Anda di halaman 1dari 13

Kompetensi 3a korioamnionitis

Definisi

Koriamnionitis adalah infeksi pada korion dan amnion

Korioamnionitis merupakan infeksi jaringan membarana fetalis beserta cairan amnion yang
terjadi sebelum partus sampai 24 jam post partum.

Korioamnionitis adalah peradangan ketuban, biasanya berkaitan dengan pecah ketuban lama
dan persalinan lama. Korioamnionitis adalah keadaan pada perempuan hamil dimanakorion,
amnion, dan cairan ketuban terkena infeksi bakteri. Korioamnionitis merupakankomplikasi
paling serius bagi ibu dan janin, bahkan berlanjut menjadi sepsis. Korioamnionitistersamar
(“silent”), yang disebabkan oleh beragam mikroorganisme, baru-baru ini munculsebagai
salah satu penjelasan kasus-kasus pecah ketuban, persalinan premature, atau
keduanya.Korioamnionitis meningkatkan morbiditas janin dan neonatus secara bermakna.
Secara spesifik ,sepsis neonatus, distress pernapasan, perdarahan intraventrikel, kejang,
leukomalasia periventrikel, dan palsi serebral lebih sering terjadi pada bayi yang lahir dari ibu
dengankorioamnionitis.

Etiologi

Infeksi pada membran dan cairan amnion dapat disebabkan oleh mikroorganisme yang
bervariasi. Bakteri dapat ditemukan melalui amniosintersis transabdominal sebanyak 20%
padawanita dengan persalinan preterm tanpa manifestasi klinis infeksi dan dengan membrane
fetalisyang intak (Cox dan rekan kerja, 1996; Watts dan kolega, 1992). Produk viral juga
ditemukan(Reddy and colleagues, 2001). Infeksi tidak terbatas pada cairan amnion.

Penyebab korioamnionitis adalah infeksi bakteri yang terutama berasal dari


traktusurogenitalis ibu. Secara spesifik permulaan infeksi berasal dari vagina, anus, atau
rektum danmenjalar ke uterus. Angka kejadian korioamnionitis 1-2 % Faktor resiko
terjadinyakorioamninitis adalah kelahiran prematur atau ketuban pecah lama. Mycoplasma
genital, sepertiureaplasma urealyticum dan mycoplasma hominis (genital mycoplasma),
organisme ini memicuefek reaksi inflamasi mempengaruhi ibu dan fetus khususnya pada mur
kehamilan preterm.Biasanya organisme ini terisolasi dalam cairan amnion pada persalinan
preterm atau padaketuban pecah dini tanpa tanda-tanda korioamnionitis. Genital mycoplasma
ditemukan padatraktus genital bawah (vagina atau servik) sedangkan keberadaannya di
traktus genital atas ( uterus dan atau tuba falopi) dan korioamnion sangat jarang terjadi (<5%)
pada saat tidak saat bersalin atau ketuban pecah.

Bakteri anaerob lainnya yang dapat menyebabkan korioamnionitis seperti


Gardnerellavaginalis dan bacteroides, bakteri aerob lainnya termasuk Group B Streptococcus
(GBS 15 %)dan bakteri gram negatif termasuk Escherichia coli. Organisme-organisme ini
merupakan floranormal vagina dan flora normal enterik. Biasanya korioamnionitis
disebabkan oleh penyebaransecara hematogen ke placenta karena bakteri dan virus.
faktor risiko

 Persalinan premature
 Persalinan lama
 Ketuban pecah lama
 Pemeriksaan dalam yang dilakukan berulang ulang
 Adanya bakteri patogen pada traktus genitalia (IMS, BV)
 Alkohol
 Rokok

Epidemiologi

Insidensi dari chorioamnionitis adalah 1 – 5% dari kehamilam aterm dan sekitar 25% dari
partus preterm.

