Anda di halaman 1dari 20

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Manusia diciptakan oleh Tuhan Yang Maha Esa dengan seperangkat hak
yang menjamin derajatnya sebagai manusia. Hak-hak inilah yang kemudian
disebut dengan hak asasi manusia, yaitu hak yang diperoleh sejak kelahirannya
sebagai manusia yang merupakan karunia Sang Pencipta. Karena setiap manusia
diciptakan kedudukannya sederajat dengan hak-hak yang sama, maka prinsip
persamaan dan kesederajatan merupakan hal utama dalam interaksi sosial. Namun
kenyataan menunjukan bahwa manusia selalu hidup dalam komunitas sosial untuk
dapat menjaga derajat kemanusiaan dan mencapai tujuannya. Hal ini tidak
mungkin dapat dilakukan secara individual. Akibatnya, muncul struktur sosial.
Dibutuhkan kekuasaan untuk menjalankan organisasi sosial tersebut.
Penegakan Hak Asasi Manusia (HAM) merupakan elemen penting untuk
perwujudan sebuah negara yang berkeadaban. Apabila Hak Azasi Manusia,
Kekuasaan dan Demokrasi berjalan dengan baik maka akan melahirkan sebuah
tatanan masyarakat yang demokratis dan kritis terhadap penegakan HAM.
Kekuasaan merupakan fungsi dari keberadaan sebuah negara, bahkan
negara itu sendiri adalah bentuk lain dari kekuasaan, Kekuasaan hadir dari upaya
individu menyatukan visi mereka dalam sebuah komunitas. Visi tersebut lahir dari
rangkaian refleksi dan kesadaran atas hakikat dirinya sendiri sebagai makhluk
yang rasional. Kekuasaan dalam suatu organisasi dapat diperoleh berdasarkan
legitimasi religius, legitimasi ideologis eliter atau pun legitimasi pragmatis.
Legitimasi merupakan kualitas hukum yang berbasis pada penerimaan putusan
dalam peradilan. Namun kekuasaan berdasarkan legitimasi-legitimasi tersebut
dengan sendirinya mengingkari kesamaan dan kesederajatan manusia, karena
mengklaim kedudukan lebih tinggi sekelompok manusia dari manusia lainnya.
Selain itu, kekuasaan yang berdasarkan ketiga legitimasi diatas akan menjadi
kekuasaan yang absolut, karena asumsi dasarnya menempatkan kelompok yang
memerintah sebagai pihak yang berwenang secara istimewa dan lebih tahu dalam
menjalankan urusan kekuasaan negara. Kekuasaan yang didirikan berdasarkan
ketiga legitimasi tersebut bisa dipastikan akan menjadi kekuasaan yang otoriter.
Di era globalisasi saat ini, hampir semua negara menyatakan sebagai
negara demokrasi termasuk negara yang sistem pemerintahannya bersumber dari
kedaulatan rakyat seperti Indonesia. Kedaulatan rakyat merupakan paham
kenegaraan yang penjabaran dan pengaturannya terdapat dalam Undang-Udang
Dasar suatu negara dan penerapannya disesuaikan dengan filsafat hidup rakyat
dari negara yang bersangkutan. Spirit kerakyatan yang menjadi watak negara
Demokrasi merupakan syarat utama dalam negara yang berkedaulatan rakyat,
karena kekuasaan tertinggi berada ditangan rakyat.
Demokrasi mempunyai arti penting bagi masyarakat karena dengan
demokrasi hak masyarakat untuk menentukan sendiri jalannya organisasi
pemerintahan sesuai kehendaknya dapat dijamin. Demokrasi merupakan bentuk
atau mekanisme sistem pemerintahan suatu negara sebagai upaya mewujudkan
kedaulatan rakyat (kekuasaan warga negara) atas negara untuk dijalankan oleh
pemerintah negara tersebut. Salah satu pilar demokrasi adalah prinsip trias politica
yang membagi ketiga kekuasaan politik negara (eksekutif, yudikatif dan legislatif)
untuk diwujudkan dalam tiga jenis lembaga negara yang saling lepas (independen)
dan berada dalam peringkat yang sejajar satu sama lain. Kesejajaran dan
independensi ketiga jenis lembaga negara ini diperlukan agar ketiga lembaga
negara ini bisa saling mengawasi dan saling mengontrol berdasarkan prinsip
checks and balances.
Indonesia adalah salah satu negara yang menjunjung tinggi demokrasi,
untuk di Asia Tenggara Indonesia adalah negara yang paling terbaik menjalankan
demokrasinya, mungkin kita bisa merasa bangga dengan keadaan itu. Didalam
praktek kehidupan kenegaraan sejak masa awal kemerdekaan hingga saat ini,
ternyata paham demokrasi perwakilan yang dijalankan di Indonesia terdiri dari
beberapa model demokrasi perwakilan yang saling berbeda satu dengan lainnya.
Maka dari itu perlu adanya kajian yang membahas demokrasi guna memahami
tentang demokrasi yang diterapkan di Indonesia.
Berdasarkan permasalahan diatas, maka penulis akan membahas tentang
“Hak Azasi Manusia, Kekuasaan dan Demokrasi”.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang diatas, maka rumusan masalah dalam
penelitian ini adalah:
1. Apa pengertian Hak Azasi Manusia ?
2. Bagaimana perkembangan Hak Asasi Manusia di Indonesia ?
3. Apa pengertian Kekuasaan ?
4. Bagaimana hakikat kekuasaan dan sumbernya ?
5. Bagaimana unsur-unsur kekuasaan ?
6. Bagaimana bentuk lapisan kekuasaan ?
7. Apa pengertian demokrasi ?
8. Bagaimana perkembangan demokrasi di Indonesia ?

