Anda di halaman 1dari 38

Proposal Penelitian Magister

HUBUNGAN LAMA PEMAKAIAN CARDIOPULMONARY


BYPASS (CPB) TERHADAP PENINGKATAN ASAM
LAKTAT PASCA OPERASI BEDAH JANTUNG
TERBUKA DI RSUP H. ADAM MALIK MEDAN

oleh

FARHAN SYARIF

MAGISTER KEDOKTERAN KLINIK

PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS ILMU BEDAH

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2016
1

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Cardiopulmonary bypass (CPB) secara luas digunakan untuk mengatur perfusi

sistemik dan oksigenasi selama operasi jantung terbuka. (Santosh, 2015) Konsep

mesin Cardiopulmonary Bypass (CPB) muncul dari teknik "crosscirculation" di

mana sirkulasi arteri dan vena dihubungkan dengan tabung dalam mesin. John

Gibbon menemukan pengembangan sistem CPB pertama, yang digunakan ketika

memperbaiki Atrial Septal Defect (ASD). Awalnya, teknologi itu sangat rumit dan

tidak dapat diandalkan karena itu lambat untuk berkembang. (Santosh,2015)

Selama pemakaian mesin CPB dapat beresiko mengganggu perfusi

jaringan dan juga setelah operasi dijalani. Durasi pemakaian CPB, derajat

hypothermia, durasi dari pendinginan dan pemanasan, pengaturan pH dan nilai

dari haematocrit semuanya ini merupakan faktor yang berkontribusi terjadinya

hypoperfusi jaringan selama penggunaan mesin CPB. (Santosh,2105)

Operasi jantung terbuka telah dihubungkan dengan kerusakan fungsi

berbagai sistem organ, yang bermula sejak proses operasi dan bertahan hingga

pasca operasi dalam berbagai rentang waktu. Kerusakan organ selama operasi

jantung utamanya diakibatkan oleh penggunaan mesin CPB. Sampai sebelum ini

masih sulit untuk menentukan secara tepat faktor penyebab yang merupakan hasil

dari pemakaian mesin CPB. Mekanisme kunci yang menyebabkan kerusakan


2

organ akibat penggunaan mesin CPB adalah aktivasi dari respon inflamasi

sistemik. Hal ini merupakan konsekuensi yang tidak dapat dihindari, hemodilusi

dan penurunan viskositas darah muncul bersamaan dengan onset mesin CPB,

kemudian menyebabkan perubahan distribusi aliran darah ke organ dan

karakteristik aliran darah melewati jaringan kapiler, jejas iskemia / reperfusi pada

jantung, paru, dan organ-organ yang disuplai oleh sirkulasi splanknik, serta aliran

darah yang menjadi laminer dari pulsatil, walaupun masih kontroversial. (Snell,

2009)

Peningkatan dari asam laktat adalah merupakan suatu karakteristik

metabolik yang terjadi akibat konsekuensi dari hipoksia, namun peningkatan asam

laktat ini juga dapat juga terjadi oleh suatu kondisi yang tidak disebabkan oleh

hypoxia. Hipoperfusi dan hipotermia yang terjadi selama operasi Coronery Artery

Bypass Graft (CABG) menurunkan fungsi hati dan oleh karena itu banyak pasien

menunjukkan terjadinya peningkatan asam laktat plasma selama penggunaan

mesin CPB. (Jabbari A, 2013)

Pada penelitian Jabbari menyatakan bahwa ada hubungan antara lama

penggunaan CPB dan peningkatan kadar asam laktat pada pasien dengan operasi

jantung terbuka (r=0.742, p= 0.03). Di RSU Pusat Haji Adam Malik Medan

belum ada penelitian tentang hubungan antara penggunaan CBP dan peningkatan

kadar asam laktat pada pasien dengan operasi jantung terbuka. Bedasarkan data

tersebut maka peneliti akan melakukan penelitian ini.


3

1.2 Rumusan Masalah

Apakah terdapat hubungan antara lama pemakaian Cardiopulmonary Bypass

(CPB) dengan peningkatan asam laktat pasca operasi bedah jantung terbuka?

1.3 Tujuan

1.3.1 Tujuan umum

Untuk mengetahui hubungan lama pemakaian Cardiopulmonary Bypass

(CPB) dengan peningkatan asam laktat pasca operasi bedah jantung

terbuka di RSUP H. Adam Malik Medan.

1.3.2 Tujuan khusus

Mengumpulkan karakteristik pasien-pasien yang mengalami peningkatan

asam laktat setelah dilakukan operasi bedah jantung terbuka yang

menggunakan Cardiopulmonary Bypass (CPB) di RSUP H. Adam Malik

Medan.

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Bidang Akademik / Ilmiah

Meningkatkan pengetahuan di bidang bedah toraks kardiak vaskular mengenai

dampak penmggunaan Cardiopulmonary Bypass (CPB) dengan peningkatan asam

laktat pasca operasi bedah jantung terbuka.


4

1.4.2 Bidang Pengembangan Penelitian

Memberikan data awal tentang hubungan lama pemakaian Cardiopulmonary

Bypass (CPB) dengan peningkatan asam laktat pasca operasi bedah jantung

terbuka di RSUP H. Adam Malik Medan.

1.5.Hipotesis

Ada Hubungan antara lama penggunaan Cardiopulmonary Bypass (CPB) dan

peningkatan kadar asam laktat pada pasien dengan operasi jantung terbuka.
5

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Penyakit Jantung Koroner

2.1.1 Definisi

Penyakit jantung koroner adalah penyakit jantung akibat adanya kelainan pada

pembuluh koroner yakni pembuluh nadi yang mengantarkan darah ke aorta ke

jaringan yang melindungi rongga-rongga jantung. Penyakit kardiovaskular

merupakan penyebab utama kematian secara global. Diperkirakan 17,1 juta

penduduk dunia meninggal karena penyakit kardiovaskular pada tahun 2004 yaitu

29% dari seluruh kematian. Dalam data tersebut, 7,2 juta diantaranya karena

penyakit jantung koroner dan 5,7 juta karena stroke. Sekitar 82% kematian karena

penyakit kardiovaskuler terjadi di negara-negara dengan penghasilan menengah

ke bawah dan terjadi seimbang pada laki-laki dan perempuan (WHO, 2009). Data

Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2007 menyebutkan bahwa 3 penyebab

kematian terbanyak adalah penyakit jantung, kanker dan stroke (RISKESDAS,

2007). Prevalensi penyakit jantung di Indonesia sebesar 9,2%, tertinggi di

Provinsi Sulawesi Tengah, dan terendah di Provinsi Lampung (Delima, 2009)