Patofisiologi dan patogenesis singkat penyakit

Patogenesis korioamnionitis disebabkan oleh organisme yang menginfeksi korioamniondan


atau tali pusat lalu menjalar ke plasenta. Mulainya infeksi biasanya disebabkan oleh
infeksisecara retrograde atau ascending dari traktus genitalia bawah (cervix dan vagina).
Penyebaransecara hematogen atau tranplacental dan infeksi iatrogenic karena komplikasi dari
amniosintesisatau sampling korionik villous jarang menimbulkan infeksi. Infeksi anterograde
bermula dari peritoneum via tuba falopi. Adanya infeksi dari mikroorganisme memicu respon
inflamasi darimaternal dan fetal sehingga melepaskan kombinasi proinflamasi dan inhibisi
sitokin danchemokines dari ibu dan janinnya. Respon inflamasi mungkin menimbulkan
tanda-tandakorioamnionitis dan atau dapat memicu pelepasan prostaglandin, pematangan
servik, perlukaanmembrane dan persalinan aterm atau preterm pada umur kehamilan dini.
Selain dapatmenimbulkan infeksi dan sepsis pada fetus, respon inflamasi fetus dapat
menimbulkan kerusakan pada serebral pada white matter, yang akhirnya dapat menyebabkan
cerebral palsy dan kelainanneurological jangka pendek dan jangka panjang lainnya.

Mekanisme pertahanan tubuh tidak bisa secara adekuat mencegah infeksi intramnion,namun
mekanisme pertahanan local memerankan peran penting dalam pencegahan infeksi.Mucous
plug yang terdapat di cervical serta mucous yang terdapat di placenta dan
membrannyamemberikan perlindungan barier untuk mencegah infeksi dari carian amnion dan
fetus.Lactobacillus yang memproduksi peroxide dan berkoloni di jalan lahir yang merupakan
floranormal juga dapat menahan virulensi mikroorganisme pathogen.
Manifestasi klinis penyakit

Koriomnionitis tidak selalu menimbulkan gejala. Bila timbul gejala antara lain demam,nadi
cepat, berkeringat, uterus pada perabaan lembek, dan cairan berbau keluar dari
vagina.Diagnosis korioamninitis ditegakkan dengan pemeriksaan fisik, gejala-gejala tersebut
di atas,kultur darah, dan cairan amnion. Kesejahteraan janin dapat diperiksa dengan
ultrasound dankardiotokografi.

Korioamnionitis secara klinis bermanifestasi sebagai demam pada ibu dengan suhu 38celcius
atau lebih, biasanya berkaitan dengan pecah ketuban. Demam pada ibu selama persalinanatau
setelah ketuban pecah biasanya disebabkan oleh korioamnionitis kecuali dibuktikan
lain.Demam sering disertai oleh takikardi ibu dan janin, lokia berbau busuk, dan nyeri tekan
fundus.Leukositosis material semata-mata tidak dapat diandalkan untuk mendiagnosis
korioamnionitis.

Penegakan diagnosis

Korioamnionitis adalah diagnosis klinis yang ditegakkan bila ditemukan demam >38c dengan
2 atau lebih tanda berikut:

 Leukositosis .15.000 sel/mm3


 Denyut jantung janin >160 kali/menit
 Frekuensi nadi ibu >100 kali/menit
 Nyeri tekan fundus saat tidak berkontraksi
 Cairan amnion berbau

Uji laboratorium untuk diagnosis seperti pemeriksaan hapusan Gram atau kultur padacairan
amnion biasanya tidak dilakukan. Pemeriksaan amniosentesis biasanya dilakukan pada
persalinan preterm yang refrakter (supaya dapat diputuskan apabila tokolisis tetap
dilanjutkanatau tidak) dan pada pasien yang PROM (apakah induksi perlu dilakukan).
Indikasi lain dariamniosentesis adalah untuk mencari differential diagnosis dari Infeksi
intramnion, prenatal genetic studies, dan memperediksi kematangan paru.

