Presus Ikk Achmad Yasin
Presus Ikk Achmad Yasin
HALAM
Disusun Oleh:
Achmad Yasin Mustamin
20164011162
Pembimbing :
dr. Oryzati Hilman Agrimon, M.Sc, CMFM, Ph.D, Sp.DLP
1
HALAMAN PENGESAHAN
Disusun oleh:
20164011162
2
KATA PENGANTAR
3
DAFTAR ISI
4
BAB I
LAPORAN KASUS
A. IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn. S
Usia : 69 tahun
Tanggal Lahir : 12 januari 1949
Jenis kelamin : laki-laki
Alamat : Jl. Adimayu, No 30 Wirobrajan, Yogyakarta
Status : Menikah
Agama : Katholik
Pekerjaan : Tidak berkerja
Pendidikan Terakhir : SMP
No. Rekam medis : 9732
Jaminan : BPJS PBI
6
4) Riwayat Pekerjaan
Pasien dulu bekerja sebagai kernet bis di yogyakarta dan sekarang sudah tidak
bekerja sejak setelah operasi katarak.
5) Gaya Hidup
• Pola Makan
Pasien makan 2-3 kali sehari dengan nasi, lauk, dan sayuran. Pasien jarang
mengonsumsi buah-buahan.
• Olahraga
Pasien jarang melakukan olahraga. Semenjak aktifatas pasien terganggu
• Istirahat
Waktu istirahat pasien ketika tidur malam hari sekitar 6 jam.biasanya pasien
tidur jam 20.00 dan bangun pada pukul 06.00
• Kebiasaan
Pasien biasanya minum kopi dan teh,.Pasien tidak minum minuman
beralkohol, tidak merokok Dan pasien jarang meminum air putih
C. ANAMNESIS SISTEM
a. Sistem Saraf Pusat : pusing (-), nyeri kepala (-)
b. Sistem Cardiovascular : nyeri dada (+), berdebar-debar (-)
c. Sistem Respiratori : batuk (+), sesak nafas (+)
d. Sistem Gastrointestinal : mual (-), muntah (-), BAB normal
e. Sistem Urinaria : nyeri berkemih (-), BAK normal
f. Sistem Muskuloskeletal : nyeri sendi (-), nyeri otot (-)
D. ANAMNESIS PENGALAMAN SAKIT (ILLNESS)
a. Pikiran : Pasien tidak mengetahui tentang sakit yang dialaminya. Hanya
bisa mengikuti saran dari dokter.
b. Perasaan : Pasien khawatir terhadap sakitnya yang tidak sembuh-sembuh
c. Efek pada fungsi : pasien Memiliki keterbatasan saat beraktivitas sehari hari
d. Harapan : Pasien ingin sembuh dan bisa bekerja kembali
E. PEMERIKSAAN FISIK
➢ Kesan Umum : Baik
➢ Kesadaran : Compos Mentis
➢ Vital Sign
Tekanan darah : 120/80 mmHg
Nadi : 86 x/menit
7
Pernafasan : 26 x/menit
Suhu badan : 36.8 oC
➢ Status Gizi
BB : 37 kg
TB : 154 cm
IMT : 15,6 kg/m2
Status Gizi : Underweight (WHO, Asia Pasifik)
➢ Kepala : Bentuk mesocephal, rambut warna hitam dan putih
o Mata : konjungtiva pucat, sklera tidak ikterik, visus 3/6 kanan dan kiri
o Telinga : penurunan penderngaran (-/-)
o Hidung : epistaksis (-/-)
o Mulut : TAK
➢ Leher: massa (-), pelebaran vena jugularis (-)
➢ Thorax:
o Pulmo: tidak ditemukan kelainan
Kanan Kiri
Inspeksi ketinggalan gerak (+) ketinggalan gerak (-)
➢ Cor
Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat
Palpasi : Ictus cordis teraba pada SIC V linea midclaviclaris.
Perkusi : Batas jantung dalam batas normal
Auskultasi : Bunyi jantung I-II regular, murmur (-), gallop (-).
