html
Batubara adalah salah satu sumber daya alam yang terdistribusi secara luas dan
ditambang oleh banyak negara di seluruh dunia. Industri batubara terbagi dalam dua segmen
utama yaitu batubara thermal dan batubara coking. Batubara thermal juga dikenal sebagai batu
bara steaming, adalah jenis batubara yang digunakan dalam proses pembakaran guna
menghasilkan uap (steam) yang selanjutnya digunakan untuk menghasilkan listrik dan panas.
Batubara coking, juga dikenal sebagai batubara metalurgis, yang pada prinsipnya digunakan
dalam produksi besi dan baja, secara umum batu bara dianggap sebagai bahan bakar fosil yang
relatif lebih murah berdasarkan panas yang dikandungnya dan banyak digunakan sebagai
sumber energy untuk pembangkit tenaga listrik. Keuntungan lainnya dari batubara
mencakup pasokan yang relatif stabil dari beragam lokasi geografis, penyimpanan yang mudah
dan aman, serta transportasi yang mudah. Sejumlah faktor tersebut telah membuat industri
pembangkit tenaga listrik bergantung pada batubara.
Batubara memiliki kandungan materi yang kompleks, dimana batubara yang berasal dari
satu deposit dapat berbeda dengan batubara yang berasal dari deposit yang lain. Secara umum,
batubara dapat diklasifikasikan dengan peringkat (rank), yang didasarkan pada tingkat perubahan
atau transformasi dari bentuk asalnya ke bentuk karbon. Peringkat batubara, jika diurutkan mulai
dari jenis batubara yang memiliki kandungan karbon paling rendah hingga jenis batubara yang
memiliki kandungan karbon paling tinggi, secara berturut turut adalah jenis batubara
lignite, batubara sub-bituminous, batubara bituminous dan batubara anthracite.
Gambar 4.1 Jenis batubara
Peat Brown Coal Sub-bituminous Bituminous
Source : The coal resources (www.worldcoal.org)
Batubara juga mengandung hydrogen, oksigen, nitrogen dan belerang (sulphur) yang
jumlah kandungannya bervariasi. Batubara yang berperingkat tinggi adalah batubara yang
memiliki kandungan karbon yang tinggi dan karena itu mempunya nilai panas (heat value) yang
tinggi, akan tetapi mempunyai kandungan hydrogen dan oksigen yang rendah. Sebaliknya,
batubara yang berperingkat rendah memiliki kandungan karbon yang rendah akan tetapi
memiliki kandungan hydrogen dan oksigen yang tinggi.
Batubara bituminous banyak digunakan dalam industri metalurgi (dipakai untuk
membuat kokas (coke) untuk tanur api (blast furnace) atau untuk disuntikkan ke dalam tanur
sebagai batubara PCI), industri energi dan industry umum. Batubara berperingkat rendah seperti
batubara sub-bituminous secara historis hanya digunakan di Negara asalnya karena kandungan
kelembaban (moisture content) yang tinggi dan nilai kalori yang rendah. Namun dalam beberapa
tahun terkahir, perdagangan lintas laut (seaborne trade) atas batubara sub-bituminous yang
memiliki kandungan abu dan belerang yang rendah telah mengalami peningkatan.
Pada umumnya, batubara sub-bituminous yang diperdagangkan di pasar ekspor lintas laut
(seaborne export trade) dicampurkan dengan batubara yang memiliki kandungan abu dan
belerang yang lebih tinggi agar penggunaanya dapat memenuhi ketentuan batas emisi
SO2 dan mengurangi biaya pembuangan abu ketel uap. Pencampuran juga dapat
memberikan solusi bagi operator pembangkit listrik untuk menggunakan sebagian
batubara sub-bituminous sebagai campuran di dalam ketel uapnya dalam upaya untuk
mengurangi biaya bahan bakar bagi pembangkit listrik yang memiliki batas rancangan
sehingga tidak dapat menggunakan batubara jenis ini.
Barlow Jonker juga mencatat bahwa saat ini telah banyak pembangkit listrik baru di Asia
Tenggara yang dirancang untuk menggunakan batubara sub-bituminous tanpa harus
dicampur terlebih dahulu.
Barlow Jonker membandingkan batubara BUMI. dengan batubara lain yang menjadi referensi
standar untuk jenis batubara peringkat rendah (low rank), dan dengan batubara sub-bituminous
lain yang diekspor dari Indonesia, serta dengan batubara yang menjadi tolak ukur standar termal
dari Australia, Cina dan Afrika Selatan. Tabel 4.1 berikut menunjukan perbandingan batubara di
Indonesia