selalu ada peraturan yang mengikatnya yaitu hukum. Hukum mengatur tentang hak dan
kewajiban manusia. Hak untuk memperoleh gaji / upah dari pekerjaan membawa kewajiban
untuk menghasilkan atau untuk bekerja
Demikian juga dengan pajak, hak untuk mencari dan memperoleh penghasilan
sebanyak-banyaknya membawa kewajiban menyerahkan sebagian kepada negara dalam
bentuk iuran untuk membantu negara dalam meningkatkan kesejahteraan umum. Begitu pula
hak untuk memperoleh dan memiliki gedung, mobil dan barang lain membawa kewajiban
untuk menyumbang kepada negara.
Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi
atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak
mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi
sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
Pembayaran pajak merupakan perwujudan dari kewajiban kenegaraan dan peran serta
Wajib Pajak untuk secara langsung dan bersama-sama melaksanakan kewajiban perpajakan
untuk pembiayaan negara dan pembangunan nasional. Sesuai falsafah undang-undang
perpajakan, membayar pajak bukan hanya merupakan kewajiban, tetapi merupakan hak dari
setiap warga negara untuk ikut berpartisipasi dalam bentuk peran serta terhadap pembiayaan
negara dan pembangunan nasional.
Tanggung jawab atas kewajiban pembayaran pajak, sebagai pencerminan kewajiban
kenegaran di bidang perpajakan berada pada anggota masyarakat sendiri untuk memenuhi
kewajiban tersebut. Hal tersebut sesuai dengan sistem self assessment yang dianut dalam
Sistem Perpajakan Indonesia. Pemerintah dalam hal ini Direktorat Jenderal Pajak, sesuai
dengan fungsinya berkewajiban melakukan pembinaan/penyuluhan, pelayanan, dan
pengawasan. Dalam melaksanakan fungsinya tersebut, Direktorat Jenderal Pajak berusaha
sebaik mungkin memberikan pelayanan kepada masyarakat.
Dari definisi yang telah disebutkan diatas, dapat disimpulkan bahwa ciri-ciri pajak adalah :
1. Merupakan kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau
badan (wajib pajak) yang bersifat memaksa, yang mengandung pengertian bahwa
kalau wajib pajak itu tidak mau membayar pajak yang dibebankan kepadanya, maka
hutang pajak itu dapat ditagih secara paksa, misalnya dengan penyitaan.
2. Pajak dipungut berdasar peraturan perundangan yang berlaku.
3. Pajak dipungut oleh pemerintah, baik pusat (pajak pusat) maupun daerah (pajak
daerah).
4. Pajak tidak menimbulkan adanya kontra prestasi dari pemerintah secara langsung.
5. Pajak dipungut untuk membiayai pengeluaran pemerintah/penyelenggaraan negara
bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
6. Pajak berfungsi sebagai pengatur anggaran negara.
Sehubungan dengan adanya ciri-ciri di atas, maka pajak berbeda dengan retribusi. Pada
retribusi pembayaran tersebut memang ditujukan semata-mata oleh si pembayar untuk
memperoleh suatu prestasi tertentu dari pemerintah, misalnya pembayaran karena pemberian
suatu izin oleh pemerintah, retribusi parkir atau retribusi sampah.
Sedangkan Pajak Daerah adalah pajak-pajak yang dikelola oleh Pemerintah Daerah baik di
tingkat Propinsi maupun Kabupaten/Kota.
Segala pengadministrasian yang berkaitan dengan pajak pusat, akan dilaksanakan di Kantor
Pelayanan Pajak (KPP) atau Kantor Pelayanan Penyuluhan dan Konsultasi Perpajakan
(KP2KP) dan Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak serta di Kantor Pusat Direktorat
Jenderal Pajak. Untuk pengadministrasian yang berhubungan dengan pajak derah, akan
dilaksanakan di Kantor Dinas Pendapatan Daerah atau Kantor Pajak Daerah atau Kantor
sejenisnya yang dibawahi oleh Pemerintah Daerah setempat.
Pajak-pajak pusat yang dikelola oleh Direktorat Jenderal Pajak meliputi :
4. Bea Meterai
Bea Meterai adalah pajak yang dikenakan atas pemanfaatan dokumen, seperti surat
perjanjian, akta notaris, serta kwitansi pembayaran, surat berharga, dan efek, yang memuat
jumlah uang atau nominal diatas jumlah tertentu sesuai dengan ketentuan.