1.3 Tujuan Penulisan


Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah
1. Untuk mengetahui pengertian Hak Azasi Manusia
2. Untuk mengetahui perkembangan Hak Asasi Manusia di Indonesia
3. Untuk mengetahui pengertian Kekuasaan
4. Untuk mengetahui hakikat kekuasaan dan sumbernya
5. Untuk mengetahui unsur-unsur kekuasaan
6. Untuk mengetahui bentuk lapisan kekuasaan
7. Untuk mengetahui pengertian demokrasi
8. Untuk mengetahui perkembangan demokrasi di Indonesia
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Hak Asasi Manusia


2.1.1 Pengertian Hak Azasi Manusia
HAM adalah kebebasan seseorang untuk bertindak sesuai degan hati
nuraninya berkenaan dengan hal-hal yang asasi atau mendasar. HAM merupakan
hak-hak dasar yang dimiliki sejak lahir. HAM juga merupakan hak yang melekat
pada manusia secara kodrati. HAM ini juga tidak dapat dihilangkan oleh pihak
lain. Disamping HAM, ada juga kewajiban asasi, yaitu kewajiban dasar yang
berasal dari Tuhan Yang Maha Esa yang harus dilaksanakan oleh setiap manusia,
misalnya beribadah. Beberapa definisi menurut para ahli :
1. Prof. Dr. Dardji darmodiharjo, S.H.
HAM adalah hak-hak dasar / pokok yang dibawa manusia sejak lahir sebagi
anugrah Tuhan Yang Maha Esa
2. Laboratorium pancasila IKIP Malang.
HAM adalah hak yang melekat pada martabat manusia sebagai insan ciptaan
Tuhan
Yang Maha Esa.
3. Prof. Mr. Kuntjono Purbo pranoto.
HAM adalah hak yang dimiliki manusia menurut kodratnya yang tidak
dipisahkan
hakikatnya
4. John Locke.
HAM adalah hak-hak yang diberikan langsung oleh Tuhan Yang Maha
Pencipta sebagai sesuatu yang bersifat kodrati.
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa HAM merupakan hak paling
individu dan merupakan seperangkat hak yang melekat pada manusia yang wajib
dihormati , dijunjung tinggi yang dilindungi oleh Negara, hukum, pemerintah dan
setiap orang demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia.
2.1.2 Perkembangan Hak Asasi Manusia di Indonesia
Pemahaman Ham di Indonesia sebagai tatanan nilai, norma, sikap yang
hidup di masyarakat dan acuan bertindak pada dasarnya berlangsung sudah cukup
lama. Secara garis besar Prof. Bagir Manan pada bukunya Perkembangan
Pemikiran dan Pengaturan HAM di Indonesia ( 2001 ), membagi perkembangan
HAM pemikiran HAM di Indonesia dalam dua periode yaitu periode sebelum
Kemerdekaan ( 1908 – 1945 ), periode setelah Kemerdekaan (1945 – sekarang).
1. Periode Sebelum Kemerdekaan ( 1908 – 1945 )
a. Boedi Oetomo, dalam konteks pemikiran HAM, pemimpin Boedi Oetomo
telah memperlihatkan adanya kesadaran berserikat dan mengeluarkan
pendapat melalui petisi – petisi yang dilakukan kepada pemerintah kolonial
maupun dalam tulisan yang dalam surat kabar goeroe desa. Bentuk
pemikiran HAM Boedi Oetomo dalam bidang hak kebebasan berserikat dan
mengeluarkan pendapat.
b. Perhimpunan Indonesia, lebih menitikberatkan pada hak untuk menentukan
nasib sendiri.
c. Sarekat Islam, menekankan pada usaha – usaha unutk memperoleh
penghidupan yang layak dan bebas dari penindasan dan deskriminasi rasial.
d. Partai Komunis Indonesia, sebagai partai yang berlandaskan paham
Marxisme lebih condong pada hak – hak yang bersifat sosial dan menyentuh
isu – isu yang berkenan dengan alat produksi.
e. Indische Partij, pemikiran HAM yang paling menonjol adalah hak untuk
mendapatkan kemerdekaan serta mendapatkan perlakuan yang sama dan
hak kemerdekaan.
f. Partai Nasional Indonesia, mengedepankan pada hak untuk memperoleh
kemerdekaan.
g. Organisasi Pendidikan Nasional Indonesia, menekankan pada hak politik
yaitu hak untuk mengeluarkan pendapat, hak untuk menentukan nasib
sendiri, hak berserikat dan berkumpul, hak persamaan di muka hukum serta
hak untuk turut dalam penyelenggaraan Negara.
Pemikiran HAM sebelum kemerdekaan juga terjadi perdebatan dalam
sidang BPUPKI antara Soekarno dan Soepomo di satu pihak dengan Mohammad
Hatta dan Mohammad Yamin pada pihak lain. Perdebatan pemikiran HAM yang
terjadi dalam sidang BPUPKI berkaitan dengan masalah hak persamaan
kedudukan di muka hukum, hak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak, hak
untuk memeluk agama dan kepercayaan, hak berserikat, hak untuk berkumpul,
hak untuk mengeluarkan pikiran dengan tulisan dan lisan.

