Presentasi Kasus App
Presentasi Kasus App
APPENDISITIS AKUT
PEMBIMBING:
DISUSUN OLEH:
Melda Agustin
1113103000050
Assalamualaikum wr.wb
Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang senantiasa melimpahkan
rahmat dan hidayahNya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik.
Shalawat dan salam semoga tetap tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW.
Adapun judul makalah ini adalah ”Apendisitis Akut”. Semoga dengan makalah
ini, dapat memberikan ilmu kepada teman-teman sejawat. Sehingga di kemudian hari
teman-teman dapat menangani kasus apendisitis akut yang sering terjadi.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada dr. Toni Agus Setiono, SpB, selaku
pembimbing makalah dan seluruh pihak yang telah membantu dalam penyusunan
makalah ini.
penulis
2
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR…………………………………………………………………2
DAFTAR ISI…………………………………………………………………………...3
BAB 1 PENDAHULUAN……………………………………………………………..4
BAB 4 PAMBAHASAN……………………………………………………………….28
BAB 5 KESUMPULAN………………………………………………………………..30
DAFTAR ISI……………………………………………………………………………31
3
BAB 1
PENDAHULUAN
Gejala dan tanda khas apendisitis perlu dipelajari dengan cermat. Riwayat
perjalanan penyakit pasien dan pemeriksaan fisik merupakan hal yang paling penting
dalam mendiagnosis appendicitis. Diagnosis yang tepat diperlukan segera untuk
menurunkan angka mortalitas dan morbiditas. Penatalaksanaan appendicitis meliputi
tindakan konservatif dan pembedahan. Pembedahan merupakan pilihan utama
penanganan appendicitis. Semua kasus appendicitis memerlukan tindakan pengangkatan
dari appendix yang terinflamasi, baik dengan laparotomy maupun dengan laparoscopy.
Apabila tidak dilakukan tindakan pengobatan, maka angka kematian akan tinggi,
terutama disebabkan karena peritonitis dan shock. Oleh karena itu, sangat pentingnya
tenaga medis untuk mengenali dan menangani segera kasus appendicitis.
4
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 ANATOMI
5
Apendiks terletak pada regio kuadran kanan bawah, ujung apendiks dapat
terletak retrocecal, pelvic, subcecal, preileal atau pericolic kanan. Terdapat tiga taenia
coli pada persambungan antara sekum dan apendiks, memudahkan untuk identifikasi
anatomis.
2.2 FISIOLOGI
Apendiks menghasilkan lendir 1-2 mL per hari. Lendir itu normalnya dicurahkan
ke dalam lumen dan selanjutnya mengalir ke caecum. Hambatan aliran lendir di muara
apendiks tampaknya berperan pada pathogenesis appendicitis. Immunoglobulin
6
sekretoar yang dihasilkan oleh GALT (gut associated lymphoid tissue) yang terdapat di
sepanjang saluran cerna termasuk apendiks, ialah IgA. Immunoglobulin itu sangat
efektif sebagai pelindung terhadap infeksi. Namun demikian, pengangkatan apendiks
tidak mempengaruhi sistem imun tubuh karena jumlah jaringan limfe disini kecil sekali
jika dibandingkan dengan jumlahnya di saluran cerna dan di seluruh tubuh.
2.3 DEFINISI
2.4 EPIDEMIOLOGI
Appendicitis dapat ditemukan pada semua umur, hanya pada anak kurang dari
satu tahun jarang dilaporkan. Insidensi tertinggi pada kelompok umur 20-30 tahun,
setelah itu menurun. Insidensi pada laki-laki dan perempuan umumnya sebanding,
kecuali pada umur 20-30 tahun, insidensi lelaki lebih tinggi.
2.5 ETIOLOGI
7
Viridans streptococci, Pseudomonas aeruginosa, Enterococcus, Bacteroides fragilis,
Peptostreptococcus micros, Bilophila species, Lactobacillus species.
2.6 PATOGENESIS
Appendicitis terjadi dari proses inflamasi ringan hingga perforasi, khas dalam
24-36 jam setelah munculnya gejala, kemudian diikuti dengan pembentukkan abscess
setelah 2-3 hari. Appendicitis dapat terjadi karena berbagai macam penyebab, antara
lain obstruksi oleh fecalith, gallstone, tumor, atau bahkan oleh cacing (Oxyurus
vermicularis), akan tetapi paling sering disebabkan obstruksi oleh fecalith dan kemudian
diikuti oleh proses inflamasi.
