Anda di halaman 1dari 4

POHON TREMBESI SEBAGAI ALTERNATIF UNTUK MENURUNKAN EMISI

KARBON DI PROVINSI JAMBI

Pada tahun 2015 kebakaran hutan terjadi di sebagian besar wilayah Kalimantan dan
Sumatra. Luasnya hutan yang terbakar dan banyaknya titik panas api menyebabkan asap-asap
tebal menyelimuti wilayah Palembang, Jambi, Riau dan beberapa wilayah di Kalimantan. Asap-
asap ini beratahan di udara selama berminggu-minggu. Tim pemadam kebakaran saat itu harus
bekerja ekstra untuk memadamkan api yang menyala. Namun kendala yang sangat nyata ialah
kebakaran tidak hanya terjadi pada hutan saja namun api juga membakar sebagian wilayah yang
bertanah gambut. Seperti yang kita ketahui tanah gambut tersusun dari komponen berupa bahan-
bahan organik yang membusuk selama beratus tahun lalu.

Kebakaran di lahan gambut lebih sulit untuk dipadamkan. Alasan yang mendasari kenapa
lahan gambut sulit dipadamkan adalah karena ketebalan gambut yang cukup dalam sekitar 0.5
meter hingga lebih 3 meter dari permukaan tanah. Hal ini tentu saja akan sangat berbeda
penanganan dalam memadamkan apinya. Pemadaman api di lahan gambut ini harus mengenai
sasaran api yang berkobar didalam tanah gambut. Api yang berkobar didalam tanah gambut
tersebut menyebabkan asap pekat dan tebal membumbung tinggi ke udara yang dapat
menyebabkan pencemaran udara.

Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan RI nomor 1407 tahun 2002 tentang pedoman
Pengendalian Pencemaran Udara, pencemaran udara adalah masuknya atau dimasukkannya zat,
energi, dan/atau komponen lain ke dalam udara oleh kegiatan manusia, sehingga mutu udara
turun sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan atau mempengaruhi kesehatan manusia.

Kebakaran hutan terjadi karena berbagai faktor. Namun kebakaran hutan yang saat itu
terjadi sebagian besar dikarenakan ulah-ulah tangan jahil ataupun tindakan yang disengaja oleh
suatu perusahaan untuk membuka lahan. Pada tahun tersebut dapat dikatakan bahwa kebakaran
terjadi sangat parah. Hal ini mengakibatkan proses kegiatan belajar mengajar dihentikan
sementara selama kurang lebih 1 minggu. Selain terganggunya proses kegiatan belajar, dampak
lain yang turut dirasakan adalah terganggunya sistem pernapasan yang dialami oleh masyarakat
akibat tehirup karbon dari kebakaran.

Kebakaran hutan menghasilkan emisi karbon. Menurut dosen fakultas sipil dan
lingkungan ITB Ibu Puji Lestari menyatakan bahwa karbon berbahaya yang terkandung dalam
asap kebakaran hutan terutama di lahan gambut mencapai 80%. Karbon itu seperti gas
karbondioksida (CO2), Nitrous Oksida (N2O), Nitrogen Oksida (NOx) dan Karbon Monoksida
(CO).

Kebakaran hutan menyebabkan banyak sekali kerugian. Kerugian tersebut meliputi


kerugian material dan non material. Kerugian yang dapat saat itu sangat dirasakan oleh
masyarakat adalah terganggunya aktivitas warga akibat kabut asap yang menyelimuti udara.
Selain itu juga banyak sekali masyarakat yang mengeluhkan ganguan pada saluran pernapasan.
Keluhan ini berupa sesak napas pada orang dewasa maupun balita. Karbon monoksida yang
terhirup oleh saluran pernapasan secara terus menerus dan dalam rentang waktu yang sangat lama
akan terakumulasi dalam tubuh. Hal ini yang dikhawatirkan akan menyebabkan masalah saluran
pernapasan lebih serius seperti kanker dan lain-lain. Karbon monoksida sangat mudah sekali
berikatan dengan hemoglobin darah sehingga menyebabkan oksigen tidak dapat berikatan dengan
hemoglobin, kejadian seperti ini dapat mengakibatkan kematian pada manusia karena kekurangan
oksigen didalam tubuh.
Karbon yang dihasilkan dari kebakaran hutan terutama hutan dilahan gambut sangat
berpotensi menyebabkan kerusakan ozon. Karbon seperti gas karbondioksida (CO2), Nitrous
Oksida (N2O), Nitrogen Oksida (NOx) dan Karbon Monoksida (CO) dapat menyebabkan
rusaknya lapisan ozon. Padahal lapisan ozon sangat penting bagi bumi guna melindungi bumi
dari paparan sinar matahari secara langsung. Penipisan lapisan ozon yang disebabkan oleh
terakumulasinya karbon di udara tersebut dapat menyebabkan perubahan iklim.

