PENDAHULUAN
Latar Belakang
Eliminasi merupakan proses pembuangan sisa-sisa metabolisme tubuh.
Pembuangan dapat melalui urine ataupun bowel (Wortonah, 2006). Pembuangan
normal urine merupakan suatu fungsi dasar yang sering dianggap enteng oleh
kebanyakan orang, apabila sistem perkemihan tidak dapat berfungsi dengan baik,
semua sistem organ pada akhirnya akan terpengaruh. Klien yang mengalami
perubahan eliminasi urine juga dapat menderita secara emosional akibat
perubahan citra tubuhnya (Potter dan Perry, 2005).
Insiden terjadinya retensi urin pada jurnal berjudul Pengaruh Bladder
Trainning Terhadap Kemampuan Berkemih pada Pasien dengan Retensi Urin
(Hinora, 2004) menyebutkan bahwa, menurut hasil penelitian Saultz, et al
berkisar 1,7% sampai 17,9%. Penelitian yang dilakukan oleh Yip, et al (1997)
menemukan insidensi retensi urin sebesar 4,9 % dengan volume residu urin 150
cc sebagai volume normal paska berkemih spontan. Penelitian lain oleh Andolf, et
al (1993) menunjukkan insidensi retensi urin sebanyak 1,5%, dan hasil penelitian
dari Kavin, et al (2003) sebesar 0,7%. Berdasarkan survei awal yang dilakukan
peneliti di Ruang Perawatan Rumah Sakit Umum Daerah jumlah kasus sejak
bulan Januari sampai Desember 2012 sebanyak 52 kasus retensi urine dari total
630 pasien atau sekitar (8,25%).
Membuang urine dan alvi (eliminasi) merupakan salah satu aktivitas
pokok yang harus dilakukan oleh setiap manusia. Apabila eliminasi tidak
dilakukan setiap manusia akan menimbulkan berbagai macam gangguan seperti
retensi urine, inkontinensia urine, enuresis, perubahan pola eliminasi urine,
konstipasi, diare dan kembung, berbagai macam gangguan yang telah disebutkan
di atas akan menimbulkan dampak pada system organ lainnya seperti: system
pencernaan, ekskresi.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1.1. Ginjal
Ginjal yang berbentuk oval berfungsi mengeluarkan air, garam, dan hasil
buangan metabolisme protein yang berlebih dari darah saat membawa kembali zat
gizi dan zat kimia ke darah. Ren terletak retroperitoneal pada dinding abdomen
posterior, satu pada setiap sisi columna vertebralis setinggi vertebra T12-L3. Ren
hubungannya dengan hepar. Selama hidup, ren berwarna cokelat kemerahan dan
memiliki ukuran panjang sekitar 10 cm, lebar 5 cm, dan tebal 2,5 cm. Di superior,
sebelah anterior ren dextra. Ren dextra dipisahkan dari hepar oleh recessus
Pada batas medial konkaf setiap ginjal adalah celah vertikal, hilum renale,
di mana arteria renalis masuk dan vena renalis serta pelvis renalis meninggalkan
sinus renalis. Di hilum, vena renalis terletak di anterior arteri renalis, yang terletak
disebelah anterior pelvis renalis. Hilum renale adalah jalan masuk ke suatu ruang
di dalam nginjal, sisnus renalis, yang diisi oleh pelvis renalis, calices, pembuluh,
dan saraf serta sejumlah lemak. Setiap ginjal memiliki permukaan anterior dan
posterior, tepi medial dan lateral, serta polus anterior dan posterior. Namun,
terletak oblik, membentuk suatu sudut satu sama lain. Akibatnya, diameter
transversa ginjal tampak pendek pada radiograf anteroposterior (AP). Tepi lateral
setiap ginjal berbentuk konveks, dan tepi medial konkaf di mana terletak sinus
renalis dan pelvis renalis. Tepi medial yang berindentasi menyebabkan ginjal
Pelvis renalis adalah ekspansi ujung superior ureter yang rata dan
berbentuk seperti terowongan. Apeks pelvis renalis berlanjut dengan ureter. Pelvis
renalis menerima dua atau tiga calices renales majores, masing-masing membagi
menjadi dua atau tiga calices renales minores. Setiap calices minores diidentasi