➢ Abdomen
Inspeksi : Distensi (-)
Auskultasi : Bising usus (N)
Perkusi : timpani seluruh lapang abdomen (+)
Palpasi : nyeri tekan (-)
8
➢ Ekstremitas
Kanan Atas Kiri Atas Kanan Bawah Kiri Bawah
Gerakan Bebas Bebas Terbatas Terbatas
Tonus 5 5 5 5
Trofi Eutrofi Eutrofi Eutrofi Eutrofi
Refleks Fisiologis + + + +
Refleks Patologis - - - -
Sensibilitas N N N N
Meningeal Signs - - - -
F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Hasil Pemeriksaan Laboratorium
Tidak ada data
Hasil Pemeriksaan Rontgen Genu
Tidak ada data
G. DIAGNOSIS KLINIS
1. Differential Diagnosis=
• SOPT (Sindrom obstruksi pasca tuberculosis) DD (PPOK dan Asma)
• Glaukoma DD (keratitis)
• Underweight
2. Diagnosis Kerja=
• SOPT ec destroyed lung dextra
• Glaucoma akut
• Underweight
H. INSTRUMEN PENILAIAN KELUARGA
1. Genogram Keluarga
GENOGRAM KELUARGA Tn. S
Tanggal Pembuatan 4/2/2018
9
Legenda:
B = Breadwinner = Laki-laki
C = Caregiver = Perempuan
D = Decision Maker = Pasien
OA = Osteoarthritis = Tinggal bersama
HT = Hipertensi
Sz = Skizofrenia
X = Meninggal dunia
Legenda :
= : Hubungan Fungsional
-|- : Hubungan kaku dan tegas
10
memberikan solusi terhadap
permasalahan yang dihadapi
Apakah pasien puas dengan
kebebasan yang diberikan
Pertumbuhan V
keluarga untuk mengembangkan
kemampuan yang pasien miliki
Apakah pasien puas dengan
Kasih Sayang kehangatan / kasih sayang yang V
diberikan keluarga
Apakah pasien puas dengan waktu
Kebersamaan yang disediakan keluarga untuk V
menjalin kebersamaan
TOTAL 5
Skoring : Hampir selalu=2 , kadang-kadang=1 , hampir tidak pernah=0
Total skor
8-10 = Keluarga Fungsional
4-7 = Keluarga Disfungsional Sedang
0-3 = Keluarga Disfungsional Berat
Dari tabel APGAR keluarga diatas total nilai skoringnya adalah 5, ini menunjukan
Keluarga Disfungsional Sedang.
11
7. Perjalanan Hidup Keluarga (Family Life Line)
Tahun Usia Life Events/ Crisis Severity of Illness
(Tahun)
1968 19 thn Menikah
1982 33 thn Anak kedua meninggal
1992 43 thn Terdiagnosis penyakit TBC
1997 48 thn Anak pertama menikah
2000 51 thn Rumah di ambil bank
2002 53 thn Operasi katarak kanan
2002 53 thn Operasi katarak kiri
2014 65 thn Terdiagnosis glukoma
12
3. Denah Rumah
TV
U
K. DIAGNOSIS HOLISTIK
➢ Diagnosis Psiko-Sosial dan Kultural-Spiritual
Laki-laki usia lanjut dengan pengetahuan yang kurang tentang penyakitnya serta beban
pikiran tentang kondisi fisiknya saat ini dan Rumah Tangga yang tidak ber-PHBS.
➢ Diagnosis Holistik
SOPT dengan glaukoma dan underweight pada laki laki usia lanjut dengan kurangnya
pengetahuan terhadap penyakitnya disertai perasaan khawatir yang akan menganggu
aktifitas kesehariannya pada rumah tangga tidak berperilaku hidup bersih dan sehat.
13
L. RENCANA PENGELOLAAN KOMPREHENSIF
1. Upaya Promotif
• Gambaran tentang SOPT dan glaukoma akut yang merupakan penyakit kronis
yang dapat disembuhkan dengan prilaku kesehatan dari pasien.
• Pentingnya modifikasi gaya hidup, terutama dalam hal pola makan, aktivitas
fisik yang teratur, kebiasaan yang buruk, serta istirahat yang adekuat.
• Pentingnya kontrol penyakitnya ke dokter tiap 1 bulan sekali untuk memonitor
perkembangan kesehatan.
• Pentingnya menjalankan perilaku hidup bersih dan sehat dalam kehidupan
sehari-hari.