2. Periode Setelah Kemerdekaan ( 1945 – sekarang )


a) Periode 1945 – 1950
Pemikiran HAM pada periode awal kemerdekaan masih pada hak untuk
merdeka, hak kebebasan untuk berserikat melalui organisasi politik yang
didirikan serta hak kebebasan untuk untuk menyampaikan pendapat
terutama di parlemen. Pemikiran HAM telah mendapat legitimasi secara
formal karena telah memperoleh pengaturan dan masuk kedalam hukum
dasar Negara ( konstitusi ) yaitu, UUD 45. komitmen terhadap HAM pada
periode awal sebagaimana ditunjukkan dalam Maklumat Pemerintah tanggal
1 November 1945. Langkah selanjutnya memberikan keleluasaan kepada
rakyat untuk mendirikan partai politik. Sebagaimana tertera dalam
Maklumat Pemerintah tanggal 3 November 1945.
b) Periode 1950 – 1959
Periode 1950 – 1959 dalam perjalanan Negara Indonesia dikenal dengan
sebutan periode Demokrasi Parlementer. Pemikiran HAM pada periode ini
menapatkan momentum yang sangat membanggakan, karena suasana
kebebasan yang menjadi semangat demokrasi liberal atau demokrasi
parlementer mendapatkan tempat di kalangan elit politik. Seperti
dikemukakan oleh Prof. Bagir Manan pemikiran dan aktualisasi HAM pada
periode ini mengalami “ pasang” dan menikmati “ bulan madu “ kebebasan.
Indikatornya menurut ahli hukum tata Negara ini ada lima aspek. Pertama,
semakin banyak tumbuh partai – partai politik dengan beragam ideologinya
masing – masing. Kedua, Kebebasan pers sebagai pilar demokrasi betul –
betul menikmati kebebasannya. Ketiga, pemilihan umum sebagai pilar lain
dari demokrasi berlangsung dalam suasana kebebasan, fair ( adil ) dan
demokratis. Keempat, parlemen atau dewan perwakilan rakyat resprentasi
dari kedaulatan rakyat menunjukkan kinerja dan kelasnya sebagai wakil
rakyat dengan melakukan kontrol yang semakin efektif terhadap eksekutif.
Kelima, wacana dan pemikiran tentang HAM mendapatkan iklim yang
kondusif sejalan dengan tumbuhnya kekuasaan yang memberikan ruang
kebebasan.
c) Periode 1959 – 1966
Pada periode ini sistem pemerintahan yang berlaku adalah sistem demokrasi
terpimpin sebagai reaksi penolakan Soekarno terhaap sistem demokrasi
Parlementer. Pada sistem ini ( demokrasi terpimpin ) kekuasan berpusat
pada dan berada ditangan presiden. Akibat dari sistem demokrasi terpimpin
Presiden melakukan tindakan inkonstitusional baik pada tataran supratruktur
politik maupun dalam tataran infrastruktur poltik. Dalam kaitan dengan
HAM, telah terjadi pemasungan hak asasi masyarakat yaitu hak sipil dan
dan hak politik.
d) Periode 1966 – 1998
Setelah terjadi peralihan pemerintahan dari Soekarno ke Soeharto, ada
semangat untuk menegakkan HAM. Pada masa awal periode ini telah
diadakan berbagai seminar tentang HAM. Salah satu seminar tentang HAM
dilaksanakan pada tahun 1967 yang merekomendasikan gagasan tentang
perlunya pembentukan Pengadilan HAM, pembentukan Komisi dan
Pengadilan HAM untuk wilayah Asia. Selanjutnya pada pada tahun 1968
diadakan seminar Nasional Hukum II yang merekomendasikan perlunya hak
uji materil (judical review) untuk dilakukan guna melindungi HAM. Begitu
pula dalam rangka pelaksanan TAP MPRS No. XIV/MPRS 1966 MPRS
melalui Panitia Ad Hoc IV telah menyiapkan rumusan yang akan
dituangkan dalam piagam tentang Hak – hak Asasi Manusia dan Hak – hak
serta Kewajiban Warganegara.
Sementara itu, pada sekitar awal tahun 1970-an sampai periode akhir 1980-
an persoalan HAM mengalami kemunduran, karena HAM tidak lagi
dihormati, dilindungi dan ditegakkan. Pemerintah pada periode ini bersifat
defensif dan represif yang dicerminkan dari produk hukum yang umumnya
restriktif terhadap HAM. Sikap defensif pemerintah tercermin dalam
ungkapan bahwa HAM adalah produk pemikiran barat yang tidak sesuai
dengan nilai –nilai luhur budaya bangsa yang tercermin dalam Pancasila
serta bangsa Indonesia sudah terlebih dahulu mengenal HAM sebagaimana
tertuang dalam rumusan UUD 1945 yang terlebih dahulu dibandingkan
dengan deklarasi Universal HAM. Selain itu sikap defensif pemerintah ini
berdasarkan pada anggapan bahwa isu HAM seringkali digunakan oleh
Negara – Negara Barat untuk memojokkan Negara yang sedang
berkembang seperti Indonesia.
Meskipun dari pihak pemerintah mengalami kemandegan bahkan
kemunduran, pemikiran HAM nampaknya terus ada pada periode ini
terutama dikalangan masyarakat yang dimotori oleh LSM (Lembaga
Swadaya Masyarakat) dan masyarakat akademisi yang concern terhaap
penegakan HAM. Upaya yang dilakukan oleh masyarakat melalui
pembentukan jaringan dan lobi internasional terkait dengan pelanggaran
HAM yang terjadi seprti kasus Tanjung Priok, kasus Keung Ombo, kasus
DOM di Aceh, kasus di Irian Jaya, dan sebagainya.
Upaya yang dilakukan oleh masyarakat menjelang periode 1990-an nampak
memperoleh hasil yang menggembirakan karena terjadi pergeseran strategi
pemerintah dari represif dan defensif menjadi ke strategi akomodatif
terhadap tuntutan yang berkaitan dengan penegakan HAM. Salah satu sikap
akomodatif pemerintah terhadap tuntutan penegakan HAM adalah
dibentuknya Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (KOMNAS HAM )
berdasarkan KEPRES No. 50 Tahun 1993 tertanggal 7 Juni 1993. Lembaga
ini bertugas untuk memantau dan menyeliiki pelaksanaan HAM, serta
memberi pendapat, pertimbangan, dan saran kepada pemerintah perihal
pelaksanaan HAM.
e) Periode 1998 – sekarang
Pergantian rezim pemerintahan pada tahan 1998 memberikan dampak yang
sangat besar pada pemajuan dan perlindungan HAM di Indonesia. Pada saat
ini mulai dilakukan pengkajian terhadap beberapa kebijakan pemerintah
orde baru yang beralwanan dengan pemjuan dan perlindungan HAM.
Selanjutnya dilakukan penyusunan peraturan perundang – undangan yang
berkaitan dengan pemberlakuan HAM dalam kehidupan ketatanegaraan dan
kemasyarakatan di Indonesia. Hasil dari pengkajian tersebut menunjukkan
banyaknya norma dan ketentuan hukum nasional khususnya yang terkait
dengan penegakan HAM diadopsi dari hukum dan instrumen Internasional
dalam bidang HAM. Strategi penegakan HAM pada periode ini dilakukan
melalui dua tahap yaitu tahap status penentuan dan tahap penataan aturan
secara konsisten. pada tahap penentuan telah ditetapkan beberapa penentuan
perundang – undangan tentang HAM seperti amandemen konstitusi Negara
( Undang – undang Dasar 1945 ), ketetapan MPR (TAP MPR), Undang –
undang (UU), peraturan pemerintah dan ketentuan perundang – undangan
lainnya.