2.1.2 Patofisiologi

Penyakit jantung koroner terjadi bila ada timbunan (plak) yang mengandung

lipoprotein, kolesterol, sisa-sisa jaringan dan terbentuknya kalsium pada intima,

atau permukana bagian dalam pembuluh darah. Plak ini membuat intima menjadi
6

kasar, jaringan akan berkurang oksigen dan zat gizi sehingga menimbulkan infark,

penyakit jantung koroner menunjukkan gejala gizi terjadi infark miokard atau bila

terjadi iskemia miokard seperti angina pectori. Kolesterol serum dibawa oleh

beberapa lipoprotein yang diklasifikasikan menurut densitasnya. Lipoprotein

dalam urutan densitas yang meningkat adalah kilomikron. VLDL (Very Low

Density Lopoprotein). LDL (low Density Lipoprotein) dan HDL (High Density

Lipoprotein) membawa hampir seluruh kolesterol dan merupakan yang paling

aterojenik. HDL menurunkan resiko penyakit jantung ke hati, tempat kolesterol di

metabolisme dan di ekskresikan. Orang dewasa dapat diklasifikasikan sebagai

beresiko penyakit jantung koroner berdasarkan jumlah total dan kadar kolesterol

LDL-nya (Moore, 1997).

2.2.1 Cardioplegia

Cardioplegia adalah tindakan menghentikan jantung agar ahli bedah dapat

melakuakan operasi. Proses ini dilakukan dengan menggunakan larutan yang

terdiri dari 8-20 mEq/L potasium, magnesium, dan lainnya. Larutan ini dapat

disuntikkan ke pangkal aorta proksimal. Dengan menggunakan metode ini larutan

tersebut hanya akan memasuki aliran jantung dan tidak secara sistemik. Injeksi

larutan tersebut ke dasar aorta disebut antegrad; injeksi ke sinus koronarius

disebut retrograd. Larutan ini akan menghentikan jantung selama diastol pada

detik ke 30 sampai 60 dan dapat dikombinasikan dengan larutan kristaloid atau

darah. (Baumgartner, 2003)


7

2.2.3 Sirkulasi Ekstrakorporeal

Kanul dapat diposisikan di vena cava inferior maupun superior atau kanul tunggal

dapat dipasang di atrium kanan. Pemasangan kanul di posisi ini akan

mengumpulkan darah sebelum memasuki jantung. Dari sini, darah akan berjalan

menuju reservoir vena. Reservoir adalah tempat penampungan besar bagi satu

sampai tiga liter darah. Penampung ini juga membantu memerangkap gelembung

udara dan merupakan lokasi penambahan medikasi atau darah jika diperlukan.

Setelah reservoir, darah memasuki oksigenator membran. Ini merupakan bagian

penting pada CPB yang berperan sebagai paru pada mesin. Oksigenator membran

terdiri dari membran yang sangat tipis yang dibentuk dari polypropilen atau karet

silikon. Membran ini memisahkan gas dengan darah. Walaupun karbon dioksida

dapat berdifusi di plasma, oksigen tidak dapat berdifusi dan oleh karena itu darah

harus disebar dengan sangat tipis untuk membiarkan proses difusi oksigen.

Oksigenator membran menukarkan 470 mL oksigen dengan 350 mL karbon

dioksida dari darah setiap menit. (Hammon, 2008)

Pengatur suhu juga digunakan bersama dengan oksigenator. Alat ini

biasanya dipasang sebelum oksigenator karena dapat membantu mencegah

pembentukan gelembung. Pengatur suhu dapat digunakan untuk menghangatkan

atau mendinginkan darah tergantung kepada kebutuhan operator, tetapi umumnya

darah didinginkan untuk meminimalisasi konsumsi oksigen. Pengawasan

temperatur darah selama operasi dan juga pengamatan laju penghangatan

setelahnya merupakan hal yang penting. Penghangatan yang terlalu cepat atau
8

terlalu tinggi dapat menyebabkan masalah yang signifikan. Penting bagi sistem

cardioplegia untuk memiliki pemindah suhu tersendiri. (Evans et al, 2009)

Ketika darah telah teroksigenasi dan tersaring, darah akan memasuki tubuh

kembali tanpa melalui jantung. Kanul yang terpasang pada aorta asendens

biasanya dipilih menjadi lokasi untuk masuknya kembali darah ke sirkulasi

sistemik, namun arteri femoral dan iliaka dapat menjadi pilihan. Ahli bedah dapat

memilih arteri femoral dan iliaka apabila terdapat plak pada dinding aorta.

Aterosklerosis pada aorta berbahaya, karena jika bagian dari plak terlepas maka

plak dapat berjalan menuju otak dan menyebabkan stroke. (Brown, 2000)

2.3 Respon Inflamasi pada Penggunaan CPB

Inflamasi adalah respon perlindungan dari jaringan vaskular. Dalam keadaan

normal, inflamasi berfungsi sebagai bagian dari sistem pengawasan yang diatur

untuk penghancuran agen-agen berbahaya. Sistem ini begitu kompleks, dengan

berbagai kaskade dan amplifikasi. Karena ini, inflamasi dapat terjadi berlebihan

terhadap stimulus pemicu, dan berujung kepada jejas patologis terhadap inang.

Jenis-jenis jejas tertentu, seperti trauma berat, luka bakar, pankreatitis, dan operasi

besar, dapat memicu respon berlebih yang dapat menyebabkan gagal nafas,

koagulopati, dan disfungsi organ multi sistem. (Sniecinski, 2009)


9

Cardiopulmonary
bypass

Ischemia Aktivasi Komplemen


Endotoxin
Reperfussion Injury

Sitokin
Proinflammasi

Aktivasi seluler (netrofil,


endhotel, trombosit, IL 4,
IL 8, IL 10, ToR α)

Peningkatan Asam Laktat

Tissue Injury,
Disfungsi Multiorgan

Gambar 2.1: Mekanisme Inflamasi Pada Penggunaan CPB (Snell et al, 2009)

Transisi dari sirkulasi fisiologis kepada CPB mengakibatkan terjadinya

hubungan antara darah dan permukaan non-biologis dari sirkuit ekstrakorporeal.