• Pentingnya dukungan keluarga pada pasien dalam pengelolaan penyakitnya.
2. Upaya Preventif
a. Menerapkan pola makan dengan memperbanyak konsumsi buah dan sayur,
mengurangi asupan garam, mengurangi makanan berminyak dan bersantan
b. Melakukan aktivitas fisik (Strengthening) secara teratur selama ± 30 menit setiap
hari
c. Istirahat cukup minimal 6-8 jam/hari
d. Melakukan manajeman stress yang baik
e. Menghindari asap rokok
f. Konseling 5A pada anak pasien untuk berhenti merokok
g. Konseling CEA pada pasien terkait pengetahuan yang kurang, mispresepsi, serta
perasaan sedih akan penyakitnya
h. Minum obat secara teratur sesuai anjuran dokter
i. Melakukan kontrol rutin ke dokter untuk penyakitnya tiap 1 bulan sekali atau jika
ada keluhan
j. Mengatur Diet Makanan sehari-hari (terlampir)
3. Upaya Kuratif
R/tab ambroxol mg 30 No x
S 3 dd tab 1
-------------------------------------------------------------------------
R/tab cetirizine mg 10 No X
S 1 dd 1 on
R/tab BKomlek No X
S 1 dd 1
14
4. Upaya Rehabilitatif
Pada kasus belum diperlukan.
5. Upaya Paliatif
Lebih mendekatkan diri kepada Tuhan.
15
BAB II
ANALISIS KASUS
16
Pada kasus ini, pasien dilakukan manajemen komprehensif mulai dari promotive,
prefentif, kurativ dan rehabilitative. Management promotive dan preventif bertujuan agar
pasien yang sedang menderita SOPT disertai underweight ini tidak mengalami komplikasi dari
penyakit itu sendiri dan tidak membahayakan. Pada manajamen kuratif, pasien sudah di berikan
obat. Dalam kasus ini belum dibutuhkan adanya manjemnt palitif dan rehabilitative.
17
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
18
menunjukkan bahwa puncak terjadinya gangguan faal paru pada pasien pasca TB terjadi
dalam waktu 6 bulan setelah diagnosis.
Kemajuan ilmu dalam pemberantasan TB dan gejala sisa dari TB masih menjadi salah
satu tantangan penting saat ini. Penyebaran dan penyembuhan TB masih belum tertangani
secara tuntas walaupun obat dan cara pengobatannya telah diketahui. SOPT masih sering
ditemukan dan dapat mengganggu kualitas hidup pasien, serta berperan sebagai penyebab
kematian sebesar 15% setelah durasi 10 tahun.
Deteksi dini SOPT dengan uji faal paru pada pasien pasca TB diperlukan untuk
berperan dalam memperbaiki kualitas hidup pasien. Gejala sisa yang juga terkait erat
dengan TB khususnya TB pulmonal adalah destroyed lung (luluh paru). Istilah destroyed
lung biasanya digunakan untuk mendeskripsikan kerusakan pada parenkim paru yang
diakibatkan oleh gejala sisa dari TB pulmonal yang terjadi selama bertahun-tahun, dan
disebabkan oleh obstruksi jalan nafas kronik. Pada gambaran radiologi dapat ditemukan
adanya gambaran penyusutan dari volume paru, terdapatnya kavitas, bronkiektasis, dan
fibrosis. Respon dari jaringan fibrosis tersebut dapat membuat retraksi dari hilum dan
mediastinum sehingga bergeser kearah jaringan paru yang rusak. Sedangkan bagian paru
lain yang masih baik berkompensasi menjadi besar.
Penatalaksanaan pada penyakit paru obstruktif dapat diberikan terapi formakologis
berupa bronkodilator, antikolinergik agen, beta agonis, inhaled glukokortikoid, oral
glukokortikoid, teofilin, oxygen. Terapi nonfarmakologis dapat berupa Rehabilitasi paru,
pneumectomy (lung volume reduction surgey), dan trasplantasi paru. Penatalaksanan pada
destroyed lung dapat dilakukan dengan lobectomy, pneumectomy, dan
pleuropneumectomy.