oleh papilla renalis, apeks pyramides renales, dari sini urin diekskresi. Pada orang
yang hidup, pelvis renalis dan calicesnya biasanya kolaps (kosong). Pyramides
renales, dari sini dieksresi. Pada orang yang hidup, pelvis renalis dan calices
lobus ginjal . lobus dapat dilihat pada permukaan eksterna ginjal pada janin, dan
Secara anatomis ginjal terbagi kepada 2 bagian, yaitu korteks dan medula
ginjal. Korteks ginjal terletak lebih superfisial dan di dalamnya terdapat berjuta
– juta nefron. Nefron merupakan unit fungsional terkecil ginjal. Medulla ginjal
yang terletak lebih profundus banyak terdapat duktuli atau saluran kecil yang
Gambar 1. Nefron
major, dan pielum/pelvis renalis. Mukosa sistem pelvikalises terdiri atas epitel
transisional dan dindingnya terdiri dari otot polos yang mampu berkontraksi
vesika urinaria. Panjangnya ±25-34 cm, dengan penampang 0,5 cm. Ureter
sebagian terletak pada rongga abdomen dan sebagian lagi terletak pada rongga
mendorong urin masuk ke dalam kandung kemih. Lapisan dinding ureter terdiri
dari:
adventisia. Lapisan mukosa terdiri atas epitel transisional yang disokong oleh
lamina propria. Epitel transisional ini terdiri atas 4-5 lapis sel. Sel permukaan
bervariasi dalam hal bentuk mulai dari kuboid (bila kandung kemih kosong atau
lumen dan dapat berinti dua. Sel-sel permukaan ini dikenal sebagai sel payung.
Lamina propria terdiri atas jaringan fibrosa yang relatif padat dengan banyak serat
disebabkan adanya lipatan mukosa yang memanjang. Lipatan ini terjadi akibat
longgarnya lapis luar lamina propria, adanya jaringan elastin dan muskularis.
terdiri atas atas serat otot polos longitudinal disebelah dalam dan sirkular di
sebelah luar (berlawan dengan susunan otot polos di saluran cerna). Lapisan
dalam kandung kemih. Bila ada batu disaluran ini akan menggesek lapisan
mukosa dan merangsang reseptor saraf sensoris sehingga akan timbul rasa nyeri
yang amat sangat dan menyebabkan penderita batu ureter akan berguling-gulung,
seperti buah pir (kendi). Letaknya di belakang simfisis pubis di dalam rongga
panggul. Vesika urinaria dapat mengembang dan mengempis seperti balon karet.
Mukosanya dilapisi oleh epitel transisional yang lebih tebal dibandingkan ureter
(terdiri atas 6-8 lapis sel) dengan jaringan ikat longgar yang membentuk lamina
polos yang tersusun berlapis-lapis yang arahnya tampak tak membentuk aturan
Kandung kemih adalah ruangan berdinding otot polos yang terdiri dari dua
bagian besar; (1) badan (korpus), merupakan bagian utama kandung kemih
dimana urin terkumpul, dan (2) leher (kollum), merupakan lanjutan dari badan
yang berbentuk corong, berjalan secara inferior dan anterior ke dalam daerah
segitiga urogenital dan berhubungan dengan uretra. Bagian yang lebih rendah
dari leher kandung kemih disebut uretra posterior karena hubungannya dengan
uretra
meluas ke segala arah dan bila berkontraksi dapat meningkatkan tekanan dalam
terpenting untuk mengosongkan kandung kemih. Sel-sel otot polos dari otot
destrusor terangkai satu sama lain sehingga timbul aliran listrik berhambatan
rendah dari satu sel otot ke sel otot lain. Oleh karena itu, potensial aksi dapat
menyebar ke seluruh otot destrusor, dari satu sel otot ke sel otot berikutnya
Pada dinding posterior kandung kemih, tepat di atas bagian leher dari
kandung kemih terdapat daerah segitiga kecil yang disebut trigonum. Bagian
terendah dari apeks trigonum adalah bagian kandung kemih yang membuka
menuju leher masuk kedalam uretra posterior, dan kedua ureter memasuki
dengan melihat mukosanya (lapisan dalam dari kandung kemih) yang berlipa-
kemih.