2.2 Kekuasaan
2.2.1 Pengertian Kekuasaan
Defenisi umum kekuasaan yang seringkali kita dengar adalah kemampuan
seseorang atau sekelompok orang untuk mempengaruhi tingkah laku seseorang
atau kelompok lain sedemikian rupa sehingga tingkah laku itu menjadi sesuai
dengan keinginan dan tujuan dari orang yang mempunyai kekauasaan tersebut.
Defenisi tersebut tentunya sangat sederhana dan multi-interpretatif, karena dalam
defenisi tersebuttidak mengklasifikasi jenis dan sumber-sumber kekuasaannya.
Namun demikian dari definisi tersebut setidaknya dapat dipahami bahwa
kekuasaan sebagai proses yang didukung oleh kemampuan dan resource yang
dimiliki oleh seseorang.
Dari perspektif politik, maka kekuasaan dipandang sebagai gejala yang
selalu terdapat dalam proses politik, namun diantara ilmuwan politik tidak ada
kesepakatan mengenai makna kekuasaan. Beberapa diantaranya bahkan
mengajurkan agar konsep kekuasaan ditinggalkan karena bersifat kabur, dan
berkonotasi emosional. Namun, tampaknya politik tanpa kekuasaan bagaikan
agama tanpa moral.Untuk memahami relasi kekuasaan dengan politik, maka
konsep kekuasaan harus diuraikan dengan cara menempatkannya dalam konteks
proses politik secara lebih proporsional tanpa berpretensi untuk menjadikan
kekuasaan sebagai satu-satunya konsep ilmu politik.
Jadi secara umum kekuasaan dapat diartikan sebagai kemampuan
menggunakan sumber-sumber pengaruh yang dmiliki untuk mempengaruhi
perilaku pihak lain berperilaku sesuai dengan kehendak pihak yang dipengaruhi.
Sedangkan dalam konteks kekuasaan politik dapat dirumuskan sebagai
kemampuan menggunakan sumber-smber pengaruh untuk mempengaruhi proses
pembuatan dan pelaksanaan keputusan politik sehingga keputusan tersebut
menguntungkan dirinya, kelompoknya ataupun masyarakat pada umumnya.