19
2. Glaukoma
a. Definisi
Glaukoma berasal dari kata Yunani “glaukos” yang berarti hijau kebiruan, yang
memberikan kesan warna tersebut pada pupil penderita glaukoma. Glaukoma adalah
suatu keadaan tekanan intraokuler/tekanan dalam bola mata relatif cukup besar untuk
menyebabkan kerusakan papil saraf optik dan menyebabkan kelainan lapang
pandang. Di Amerika Serikat, glaukoma ditemukan pada lebih 2 juta orang, yang
akan beresiko mengalami kebutaan. Survei Kesehatan Indera Penglihatan tahun
1993-1996 yang dilakukan oleh Departemen Kesehatan Republik Indonesia
mendapatkan bahwa glaukoma merupakan penyebab kedua kebutaan sesudah katarak
(prevalensi 0,16%). Katarak 1,02%, Glaukoma 0,16%, Refraksi 0,11% dan Retina
0,09%. Akibat dari kebutaan itu akan mempengaruhi kualitas hidup penderita
terutama pada usia produktif, sehingga akan berpengaruh juga terhadap sumberdaya
manusia pada umumnya dan khususnya Indonesia.
b. Faktor Resiko
Glaukoma lebih sering terjadi pada umur di atas 40 tahun. Beberapa faktor
resiko lainnya untuk terjadi glaukoma, antara lain:
• Faktor genetik
• Riwayat glaukoma dalam keluarga.
• Penyakit hipertensi
• Penyakit diabetes dan penyakit sistemik lainnya.
• Kelainan refraksi berupa miopi dan hipermetropi
• Ras tertentu
c. Patofisiologi
Cairan aqueus diproduksi dari korpus siliaris, kemudian mengalir melalui pupil
ke kamera okuli posterior (COP) sekitar lensa menuju kamera okuli anterior (COA)
melalui pupil. Cairan aqueus keluar dari COA melalui jalinan trabekula menuju
kanal Schlemm’s dan disalurkan ke dalam sistem vena. Beberapa mekanisme
peningkatan tekanan intraokuler:
1) Korpus siliaris memproduksi terlalu banyak cairan bilik mata, sedangkan
pengeluaran pada jalinan trabekular normal
2) Hambatan pengaliran pada pupil sewaktu pengaliran cairan bilik mata
belakang ke bilik mata depan
3) Pengeluaran di sudut bilik mata terganggu.
20
Glaukoma sudut terbuka ditandai dengan sudut bilik mata depan yang terbuka,
dan kemampuan jalinan trabekula untuk mengalirkan cairan aqueus menurun.
Glaukoma sudut tertutup ditandai dengan tertutupnya trabekulum oleh iris perifer,
sehingga aliran cairan melalui pupil tertutup dan terperangkap di belakang iris dan
mengakibatkan iris mencembung ke depan. Hal ini menambah terganggunya aliran
cairan menuju trabekulum.
Mekanisme utama kehilangan penglihatan pada glaukoma adalah apoptosis sel
ganglion retina. Optik disk menjadi atropi, dengan pembesaran cup optik. Efek
dari peningkatan tekanan intraokuler dipengaruhi oleh waktu dan besarnya
peningkatan tekanan tersebut. Pada glaukoma akut sudut tertutup, Tekanan Intra
Okuler (TIO) mencapai 60-80 mmHg, mengakibatkan iskemik iris, dan timbulnya
edem kornea serta kerusakan saraf optik. Pada glaukoma primer sudut terbuka,
TIO biasanya tidak mencapai di atas 30 mmHg dan kerusakan sel ganglion retina
berlangsung perlahan, biasanya dalam beberapa tahun.
d. Manifestasi Klinis
Pasien dengan glaukoma primer sudut terbuka (glaukoma kronik sudut terbuka)
dapat tidak memberikan gejala sampai kerusakan penglihatan yang berat terjadi,
sehingga dikatakan sebagai pencuri penglihatan. Berbeda pada glaukoma akut
sudut tertutup, peningkatan tekanan TIO berjalan cepat dan memberikan gejala
mata merah, nyeri dan gangguan penglihatan.
• Peningkatan TIO Normal TIO berkisar 10-21 mmHg (rata-rata 16 mmHg).