5. Pajak Bumi dan Bangunan sektor Perkebunan, Pertambangan dan Perhutanan (PBB P3)
PBB adalah pajak yang dikenakan atas kepemilikan atau pemanfaatan tanah dan atau
bangunan. PBB merupakan Pajak Pusat namun demikian hampir seluruh realisasi penerimaan
PBB diserahkan kepada Pemerintah Daerah baik Propinsi maupun Kabupaten/Kota.
1. Pajak Propinsi
a. Pajak Kendaraan Bermotor ;
b. Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor;
c. Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bemotor;
d. Pajak Air Permukaan;.
e. Pajak Rokok.
2. Pajak Kabupaten/Kota
a. Pajak Hotel;
b. Pajak Restoran;
c. Pajak Hiburan;
d. Pajak Reklame;
e. Pajak Penerangan Jalan;
f. Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan;
g. Pajak Parkir.
h. Pajak Air
i. Pajak sarang Burung Walet
j. Pajak Bumi dan Bangunan sektor Perdesaan dan Perkotaan (PBB P2)
k. Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan/atau Bangunan
2. Berdasarkan pembayarnya, Pajak dapat dibagi dua golongan, yaitu :
1. Pajak langsung ialah pajak yang harus dipikul sendiri oleh si wajib pajak dan tidak
dilimpahkan kepada orang lain. Misalnya : pajak seorang pengusaha dibayar dari
pendapatan atau labanya sendiri sehingga pada dasarnya pajak ini tidak menaikkan
harga barang yang diproduksi oleh pengusaha itu.
Contoh pajak langsung : pajak penghasilan, pajak kekayaan, pajak rumah tangga,
pajak perseroan, pajak bumi dan bangunan dan sebagainya.
2. Pajak tidak langsung ialah pajak yang dibayar oleh si wajib pajak tetapi oleh wajib
pajak ini dibebankan kepada orang lain yang membeli barang-barang yang dihasilkan
olehnya. Pajak ini akhirnya dapat menaikkan harga, karena dibebankan kepada
pembeli dan karena itu hanya dibayar kalau terjadi transaksi yang menimbulkan pajak
tersebut. Misalnya : pajak pertambahan nilai, pajak penjualan, pajak pembangunan,
bea materai, bea balik nama dan sebagainya.
Dalam rangka untuk lebih memberikan keadilan di bidang perpajakan yaitu antara
keseimbangan hak negara dan hak warga Negara pembayar pajak, maka Undang-Undang
Perpajakan yaitu Undang-Undang tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan
mengakomodir mengenai hak dan kewajiban Wajib Pajak.
KEWAJIBAN WAJIB PAJAK ADALAH :
Sesuai dengan sistem self assessment maka Wajib Pajak mempunyai kewajiban untuk
mendaftarkan diri ke KPP atau KP2KP yang wilayahnya meliputi tempat tinggal atau
kedudukan Wajib Pajak untuk diberikanNomor Pokok Wajib Pajak (NPWP). Disamping
melalui KPP atau KP2KP, pendaftaran NPWP juga dapat dilakukan melalui e-registration (e-
reg), yaitu suatu cara pendaftaran NPWP melalui media elektronik on-line (internet).
Bagi Wajib Pajak yang telah memiliki NPWP, wajib dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena
Pajak (PKP) oleh KPP atau KP2KP apabila telah memenuhi persyaratan tertentu. Syarat
untuk dikukuhkan sebagai PKP adalah pengusaha orang pribadi atau badan tersebut
melakukan penyerahan barang kena pajak atau jasa kena pajak dengan jumlah peredaran
bruto/penerimaan bruto (omzet) melebihi Rp. 4.800.000.000,- setahun. Wajib Pajak yang
tidak memenuhi persyaratan tersebut, dapat juga melaporkan usahanya untuk dikukuhkan
sebagai PKP.
Bagi pengusaha yang telah diukuhkan sebagai PKP, diwajibkan untuk memungut PPN dari
setiap pembeli/pemakai jasanya dengan menerbitkan faktur pajak. PPN yang sudah dipungut,
kemudian dilaporkan dalam laporan bulanan (SPT Masa) dan apabila ternyata ada PPN yang
harus disetor ke bank atau kantor pos, maka harus disetor terlebih dahulu sebelum dilaporkan
ke ke KPP tempat Wajib Pajak tersebut terdaftar. KPP atau KP2KP akan melakukan
penelitian mengenai keberadaan dan kegiatan usaha di tempat usaha Wajib Pajak yang telah
dikukuhkan sebagai PKP tersebut.
Wajib Pajak (orang pribadi atau badan) dalam melaksanakan kewajiban perpajakannya harus
sesuai dengan sistem self assessment, yaitu wajib melakukan sendiri penghitungan,
pembayaran, dan pelaporan pajak terutang.
