Anda di halaman 1dari 12

PERBANDINGAN PENCITRAAN PENGOLAHAN DATA SEISMIK METODA

KONVENSIONAL DENGAN METODA CRS (COMMON REFLECTION SURFACE)

COMPARISON OF IMAGING SEISMIC DATA PROCESSING WITH CONVENTIONAL


METHODS WITH CRS (COMMON SURFACE REFLECTION) METHODS
Azwar Arsyad1, Drs,Lantu, M.Eng.Sc.DESS., Sabrianto Aswad S.Si,M.T,
Syamsuddin S.Si.,M.T2
Program Studi Geofisika Jurusan Fisika Fakultas Matemeatika Dan Ilmu Pengetahuan Alam
Universitas Hasanuddin
Makassar

ABSTRAK
Tujuan utama dari metoda seismik eksplorasi adalah meningkatkan rasio perbandingan sinyal terhadap
kebisingan untuk mempermudah mengidentifikasi batas perlapisan batuan dan memberikan pencitraan
model geologi yang semirip mungkin dengan keadaan sebenarnya. Oleh sebab itu, setiap tahapan
prosesing memiliki peranan yang sangat penting. Salah satu tahapan tersebut adalah stacking. Stacking
telah lama digunakan dalam pengolahan data seismik. Meskipun trend umum saat ini, pengolahan data
mulai bergeser ke arah metode pre-stack pencitraan, stacking masih merupakan tahapan yang penting
dalam pengolahan data seismik, karena penampang stack merupakan intrepertasi awal dari pencitraan
bawah permukaan. Beberapa metode baru dikembangkan untuk memperbaiki metode stacking yang sudah
dipakai selama ini, salah satunya adalah metoda stacking Common Reflection Surface. Dengan pengolahan
data menggunakan metoda ini dapat dilihat model struktur geologi dan batas perlapisan batuan yang
tampak jelas dibandingkan dengan pengolahan data seismik metode konvensional.
Kata Kunci : kebisingan, stacking, stack, pre-stack, pencitraan, common reflection surface,
konvensional

ABSTRACT
The main purpose of seismic exploration method is to increase the signal-to-noise ratio for ease
of identifying the boundaries of rock layering and provide imaging geological model as closely
as possible to the real situation. Therefore, each stage of processing has a very important role.
One of these stages is stacking. Stacking has long been used in seismic data processing. Although
the general trend of the moment, the data processing methods began to shift toward pre-stack
imaging, stacking is an important step in seismic data processing, because the cross section of
the stack is the initial intrepertasi subsurface imaging. Some new methods are developed to
improve the stacking method that has been used for this, one of which is the Common Reflection
Surface stacking method. By processing the data using this method can be seen geological
structure model and limit its apparent bedding rock compared to the conventional method of
processing seismic data.
Keywords : noise, stacking, stack, pre-stack, imaging, common reflection surface,
convensional