Appendicitis juga dapat diakibatkan oleh infeksi virus enteric atau sistemik,
seperti measles, chicken pox, dan cytomegalovirus. Pasien dengan cyctic fibrosis
memiliki peningkatan insidensi appendicitis akibat perubahan pada kelenjar yang
mensekresi mucus. Carcinoid tumor juga dapat mengakibatkan obstruksi appendiks,
khususnya jika tumor berlokasi di 1/3 proksimal. Trauma, stress psikologis, dan
herediter juga mempengaruhi terjadinya appendicitis.
8
mual dan muntah, dalam beberapa jam setelah nyeri. Jika mual muntah timbul lebih
dulu sebelum nyeri, dapat dipikirkan diagnosis lain.
Appendiks yang obstruksi merupakan tempat yang baik bagi bakteri untuk
berkembang biak. Seiring dengan peningkatan tekanan intraluminal, terjadi gangguan
aliran limf, terjadi edema yang lebih hebat. Akhirnya peningkatan tekanan
menyebabkan obstruksi vena, yang mengarah pada iskemik jaringan, infark, dan
gangrene. Setelah itu, terjadi invasi bakteri ke dinding appendiks; diikuti demam,
takikardi, dan leukositosis akibat kensekuensi pelepasan mediator inflamasi dari
jaringan yang iskemik. Saat eksudat inflamasi dari dinding appendiks berhubungan
dengan peritoneum parietal, serabut saraf somatik akan teraktivasi dan nyeri akan
dirasakan lokal pada lokasi appendiks, khususnya di titik Mc Burney’s.
Nyeri jarang timbul hanya pada kuadran kanan bawah tanpa didahului nyeri
visceral sebelumnya. Pada appendiks retrocaecal atau pelvic, nyeri somatic biasanya
tertunda karena eksudat inflamasi tidak mengenai peritoneum parietale sampai saat
terjadinya ruptur dan penyebaran infeksi. Nyeri pada appendiks retrocaecal dapat
muncul di punggung atau pinggang. Appendiks pelvic yang terletak dekat ureter atau
pembuluh darah testis dapat menyebabkan peningkatan frekuensi BAK, nyeri pada
testis, atau keduanya. Inflamasi ureter atau vesica urinaria pada appendicitis dapat
menyebabkan nyeri saat berkemih, atau nyeri seperti terjadi retensi urin.
9
Patofisiolgi dan pathogenesis appendicitis
appendiks
Obstruksi lumen
Mukosa terbendung
Appendiks teregang
Appendisitis kronik
Appendicitis kronik
Eksaserbasi *RLQ : Right Lower Quadrant
eksaserbasi akut
10
Konstipasi jarang dijumpai tetapi tenesmus sering dijumpai. Diare sering
didapatkan pada anak-anak, dalam jangka waktu singkat, akibat iritasi ileum terminal
atau caecum. Adanya diare dapat mengindikasikan adanya abscess pelvis.
Jika inflamasi dari appendiks terjadi di dekat ureter atau bladder, gejala dapat
berupa nyeri saat kencing atau perasaan tidak nyaman pada saat menahan kencing dan
distensi kandung kemih. Anorexia, mual, dan muntah biasanya terjadi dalam beberapa
jam setelah onset terjadinya nyeri. Muntah biasanya ringan. Diare dapat terjadi akibat
infeksi sekunder dan iritasi pada ileum terminal atau caecum. Gejala gastrointestinal
yang berat yang terjadi sebelum onset nyeri biasanya mengindikasikan diagnosis selain
appendicitis.
Meskipun demikian, keluhan GIT ringan seperti indigesti atau perubahan bowel
habit dapat terjadi pada anak dengan appendicitis. Pada appendicitis tanpa komplikasi
biasanya demam ringan (37,5 -38,5 0 C). Jika suhu tubuh diatas 38,6 0 C, menandakan
terjadi perforasi. Anak dengan appendicitis kadang-kadang berjalan pincang pada kaki
kanan. Karena saat menekan dengan paha kanan akan menekan Caecum hingga isi
Caecum berkurang atau kosong. Bising usus meskipun bukan tanda yang dapat
dipercaya dapat menurun atau menghilang. Anak dengan appendicitis biasanya
11
menghindari diri untuk bergerak dan cenderung untuk berbaring di tempat tidur dengan
kadang-kadang lutut diflexikan.