Hal inilah yang mengakibatkan terjadinya hipotermia, kerusakan jaringan, dan

iskemia yang mengaktivasi komponen-komponen makrofag, platelet, neutrofil dan

monosit. Reaksi akut yang besar tersebut memulai proses koagulasi dengan jalur

fibrinolitik dan kallikrein. Respon inflamasi yang dihasilkan diperkuat oleh

pelepasan endotoksin, sitokin, interleukin (IL), Tumor Necrosis Factor (TNF).


10

Permeabilitas sel endotel menjadi meningkat. Pelepasan dari protease dan elastase

juga terjadi sehingga memicu pengaktifan leukosit pada jaringan (Snell et al,

2009).

Kontak antara darah dan komponen dari sirkuit CPB terjadi khususnya

pada oksigenator dengan luas permukaan yang luas. Sehingga membuat

oksigenator menjadi daerah paparan tertinggi pada hubungan antara darah dan

permukaan non biologis. Hasil utama dari paparan tersebut mengaktifasi 3 jalur

protease plasma yg terkait, yaitu:

1. Jalur komplemen

2. Jalur kinin-kallikrein

3. Jalur fibrinolitik (Snell et al, 2009)

2.3.1 Jalur komplemen

Sistem komplemen merupakan salah satu dari pertahanan yang paling primitif,

namun paling kuat, terhadap invasi mikroba. Sekarang ini diketahui bahwa sistem

komplemen terdiri dari 30 atau lebih protein plasma dan membran yang

membantu dalam proses opsonisasi, sitolisis, dan amplifikasi inflamasi. Aktivasi

dari komplemem menyebabkan jejas seluler melalui aktivasi komponen

komplemen langsung atau melalui aktivasi sel-sel inflamatorik oleh faktor

komplemen. (Snell et al, 2009) (Sniecinski et al, 2009)

Aktivasi dari sistem tersebut dapat terjadi melalui paparan antigen,

endotoksin atau permukaan asing, melalui jalur klasik atau alternatif. Titik

pertemuan antara seluruh jalur ini adalah pembelahan faktor C3 menjadi C3a dan

C3b. C3a merupakan anafilatoksin yang berdifusi menuju sirkulasi dan


11

menyebabkan kontraksi otot polos, meningkatkan permeabilitas vaskuler dan

melepascan mediator-mediator dari sel mast.C3b berikatan dengan bakteri,

menandai mereka untuk fagositosis, dan membelah fator C5 menjadi C5a dan

C5b. seperti C3a, C5a adalah anafilatoksin, namun juga atraktan kuat dan

aktivator neutrofil. C5n adalah komponen pertama dari membrane attack complex

(MAC) yang terbentuk dari faktor C5-C9. Pada prokariosit, MAC membentuk

pori-pori, menyebabkan pembengkakan intraseluler dan berujung kepada

kematian sel. (Snell et al, 2009) (Sniecinski et al, 2009)

Kadar plasma komplemen teraktivasi meningkat menit ke-2 onset

penggunaan CPB dan peningkatan sekunder dapat terdeteksi setelah pelepasan

klem aorta dan pada penghangatan. Kadarnya akan menurun pasca operasi dan

umumnya kembali normal 18-48 jam setelah operasi. (Snell et al, 2009)
12

Gambar 2.2: Jalur Komplemen pada Respon Inflamasi (Snell et al, 2009)

2.3.2 Jalur Kinin-kallikrein

Kinin merupakan kelompok protein serum yang berperan dalan pengaturan tonus,

patensi, dan perbaikan vaskuler. Mereka dibentuk di hati dan bersirkulasi dalam

cairan-cairan tubuh dalam bentuk inaktif yang disebut kininogen. Dua bentuk

kininogen terdapat dalam tubuh manusia: High Molecular Weight Kininogen

(HMWK) dan Low Molecular Weight Kininogen (LMWK). Walaupun keduanya

berbeda dalam karakter farmakologinya, keduanya diaktivasi oleh protease yang

disebut kallikrein. (Snell et al, 2009) (Sniecinski et al, 2009)


13

Kallikrein pada jaringan dibentuk oleh sel-sel jantung dan ginjal, juga oleh

organ-organ lainnya. Begitu teraktivasi, kalikrein jaringan akan bereaksi dengan

LMWK untuk melepas kallidin, yang kemudian dikonversi menjadi bradikinin.

Bradikinin beraksi pada reseptor spesifik untuk menyebabkan pelepasan nitrit

oksida dan prostasiklin dari sel-sel endotelial, menyebabkan vasodilatasi dan

peningkatan permeabilitas vaskuler. Tambahannya, bradikinin berperan dalam

inflamasi melalui pelepasan TNF dan IL dari makrofag. (Snell et al, 2009;

Sniecinski et al, 2009)

Kontak dengan permukaan anionik akan mengaktivasi faktor XII menjadi

bentuk teraktivasi, faktor XIIa dan XIIf. Kombinasi dengan HMWK, faktor XIIa

mengonversi prekallikrein menjadi kallikrein, dan melalui jalur feedback positif,

membentuk lebih banyak faktor XIIa.kallikrein dan faktor XIIa menyebabkan

aktivasi neutrofil. (Snell et al, 2009) (Sniecinski et al, 2009)

2.4 Hubungan Kadar Laktat pada Cardiopulmonary Bypass (CPB)

CPB diperlukan selama berbagai operasi jantung, untuk memungkinkan perfusi

sistemik yang memadai. (Andra L. 2007). Perfusi jaringan berisiko mengalami

kerusakan selama berlangsungnya CPB. Faktor potensial yang berperan terhadap

terjadinya hipoperfusi jaringan selama CPB antara lain durasi CPB, hipotermia,

durasi pendingin dan penghangatan, pH dan kadar hematokrit. Selain itu, faktor

lain seperti gangguan aliran vena yang ditandai dengan berkurangnya aliran

splanknik yang berlebihan mungkin akan membatasi perfusi yang pada akhirnya

akhirnya terjadi inflamasi sistemik. Hipoperfusi jaringan dikaitkan dengan


14

asidosis metabolik sekunder yang terjadi akibat metabolisme anaerobik.