2.2.2 Hakikat Kekuasaan dan Sumbernya


Kekuasaan diartkan sebagai kemampuan untuk mempengaruhi pihak lain
menurut kehendak yang ada pada pemegang kekuasaan tsb.Kekuasaan terdapat di
semua bidang kehidupan dan dijalankan. Kekuasaan mencakup kemampuan untuk
memerintah dan juga untuk memberi keputusan-keputusan yang secara langsung
maupun tidak langsung mempengaruhi tindakan-tindakan pihak-pihak lainnya.
Hakikat kekuasaan dapat terwujud dalam hubungan yang simetris dan asimetris.
Hubungan Simetris berkaitan dengan hubungan persahabatan, hubungan sehari-
hari dan hubungan yang bersifat ambivalen.Kemudian hubungan asimetris
berkaitan dengan popularitas, peniruan, mengikuti perintah, tunduk pada
pemimpin formal atau informal dll. Dalam kenyataan terdapat lebih banyak
hubungan asimetris daripada hubungan simetris,oleh karena hubungan simetris
merupakan tujuan ideal yang jarang tercapai.
Kekuasaan mempunyai aneka macam bentuk dan bermacam-macam
sumber. Berikut macam-macam sumber kekuasaan tsb:
1. Militer
Penguasa akan lebih banyak menggunakan paksaan serta kekuatan militer
didalam melaksanakan kekuasaanya.Tujuan utamanya adalah untuk
menimbulkan rasa takut alam diri masyarakat sehingga mereka tunduk kepada
kemauan penguasa atau sekelompok orang-orang yang dianggap sebagai
penguasa.
2. Ekonomi
Penguasa berusaha untuk menguasai kehidupan masyarakat dengan jalan
menguasai ekonomi serta kehidupan rakyat tsb, penguasa dapat melaksanakan
peraturan-peraturannya serta akan menyalurkan perintah-perintahnya dengan
dikenakan sanksi-sanksi tertentu.
3. Politik
Penguasa dan Pemerintah berusaha untuk membuat peraturan-peraturan yang
harus ditaati oleh masyarakat.Caranya dengan meyakinkan atau memaksa
masyarakat untuk menaati peraturan-peraturan yang telah dibuat oleh badan-
badan yang berwenang dan yang sah.
4. Hukum
Penguasa dan Pemerintah membuat hukum yang mengatur kehidupan
masyarakat dan meberi sanksi yang tegas pada pelanggarnya.
5. Tradisi
Dengan cara menyesuaikan tradisi,pemegang kekuasaan dengan tradisi yang
dikenal di dalam sesuatu masyarakat,pelaksanaan kekuasaan dapat berjalan
dengan lebih lancar.
6. Ideologi
Penguasa-penguasa dalam masyarakat biasanya mengemukakan serangkaian
ajaran-ajaran atau doktrin-doktrin yang bertujuan untuk menerangkan dan
sekaligus memberi dasar pembenaran bagi plaksanaan kekuasaannya.Hal itu
dilakukan supaya kekuasaan dapat menjelma menjadi wewenang.
2.2.3 Unsur-unsur Kekuasaan
1. Rasa Takut
Perasaan takut pada seseorang (yang merupakan penguasa, misalnya)
menimbulkan suatu kepatuhan terhadap segala kemauan dan tindakan orang
ynag ditakuti tadi. Rasa Takut merupakan perasaan negatif karenaseseorang
tunduk kepada orang lain dalam keadaan terpaksa.Orang yang mempunyai rasa
takut akan berbuat segala sesesuatu yang sesuai dengan keinginan oarang yang
ditakutinya agar terhindar dari kesukaran-kesukaran yang akan menimpa
dirinya,seandainya dia tidak patuh.
2. Rasa Cinta
Rasa Cinta menghasilkan perbuatan-perbuatan yang pada umumnya
positif.Orang-orang lian bertindak seseuai dengan kehendak pihak yang
berkuasa untuk menyenangkan semua pihak.Rasa Cinta biaanya telah
mendarahdaging dalam diri seseorang atau sekelompok orang.Rasa Cinta yang
efisien seharusnya dimulai dari pihak penguasa.
3. Kepercayaan
Kepercayaan dapat timbul sebagai hasil hubungan langsung antara dua orang
atau lebih yang bersifat asosiatif.Misalnya,B sebagai orang yang dikuasai
mengadakan hubungan langsung dengan A sebagai pemegang kekuasaan.B
percaya sepenuhya kepada A kalau A akan selalu bertindak dan berlaku
baik.Dengan demikian,setiap keinginan A akan selalu dilaksanakan oleh B.
4. Pemujaan
Di dalam sistem pemujaan,seseorang atau sekelompok orang yang memegang
kekuasaan mempunyai dasar pemujaan dari orang-orang lain.Akibatnya adalah
segala tindakan penguasa dibenarkan atau setidak-tidaknya dianggap benar.