1
PENDAHULUAN
Salah satu metoda geofisika yang memiliki dikembangkan untuk memperbaiki metoda
peranan penting dalam invetigasi sumber stacking yang sudah dipakai selama ini, salah
daya geoteknik adalah metoda seismik. satunya adalah metoda stacking Common
Metoda ini memanfaatkan penjalaran reflection surface (CRS). Metoda ini
gelombang elastis ke dalam lapisan bumi merupakan pengembangan dari metoda
untuk mengetahui kondisi bawah permukaan konvensional Common Mid Point (CMP)
bumi. Umumnya metoda seismik digunakan stack gather dengan menggunakan
untuk mengidentifikasi struktur bawah pendekatan yang berbeda, yaitu dengan
permukaan bumi, namun pada menambahkan beberapa parameter yang
perkembangannya metoda seismik juga dapat terkait dengan bentuk reflektor bawah
diterapkan untuk menganalisis kandungan permukaan dan mendapatkan kecepatan
fluida dari suatu lapisan di bawah permukaan stacking yang paling tepat dapat dipakai pada
bumi. proses pre-stack selanjutnya. (Anggraeni,P.D,
2008)
Tujuan utama dari metoda seismik eksplorasi
adalah menghasilkan citra bawah permukaan Pada pengolahan data seismik, data disusun
yang memiliki rasio perbandingan sinyal kedalam satu CMP yang sama menjadi CMP
terhadap bising yang besar. Oleh sebab itu, gather. Pada bidang reflektor datar, titik
setiap tahapan pengolahan data memiliki refleksi untuk setiap pasangan source-
peranan yang sangat penting. Salah satu receiver berada pada satu titik sehingga dapat
tahapan tersebut adalah stacking. Stacking disebut Common Depth Point (CDP) gather.
telah lama digunakan dalam pengolahan data Refleksi primer dalam penampang CMP
seismik. Meskipun umum saat ini, gather akan tepat berada di sepanjang fungsi
pengolahan data mulai bergeser ke arah waktu tempuh hiperbola. Parameter yang
metoda pre-stack (time maupun depth) berperan dalam penentuan kelengkungan
pencitraan, stacking masih merupakan hiperbola ini hanyalah kecepatan medium
tahapan yang penting dalam pengolahan data bawah permukaan. Namun, ketika medium
seismik, karena penampang stack merupakan tidak lagi berupa lapisan horizontal, bentuk
intrepretasi awal dari pencitraan bawah dari kelengkungan hiperbola dipengaruhi
permukaan. Beberapa metoda yang baru lebih dari satu parameter. Sebagai contoh

2
untuk reflektor yang berbentuk miring planar, hiperbola. Parameter pertama hanya
ada dua parameter yang berpengaruh tergantung pada dip atau kemiringan
terhadap fungsi traveltime hiperbola: reflektor saja, parameter yang kedua
parameter pertama adalah parameter yang merupakan parameter kombinasi antara
menentukan local slope dari fungsi pengaruh dip dan pengaruh kecepatan
kecepatan, parameter kedua adalah parameter medium. (Taufiqurrahman. 2009)
yang berhubungan dengan kelengkungan
.
BAHAN DAN METODE
Pengolahan data pada penelitian ini seismik 2D marine, serta alat untuk
dilakukan pada bulan September – mengolah data tersebut.
November 2012, bertempat di laboratorium b. Pelaksanaan
geofisika program studi geofisika jurusan
1. Tahapan pertama melakukan
fisika fakultas matematika dan ilmu
pengolahan data secara konvensional
pengetahuan alam universitas hasanuddin
menggunakan software ProMAX
makassar. Data yang digunakan dalam
R5000, dengan tahapan sebagai
penelitian ini adalah data lapangan yang
berikut
terdiri atas satu lintasan seismik 2D marine
• Read data, menginput data
yang merupakan data pre-prosesing.
pada software ProMAX, data
yang di input berupa segY,
Prosedur yang dilakukan pada penelitian ini
• Preprocessing, tahapan ini
terdiri dari tiga tahapan, yaitu :
berupa geometry assignment,
a. Persiapan
trace editing (kill or mute),
Disebabkan karena metoda yang di gunakan elevation statics, signal /
pada penelitian ini termasuk baru sehingga amplitudo enhancement (
menuntut untuk melakukan studi literatur deconvolution, filtering,etc)
tentang teori dan konsep yang berhubungan • Velocity Analisis, dengan
dengan processing data seismik, khususnya menggunakan beberapa
metoda pengolahan data Common Reflection pendekatan model kecepatan
Surface (CRS).dan mempersiapkan data stacking sehingga didapatkan

3
model yang mendekati dengan • Stacked Section, pada
kondisi bawah permukaan tahapan ini ditentukan daerah
sebenarnya. yang menjadi event
• NMO Correction, digunakan perbandingan antara metoda
untuk menghilangkan efek konvensional dengan metoda
jarak (offset) yang berbeda – Common Reflection Surface.
beda dari setiap chanel. 2. Tahapan kedua yakni pengolahan data
Karena semakin jauh offset menggunaka metoda Common
suatu receiver akan semakin Reflection Surface, pada alur
besar pula waktu yang prosesingnya agak sedikit sama
dibutuhkan dari source ke dengan metoda konvensional, yang
receiver. membedakannya terletak pada proses
• Stacking, merupakan Velocity Analisi, NMO Corection,
penjumlahan trace dengan DMO, dan Stacking pada metoda
tujuan untuk memperbesar konvensional tidak digunakan karena
nilai rasio sinyal terhadap digantikan oleh CRS – Stack.
noise.