- Psoas sign: dilakukan dengan posisi pasien berbaring pada sisi sebelah kiri sendi
pangkal kanan diekstensikan. Nyeri pada cara ini menggambarkan iritasi pada
otot psoas kanan dan indikasi iritasi retrocaecal dan retroperitoneal dari
phlegmon atau abscess. Dasar anatomis terjadinya psoas sign adalah appendiks
yang terinflamasi yang terletak retroperitoneal akan kontak dengan otot psoas
pada saat dilakukan manuver ini.
- Obturator sign: dilakukan dengan posisi pasien terlentang, kemudian gerakan
endorotasi tungkai kanan dari lateral ke medial. Nyeri pada cara ini
menunjukkan peradangan pada M. obturatorius di rongga pelvis. Perlu diketahui
bahwa masing-masing tanda ini untuk menegakkan lokasi Appendix yang telah
mengalami radang atau perforasi. Dasar anatomis terjadinya obturator sign
adalah appendiks yang terinflamasi yang terletak retroperitoneal akan kontak
dengan otot obturator internus pada saat dilakukan manuver ini.
- Rovsing’s sign: dikatakan positif jika tekanan yang diberikan pada LLQ
abdomen menghasilkan sakit di sebelah kanan (RLQ), menggambarkan iritasi
peritoneum. Sering positif tapi tidak spesifik.
- Blumberg’s sign: nyeri lepas kontralateral (tekan di LLQ kemudian lepas dan
nyeri di RLQ).
- Wahl’s sign: nyeri perkusi di RLQ di segitiga Scherren menurun.
- Baldwin test: nyeri di flank bila tungkai kanan ditekuk.
- Defance musculare: bersifat lokal, lokasi bervariasi sesuai letak Appendix.
- Nyeri pada daerah cavum Douglas bila ada abscess di rongga abdomen atau
- Appendix letak pelvis.
- Nyeri pada pemeriksaan rectal tooucher.
- Dunphy sign: nyeri ketika batuk.
12
- Skor Alvarado : Semua penderita dengan suspek Appendicitis akut dibuat skor
Alvarado dan diklasifikasikan menjadi 2 kelompok yaitu: skor <6>6.
Selanjutnya dilakukan Appendectomy, setelah operasi dilakukan pemeriksaan
PA terhadap jaringan Appendix dan hasilnya diklasifikasikan menjadi 2
kelompok yaitu: radang akut dan bukan radang akut.
Manifestasi Skor
Migrasi nyeri 1
Gejala Anoreksia 1
Leukositosis 2
Nilai laboratorium
Hitung leukosit 1
bergeser kekiri
Total skor 10
Keterangan:
13
7-8 : kemungkinan besar Appendicitis
Bila skor 5-6 dianjurkan untuk diobservasi di rumah sakit, bila skor >6 maka
tindakan bedah sebaiknya dilakukan.
Laboratorium Jumlah leukosit diatas 10.000 ditemukan pada lebih dari 90%
anak dengan appendicitis akut. Jumlah leukosit pada penderita appendicitis berkisar
antara 12.000-18.000/mm.
Peningkatan persentase jumlah neutrofil (shift to the left) dengan jumlah normal
leukosit menunjang diagnosis klinis appendicitis. Jumlah leukosit yang normal jarang
ditemukan pada pasien dengan appendicitis. Pemeriksaan urinalisis membantu untuk
membedakan appendicitis dengan pyelonephritis atau batu ginjal. Meskipun demikian,
hematuria ringan dan pyuria dapat terjadi jika inflamasi appendiks terjadi di dekat
ureter.
False positif dapat muncul dikarenakan infeksi sekunder appendix sebagai hasil
dari salphingitis atau inflammatory bowel disease. False negatif juga dapat muncul
karena letak appendix yang retrocaecal atau rongga usus yang terisi banyak udara yang
menghalangi appendix.
14
appendicitis dengan CT-scan ditegakkan jika appendix dilatasi lebih dari 5-7 mm pada
diameternya. Dinding pada appendix yang terinfeksi akan mengecil sehingga memberi
gambaran “halo”.