berhubungan dengan medula spinalis segmen S-2 dan S-3. Berjalan melalui
nervus pelvikus ini adalah serat saraf sensorik dan saraf motorik. Serat sensorik
dari uretra posterior sangat kuat dan terutama bertanggung jawab untuk
parasimpatis. Serat ini berakhir pada sel gangglion yang terletak dalam dinding
detrusor. Selain nervus pelvikus, terdapat dua tipe persarafan lain yang penting
untuk fungsi kandung kemih yang terpenting adalah serat otot lurik yang berjalan
melalui nervus pupendal menuju sfingter eksternus kandung kemih. Ini adalah
serat saraf somatik yang mempersarafi dan mengontrol otot lurik pada
sfingter. Juga, kandung kemih menerima saraf impatis dari rangkaian simpatis
spinlais. Serat simpatis ini mungkin terutama merangsang pembuluh darah dan
sedikit mempengaruhi kontraksi kandung kemih. Beberapa serat saraf sensorik
juga berjalan melalui saraf simpatis dan mungkin penting dalam menimbulkan
2.1.4. Uretra
Panjang uretra pria antara 15-20 cm dan untuk keperluan deskriptif terbagi
a. Pars prostatika, yaitu bagian uretra mulai dari muara uretra pada kandung
kemih hingga bagian yang menembus kelenjar prostat. Pada bagian ini
prostat.
b. Pars membranasea, yaitu bagian yang berjalan dari puncak prostat di antara
otot rangka pelvis menembus membran perineal dan berakhir pada bulbus
Epitel uretra bervariasi dari transisional di uretra pars prostatika, lalu pada
bagian lain berubah menjadi epitel berlapis atau bertingkat silindris dan akhirnya
epitel gepeng berlapis pada ujung uretra pars kavernosa yang melebar yaitu di
fosa navikularis. Terdapat sedikit sel goblet penghasil mukus. Di bawah epitel
dindingnya terdiri dari otot destrusor yang bersilangan dengan sejumlah besar
jaringan elastik. Otot pada daerah ini disebut sfingter internal. Sifat tonusnya
secara normal mempertahankan leher kandung kemih dan uretra posterior agar
kosong dari urin dan, oleh karena itu, mencegah pengosongan kandung kemih
sampai tekanan pada daerah utama kandung kemih meningkat diambang kritis.
yang mengandung lapisan otot yang disebut sfingter eksterna kandung kemih.
Otot ini merupakan otot lurik yang berbeda dengan otot pada badan dan leher
kandung kemih, yang hanya terdiri dari otot polos. Otot sfingter eksterna bekerja
dibawah sistem saraf volunter dan dapat digunakan secara sadar untuk menahan
kemih.
Epitelnya bervarias dari transisional di dekat muara kandung kemih, lalu berlapis
Muskularisnya terdiri atas 2 lapisan otot polos tersusun serupa dengan ureter .
Gambar 5. Ureter pada Laki-Laki dan Perempuan
darah dalam glomerulus yang mengandung air, garam, gula, urea dan zat
bermolekul besar (protein dan sel darah) sehingga dihasilkan filtrat glomerulus
(urin primer). Di dalam filtrat ini terlarut zat seperti glukosa, asam amino dan
garam-garam.
dalam urin primer yang masih berguna akan direabsorbsi yang dihasilkan
menambahkan zat lain yang tidak digunakan dan terjadi reabsorbsi aktif ion
Na+ dan Cl- dan sekresi H+ dan K+. Selanjutnya akan disalurkan ke tubulus
kemudian turun sepanjang ureter, dengan demikian mendorong urin dari pelvis
renalis ke arah kandung kemih. Dinding ureter terdiri dari otot polos dan
dipersarafi oleh saraf simpatis dan parasimpatis seperti juga neuron- neuron pada
pleksus intramural dan serat saraf yang meluas di seluruh panjang ureter. Seperti
halnya otot polos pada organ viscera yang lain, kontraksi peristaltik pada ureter
simpatis.
otot detrusor pada dinding kandung kemih cenderung menekan ureter, dengan
demikian mencegah aliran balik urin dari kandung kemih waktu tekanan di
mulai tampak. Keadaan ini disebabkan oleh refleks peregangan yang dimulai
oleh reseptor regang sensorik pada dinding kandung kemih, khususnya oleh
reseptor pada uretra posterior ketika daerah ini mulai terisi urin pada tekanan
kandung kemih yang lebih tinggi. Sinyal sensorik dari reseptor regang kandung
kemih dihantarkan ke segmen sakral medula spinalis melalui nervus pelvikus dan
kemudian secara refleks kembali lagi ke kandung kemih melalui serat saraf
biasanya secara spontan berelaksasi setelah beberapa detik, otot detrusor berhenti
berkontraksi dan tekanan turun kembali ke garis basal. Karena kandung kemih
Sekali refleks berkemih mulai timbul, refleks ini akan menghilang sendiri.