 Parameter Cairan Amniotik


o Kultur : Pertumbuhan mikroba
o Pewarnaan gram : Bakteri atau leukosit
o Kadar glukosa : <15 mg/dl14
o IL-6 : >7,9 mg/ml
o Matrix metalloproteinase : Hasilnya positif
o Jumlah leukosit : >30/mm
o Leukosit esterase : Positif (dipstick

Penatalaksanaan awal (protokol/algoritma tatalaksana, medikamentosan dan non


medikamentosa)
a. Tatalaksana umum
 Rujuk pasien ke rumah sakit
 Beri antibiotika kombinasi : ampisilin 2g IV tiap 6 jam ditambah gentamisin 5
mg/kgbb/iv setiap 24 jam
 Terminasi kehamilan. Nilai serviks untuk menentukan cara persalinan:
i. Jika serviks matang : lakukan induksi persalinan dengan oksitosin
ii. Jika serviks belum matang : matangkan dengan prostaglandin dan infus
oksitosin, atau lakukan seksio sesarea.
 Jika persalinan dilakukan pervaginam, hentikan antibiotika setelah persalinan.
Jika persalinan dilakukan dengan seksio sesaria, lanjutkan antibiotika dan
tambahkan metronidazol 500 mg IV tiap 8 jam sampai bebas demam selama
48 jam.
 Bila janin telah meninggal upayakan persalinan pervaginam, tindakan
perabdominam(seksio sesarea) cenderung terjadi sepsis. Lakukan induksi atau
akselerasi persalinan.
b. Tatalaksana khusus
 Jika tedapat metritis ( demam, cairan vagina berbau) berikan antibiotika
 Jika bayi mengalami sepsis, lakukan pemeriksaan kultur darah dan beri
antibiotika yang sesuai selama 7-10 hari.

Edukasi

Menentukan rujukan yang tepat

Rujuk ke spesialis obsgin di Rumah Sakit untuk dilakukan terminasi


Kompetensi 3b distosia

Definisi

Distosia bahu adalah suatu keadaan diperlukannya tambahan manuver obstetrik oleh karena
dengan tarikan biasa ke arah belakang pada kepala bayi tidak berhasil untuk melahirkan bayi.
Pada persalinan dengan presentasi kepala, setelah kepala lahir bahu tidak dapat dilahirkan
dengan cara pertolongan biasa dan tidak didapatkan sebab lain lain dari kesulitan tersebut.

Kondisi ini merupakan kegawatdaruratan obtetri karena bayi dapat meninggal jika tidak
segera dilahirkan.

Etiologi dan faktor risiko

Antepartum Intrapartum
Makrosomia Kala I lama
Diabetes melitus Partus macet
Obesitas / IMT>30 kg/m2 Kala II lama
Prolonged pregnancy Stimulasi oksitosin
Riwayat distosia sebelumnya Persalinan vaginal dengan tindakan
Induksi persalinan
Fetal size or maternal weight gain yang
berlebihan

Epidemiologi

Insidensi distosia bahu sebesar 0,2 -0,3 % dari seluruh persalinan vaginal presentasi kepala.
Namun jika distosia bahu didefinisikan sebagai jarak waktu antara lahirnya kepala dengan
lahirnya badan bayi lebih dari 60 detik, maka insidensinya menjadi 11%.

Patofisiologi dan patogenesis singkat penyakit

Pada mekanisme persalinan normal, ketika kepala dilahirkan, maka bahu memasuki panggul
dalam posisi oblik. Bahu posterior memasuki panggul lebih dahulu sebelum bahu antertior.
Ketika kepala melakukan putran paksi luar, bahu posterior berada dicekungan tulang sakrum
atau di sekitar spina iskhiadika, dan memberikan ruang yang cukup bagi bahu anterior untuk
memasuki panggul melalui belakang tulang pubis atau berotasi dari foramen obturator.
Apabila bahu berada dalam posisi antero-posterior ketika hendak memasuki pintu atas
panggul, maka bahu posterior dapat tertahan promontorium dan bahu anterior tertahan tulang
pubis. Dalam keadaan demikian kepala yang sudah dilahirkan akan tidak dapat melakukan
putar paksi luar, dan tertahan akibat adanya tarikan yang terjadi antara bahu posterior dengan
kepala (disebut dengan turtle sign)

Manifestasi klinis penyakit

Penegakan diagnosis (anamnesis, px fisik, px penunjang, diagnosis banding min 3)


Belum ada cara untuk memastikan akan terjadinya distosia bahu pada suatu persalinan.

