECG,
Jakarta.
Anief, M., 1997, Apa Yang Perlu Diketahui Tentang Obat, Cetakan Ketiga (Revisi),
Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.
Departemen Kesehatan RI, 2006, Pedoman Penggunaan Obat Bebas Dan Bebas
Terbatas Direktorat Bina Farmasi Komunitas Dan Klinik Ditjen Bina
Kefarmasian Dan Alat Kesehatan, Jakarta
Ditjen POM. (1997). Kompendia Obat Bebas. Edisi kedua. Jakarta: Departemen
Kesehatan Republik Indonesia.
King AR, Russett FS, Generali JA, Grauer DW. Evaluation and implications of
natural product use in preoperative patients: a retrospective review. BMC
Complement Altern Med. 2009.
NHS. 2011. Suplements, who needs them? (www.nhs.uk) diakses pada tanggal 28
Februari 2018.
Notoatmojo, S., 2007, Kesehatan Masyarakat Ilmu dan Seni, hal. 106-162, rineka
Cipta, Jakarta.
13
DAFTAR HADIR KELOMPOK 9
14