HASIL DAN PEMBAHASAN


Hasil
Hasil akhir dari proses pengolahan data penampang yang dihasilkan menggunakan
seismik berupa dua penampang seismik data mentah (raw data) dan laporan lapangan
(seismik section) yaitu penampang observer report (lihat lampiran 2) yang sama.
konvensional dan penampang CRS. Kedua

4
Tabel 1. Parameter Akusisi
No Parameter Nilai
1. Jumlah penembakan 2363 kali
2. Jumlah channel 36 buah
3. Jarak terdekat 148 meter
4. Jarak terjauh 598 meter
5. Interval shotpoint 25 meter
6. Interval receiver 12.5 meter
7. Jarak antena dan shotpoint 25 meter
8. Kedalam source 6 meter
9. Kedalam stremer 6 meter
10. Pola penembakan Off-end spread
11. Shot line azimuth 90o
12. FFID Range 38 – 2300

A. Penampang konvensional

Gambar 1, merupakan hasil dari pengolahan pada waktu antara 2000 – 2500 ms. Pada
data seismik secara konvensional. Dari gambar ini juga terlihat dengan jelas masih
penampang yang telah dihasilkan diperoleh ada reflektor semu yakni pantulan multipel
informasi bahwa dasar laut (sea bad) berada pada waktu sekitar 1400 ms antara CDP 101
pada waktu antara 500 – 1500 ms. Dan – 1981 dan CDP 7261 – 9241. Serta pada
terlihat bahwa keberadaan reflektor berada waktu 3000 ms antara CDP 1981 – 7261.

Gambar 1. Pengolahan data metoda konvensional

5
Penampang CRS
Gambar 4.2, merupakan hasil pengolahan antara CDP 1981 – 7261 telah tereduksi dan
data metoda Common Reflection Surfaces pada waktu 2000 – 2500 ms CDP 1981 –
(CRS). Dari penampang ini terlihat bahwa 7921 terlihat pola kemelurusan bidang pantul
refleksi multipel yang tadinya pada waktu dibandingkan dengan pengolahan data secara
sekitar 1400 ms antara CDP 101 – 1981 dan konvensional.
CDP 7261 – 9241. Serta pada waktu 3000 ms

Gambar 2. Pengolahan data metoda crs

Pembahasan
Pengolahan data standar (metoda gelombang lain yang terekam akan
konvensinal) bertujuan untuk mengubah data menyebabkan gangguan pada data.
seismik menjadi penampang seismik.
Gambar 1 yang merupakan hasil dari Tahapan awal pada pengolahan data seismik
pengolahan data secara konvensional, telah yang dilakuakan adalah memberikan identitas
melewati beberapa tahapan penolahan data pada data mentah dengan menggunakan
yang difokuskan pada koreksi terhadap hal – laporan dari lapangan sebagai masukannya.
hal yang mengganggu data. Pada saat Data mentah yang telah memiliki identitas
perekaman data seismik di lapangan, (data seg-y telah direformat kedalam dataset
penerima (hydrophone) tidak hanya merekam program yang digunakan) kemudian
gelombang pantul tetapi juga merekam dikoreksi data geometrinya dengan tetap
gelombang lain yang pada dasarnya tidak berpedoman pada laporan lapangan. Melalui
diinginkan. Selain gelombang pantul, tahapan geometri, data seimik yang masih