Distosia bahu dapat dikenali apabila didapatkan adanya :

 Kepala bayi sudah lahir, tetapi bahu tertahan dan tidak dapat dilahirkan.
 Kepala bayi sudah lahir, tetapi tetap menekan vulva dengan kencang.
 Dagu tertarik dan tertekan perineum
 Traksi pada kepala tidak berhasil melahirkan bahu yang tetap tertahan di kranial
simfisis pubis.

Penatalaksanaan awal (protokol/algoritma tatalaksana, medikamentosan dan non


medikamentosa)

Penanganan
Diperlukan seorang asisten untuk membantu, sehingga segeralah minta bantuan. Jangan
melakukan tarikan atau dorongan seblum memastikan bahwa bahu posterior sudah masuk ke
panggul. Bahu posterior yang belum melewati pintu atas panggul akan semakin sulit
dilahirkan bila dilakukan tarikan pada kepala. Untuk mengendorkan ketegangan yang
menyulitkan bahu posterior masuk panggul tersebut, dapat dilakukan episiotomi yang luas,
posisi McRoberts, atau posisi dada lutut. Dorongan pada fundus juga tidak diperkenankan
karena semakin menyulitkan bahu untuk dilahirkan dan berisiko menimbulkan ruptur uteri.
Di samping perlunya asisten dan pemahaman yang baik tentang mekanisme persalinan,
keberhasilan pertolongan persalinan dengan distosia bahu juga ditentukan oleh waktu.
Setelah kepala lahir akan terjadi penurunan PH arteria umbilikalis dengan lajju 0,05
unit/menit. Dengan demikian pada bayi yang sebelumnya tidak mengalami hipoksia tersedia
waktu antara 4-5 menit untuk melakukan manuver melahirkan bahu sebelum terjadi cidera
hipoksik pada otak.

Secara sitematis tindakan pertolongan distosia bahu adalah sebagi berikut.

Diagnosis

Hentikan traksi pada kepala, segera memanggil bantuan

Manuver McRobert ( posisi McRobert, episiotomi bila perlu, tekanan suprapubik, tarikan
kepala)

Manuver Rubin ( posisi tetap McRobert, rotasikan bahu, tekanan suprapubik, tarikan kepala)

Lahirkan bahu posterior, atau posisi merangkak, atau manuver wood


Sumber: sarwono
Langkah pertama : Manuver McRobert
Manuver McRobert dimulai dengan memosisikan ibu dalam posisi McRobert, yaitu ibu
telentang, memfleksikan kedua paha sehingga lutut menjadi sedekat mungkin ke dada, dan
rotasikan kedua kaki ke arah luar (abduksi). Lakukan episiotomi yang cukup lebar. Gabungan
episiotomi dan posisi McRobert akan mempermudah bahu posterior melewati promontorium
dan masuk ke dalam panggul. Mintalah asiten menekan suprasimfisis ke arah posterior
menggunakan pangkal tangannya untuk menekan bahu anterior agar mau masuk di bawah
simfisis. Sementara itu lakukan tarikan pada kepala janin ke arah posterokaudal dengan
mantap.
Langkah tersebut akan melahirkan bahu anterior. Hindari tarikan berlebihan akrena akan
mencediai pleksus brakhialis. setelah bahu anterior dilahirkan, langkah selanjutnya sama
dengan pertolongan persalinan presentasi kepala. Manuver ini cukup sederhana, aman, dan
dapat mengatasi sebagian besar distosia bahu derajat ringan sampai sedang.