Pengukuran kadar laktat dapat digunakan sebagai penanda untuk menilai

kecukupan perfusi jaringan. (Jabbari A, et Al. 2013)

Peningkatan kadar laktat sering ditemui pada pasien setelah operasi

jantung. Produksi asam laktat atau asidosis laktat terjadi karena hipoperfusi

jaringan dan hipoksia selama operasi. Ini memberikan penanda prognostik penting

pada pasien sakit kritis. Penelitian Jabbari A bertujuan untuk memanfaatkan

penentuan kadar laktat serial dalam memprediksi efek samping terutama pada

anak pasca bedah jantung terbuka. Asidosis laktat adalah suatu anion gap yang

luas pada asidosis metabolik yang disebabkan oleh salah satu produksi berlebihan

atau underutilization laktat. "Jika tubuh menghasilkan adenosine triphosphate

(ATP) tanpa menggunakan oksigen maka akan meningkatkan produksi laktat. Di

sisi lain reduksi yang tidak memadai dari asam laktat oleh oksidasi atau

glukoneogenesis memungkinkan pemahaman pemanfaatan laktat. (Bulow NH, et

al. 2014) (Jabbari A, et Al. 2013)

Glikolisis adalah tahap pertama dari metabolisme glukosa dan terjadi

dalam sitoplasma hampir semua sel. Produk akhir dari jalur ini adalah piruvat,

yang kemudian dapat berdifusi ke dalam mitokondria dan dimetabolisme menjadi

karbon dioksida oleh Siklus Kreb. Peningkatan laktat darah dapat terjadi dengan

atau tanpa asidosis metabolik. Hiperlaktatemia adalah stres yang diinduksi,

karena proses katekolamin atau karena alkalosis dimana sistem penyangga

mampu memitigasi penurunan pH. (Suzette 2012)


15

Penelitian Jabbari A dilakukan untuk mengevaluasi kadar laktat, sebagai

alat prognostik, pada pasien menjalani operasi jantung katup bawah menggunakan

CPB. Ada beberapa hal yang harus evaluasi antara lain asam laktat, analisis gas

darah, dosis inotropik, dan waktu pemakaian CPB (Jabbari A, et al, 2013) (Suzette

2012). Ada korelasi antara peningkatan kadar asam laktat dan kondisi klinis pra

operasi, hasil intra dan pasca operasi, termasuk CPB pada operasi katup jantung.

(Santosh B S,. 2005)

CPB digunakan untuk mempertahankan perfusi sistemik dan oksigenasi

selama operasi jantung terbuka. Hal ini dicapai dengan menyesuaikan laju aliran,

suhu, gas mengalir dan hemoglobin untuk mempertahankan transport oksigen.

Hipoperfusi jaringan dapat terjadi karena pada CPB akan menyebabkan aliran

darah semakin rendah, hipotermia, hemodilusi ekstrim dan pengaktifan

neurohormonal berlebihan. Hal ini menyebabkan kondisi anaerob di yang

fosforilasi oksidatif tidak mungkin terjadi dan adenosin trifosfat (ATP) yang

dihasilkan dari piruvat, kemudian akan dimetabolisme menjadi laktat. (Bulow

NH, et al. 2014)

Peningkatan konsentrasi laktat merupakan akibat hipoperfusi dan

penurunan pengiriman oksigen, penurunan ekstraksi oksigen. Konsentrasi plasma

laktat mencerminkan keseimbangan antara produksi laktat dengan jaringan

regional dan kemampuan hati (dan pada kadar lebih rendah di jantung dan

korteks ginjal) untuk metabolisme laktat melalui glukoneogenesis dan siklus

Krebs. Asidosis laktat sistemik sering dikaitkan kelebihan produksi asam laktat

selama hipoksia. Organ-organ yang paling mungkin menghasilkan laktat, pada


16

saat hipoperfusi atau penurunan oksigen yaitu otak, usus, hati, ginjal dan

musculoskletal.

Hiperlaktatemia diklasifikasikan sebagai berikut: (Santosh B S,. 2005)

1. Ringan (kadar laktat 2 mmol / L),

2. Sedang (kadar laktat 5 mmol / L, dengan peningkatan terus-menerus

dalam konsentrasi laktat tanpa asidosis metabolik)

3. Berat (ditandai dengan terus-menerus meningkat kadar laktat, biasanya> 5

mmol / L, dihubungan dengan asidosis metabolik).

Perbedaan antara jenis asidosis laktat didasarkan pada ada atau tidak adanya

bukti hipoperfusi jaringan secara klinis. Cohen & Woods mengklasifikasikan

asidosis laktat menjadi dua kategori:

1. Tipe A (asidosis laktat dengan adanya bukti secara klinis terjadi perfusi

jaringan yang buruk)

2. Tipe B (Asidosis laktat dengan tidak ada bukti penurunan perfusi jaringan)

Beberapa studi telah menunjukkan positif yang kuat korelasi antara kadar

laktat darah dan risiko morbiditas dan mortalitas pada situasi klinis seperti syok

cardiogenik, syok septik, syok hipovolemik, hipoksemia berat, kegagalan hepar,

diabetes mellitus. Studi tentang kadar laktat darah pada anak-anak menjalani

operasi jantung untuk jantung bawaan penyakit juga telah menunjukkan hasil

serupa. (Bulow NH, et al. 2014)

Dalam penelitian yang dilakukan Santosh, rata-rata kadar laktat pada 15 dan

45 menit di CPB meningkat menjadi 7,01 mmol / L dan 9,92 mmol / L masing-

masing. Alasan untuk kenaikan ini telah dikemukakan sebelumnya.


17

Namun, kadar kembali normal 48 jam setelah operasi pada kedua

kelompok. Peningkatan kadar katekolamin telah dilaporkan menyebabkan

moderat hiperlaktatemia, biasanya dikaitkan dengan efek metabolik katekolamin

pada glikolisis dan gluconeogenesis. Selanjutnya, peningkatan katekolamin

beredar bertanggung jawab untuk vasokonstriksi splanknik sehingga mengurangi

perfusi ke saluran pencernaan selama dan setelah surgery. Namun, penelitian yang

dilakukan oleh Shoemaker dan Tuchs mnvgtfcsechmidt telah melaporkan bahwa

agen inotropik dan vasodilator, yang digunakan untuk mencapai tujuan

transportasi oksigen dapat dioptimalkan, sehingga mengurangi kejadian

hiperlaktatemia pasca operasi. (Andra L. 2007)

Dalam penelitian sebelumnya inotropik yang digunakan adalah dopamin

dan adrenalin. Dopamin digunakan dalam dosis kurang dari 10 ug / kg / menit dan

karenanya kemungkinan dopamin-diinduksi vasokonstriksi tidak mungkin. Pasien

dengan peningkatan kadar laktat dari lebih dari 4 mmol / L memiliki durasi

terpanjang ventilasi mekanis dan inotropik dukungan sementara orang-orang

dengan kadar laktat <2 mmol / L memiliki setidaknya durasi ventilasi mekanis

pasca operasi dan kebutuhan inotropik. Tidak ada kematian. (Santosh B S,. 2005)