6
belum memiliki informasi lapangan dapat
dilengkapi dengan memasukkan informasi
dari database geometri ke trace header.
Geometri yang diaplikasikan pada semua
data berisikan informasi mengenai parameter
lapangan. Hasil dari tahapan ini berupa
stacking chart yang menunjukkan bentuk
pola penembakan yang dilakukan pada saat
pengukuran di lapangan. Gambar 3. Tampilan hasil Pre-Processing
Edit trace adalah proses yang bertujuan untuk
Kemudian, setelah tahapan geometri selesai, menghilangkan atau memotong jejak
dilakukan proses Pre-Processing. Dalam perekaman seismik (trace) yang tidak
Pre-Processing itu sendiri, diterapkan diinginkan. Proses ini dilakukan secara
beberapa treatment diantaranya true manual dengan memperhatikan bentuk dan
amplitude recovery (TAR), edit trace, dan kualitas dari trace pada setiap penembakan,
dekonvolusi. Setiap proses yang dilakukan apakah mengandung unsur gangguan (noise)
memiliki tujuan yang berbeda – beda namun atau tidak. Trace yang ditemukan kurang
saling memiliki keterkaitan satu dengan yang baik bisa diaplikasi edit trace bisa berupa kill
lainnya. trace, memetikan atau menghapus seluruh
jejak perekaman pada penerima tertentu atau
True Amplitudo Recovery (TAR) merupakan trace mutting, menghapus sebagian data pada
proses penguatan amplitudo sehingga setiap jejak perekaman seismik. Pada tahapan ini
titik pada bidang pemantulan seolah – olah biasanya data yang dipotong (mute) berupa
datang sejumlah energi yang sama. Adanya gelombang refraksi atau gangguan
pengurangan energi gelombang seismik saat gelombang yang melawati medium air laut.
melakukan penjalaran di bawah permukaan Hal yang perlu diperhatikan adalah jangan
diakibatkan oleh adanya spherical divergence sampai data yang bagian atas perekaman
dan penyerapan dari batuan non elatis. seismik hilang karena bisa jadi data itu
merupakan seabed atau seafloor. Sedangkan
dekonvolusi digunakan dengan tujuan untuk
meningkatkan resolusi vertical. Proses

7
dekonvolusi akan meningkatkan resolusi data Analisa kecepatan adalah proses pemilihan
sebelum di stack dengan hasi spike wavelate model kecepatan yang sesuai, yang akan
lebih tajam dibandingkan dengan data digunakan pada proses selanjutnya, dalam hal
mentah sebelum dikonvolusi. ini untuk koreksi NMO dan stack. Data
masukan yang digunakan adalah data
keluaran hasil dekonvolusi. Hasil dari analisa
kecepatan yang selanjutnya digunakan berupa
tabel kecepatan yang selanjutnya digunakan
sebagai masukan untuk koreksi NMO.
Koreksi NMO sendiri dimaksudkan untuk
menghilangkan pengaruh jarak antara sumber
dan penerima. Tahapan akhir yang dilakukan
adalah stack, yaitu proses dimana sinyal yang
Gambar 4. beberapa tes aperture
koheren akan saling menguatkan dan
dekonvolusi
gangguan yang inkoheren akan saling
meghilangkan

Penampang CRS
Dipakai untuk mendapatkan dip refleksi
Sama halnya dengan penampang
dalam data ZO stack section. Sebagai input
konvensional, sejumlah proses dasar juga
ZO search parameter dibutuhkan apperture
diaplikasikan untuk menghasilkan
dip (dip search apperture), spasi waktu (time
penampang CRS, proses tersebut antara lain
search spacing), dan kecepatan permukaan
TAR (True Amplitudo Recovery), editing,
(Vo). Apperture dip merupakan radius dari
dan dekonvolusi, yang mana semuanya
zona Fresnel untuk mendapatkan semblance.
merupakan tahapan dari Pre-Processing.
Spasi waktu digunakan untuk menentukan
Untuk mendapatkan hasil CRS yang baik,
lokasi analisis. Apabila struktur berubah
terdapat 3 langkah untuk mendapatkan
dengan cepat maka spasi waktu perlu
parameter yang optimal sebagai input CRS,
diperkecil. Sedangkan kecepatan awal
yaitu :
diperlukan untuk mendapatkan nilai
1. CRS ZO search
maksimum dip (slowness maksimum=2/Vo).