Tingginya TIO menyebabkan kerusakan saraf optik tergantung beberapa
faktor, meliputi tingginya TIO dan apakah glaukoma dalam tahap awal atau
lanjut. Secara umum, TIO dalam rentang 20-30 mmHg biasanya
menyebabkan kerusakan dalam tahunan. TIO yang tinggi 40-50 mmHg dapat
menyebabkan kehilangan penglihatan yang cepat dan mencetuskan oklusi
pembuluh darah retina.
• Halo sekitar cahaya dan kornea yang keruh Kornea akan tetap jernih dengan
terus berlangsungnya pergantian cairan oleh sel-sel endotel. Jika tekanan
meningkat dengan cepat (glaukoma akut sudut tertutup), kornea menjadi
penuh air, menimbulkan halo di sekitar cahaya.
• Nyeri. Nyeri bukan karakteristik dari glaukoma primer sudut terbuka.
21
• Penyempitan lapang pandang Tekanan yang tinggi pada serabut saraf dan
iskemia kronis pada saraf optik menimbulkan kerusakan dari serabut saraf
retina yang biasanya menghasilkan kehilangan lapang pandang (skotoma).
Pada glaukoma stadium akhir kehilangan lapang penglihatan terjadi sangat
berat (tunnel vision), meski visus pasien masih 6/6
e. Pemeriksaan Penunjang
Penderita dengan dugaan glaukoma harus dilakukan pemeriksaan sebagai
berikut:
• Perimetri Alat ini berguna untuk melihat adanya kelainan lapang
pandangan yang disebabkan oleh kerusakan saraf optik2. Beberapa
perimetri yang digunakan antara lain:
o Perimetri manual: Perimeter Lister, Tangent screen, Perimeter
Goldmann
o Perimetri otomatis
o Perimeter Oktopus
• Tonometri Alat ini digunakan untuk pengukuran TIO. Beberapa tonometri
yang digunakan antara lain tonometer Schiotz, tonometer aplanasi
Goldman, tonometer Pulsair, Tono-Pen, tonometer Perkins, non kontak
pneumotonometer.
• Oftalmoskopi yaitu pemeriksaan untuk menentukan adanya kerusakan
saraf optik berdasarkan penilaian bentuk saraf optik. Rasio cekungan
diskus (C/D) digunakan untuk mencatat ukuran diskus otipus pada
penderita glaukoma. Apabila terdapat peninggian TIO yang signifikan,
rasio C/D yang lebih besar dari 0,5 atau adanya asimetris yang bermakna
antara kedua mata, mengidentifikasikan adanya atropi glaukomatosa
f. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan penyakit glaukoma antara lain:
1) Medikamentosa
• Penekanan pembentukan humor aqueus, antara lain: - β adrenegik
bloker topikal seperti timolol maleate 0,25 - 0,50 % 2 kali sehari,
betaxolol 0.25% dan 0.5%, levobunolol 0.25% dan 0.5%, metipranolol
0.3%, dan carteolol 1% - apraklonidin - inhibitor karbonik anhidrase
22
seperti asetazolamid (diamox) oral 250 mg 2 kali sehari,
diklorofenamid, metazolamid
• Meningkatkan aliran keluar humor aqueus seperti: prostaglandin
analog, golongan parasimpatomimetik, contoh: pilokarpin tetes mata
1 - 4 %, 4-6 kali sehari, karbakol, golongan epinefrin
• Penurunan volume korpus vitreus.
• Obat-obat miotik, midriatikum, siklopegik
2) Terapi operatif dan laser
• Iridektomi dan iridotomi perifer
• Bedah drainase glaukoma dengan trabekulektomi, goniotomi.
• Argon Laser Trabeculoplasty (ALT).
3. Underweight
a. Definisi
Underweight merupakan keadaan gizi kurang yang terjadi akibat kurangnya
asupan zat gizi. Menurut Depkes RI, underweight adalah status gizi yang didasarkan
pada indeks massa tubuh, yang merupakan padanan istilah dari Gizi Kurang. Menurut
WHO, underweight merupakan status gizi yang menggambarkan gizi kurang yaitu
saat IMT (Indeks Massa Tubuh) kurang dari 18.5 kg/m2. Underweight sering kali
merupakan gejala dari suatu penyakit. Seseorang yang memiliki berat badan
underweight mungkin memiliki risiko kematian yang lebih besar dibandingkan
dengan seseorang dengan IMT normal (18,5-24,9 kg/m2).
b. Faktor penyebab
Pada dasarnya penyebab underweight dapat dibedakan berdasarkan dua faktor
yakni faktor fisiologis dan psikologis. Berikut adalah faktor-faktor penyebab
underweight yang dikutip dari beberapa sumber:
• Kurang asupan makanan
Intake makanan yang tidak adekuat dan tidak sesuai dengan kebutuhan
tubuh dapat memicu terjadinya underweight. Kurangnya asupan makanan
dapat disebabkan oleh berbagai keadaan seperti keadaan sakit, stres,
mengkonsumsi obat-obatan tertentu, serta aktivitas harian yang tinggi.