Diagnosis banding dari Appendicitis dapat bervariasi tergantung dari usia dan
jenis kelamin. Pada anak-anak balita : intususepsi, divertikulitis, dan gastroenteritis
akut. Intususepsi paling sering didapatkan pada anak-anak berusia dibawah 3 tahun.
Divertikulitis jarang terjadi jika dibandingkan Appendicitis. Nyeri divertikulitis hampir
sama dengan Appendicitis, tetapi lokasinya berbeda, yaitu pada daerah periumbilikal.
Pada pencitraan dapat diketahui adanya inflammatory mass di daerah abdomen tengah.
Diagnosis banding yang agak sukar ditegakkan adalah gastroenteritis akut, karena
memiliki gejala-gejala yang mirip dengan appendicitis, yakni diare, mual, muntah, dan
ditemukan leukosit pada feses.
15
skrotum dapat membantu menyingkirkan diagnosis epididimitis. Pada epididimitis,
pasien merasa sakit pada skrotumnya.
Pada wanita usia muda, diagnosis banding appendicitis pada wanita usia muda
lebih banyak berhubungan dengan kondisi-kondisi ginekologik, seperti pelvic
inflammatory disease (PID), kista ovarium, dan infeksi saluran kencing. Pada PID,
nyerinya bilateral dan dirasakan pada abdomen bawah. Pada kista ovarium, nyeri dapat
dirasakan bila terjadi ruptur ataupun torsi.
Pada usia lanjut, appendicitis sering sukar untuk didiagnosis. Diagnosis banding
yang sering terjadi pada kelompok usia ini adalah keganasan dari traktus gastrointestinal
dan saluran reproduksi, divertikulitis, perforasi ulkus, dan kolesistitis. Keganasan dapat
terlihat pada CT Scan dan gejalanya muncul lebih lambat daripada appendicitis. Pada
orang tua, divertikulitis sering sukar untuk dibedakan dengan appendicitis, karena
lokasinya yang berada pada abdomen kanan. Perforasi ulkus dapat diketahui dari
onsetnya yang akut dan nyerinya tidak berpindah. Pada orang tua, pemeriksaan dengan
CT Scan lebih berarti dibandingkan dengan pemeriksaan laboratorium.
2.10 KOMPLIKASI
a. Appendicular infiltrat: Infiltrat / massa yang terbentuk akibat mikro atau makro
perforasi dari Appendix yang meradang yang kemudian ditutupi oleh omentum, usus
halus atau usus besar.
b. Appendicular abscess: Abses yang terbentuk akibat mikro atau makro perforasi dari
Appendix yang meradang yang kemudian ditutupi oleh omentum, usus halus, atau
usus besar.
c. Perforasi
d. Peritonitis
e. Syok septik
f. Mesenterial pyemia dengan Abscess Hepar
g. Gangguan peristaltik
h. Ileus
16
2.11 PENATALAKSANAAN
a. Puasakan
b. Berikan analgetik dan antiemetik jika diperlukan untuk mengurangi gejala
c. Penelitian menunjukkan bahwa pemberian analgetik tidak akan menyamarkan
gejala saat pemeriksaan fisik.
d. Pertimbangkan DD/ KET terutama pada wanita usia reproduksi.
e. Berikan antibiotika IV pada pasien dengan gejala sepsis dan yang membutuhkan
Laparotomy Perawatan appendicitis tanpa operasi
f. Penelitian menunjukkan pemberian antibiotika intravena dapat berguna untuk
Appendicitis acuta bagi mereka yang sulit mendapat intervensi operasi (misalnya
untuk pekerja di laut lepas), atau bagi mereka yang memilki resiko tinggi untuk
dilakukan operasi Rujuk ke dokter spesialis bedah. Antibiotika preoperatif.
g. Pemberian antibiotika preoperative efektif untuk menurunkan terjadinya infeksi
post opersi.
h. Diberikan antibiotika broadspectrum dan juga untuk gram negative dan anaerob
i. Antibiotika preoperative diberikan dengan order dari ahli bedah.
j.