(Andra L. 2007)

2.5. Asidosis Metabolik pada Pasien Bedah Jantung

Asidosis metabolik sering ditemukan pada periode perioperatif pada pasien bedah

jantung. Meskipun asidosis metabolik ringan adalah umum, persisten asidosis

metabolik merupakan tanda nonspesifik iskemia jaringan atau hipoperfusi dan


18

terkait dengan prognosis tidak menguntungkan. Dengan tidak adanya gangguan

asam-basa yang sudah ada, diperoleh asidosis metabolik selama operasi jantung

hampir selalu disebabkan oleh produksi asam yang berlebihan yang menguasai

kapasitas tubuh dan melebihi kemampuan ginjal dan paru-paru untuk

menghilangkan kelebihan asam. Asidosis metabolik dapat menyebabkan iskemia

jaringan sehingga diperluka inisiasi intervensi medis untuk meningkatkan perfusi

jaringan.

2.5.1 Konsekuensi fisiologis metabolik Asidosis

Asidosis metabolik menyebabkan penurunan pH dalam sistem saraf pusat yang

meningkatkan pernapasan berkendara untuk meningkatkan ventilasi menit dan

menurunkan arteri Pa CO2. Respon pernapasan normal asidosis metabolik adalah

arteri P Aco 2 (mm Hg) = 1,5 [HCO3-] ± 2, tetapi efek asidosis metabolik pada

drive pernapasan dapat tertutup oleh anestesi umum, ventilasi mekanis

dikendalikan, atau cardiopulmonary bypass. asidosis metabolik juga

menyebabkan pergeseran kanan kurva oksigen-hemoglobin disosiasi untuk

mendukung bongkar muat oksigen ke jaringan.

Konsekuensi kardiovaskular yang tepat asidosis metabolik dalam

pengaturan klinis lebih sulit untuk membangun karena tidak mungkin untuk

memisahkan tindakan kardiovaskular independen asidosis dari efek

kardiovaskular dari kondisi yang mendasari yang menghasilkan asidosis.

pemeriksaan laboratorium menunjukkan bahwa asidosis metabolik berat dengan

nilai pH kurang dari 7,2 penyebab pelepasan katekolamin endogen, depresi


19

langsung miokard, sebuah respon penurunan miokardium terhadap katekolamin,

vasodilatasi arteri, dan bahkan bradikardia pada pH yang sangat rendah (4).

Berdasarkan temuan laboratorium ini, nilai pH 7,2 umumnya dianggap ambang

klinis untuk pengobatan dengan agen alkalinizing seperti natrium bikarbonat.

Karena tindakan kardiovaskular asidosis metabolik tergantung pada banyak

faktor, respon kardiovaskular yang tepat di antara pasien bisa berbeda dari waktu

ke waktu tergantung pada kondisi yang sudah ada, terapi obat yang sedang

berlangsung, dan fungsi sympathoadrenal endogen.

2.5.2 Asidosis Metabolik dan Cardiopulmonary Bypass (CPB)

Ekspansi yang cepat dari volume plasma dengan larutan kristaloid pada inisiasi

CPB dapat menyebabkan asidosis metabolik. Asidosis metabolik yang disebabkan

oleh CPB dikaitkan dengan penurunan pH, penurunan [HCO3-], penurunan base

excess, peningkatan [Cl-], dan kesenjangan anion menurun atau normal ([Na + ] -

[Cl -] - [HCO 3-]). Akut non-anion gap asidosis disebabkan oleh CPB termasuk

pengenceran bikarbonat plasma. Hyperchloremia disebabkan oleh klorida pada

konsentrasi supra-fisiologis (normal saline). Kemudian penurunan hemodilusi-

diinduksi pada konsentrasi protein plasma (sebagai asam lemah), atau

penambahan anion yang tidak terukur dalam CPB solusi perdana (laktat, glukonat,

atau asetat). non-anion gap asidosis metabolik akut yang disebabkan oleh

hemodilusi akut juga telah dilaporkan dalam menanggapi ekspansi volume cepat

dengan normal saline dan hemodilusi normovolemic akut dengan 5% albumin


20

atau 6% HES (10-11). Asidosis metabolik yang disebabkan oleh cairan plasma

akut yang menyertai timbulnya CPB dapat dilemahkan oleh priming sirkuit CPB

dengan larutan yang mengandung konsentrasi fisiologis bikarbonat atau dengan

solusi yang mengandung laktat untuk menyeimbangkan konsentrasi klorida.

Penggunaan larutan kristaloid seimbang yang mengandung laktat dapat

meningkatkan konsentrasi laktat plasma selama CPB.

2.5.3 Laktat Asidosis

Laktat adalah produk metabolisme glikolisis dan terakumulasi ketika tubuh harus

menghasilkan ATP dalam ketiadaan oksigen. Laktat buffered oleh bikarbonat dan

sebagian besar teroksidasi dalam hati, tetapi juga dapat dibersihkan pada tingkat

lebih rendah oleh ekskresi ginjal atau glukoneogenesis. konsentrasi arteri normal

laktat kurang dari 1,5 mMol/L. konsentrasi plasma laktat di kisaran 4-5 mM per

liter atau lebih besar akan menghasilkan asidosis laktat dengan penurunan yang

menyertainya dalam serum bikarbonat terkait dengan anion gap meningkat.

Penyebab paling umum dari asidosis laktat (tipe A) adalah konsekuensi dari

hipoperfusi, hipoksemia, kegagalan sirkulasi, malperfusion, anemia berat,

hipotensi, sepsis, atau keracunan karbon monoksda.


21

2.5 Kerangka Teori


CPB

Hipoksia Asidosis metabolik Kegagalan metabolisme seluler

Penghambatan Na/K+ Pump

Peningkatan
kadar asam
laktat dalam
darah
22

BAB 3

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Desain

Penelitian ini menggunakan rancangan penelitian uji korelatif dengan

pendekatan cohort.

3.2 Tempat dan Waktu

Pelaksanaan penelitian dilakukan di Divisi Bedah Toraks Kardiak dan Vaskular

Departemen Ilmu Bedah, Fakultas Kedokteran USU/RSUP H. Adam Malik

Medan. Waktu penelitian dilaksanakan setelah proposal disetujui.