2.2.4 Beberapa Bentuk Lapisan Kekuasaan


Menurut Mac Iver, ada 3 pola umum sistem lapisan kekuasaan/piramida
kekuasaan :
1. Tipe Pertama (Tipe Kasta) adalah sitem lapisan kekuasaan dengan garis
pemisah yang tegas dan baku. Biasanya dijumpai pada masyarakat berkasta,
dimana hampir-hampir tak terjadi gerak social vertical. Pada puncak piramida,
duduk penguasa tertinggi (misalnya Raja), yang didukung oleh bangsawan,
tentara dan para pendeta. Lapisan kedua terdiri para petani dan buruh tani.
Kemudian lapisan terendah terdiri dari para budak.
2. Tipe Kedua (Tipe Oligarkis) masih mempunyai garis pemisah yang tegas.
Akan tetapi dasar pembendaan kelas-kelas social ditekan oleh kebudayaan
masyarakat, terutama pada kesempatan yang diberikan kepada warga untuk
memperoleh kekuasaan-kekuasaan tertentu.
3. Tipe Ketiga (Tipe Demokratis). Menentukan kenyataan akan adanya pemisah
antara lapisan yang sifatnya mobile sekali. Kelahiran tidak menentukan
seseorang, yang penting adalah kemampuan dan kadang-kadang fator
keberuntungan. Tipe ini terbukti dari anggota-anggota parpol yang dalam suatu
masyarakat demokrasi dapat mencapai kedudukan-kedudukan tertentu melalui
partai.
Bentuk kekuasaan pada masyarakat-masyarakat tertentu di dunia ini
beraneka macam dengan masing-masing polanya. Dengan adanya bentuk-bentuk
lapisan kekuasaan tersebut makan akan menimbulkan kelas sosial dalam
masyarakat. Adapun yang menciptakan kelas-kelas sosial dan ketimpangan
kekuasaan adalah pembagian kerja dalam kegiatan produksi dan hubungan sosial
dalam produksi. Dalam setiap masyarakat terdapat dua kelas penduduk, satu kelas
yang menguasai dan satu kelas yang dikuasai. Jumlah penguasa selalu lebih
sedikit dibanding dengan yang dikuasai. Beberapa orang memiliki lebih banyak
kekuasaan dari pada yang lain hingga membentuk lapisan-lapisan kekuasaan. Dan
dalam lapisan yang paling berkuasa terdapat sejumlah kelompok-kelompok yang
fungsinya berbeda-beda.

2.3 Demokrasi
2.3.1 Pengertian Demokrasi
Demokrasi adalah salah satu bentuk pemerintahan dalam sebuah negara
dengan kekuasaan pemerintahannya berasal dari rakyat, baik secara langsung
ataupun melalui perwakilan. Kata “demokrasi” berasal dari dua kata, yaitu demos
yang berarti rakyat, dan kratos/cratein yang berarti pemerintahan, sehingga dapat
diartikan sebagai pemerintahan rakyat, atau yang lebih kita kenal sebagai
pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat.
Istilah Demokrasi sendiri diperkenalkan pertama kali oleh Aristoteles
sebagai suatu bentuk pemerintahan, yaitu pemerintahan yang menggariskan
bahwa kekuasaan berada di tangan orang banyak yang disebut dengan istilah
rakyat. Di Yunani sendiri demokrasi telah muncul pada pertengahan abad ke-5
dan ke-4 SM. Demokrasi ini merujuk pada sistem politik di negara kota Yunani
Kuno.
Seiring dengan perkembangan zaman, sehingga perkembangan sistem
demokrasi juga banyak diterapkan diberbagai negara-negara di dunia.
Perkembangan demokrasi yang semakin pesat juga telah memunculkan
perkembangan pengertian dari pada demokrasi itu sendiri. Pengertian demokrasi
menurut para ahli:
· Menurut H. Harris Soche demokrasi adalah bentuk pemerintahan rakyat,
karena itu kekusaan pemerintahan itu melekat pada diri rakyat atau diri orang
banyak dan merupakan hak bagi rakyat atau orang banyak untuk mengatur,
mempertahankan dan melindungi dirinya dari paksaan dan pemerkosaan orang
lain atau badan yang diserahi untuk memerintah.
1. Menurut Hannry B. Mayo, Kebijaksanaan umum ditentukan atas dasar
mayoritas oleh wakil-wakil yang diawasi secara efektif oleh rakyat dalam
pemilihan-pemilihan yang didasarkan atas prinsip kesamaan politik dan
diselenggarakan dalam suasana di mana terjadi kebebasan politik.
2. Menurut International Commission of Jurist, demokrasi adalah suatu bentuk
pemerintahan di mana hak untuk membuat keputusan-keputusan politik
diselenggarakan oleh warga Negara melalui wakil-wakil yang dipilih oleh
mereka dan yang bertanggungjawab kepada mereka melalui suatu proses
pemilihan yang bebas.
3. Menurut C.F. Strong, demokrasi adalah Suatu sistem pemerintahan di mana
mayoritas anggota dewan dari masyarakat ikut serta dalam politik atas dasar
sistem perwakilan yang menjamin pemerintah akhirnya
mempertanggungjawabkan tindakan-tindakannya pada mayoritas tersebut.
4. Menurut Samuel Huntington, demokrasi ada jika para pembuat keputusan
kolektif yang paling kuat dalam sebuah sistem dipilih melalui suatu pemilihan
umum yang adil, jujur dan berkala dan di dalam sistem itu para calon bebas
bersaing untuk memperoleh suara dan hampir seluruh penduduk dewasa dapat
memberikan suara.
5. Menurut Merriam, Webster Dictionary, demokrasi dapat didefinisikan sebagai
pemerintahan oleh rakyat; khususnya, oleh mayoritas; pemerintahan di mana
kekuasaan tertinggi tetap pada rakyat dan dilakukan oleh mereka baik langsung
atau tidak langsung melalui sebuah sistem perwakilan yang biasanya dilakukan
dengan cara mengadakan pemilu bebas yang diadakan secara periodik; rakyat
umum khususnya untuk mengangkat sumber otoritas politik; tiadanya distingsi
kelas atau privelese berdasarkan keturunan atau kesewenang-wenangan.