kontraksi kandung kemih lebih lanjut. Jadi siklus ini terus berulang sampai
kandung kemih mencapai kontraksi yang kuat. Kemudian lebih dari semenit,
refleks yang menghilang sendiri ini mulai melemah dan siklus regeneratif dari
2.3.1. Pengertian
perasaan tidak tuntas berkemih dan perlu usaha keras atau dengan penekanan pada
2.3.2. Etiologi
a. Anamnesis
- Tidak bisa kencing atau kencing menetes/sedikit-sedikit
- Nyeri dan benjolan/massa pada perut bagian bawah
- Riwayat trauma: "straddle", perut bagian bawah/panggul, ruas tulang
belakang
- Pada kasus kronis, keluhan uremia
b. Pemeriksaan Fisik
Inspeksi:
- Penderita gelisah
- Benjolan/massa perut bagian bawah
- Tergantung penyebab: batu di meatus eksternum, pembengkakan dengan
atau tanpa fistula didaerah penis dan skrotum akibat striktura uretra,
perdarahan uretra pada robekan akibat trauma
Palpasi dan perkusi:
- Teraba benjolan/massa kistik kenyal (undulasi) pada perut bagian bawah
- Bila ditekan menimbulkan perasaan nyeri pada pangkal penis atau
menimbulkan perasaan ingin kencing yang sangat mengganggu
- Terdapat bunyi redup pada perkusi
- Dari palpasi dan perkusi dapat ditetapkan batas atas buli-buli yang penuh,
dikaitkan dengan jarak antara simfisis-umbilikus. Tergantung penyebab:
a) Teraba batu di uretra anterior sampai dengan meatus eksternum. b)
Teraba dengan keras (indurasi) dari uretra pada striktura yang panjang. c)
Teraba pembesaran kelenjar prostat pada pemeriksaan colok dubur. d)
Teraba kelenjar prostat letaknya tinggi bila terdapat ruptur total uretra
posterior.
c. Pemeriksaan Penunjang
Foto polos abdomen dan genitalia:
- Terlihat bayangan buli-buli yang penuh dan membesar.
- Adanya batu (opaque) di uretra atau orifisium internum.
Uretrografi untuk melihat adanya striktura, kerobekan uretra, tumor uretra.
Ultrasonografi untuk melihat volume buli-buli, adanya batu, adanya
pembesaran kelenjar prostat.
2.3.7. Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi pada retensi urin antara lain: mudah terjadi infeksi
saluran kemih, kontraksi otot buli-buli menjadi lemah dan timbul hidroureter dan
hidronefrosis yang selanjutnya dapat menimbulkan gagal ginjal.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Retensi urin adalah disfungsi pengosongan kandung kemih termasuk untuk
memulai buang air kecil, pancaran lemah, pelan, atau aliran terputus-putus,
perasaan tidak tuntas berkemih dan perlu usaha keras atau dengan penekanan pada
suprapubik untuk mengosongkannya.
Etiologi retensi urin dapat dibedakan berdasarkan lokasi kerusakan saraf,
yaitu: supravesikal, vesikal, infravesikal. Klasidikasi retensi urin berdasarkan
waktunya dapat dibedakan menjadi dua: retensi urin akut dan kronik. Retensi urin
dapat didiagnosis melalui anamnesis, pemeriksaan fisik, maupun pemeriksaan
penunjang.
Tatalaksana pada retensi urin dapat berupa kateterisasi dan sistostomi.
Komplikasi dari retensi urin antara lain: mudah terjadi infeksi saluran kemih,
kontraksi otot buli-buli menjadi lemah dan timbul hidroureter dan hidronefrosis
yang selanjutnya dapat menimbulkan gagal ginjal.
DAFTAR PUSTAKA
Hinora, Friska, Joice Laoh, Don R.G Kabo. 2014. Pengaruh Bladder Trainning
Terhadap Kemampuan Berkemih pada Pasien dengan Retensi Urin. Buletin
Sariputra.
Moore, K.L. 2013. Anatomi Berorientasi Klinis. Edisi V Jilid 1. Jakarta: Erlangga.
Wonodirekso S. 1990. Sistem Urinaria dalam Buku Ajar Histologi Leeson and
Leeson (terjemahan). Edisi V. Jakarta: EGC.