3.3 Populasi dan Sampel

3.3.1 Populasi

Populasi pada penelitian ini adalah pasien-pasien yang dilakukan operasi bedah

jantung terbuka yang menggunakan Cardiopulmonary Bypass (CBP) di RSUP H.

Adam Malik Medan pada tahun 2016.

3.3.2 Sampel

Sampel penelitian adalah bagian dari populasi dengan data lama pemakaian CPB

dan nilai asam laktat yang memenuhi kriteria inklusi.


23

3.4 Besar Sampel dan Teknik Pengambilan Sampel

Jumlah sampel diambil berdasarkan jumlah pasien yang masuk ke divisi bedah

Toraks Kardiovaskular Rumah Sakit Umum Pusat H. Adam Malik Medan yang

memenuhi kriteria inklusi. Dan besar sampel diperoleh dengan menggunakan

rumus:

(𝑍𝛼+𝑍𝛽)
N= { (1+𝑟) }2 + 3
−𝑙𝑛0,5(1−𝑟)

1,96+0.8
={ 1+0,742 }2 + 3 = 27,4 + 3 = 30
− ln 0,5
1−0,742

Keterangan: 2,76

n = Jumlah sampel

Zα = Tingkat kepercayaan α (1,96 pada confidence interval 95%)

Zβ = Tingkat kepercayaan β (0,80 pada confidence interval 95%)

r = Proporsi penderita penyakit jantung yang dilakukan operasi

jantung terbuka (dari tinjauan pustaka) 0,742

3.5 Kriteria Inklusi dan Eksklusi

Kriteria inklusi :

- Pasien-pasien yang dilakukan operasi bedah jantung terbuka dengan

menggunakan cardiopulmonary bypass

- Pasien bersedia mengikuti penelitian setelah diberi informed consent.


24

- Semua usia

Kriteria eksklusi :

- Pasien yang meninggal pasca operasi sebelum hari ke-1

- Pasien dengan kelainan kongenital

3.6 Persetujuan Setelah Penjelasan

Semua subjek penelitian akan diminta persetujuan dari pasien dan keluarga pasien

setelah diberi penjelasan mengenai kondisi pasien dan tindakan yang akan

dilakukan.

3.7 Etika Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan dengan menggunakan manusia sebagai subjek

penelitian, yang selama pelaksanaannya tidak bertentangan dengan nilai-nilai

kemanusiaan dan kode etik penelitian biomedik. Izin didapat dari komisi etika

penelitian Fakultas Kedokteran USU.

3.8 Cara Kerja

1. Alokasi Subjek

Pemilihan subjek ditetapkan secara total sampling

2. Tahap Persiapan

Melakukan pengambilan sampel dengan menilai kriteria inklusi dan

eksklusi

3. Tahap Pelaksanaan
25

a. Melakukan pengambilan data asam laktat satu hari pre operasi bedah

jantung terbuka dan pasca operasi bedah jantung terbuka sebanyak satu

kali yaitu pada pasca operasi hari pertama dan akan dibandingkan dengan

penelitian lain.

b. Data dikumpulkan untuk mengetahui apakah ada hubungan antara lama

pemakaian cardiopulmonary bypass dengan peningkatan asam laktat pasca

operasi bedah jantung terbuka.

4. Tahap Akhir Penelitian

1. Melakukan pengumpulan data selama 5 bulan.

2. Melakukan pengolahan dan analisis data hasil penelitian.

3. Melakukan penyusunan dan penggandaan laporan.

3.9 Identifikasi Variabel

Variabel Bebas Variabel Tergantung

Peningkatan kadar Asam Laktat (+)

Pemakaian CPB Cepat


(< 60 menit)
Peningkatan kadar Asam Laktat (+)

Peningkatan kadar Asam Laktat (-)

Pemakaian CPB Lama


(> 60 menit)
Peningkatan kadar Asam Laktat (-)
26

3.10 Definisi Operasional

- Cardiopulmonary Bypass adalah sistem pengambilalihan jantung

dan paru oleh mesin yang dilengkapi dengan oksigenator yang

sifatnya sementara sehingga dapat dilakukan koreksi kelainan

jantung dengan lebih aman dan akurat yang dilakukan oleh ahli

bedah.

- Lama pemakaian CPB adalah lamanya waktu pengambil alihan

jantung dan paru oleh mesin. Waktu diukur dalam satuan menit.

- Pemeriksaan asam laktat diambil satu hari pre dan hari pertama

pasca operasi bedah jantung terbuka. Nilai kadar asam laktat

tersebut diambil sebagai data

- Peningkatan asam laktat adalah selisih dari pengukuran kadar asam

laktat pre dan pasca operasi.

- Sampel diambil oleh petugas laboratorium terlatih.


27

3.11 Kerangka Kerja

Pasien-pasien yang dilakukan


operasi bedah jantung terbuka

Penghitungan nilai asam laktat 24 jam pra operasi dan


Sampel diambil oleh petugas laboratorium terlatih

Penghitungan cardiopulmonary bypass time dan Sampel


diambil oleh petugas laboratorium terlatih

Pemeriksaan asam laktat hari pertama


pasca operasi bedah jantung terbuka

Analisa data secara univariat dan


bivariat

3.12 Rencana Pengolahan dan Analisis Data

Data yang terkumpul akan diolah dan dianalisis secara univariat dan bivariat

kemudian disajikan dengan menggunakan program komputer (SPSS dan

Microsoft Excel). Interval kepercayaan 95% dan p < 0,05 dinyatakan secara

statistik bermakna.
28

BAB IV

HASIL PENELITIAN.

4.1 Karakteristik Subjek Penelitian.

Penelitian melibatkan pasien yang dilakukan operasi jantung terbuka dengan

menggunakan mesin CPB di RS. Haji Adam Malik Medan. Jumlah subjek

penelitian adalah 30 orang. Karakteristik subjek penelitian digambarkan pada

tabel berikut ini:

Tabel 4.1 Karakteristik Subjek Penelitian

Karakteristik N %
Usia (Mean + SD) 52,0 + 14,3

Jenis kelamin
Laki-Laki 24 80
Perempuan 6 20

Lama Pemakaian CPB (Median) 132.0


Lama Pemakaian CPB (Mean) 132,3 + 45,4
CPB < 60 menit 4 13,3
CPB > 60 Menit 26 86,7

Peningkatan Asam Laktat 7,03 + 3,04


Peningkatan Kadar Asam Laktat < 5,0 8 26,7
Peningkatan Kadar Asam Laktat > 5,0 22 73,3

Berdasarkan tabel di atas dapat dilihat bahwa rerata usia subjek penelitian

adalah 52,0 + 14,3. Pada tabel terlihat bahwa subjek penelitian berdasarkan jenis

kelamin yang terbanyak adalah laki-lakit dengan 24 subjek (80%). Untuk hasil

kadar asam laktat ditemukan rerata peningkatan kadar asam laktat pasca operasi

adalah 7,03 + 3,04 mMol/L dan angka kejadian peningkatan Asam Laktat > 5,0
29

pada subjek penelitian ditemukan 22 subjek penelitian (73,3%). Selain itu rerata

lama pemakaian CPB pada operasi jantung terbuka adalah 132,3 + 45,4 menit di

RSUP. Haji Adam Malik medan.