2.3.2 Perkembangan Demokrasi di Indonesia


Perkembangan demokrasi di Indonesia dapat dilihat dari Pelaksanaan
Demokrasi yang pernah ada di Indonesia. Pelaksanaan demokrasi di indonesia
dapat dibagi menjadi beberapa periodesasi antara lain :
1. Pelaksanaan Demokrasi pada Masa Revolusi ( 1945 – 1950 )
Tahun 1945 – 1950, Indonesia masih berjuang menghadapi Belanda yang ingin
kembali ke Indonesia. Pada saat itu pelaksanaan demokrasi belum berjalan
dengan baik. Hal itu disebabkan oleh masih adanya revolusi fisik. Pada awal
kemerdekaan masih terdapat sentralisasi kekuasaan hal itu terlihat Pasal 4
Aturan Peralihan UUD 1945 yang berbunyi sebelum MPR, DPR dan DPA
dibentuk menurut UUD ini segala kekuasaan dijalankan oleh Presiden denan
dibantu oleh KNIP. Untuk menghindari kesan bahwa negara Indonesia adalah
negara yang absolut pemerintah mengeluarkan :
a. Maklumat Wakil Presiden No. X tanggal 16 Oktober 1945, KNIP berubah
menjadi lembaga legislatif.
b. Maklumat Pemerintah tanggal 3 Nopember 1945 tentang Pembentukan
Partai Politik.
c. Maklumat Pemerintah tanggal 14 Nopember 1945 tentang perubahan
sistem pemerintahan presidensil menjadi parlementer
2. Pelaksanaan Demokrasi pada Masa Orde Lama
a. Masa Demokrasi Liberal (1950 – 1959)
Masa demokrasi liberal yang parlementer presiden sebagai lambang atau
berkedudukan sebagai Kepala Negara bukan sebagai kepala eksekutif. Masa
demokrasi ini peranan parlemen, akuntabilitas politik sangat tinggi dan
berkembangnya partai-partai politik.
Namun demikian praktek demokrasi pada masa ini dinilai gagal
disebabkan:
1) Dominannya partai politik
2) Landasan sosial ekonomi yang masih lemah
3) Tidak mampunya konstituante bersidang untuk mengganti UUDS 1950
Atas dasar kegagalan itu maka Presiden mengeluarkan Dekrit
Presiden 5 Juli 1959 :
1) Bubarkan konstituante
2) Kembali ke UUD 1945 tidak berlaku UUD S 1950
3) Pembentukan MPRS dan DPAS
b. Masa Demokrasi Terpimpin (1959 – 1966)
Pengertian demokrasi terpimpin menurut Tap MPRS No.
VII/MPRS/1965 adalah kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat
kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan yang berintikan
musyawarah untuk mufakat secara gotong royong diantara semua kekuatan
nasional yang progresif revolusioner dengan berporoskan nasakom dengan
ciri:
1) Dominasi Presiden
2) Terbatasnya peran partai politik
3) Berkembangnya pengaruh PKI
Penyimpangan masa demokrasi terpimpin antara lain:
1) Mengaburnya sistem kepartaian, pemimpin partai banyak yang
dipenjarakan
2) Peranan Parlemen lembah bahkan akhirnya dibubarkan oleh presiden dan
presiden membentuk DPRGR
3) Jaminan HAM lemah
4) Terjadi sentralisasi kekuasaan
5) Terbatasnya peranan pers
6) Kebijakan politik luar negeri sudah memihak ke RRC (Blok Timur)
Akhirnya terjadi peristiwa pemberontakan G 30 September 1965
oleh PKI yang menjadi tanda akhir dari pemerintahan Orde Lama.
3. Pelaksanaan demokrasi Orde Baru (1966 – 1998)
Dinamakan juga demokrasi pancasila. Pelaksanaan demokrasi orde baru
ditandai dengan keluarnya Surat Perintah 11 Maret 1966, Orde Baru bertekad
akan melaksanakan Pancasila dan UUD 1945 secara murni dan konsekwen.
Awal Orde baru memberi harapan baru pada rakyat pembangunan disegala
bidang melalui Pelita I, II, III, IV, V dan pada masa orde baru berhasil
menyelenggarakan Pemilihan Umum tahun 1971, 1977, 1982, 1987, 1992, dan
1997.
Namun demikian perjalanan demokrasi pada masa orde baru ini dianggap
gagal sebab:
a. Rotasi kekuasaan eksekutif hampir dikatakan tidak ada
b. Rekrutmen politik yang tertutup
c. Pemilu yang jauh dari semangat demokratis
d. Pengakuan HAM yang terbatas
e. Tumbuhnya KKN yang merajalela
Sebab jatuhnya Orde Baru:
a. Hancurnya ekonomi nasional ( krisis ekonomi )
b. Terjadinya krisis politik
c. TNI juga tidak bersedia menjadi alat kekuasaan orba
d. Gelombang demonstrasi yang menghebat menuntut Presiden Soeharto untuk
turun jadi Presiden.
4. Pelaksanaan Demokrasi Reformasi (1998 – Sekarang)
Berakhirnya masa orde baru ditandai dengan penyerahan kekuasaan dari
Presiden Soeharto ke Wakil Presiden BJ Habibie pada tanggal 21 Mei 1998. Masa
reformasi berusaha membangun kembali kehidupan yang demokratis antara lain:
a. Keluarnya Ketetapan MPR RI No. X/MPR/1998 tentang pokok-pokok
reformasi
b. Ketetapan No. VII/MPR/1998 tentang pencabutan tap MPR tentang
Referandum
c. Tap MPR RI No. XI/MPR/1998 tentang penyelenggaraan Negara yang bebas
dari KKN
d. Tap MPR RI No. XIII/MPR/1998 tentang pembatasan Masa Jabatan Presiden
dan Wakil Presiden RI
e. Amandemen UUD 1945 sudah sampai amandemen I, II, III, IV
Pada Masa Reformasi berhasil menyelenggarakan pemilihan umum sudah
tiga kali yaitu tahun 1999, tahun 2004, dan tahun 2009.
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan diatas, maka kesimpulan dari makalah ini adalah
demokrasi adalah kekuasaan di tangan rakyat atau kedaulatan di tangan rakyat.
Artinya demokrasi memberikan kekuasaan kepada rakyat untuk memerintah
dirinya sendiri yang terhimpun melalui suatu majelis yang dinamakan Majelis
Permusyawaratan Rakyat (MPR). Gerakan demokrasi disuarakan dengan gerakan
HAM menjadi gelombang gerakan besar pembebasan manusia.
Gelombang demokrasi yang melanda negara-negara tak lepas dari
kekuasaan otoritarian. Dalam transisi demokrasi berlangsung juga konsolidasi
demokrasi, sebagai upaya yang lebih terarah pada pemantaban untuk meyakinkan
masyarakat bahwa demokrasi adalah bentuk pemerintahan terbaik. Kebijakan
politik dan hukum HAM yang lahir di era transisi tidak saja berupa penghapusan
hukum-hukum yang bertentangan dengan HAM, tetapi juga pembentukan hukum
HAM baru yang mengemban misi penguatan masyarakat sipil yang sejalan
dengan demokrasi yang sedang dibangun.