Pemberian antibiotik pada apendisitis yang belum perforasi hanya untuk 24-48
jam. Pada apendisitis perforasi, terapi antibiotik direkomendasikan selama 7-10
hari. Pilihan antibiotik intravena hingga hitung jenis leukosit normal dan afebril
hingga 24 jam.
k. Antibiotik profilaksis harus diberikan sebelum operasi dimulai. Biasanya
digunakan antibiotik kombinasi, seperti Cefotaxime dan Clindamycin, atau
Cefepime dan Metronidazole. Kombinasi ini dipilih karena frekuensi bakteri
yang terlibat, termasuk E.coli, P.aeruginosa, Enterococcus, S.viridans,
Klebsiella, dan Bacteroides
17
Gambar 2.3 Algoritma penatalaksanaan apendisitis
b. Pembedahan
Apendisitis akut ditangani dengan pembedahan segera. Pembedahan dapat
dilakukan dengan open appendectomy atau laparoscopic.
19
BAB 3
ILUSTRASI KASUS
1. IDENTITAS PASIEN
Nama : Nn.ZA
No.RM : 01315199
Tempat/Tanggal lahir : Jakarta/ 27 Februari 2003
Umur : 14 Tahun
Alamat : Jl.Cendrawasih Raya Kebayoran Lama
Pendidikan : Tamat SD
Pekerjaan : Pelajar
Status Perkawinan : Belum Kawin
2. ANAMNESIS
Dilakukan secara autoanamnesis dan alloanamnesis dengan ibu pasien pada
tanggal 22 Oktober 2017 di poli IGD.
Keluhan Utama :
Nyeri perut kanan bawah sejak 1 hari SMRS
20
Riwayat Penyakit Dahulu:
Pasien tidak pernah mengalami nyeri perut serupa dahulu, riwayat operasi tidak
ada, riwayat trauma tidak ada.
Riwayat Sosial:
Pasien suka makan makanan pedas seperti seblak.
3. PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan Umum : Tampak Sakit Sedang
Kesadaran : Compos Mentis
Tanda Vital : TD 96/64 mmHg, HR 103x/menit,RR 20 x/menit, T
37’C
Status Generalis
Mata : Konjungtiva anemis (-/-) Sklera ikterik (-/-)
Leher : Pembesaran KGB (-)
THT : dalam batas normal
Jantung : BJ I-II regular, murmur (-), gallop (-)
Paru : Vesikuler (+/+), ronkhi (-/-), wheezing (-/-)
Ekstremitas : akral hangat, CRT<2 s
Status Lokalis
Abdomen :
I : Tampak datar
A : bising usus (+) normal
P : Supel, McBurney sign (+), defans muscular(-), Nyeri tekan epigastrium (+),
hepar dan lien tidak teraba
P : timpani diseluruh regio abdomen
Pemeriksaan tanda akut abdomen:
PSOAS Sign (+)
Obturator sign (+)
21
4. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan Laboratorium
22
Foto Thorax AP
5. RESUME
Nn. ZA, perempuan, 14 tahun, mengeluh nyeri perut kanan bawah sejak 1 hari
SMRS. 4 hari SMRS, pasien mengeluh nyeri pada ulu hati serta seperti melilit
pada seluruh bagian perut, kemudian 1 hari SMRS, nyeri semakin memberat
dirasakan di bagian perut kanan bawah. Nyeri perut kanan bawah semakin
bertambah berat saat pasien berdiri dan berjalan, dan berkurang saat pasien
berbaring. Pasien juga merasa demam, mual, dan penurunan nafsu makan sejak 2
hari SMRS. Demam dirasakan tidak terlalu tinggi. Pasien suka makan makanan
pedas.
Dari pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum pasien tampak sakit sedang,
tanda vital : TD 96/64 mmHg, HR 103x/menit, RR 20x/menit, T 37’C. Status
generalis dalam batas normal. Pemeriksaan fisik Abdomen didapatkan
McBurney sign (+), Nyeri tekan epigastrium (+). Pemeriksaan tanda akut
abdomen: PSOAS Sign (+) dan Obturator sign (+).
Pemeriksaan penunjang didapatkan, leukosit 13.300/ul (leukositosis), GDS 130
mg/dl, lain-lain dalam batas normal.