4.2 Analisis Bivariat

Karakteristik subjek penelitian yang dinilai pada peneltian ini mencakup dua

variabel, yaitu lama pemakaian CPB dan nilai asam laktat. Pada analisis ini

dipakai dua jenis lama pemakaian CPB yaitu berdasarkan penelitian yang

dilakukan oleh Kapoor PM yaitu >60 menit dan < 60 menit (dari penelitian

sebelumnya) kemudian akan dihubungkan dengan peningkatan kadar asam laktat.

(Kapoor PM et al, 2011).

Gambar di bawah ini menampilkan perbandingan jumlah subjek yang

mengalami peningkatan asam laktat pasca pemakaian CPB yang dibagi

berdasarkan dua kategori CPB cepat (<60 menit) dan CPB lama (>60 menit)

sesuai dengan penelitian olek Kapoor PM (Kapoor PM et al, 2011).

20
18
16
14
12
10 Short Time CPB
8
Long Time CPB
6
4
2
0
asam laktat < 5,0 asam laktat >
5,0
30

Gambar 4.1 Karakteristik Peningkatan Kadar Asam Laktat Pasien

berdasarkan lama Pemakaian CPB ( ambang batas 60 menit)

Pada Gambar 4.1 di atas terlihat bahwa angka kejadian Peningkatan Asam Laktat

lebih banyak pada long time CPB (>60 menit) dibandingkan short time CPB (<60

menit) yaitu 2:19. Dan angka kejadian Asam Laktat < 5,0 pada short time CPB

lebih banyak dibandingkan pada long time CPB yaitu 2:7.

Hubungan antara lama pemakaian CPB dan nilai asam laktat dengan

menggunakan ambang batas 60 menit adalah sebagai berikut:

Tabel 4.2 Hubungan Antara lama pemakaian CPB dan Peningkatan


Asam Laktat
Short Time CPB Long Time CPB

Asam Laktat < 5,0 2 7 9 0,044

Asam laktat > 5,0 2 19 21

Total 4 26 30

Uji Chi-Square

Tabel 4.2 menunjukkan bahwa kadar asam laktat < 5,0 mMol/L pada long time

CPB adalah 7 subjek penelitian dan kadar asam laktat > 5,0 pada long time CPB

adalah 19 orang dengan nilai p = 0,044 (p< 0.05). Nilai p tersebut bermakna

bahwa ada hubungan antara lama pemakaian CPB dan kadar asam laktat pasca

operasi jantung terbuka. Grafik hubungan antara lama pemakaian CPB dan

peningkatan kadar asam laktat tampak pada gambar berikut.


31

Lama Pemakaian…

250

200

150

100

50

0 Peningakatan Asam Laktat


0 5 10 15

Gambar 4.1 Grafik Peningakatan Asam laktat.

Tabel di bawah ini menggambarkan besar korelasi antara Lama pemakaian CPB dan

Peningakatan kadar asam laktat dengan besar nilai R adalah 0,249. Hal ini menunjukkan

ada korelasi (+) antara Lama pemakaian CPB dan Peningakatan kadar asam laktat.

Correlations

peningkatan
asam laktat lama 50

peningkatan asam laktat Pearson Correlation 1 .221

Sig. (2-tailed) .249

N 29 29

Lama pemakaian CPB Pearson Correlation .221 1

Sig. (2-tailed) .249

N 29 29
Tabel 4.3 Korelasi Antara lama pemakaian CPB dan Peningkatan
Asam Laktat
32

BAB V

PEMBAHASAN

Penelitian melibatkan pasien yang dilakukan operasi jantung terbuka

dengan menggunakan mesin CPB di RS. Haji Adam Malik Medan. Jumlah

keseluruhan subjek penelitian adalah 30 orang. Berdasarkan tabel 4.1 dapat

dilihat bahwa rerata usia subjek penelitian yang menjalani operasi jantung terbuka

adalah 52,0 + 14,32 tahun. Sama halnya dengan penelitian oleh Jabbari A

disebutkan rerata usia adalah 62 + 14 tahun (> 50 tahun) (Jabbar A et al, 2013)

Pada tabel terlihat bahwa subjek penelitian berdasarkan jenis kelamin yang

terbanyak adalah laki-laki 24 subjek (80,0 %). Pada penelitian lain disebutkan

laki-laki lebih banyak menjalani operasi jantung terbuka dengan rasio 4;1

terhadap perempuan .(Paarmann et al, 2013)

Hasil penelitian ini menjelaskan bahwa pemakaian CPB > 60 menit mudah

berisiko untuk terjadi peningkatan asam laktat dengan didapatkan p = 0,044.

Sejalan dengan penelitian sebelumnya yang menyatakan bahwa pemakaian CPB >

60 menit meningkatkan risiko peningkatan asam laktat pada 23,1 % pasien yang

menjalani operasi jantung terbuka. .(Paarmann et al, 2013)

Dalam penelitian yang dilakukan Santosh, rata-rata kadar laktat pada 15

dan 45 menit di CPB meningkat menjadi 7,01 mmol / L dan 9,92 mmol / L

masing-masing. Alasan untuk kenaikan ini telah dikemukakan sebelumnya.