Perubahan iklim memiliki dampak yang nyata bagi kehidupan di muka bumi. Perubahan
iklim menimbulkan dampak yang tidak sedikit apabila terus-menerus terjadi. Dampak perubahan
iklim dapat berupa meningkatnya suhu di permukaan bumi, melelehnya es di kutub,
meningkatnya tinggi muka air laut, perubahan cuaca yang sulit diprediksi, dan lain sebagainya.
Tentunya apabila hal tersebut semua terjadi maka akan mengancam hajat hidup seluruh manusia
di muka bumi. Oleh karena itu peubahan iklim haruslah dicegah agar tidak menimbulkan masalah
yang lebih serius lagi dengan bebagai cara, salah satunya adalah dengan mengurangi emisi karbon
di udara.

Penanganan perubahan iklim akibat tingginya emisi karbon di udara dapat dilakukan
dengan bebagai cara. Penganan yang dapat dilakukan dapat berupa merubah perilaku masyarakat
seperti menguangi penggunaan bahan bakar fosil, mengurangi penggunaan AC, tidak membakar
sampah, melindungi hutan dengan tidak membakar hutan atau dengan cara menanam pohon guna
menyerap karbon yang ada di udara.

Trembesi (Samanea Saman) yang kita kenal saat ini memang bukan spesies asli
Indonesia. Namun tumbuhan bekayu yang kekar, kokoh, serta rindang dengan bentuk kanopi
yang memayung ini tidak asing bagi masyarakat Indonesia. Trembesi adalah tumbuhan pohon
besar dengan ketinggian hingga 20 meter dan tajuknya yang sangat lebar. Pohon tembesi (ki
hujan) mempunyai jaringan akar yang luas dan kuat. Pohon tembesi sering disebut juga sebagai
pohon hujan atau ki hujan kaena air yang sering menetes dari tajuknya karena kemampuannya
menyerap air tanah yang kuat. Trembesi juga merupakan jenis tanaman yang sangat cepat
pertumbuhannnya (fast gowing species) yang dapat tumbuh dengan sangat baik pada tanah
dengan drainase yang baik. Trembesi mampu mencapai ketinggian 20-25 meter dengan tajuk 15-
20 meter. Tidak merusak ekosistem lokal tehadap mikroorganisme tanah dan juga tidak ada
karona daun trembesi serta buah polongnya yang mengandung gula akan lapuk menjadi humus
akan menjadi media yang sangat baik untuk pertumbuhan mikroorganisme tanah (Dahlan, 2010).

Menurut Dr. Ir. H. Endes N. Dahlan, Dosen Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor
mengungkapkan bahwa, pohon trembesi mampu menyerap 28,5 ton gas CO2 yang sangat tinggi.
Satu batang pohon trembesi mampu menyerap 28,5 ton gas CO2 setiap tahunnya (diamter tajuk
15m). Selain itu pohon trembesi juga mampu menurunkan konsentrasi gas secara efektif, sebagai
tanaman penghijauan dan memiliki kemampuan menyerap air tanah yang kuat. Selain pohon
tembesi juga ada beberapa pohon lain yang dapat menyerap CO2 yang cukup banyak misalnya,
kenanga, pingku, beringin, key, payung, matoa, mahoni, saga dan bungu. Soal kehebatan pohon
tembesi ini , Dr. Ir. H. Endes N. Dahlan telah meriset 43 pohon yang sering dijadikan sebagai
tanaman penghijauan. Hasilnya, pohon tembesi terbukti paling banyak menyerap kabondioksida
dan memiliki kemampuan menyerap air tanah yang kuat. Dalam setahun, tanaman tersebut dapat
menyerap 28,488,39 kg karbondioksida. (Dahlan, 2010)

Pohon trembesi dapat dijadikan alternatif mengurangi emisi karbon di Jambi. Seperti
yang telah diuraikan diatas, pohon tembesi dapat menyerap karbondioksida sebesar 28,5 ton per
tahunnya. Apabila pohon trembesi ditanam di sepanjang jalan maka pohon tremebesi tersebut
dapat menyerap karbondioksida dari asap kendaraan bemotor yang melintas maupun
karbondioksida dari asap kebakaran hutan yang mungkin akan terjadi kembali. Pohon tembesi
dapat dipilih menjadi alternanatif penyerap karbon karena kemampuannya yang sangat kuat
menyerap karbon serta memerlukan biaya yang cukup terjangkau dibanding dengan gerakan
menanam 1 milyar pohon. Hal ini tentunya diharapakan dapat menjadi pilihan untuk mengurangi
karbondioksida di udara bagi pemerintah provinsi Jambi.
DAFTAR PUSTAKA

Dahlan Endes. 2010. Trembesi Dahulunya Asing Namun Sekarang Tidak Lagi. Bogor: IPB press

Haska hilmansyah, dkk. 2011. Pohon Trembesi Sebagai Alternatif Terbaik Untuk Mensukseskan
Target Penurunan Emisi Karbon Di Indonesia. Bogor: IPB press

http://nasional.tempo.co/read/714629/ini-komposisi-berbahaya-kabut-asap-kebakaran-hutan

Anda mungkin juga menyukai