8
2. CRS Precompute to noise menggunakan kemiringan dan
Dipakai untuk mengkomputasi panel kecepatan.
semblance, gather dan mengoreksi analisa
kecepatan terhadap struktur atau informasi
Setelah melalui proses Pre-Processing
dip. Gather diperoleh menggunakan
layaknya pengolahan data secara
kecepatan referensi yang diperoleh dari
konvensional data di lanjutkan dengan flow
kecepatan NMO untuk mengaplikasikan
CRS yang berisi kan tiga item diatas, data
CRS moveout untuk tiap trace dan
kemudian di stack menggunakan parameter
mengaplikasikan inverse NMO untuk tiap
Common Reflection Stack (CRS). Beberapa
offset bin. Dengan menggunakan CRS
modul yang kita terapkan untuk metoda ini
precompute, range semblance dapat
antara lain CRS Precompute, band pass,
diperbesar sehingga semua trace dalam data
AGC. Semua modul ini diterapkan untuk
pre-stack dapat dipakai.
menghasilkan penampang stack yang lebih
baik.
3. CRS Stack
Dipakai untuk membangun ZO stack section
atau gather dengan peningkatan rasio signal

.
Perbandingan Penampang Stack Konvensional dan CRS.

Penampang stack konvensional dan CRS kecepatan, dan koreksi NMO. Sedangkan
untuk daerah penelitian memberikan input untuk metoda CRS tidak memerlukan
perbedaan yang signifikan. Hal ini terlihat pengolahan setelah prepro. Data dapat
pada gambar 1. ( konvensional stack) dan langsung distack setelah dilakukan
gambar 2 (CRS stack). dekonvolusi. Selain itu metoda CRS
merupakan metoda yang bebas dari model
Input stack pada metoda konvensional kecepatan, sehingga tidak perlu dilakukan
membutuhkan pengolahan terlebih dahulu analisis kecepatan, yang diperlukan hanyalah
setelah dilakukan pre-processing. Pengolahan kecepatan permukaan (V0). Metoda CRS juga
ini meliputi pengurutan CMP, analisa menggunakan lebih banyak data

9
dibandingkan metoda CRS idak hanya Selanjutnya dilakukan perbandingan hasil
menggunakan data yang berada pad CMP stacking metoda konvensional dan metoda
yang sama saja, tetapi juga memanfaatkan CRS. Terlihat bahwa pada struktur lapisan
data yang berada disekitar CMP tersebut. dengan dip yang besar, metoda CRS
memberikan gambaran yang lebih baik
Berdasarkan gather-nya, CRS supergather dibandingkan dengan metoda konvensional.
mengandung lebih banyak trace Pada mtode CRS, kontinuitas dari horizon
dibandingkan dengan CMP gather biasa. pada semua waktu lebih tinggi dibandingkan
Banyaknya trace pada CRS supergather metoda konvensional, sehingga metoda CRS
bergantung pada aperture yang digunakan. dapat memberikan hasil stack yang lebih
Semakin kecil aperture-nya, maka semakin optimal.
kecil pula trace yang digunakan. Hal ini
dikarenakan aperture mengindetifikasikan Hasil CRS stack pada gambar 2 terlihat
seberapa banyak trace dari CMP berdekatan bahwa di beberapa titik yang tidak menerus
yang digunakan untuk proses stacking. di penampang konvesional stack menjadi
Karena CRS supergather menggunakan trace terlihat menerus. Efek multiple priode
dalam jumlah besar, maka refleksi pada CRS panjang juga masih terlihat pada waktu 3000
supergather terlihat lebih jelas dibandingkan ms. Hal ini menjelaskan bahwa CRS stack
dengan CMP gather. tidak dapat dipakai untuk menghilangkan
efek multiple priode panjang sehingga
Dari hasil konvensional stack gambar 1 diperlukan proses lain seperti radon
terlihat bahwa penampang memiliki banyak demultiple atau metoda lain pada proses
pola difraksi akibat variasi reflektor dan preprosessing.
mementuk sudut. Selain itu di beberapa titik
terlihat ada reflektor-reflektor yang tidak Perbandingan hasil pengolahan data ini dapat
menerus akibat kemiringan serta multiple dilihat pada gambar 5, dan gambar 6.
yang kuat pada time 3000 ms. Noise acak konvensional stack spot pada 4621- 5941 dan
juga masih banyak menutupi event-event time 2000 – 2500 ms (lingkaran merah),
reflektor sehingga dapat menjadi kendala reflektor yang memiliki kemiringan tidak
dalam proses interpretasi. terlihat menerus akibat efek smearing atau
respon refleksi yang tidak tepat.