Jatuh tempo pembayaran dan pelaporan pajak
Untuk menguji kepatuhan Wajib Pajak dalam memenuhi kewajiban perpajakannya, Direktur
Jenderal Pajak dapat melakukan pemeriksaan terhadap Wajib Pajak. Pelaksanaan
pemeriksaan dilakukan dalam rangka menjalankan fungsi pengawasan terhadap Wajib Pajak
yang bertujuan untuk meningkatkan kepatuhan Wajib Pajak.
Setiap instansi pemerintah, lembaga, asosiasi, dan pihak lain, wajib memberikan data dan
informasi yang berkaitan dengan perpajakan kepada Direktorat Jenderal Pajak yang
ketentuannya diatur pada Pasal 35A UU Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan
Tata Cara Perpajakan Sebagaimana Telah Diubah Dengan UU Nomor 16 Tahun 2009.
Setiap orang yang dengan sengaja tidak memenuhi kewajiban memberikan data dan
informasi yang berkaitan dengan perpajakan dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1
(satu) tahun atau denda paling banyak Rp. 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah). Sedangkan
untuk setiap orang yang dengan sengaja menyebabkan tidak terpenuhinya kewajiban pejabat
dan pihak lain (kewajiban memberikan data dan informasi yang berkaitan dengan perpajakan)
dipidana dengan pidana kurungan paling lama 10 (sepuluh) bulan atau denda paling banyak
Rp. 800.000.000,00 (delapan ratus juta rupiah).
HAK WAJIB PAJAK ADALAH :
Dalam hal pajak yang terutang untuk suatu tahun pajak ternyata lebih kecil dari jumlah kredit
pajak, atau dengan kata lain pembayaran pajak yang dibayar atau dipotong atau dipungut
lebih besar dari yang seharusnya terutang, maka Wajib Pajak mempunyai hak untuk
mendapatkan kembali kelebihan tersebut. Pengembalian kelebihan pembayaran pajak dapat
diberikan dalam waktu 12 (dua belas) bulan sejak surat permohonan diterima secara lengkap.
Untuk Wajib Pajak masuk kriteria Wajib Pajak Patuh, pengembalian kelebihan pembayaran
pajak dapat dilakukan paling lambat 3 bulan untuk PPh dan 1 bulan untuk PPN sejak
permohonan diterima. Perlu diketahui pengembalian ini dilakukan tanpa pemeriksaan.
Direktorat Jenderal Pajak dapat melakukan pemeriksaan dengan tujuan menguji kepatuhan
Wajib Pajak dan tujuan lain yang ditetapkan oleh Direktorat Jenderal Pajak.
Pemeriksaan Lapangan dilakukan dalam jangka waktu paling lama 4 (empat) bulan dan dapat
diperpanjang menjadi paling lama 8 (delapan) bulan yang dihitung sejak tanggal Surat
perintah Pemeriksaan sampai dengan tanggal Laporan Hasil Pemeriksaan.
Berdasarkan hasil pemeriksaan yang dilakukan oleh Direktorat Jenderal Pajak, maka akan
diterbitkan suatu surat ketetapan pajak, yang dapat mengakibatkan pajak terutang menjadi
kurang bayar, lebih bayar, atau nihil. Jika Wajib Pajak tidak sependapat maka dapat
mengajukan keberatan atas surat ketetapan tersebut. Selanjutya apabila belum puas dengan
keputusan keberatan tersebut maka Wajib Pajak dapat mengajukan banding. Langkah terakhir
yang dapat dilakukan oleh Wajib Pajak dalam sengketa pajak adalah peninjauan kembali ke
Mahkamah Agung.
Penetapan pajak dapat dilakukan oleh Direktur Jenderal Pajak. Jenis-jenis ketetapan yag
dikeluarkan adalah : Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar (SKPLB), Surat Ketetapan Pajak
Kurang Bayar (SKPKB), Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT), dan
Surat Ketetapan Pajak Nihil (SKPN). Disamping itu dapat diterbitkan pula Surat Tagihan
Pajak (STP) dalam hal dikenakannya sanksi administrasi dapat berupa denda, bunga, dan
kenaikan.
D. HAK-HAK WAJIB PAJAK LAINNYA
Namun demikian dalam rangka penyidikan, penuntutan atau dalam rangka kerjasama dengan
instansi pemerintah lainnya, keterangan atau bukti tertuils dari atau tentang Wajib Pajak
dapat diberikan atau diperlihatkan kepada pihak tertentu yang ditetapkan oleh Menteri
Keuangan.