23
6. DIAGNOSIS
Appendisitis akut
7. TATALAKSANA
• Pro appendektomi cito
• Puasa
• IVFD RL 500 cc/8 jam
• Inj. Ceftriaxon 2x1gr
• Inj. Ketorolac 3x30 mg
• Inj. Ranitidin 2x50 mg
• Cek DPL, Ur/Cr, OT,PT,GDS,elektrolit, PT,APTT, urinalisa
• Toleransi operasi anestesi dan IKA
8. LAPORAN OPERASI
1. OS tidur posisi supine dalam anastesi spinal
2. A dan antisepsis daerah operasi dan sekitarnya
3. Insisi transversa dititik Mcburney, insisi kutis subkutis dan fascia
4. Otot dipisahkan secara tumpul
5. Ketika peritoneum dibuka tidak keluar pus
6. Identifikasi appendix, appendix letak retrocaecal intraperitoneal ukuran 7
cm x1 cm, hiperemis, tidak ada perforasi, tidak ada fekalith
7. Appendix dibenamkan dalam kantong tembakau
8. Luka operasi dicuci dengan kasa lembab
9. Luka operasi ditutup lapis demi lapis
10. Operasi selesai
24
9. INSTRUKSI POST OPERASI
• Awasi tanda vital, dan pendarahan
• IVFD kabiven 1440:RL 1500/24 jam
• Inj Cefotaxim 3x1 gr
• Inj Paracetamol 3x1 amp
• Inj Ranitidin 2x 50 mg
• Jika sadar penuh boleh diet lunak
• Mobilisasi bertahap
• Rawat luka
10. FOLLOW UP
• Senin, 23 Oktober 2017
S Nyeri luka operasi VAS 2-3
O KU baik,cm
TTV: TD 90/60, N: 80 x/menit, RR: 18x/menit, S: 36,6’C
Status generalis : dalam batas normal
Status lokalis : luka bekas operasi tertutup verban, tidak ada rembes.
A POD I Post Appendektomi ai Appendisitis akut.
P IVFD kabiven 1440:RL 1500/24 jam
Inj Cefotaxim 3x1 gr
Inj Paracetamol 3x1 amp
Inj Ranitidin 2x 50 mg
Rawat luka
25
Obat pulang:
Cefixim 2x200 mg po
Asam mefenamat 3x500 mg po
11. Prognosis
Ad vitam : ad bonam
Ad sanactionam : ad bonam
Ad functionam : ad bonam
26
12. DOKUMENTASI
Pre operatif
Intra operatif
Post-peratif
27
BAB 4
PEMBAHASAN
Mukus yang terus disekresikan oleh sel goblet mukosa apendiks pada
lumen yang obstruksi mengakibatkan distensi dan peningkatan tekanan
dinding apendiks. Selanjutnya timbul gangguan drainase limfe,
mengakibatkan edema, diapedesis bakteri dan ulserasi mukosa. Distensi
tersebut yang menimbulkan nyeri viseral periumbilikal.
28
sedangkan pada pasien ini terdapat leukositosis. Konstipasi, merupakan salah
satu penyebab nyeri abdomen pada anak-anak, tetapi tidak ditemukan adanya
demam. Pada pasien ini, tidak terdapat keluhan Buang air bersar seperti
konstipasi, juga pada pasien terdapat demam. Infark omentum juga dapat
dijumpai pada anak-anak dan gejala-gejalanya dapat menyerupai
appendicitis. Pada infark omentum, dapat teraba massa pada abdomen dan
nyerinya tidak berpindah, sedangkan pada pasien ini tidak teraba massa pada
abdomen dan terdapat nyeri yang berpindah dari nyeri epigastrium kemudian
ke nyeri perut kanan bawah.
29
BAB 5
KESIMPULAN
30
DAFTAR PUSTAKA
1. Drake RL, Vogl AW, Mitchell AW. 2013. Grey’s Basic Anatomy. USA:
Elsevier
2. Martini, Frederick H. 2012. Fundamentals of Anatomy & Physiology 9th
Edition. USA: Pearson Publishing
3. Netter FH. 2013. Netter atlas of human anatomy . Philadelphia : Elsevier.
4. Ramon RG, Hasan HE, Marguerite A W, et al. Diagnosis and management of
acute appendicitis. EAES consensus development conference 2015. Surg
Endosc. 2016; 30 (11): 4668–4690
5. Buku ajar Ilmu Bedah Sjamsuhidajat-de Jong edisi 3. 2010.
6. Depertemen Kesehatan Republik Indonesia. 2008. Profil Kesehatan Indonesia
2008. Jakarta: Depkes RI
7. Acosta J, Adams CA, Alarcon LH, et al. 2007. Sabiston Textbook of Surgery,
18th ed. USA: Saunders Elsevier
8. Sabatine MS. Pocket medicine 4th ed. USA: Lippincott Williams & Wilkins and
Wolters Kluwer; 2011
31