3.2 Saran
Sebagai masyarakat yang hidup di negara yang demokrasi kita harus
melaksanakan peran kita sebagai pemegang kekuasaan pemerintahan dengan baik,
jangan menyalah gunakan hak dan kewajiban sebagai masyarakat. Berani
menolak hukum yang bertentangan dengan HAM, dan diharapkan makalah
bermanfaat dan berguna bagi setiap pembaca, serta memahami lebih dalam lagi
mengenai Hak Azasi Manusia, Kekuasan dan Demokrasi seperti yang telah
dibahas dalam isi makalah yang sederhana ini.
DAFTAR PUSTAKA

Aryfa, Elsyarief. (2015). Reklasi Demokrasi dan Kekuasaan. https://


www.kompasiana.com/ arieflourez/ relasi – demokrasi – dan - kekuasaan_
550e3111a33311a22dba8076. diakses pada tanggal 15 April 2018.

Ismatullah, Dedi. (2012). Pengantar Ilmu Hukum. Pustaka Setia. Bandung

Marzuki, Suparman. (2011). Tragedi Ilmu Politik. Pustaka Belajar. Jogjakarta

Mutiara, Selvidiah. (2013). Makalah Demokrasi dan HAM. http://


viselvi.blogspot.co.id/2013/ 04/ makalah–demokrasi–dan-ham.html. diakses
pada tanggal 15 April 2018.

Pranata, Riko. (2012). Teori Kekuasaan Menurut Para Ahli.


http://pengabdianqu.blogspot.co.id/2012/06/pengertian-dan-latar-belakang-
teori.html. diakses pada tanggal 15 April 2018.

Anda mungkin juga menyukai