10
Reflektor tidak KESIMPULAN DAN SARAN
terlihat
kemelurusannya Berdasarkan hasil penelitian ini, dapat
disimpulkan beberapa hal yaitu:
1. Batas perlapisan batuan terletak pada
kisaran waktu 2000-2500 ms atau
dengan mengkonversi menggunakan
kecepatan kolom air didapatkan batas
perlapisan batuan berada di kisaran 1500
Gambar 5 Hasil konvensional stack CDP -1875 m.
4621 – 5941 time 2000 – 2500
2. Model geologi dasar laut yang dihasilkan
Reflektor terlihat
kemelurusannya oleh pengolahan data konvensional dan
CRS adalah model palung laut.

3. Hasil perbandingan antar stack yang


menerapkan metode konvensional dan
CRS memperlihatkan bahwa metode
CRS memberikan hasil yang lebih baik
Gambar 6 Hasil CRS stack CDP 4621 – 5941 pada studi kasus ini. Karena ukuran baik
time 2000 - 2500 atau tidaknya suatu penampang seismik
laut hasil processing adalah yang
CRS stack, gambar 4.6 spot yang sama yakni memperlihatkan tidak ditemukannya
CDP 4621 -5941 dan time 2000 – 2500 ms. even multiple (pemantulan berganda)
Setelah dilakukan CRS stack, reflektor yang pada waktu dangkal kisaran 1500 - 2500
memiliki kemiringan terlihat menerus dengan ms (1125 – 1875 m) dan terlihatnya
baik. kemelurusan dari reflektor.

11
SARAN
Diperlukan penelitian lebih lanjut mengenai beberapa parameter dan attribut seismik yang
pengaplikasian metode CRS pada pengolahan lebih bervariatif agar hasil yang didapatkan
data seismik khususnya untuk data seismik lebih bagus.
darat ( land) , dengan menembahkan

DAFTAR PUSTAKA

Akbar, Y. 2009, Penentuan Model Kecepatan Bawah Permukaan dengan Metode Tomografi
Refleksi Memanfaatkan Atribut Common Reflection Surface, ITB, Bandung.
Aki, K., and Richards, P.g, 1980, Quantitative Seismologi: Theory and Methods, 1:W.H.
Freeman & Co.
Anggraini,P.D. 2008, Metode Zero Offset Common Reflektion Surface : Aplikasi pada Data
Sintetik dan Real, ITB, Bandung.
Daregowski,S.M. 1981, What is DMO? First Break,4(7):7-24.
Hale,D. 1989, Dip Moveout Processin, Course Notes Series, Vol.4. Soc. Expl. Geophys., Tulsa.
Hocht, G. 1998, The Common Reflection Surface Stacki. Master’s thesisi, University at
Karlsruhe.
Hocht. G., de Bazelaire, E., Majer, P., and Hubral,P. 1999, Seismik and Opics Hyperbolae and
pCurvatures. J. Appl. Geoph., 42 (3,4):261-281.
Levin, F.K. 1971, Apparent Velocity from Dipping Interface Reflection. Geophysics, 36:510-
516.
Mann, J. 2002, Extensions and Application of The Common-Reflection-Surface Stack Method.
Logos Verlag, Berlin.
Sukmono S., 1999, Diktat Kursus: Interpretasi Seismik Refleksi & Seismik Stratigrafi, Teknik
Geofisika ITB Press, Bandung.
Taufiqurrahman., 2009, Pengolahan Data Seismik Menggunakan Metode Zero Offset
Common Reflection Surface Stack. ITB, Bandung.
Yilmaz, O. 1980. Seismic Data Processing. Soc. Expl. Geophysics.

12

Anda mungkin juga menyukai