Kurangnya asupan makanan juga dapat disebabkan oleh diet atau pola
makan yang tidak benar.
23
• Aktivitas fisik yang tinggi
Seseorang dengan aktivitas tinggi seperti atlet/olahragawan lebih berisiko
mengalami underweight dari pada individu dengan aktivitas rendah. Saat
melakukan aktivitas tinggi, tubuh akan membakar lebih banyak kalori
sehingga tidak banyak nutrisi yang dapat disimpan.
• Penyerapan nutrisi tidak adekuat
Setiap tubuh memiliki karakteristik yang berbeda-beda. Beberapa orang
memiliki kecenderungan metabolisme tubuh lebih cepat dibandingkan
dengan orang lain, disertai dengan proses absorbsi yang tidak maksimal. Hal
ini menyebabkan tubuh tidak mendapat nutrisi sesuai dengan yang
kebutuhan dan berujung pada terjadinya underweight.
• Faktor Penyakit
Proses penyakit dapat meningkatkan metabolisme tubuh dan kebutuhan
energi. Seperti pada penyakit kanker, hypertiroid, dan AIDS. Seseorang
yang sedang terkena penyakit lebih mudah kehilangan berat badannya,
dikarenakan tubuh meningkatkan metabolisme dan mengunakan banyak
energi untuk memerangi penyakit yang sedang terjadi.
• Faktor Genetik
Faktor genetik yang diturunkan pada seseorang dapat membuat kadar
metabolisme yang tinggi ataupun sel lemak badan yang kurang.
• Faktor Usia
Usia dapat berpengaruh terhadap terjadinya underweight. Saat usia
bertambah tua kemampuan tubuh untuk menyerap nutrisi akan berkurang.
• Gaya Hidup
• Konsumsi kafein, nikotin dan berbagai zat aditif dapat berpengaruh terhadap
kemampuan tubuh dalam menyerap zat makanan.
24
Klasifikasi Internasional Underweight, Overweight dan Obesitas menurut IMT
Klasifikasi BMI (Kg/m2)
Principal cut-off Additional cut-off
points points
Underweight <18.50 <18.50
Severe thinness <16.00 <16.00
Moderate thinness 16.00-16.99 16.00-16.99
Mild thinness 17.00-18.49 17.00-18.49
Normal range 18.50-24.99 18.50-22.99
23.00-24.99
Overweight ≥ 25.00 ≥ 25.00
Pre-obese 25.00 – 29.99 25.00 – 27.49
27.50 – 29.99
Obese ≥ 30.00 ≥ 30.00
Obese class I 30.00 – 34.99 30.00 – 32.49
32.50 – 34.99
Obese class II 35.00 – 39.99 35.00 – 37.49
37.50 – 39.99
Obese class III ≥ 40.00 ≥ 40.00
25
LAMPIRAN
Diketahui
BB : 37 kg
TB : 154 cm
Usia : 77 tahun
26
DAFTAR PUSTAKA
Aida N. Patogenesis Sindrom Ostruksi Pasca Tuberkulosis. Jakarta: Bagian Ilmu Kedokteran
Respirasi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Unit Paru Rumah Sakit
Persahabatan; 2006. hlm. 1–5.
Almatsier S. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama; 2004
Amin Z, Bahar A. Tuberkulosis paru dalam buku ajar ilmu penyakit dalam. Jakarta: Pusat
Penerbitan Departemen IPD FKUI; 2007. Hlm. 1576-94.
Silalahi J. Empat Sehat Lima Sempurna Perlu Disempurnakan Makanan Sehat Hidup Sehat
hal-95. Jakarta: Kompas; 2006.
27