Penurunan progresif kadar laktat selama rewarming (pada 35 ° C), off bypass, 24
33

jam dan 48 jam pasca operasi dengan mean kadar laktat menjadi 7,01 mmol / L,

4,75 mmol / L, 3,06 mmol / L dan 2,10 mmol / L masing-masing. Peningkatan

rata-rata kadar laktat yang signifikan (P <0,001) pada pasien di NYHA kelas IV

pada 15 menit dan 45 menit CPB, selama rewarming dan 24 dan 48 jam pasca-

CPB. Perbandingan kadar laktat rata dengan hubungan untuk durasi CPB

mengungkapkan kadar yang lebih tinggi pada CPB yang berlangsung lebih dari 1

jam (p <0,05).(Santosh B S,.2005)

Perfusi jaringan berisiko mengalami kerusakan selama berlangsungnya

CPB. Faktor potensial yang berperan terhadap terjadinya hipoperfusi jaringan

selama pemakaianCPB, antara lain durasi CPB, hipotermia, durasi pendingin dan

penghangatan, pH dan kadar hematokrit. Selain itu, faktor lain seperti gangguan

aliran vena yang ditandai dengan berkurangnya aliran splanknik yang berlebihan

mungkin akan membatasi perfusi yang pada akhirnya terjadi inflamasi sistemik.

Hipoperfusi jaringan dikaitkan dengan asidosis laktat sekunder yang terjadi akibat

metabolisme anaerobik. Pengukuran kadar laktat dapat digunakan sebagai

penanda untuk menilai kecukupan perfusi jaringan. (Jabbari A, et Al. 2013)

Kadar laktat meningkat yang biasa ditemui pada pasien setelah operasi

jantung.Produksi asam laktat atau asidosis laktat terjadi karena hipoperfusi

jaringan dan hipoksia selama operasi.Ini memberikan penanda prognostik penting

pada pasien sakit kritis. Penelitian Jabbari A bertujuan untuk memanfaatkan

penentuan kadar laktat serial dalam memprediksi efek samping terutama pada

anak pasca bedah jantung terbuka. Asidosis laktat adalah suatu anion gap yang

luas pada asidosis metabolik yang disebabkan oleh salah satu produksi berlebihan
34

atau underutilization laktat. "Jika tubuh menghasilkan adenosine triphosphate

(ATP) tanpa menggunakan oksigen maka akan meningkatkan produksi laktat. Di

sisi lain reduksi yang tidak memadai dari asam laktat oleh oksidasi atau

glukoneogenesis memungkinkan pemahaman pemanfaatan laktat. (Bulow NH, et

al.2014) (Jabbari A, et Al. 2013)

Glikolisis adalah tahap pertama dari metabolisme glukosa dan terjadi

dalam sitoplasma hampir semua sel. Produk akhir dari jalur ini adalah piruvat,

yang kemudian dapat berdifusi ke dalam mitokondria dan dimetabolisme menjadi

karbon dioksida oleh Siklus Kreb. Peningkatan laktat darah dapat terjadi dengan

atau tanpa asidosis metabolik. Hiperlaktatemia adalah stres yang diinduksi,

karena proses katekolamin atau karena alkalosis dimana sistem penyangga

mampu memitigasi penurunan pH. (Suzette 2012)


35

BAB VI

SIMPULAN DAN SARAN

6.1 Simpulan

Secara bivariat terdapat hubungan antara lama penggunaan CPB dan

peningkatan kadar asam laktat pada pasien dengan operasi jantung terbuka dengan

p<0,044.

6.2 Saran

1. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan metode penelitian dan

instrumen yang lebih akurat untuk menilai hubungan lama pemakaian

CPB dan komplikasi pada organ lain.

2. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan metode penelitian dan

instrumen yang lebih akurat untuk menilai hubungan faktor risiko dan

peningkatan asam laktat pada operasi jantung terbuka.

DAFTAR PUSTAKA
36

Andra L. Blomkalns, Md, 2007, Lactate – A Marker For Sepsis And Trauma.

Emcreg-International

Baumgartner, FJ. Cardiopulmonary Bypass and Myocardial Protection In:

Baumgartner, FJ. 2003. Cardiothoracic Surgery 3rd Edition. Landes

Bioscience: Austin

Brown, WR., et al. Longer Duration of Cardiopulmonary Bypass Is Associated

With Greater Numbers of Cerebral Microemboli. Stroke. 2000;31:707-713

Bulow NH, et al. 2014. Inflammatory Response in Patients under Coronary Artery

Bypass Grafting Surgery and Clinical Implications: A Review of the

Relevance of Dexmedetomidine Use. Hindawi Publishing Corporation. ISRN

Anesthesiologi : 28 p.

De Somer, et al. Tissue factor as the main activator of the coagulation system

during cardiopulmonary bypass. J Thorac Cardiovasc Surg 2002;123:951-8

Delima, Mihardja,L., Siswoyo, H. Prevalensi dan Faktor Determinan Penyakit

Jantung di Indonesia. Bul. Penelit. Kesehat 2009;37:142-159

Evans, B., Dunningham, H., Wallwork, J. Conduct of cardiopulmonary bypass In:

Ghosh, S., Falter, F., Cook, DJ. 2009. Cardiopulmonary Bypass. Cambridge

University Press: Cambridge

Hammon, JW. Extracorporeal Circulation In: Cohn, LH. 2008. Cardiac Surgery

in the Adult 3rd Edition. McGraw Hill: USA


37

Jabbari Aet Al. 201. Serum Lactate As A Prognostic Factor In Coronary Artery

Bypass Graft Operation By On Pump Method. Caspian J Intern Med;

4(2):662-666

Riset Kesehatan Dasar 2007. Jakarta: Badan Penelitian danPengembangan

Kesehatan Republik Indonesia; 2007.

Santosh B S, Kumud K G, Pawan K, Neela D P. 2005. Blood Lactate Levels

during CPB 39 Blood Lactate Levels During Cardiopulmonary Bypass for

Valvular Heart Surgery. Annals of Cardiac Anaesthesia; 8: 39–44)

Snell, A., Parizkova, B. Organ damage during cardiopulmonary bypass In: Ghosh,

S., Falter, F., Cook, DJ. 2009. Cardiopulmonary Bypass. Cambridge

University Press: Cambridge

Sniecinski, RM., Levy, JH., The Inflammatory Response to Cardiopulmonary

Bypass In: Mongero, LB., Beck, JR. 2009. ON BYPASS: Advanced Perfusion

Techniques. Humana Press: Totowa

Stoney, WS. Evolution of Cardiopulmonary Bypass. Circulation. 2009;119:2844

–2853

Suzette M. Perfecto MD; Lourdes SR. Casas, MD; Juliet J B; Azcueta MB, 2012.

Pediatric Cardiology Lactate Level as an Early Prognostic Marker of Major

Adverse Events in Pediatric Open Heart Surgery. Phil Heart Center J 2;

16(2):27-34

Anda mungkin juga menyukai