Langkah kedua : Manuver Rubin


Oleh karena diameter anteroposterrior pintu atas panggul lebih sempit daripada diameter
oblik atau transversanya, maka apabila bahu dalam anteropposterior perlu diubah menjadi
posisi oblik atau transversa untuk memudahkan melahirkannya. Tidak boleh melakukan
putaran pada kepala atau leher bayi untuk mengubah posisi bahu, yang dapat dilakukan
adalah memutar bahu secara langsung atau melakukan tekanan suprapubik ke arah dorsal.
Pada umumnya sulit untuk meraih bahu anterior, sehingga pemutaran bahu lebih mudah
dilakukan pada bahu posteriornya. Masih dalam posisi McRobert, masukkan tangan pada
bagian posterior vagina, tekanlah daerah ketiak bayi sehingga bahu berputar menjadi posisi
oblik atau transversa. Lebih menguntungkan bila pemutaran itu ke arah yang membuat
punggung bayi menghadap ke arah anterior (manuver rubin anterior) oleh karena kekuatan
tarikan yang diperlukan untuk melahirkannya lebih rendah dibandingkan dengan posisi bahu
anteroposterior atau punggung bayi menghadap ke arah posterior. Ketika dilakukan
penekanan suprapubik pada posisi punggung janin anterior akan membuat bahu lebih
abduksi, sehingga diameternya mengecil. Dengan bantuan tekanan suprasimfisis ke arah
posterior, lakukan tarikan kepada ke arah posterokaudal dengan mantap untuk melahirkan
bahu anterior.

Langkah ketiga : melahirkan bahu posterior, posisi merangkak, atau manuver Wood.
Melahirkan bahu posterior dilakukan pertama kali dengan mengidentifikasi dulu posisi
punggung bayi. Masukkan tangan penolong yang berseberangan dengan punggung bayi (
punggung kanan berrarti tangan kanan, punggung kiri berarrti tangan kiri) ke vagina.
Temukan bahu posterior, telusuri lengan atas dan buatlah sendi siku menjadi fleksi ( bisa
dilakukan dengan menakan fossa cubiti). Peganglah lengan bawah dan buatlah gerakan
mengusap ke arah dada bayi. Langkah ini akan membuat bahu psterior lahir dan memberikan
ruang cukup bagi bahu anterior masuk kebawah simfisis. Dengan bantuan tekanan
suprasimfisis ke arah posterior, lakukan tarikan kepala ke arah posterokaudal dengan mantap
untuk melahirkan bahu anterior.
Manfaat posisi merangkak didasarkan asumsi flesibilitas sendi sakro iliaaca bisa
meningkatkan diameter sagital pintu atas panggul sebesar 1-2 cm dan pengaruh gravitasi akan
membantu bahu posterior melewati promontorium. Pada posisi telentang atau litotomi, sendi
sakroiliaka menjadi terbatasa mobilitasnya. Pasien memopang tubuhnya dengan kedua tangan
dan kedua lututnya. Pada manuver ini bahu posterior dilahirkan terlebih dahulu dengan
melakukan tarikan kepala.
Bahu melalui panggul ternyata tidak dalam gerak lurus, tetapi berputar seperti uliran sekrup.
Berdasarkan hal itu, memutar bahu akan mempermudah melahirkannya. Manuver wood
dilakukan dengan menggunakan dua jari tangan yang bersebrangan dengan punggung bayi (
punggung kanan berarti tangan kanan, punggung kiri berarti tangan kiri) yang diletakkan di
bagian depan bahu posteror. Bahu posterior dirotasi 180 derajat. Dengan demikian, bahu
posterior menjadi bahu anterior dan posisinya berada dibawah arkus pubis, sedangkan bahu
anterior memasuki pintu atas panggul dan berubah menjadi bahu posterior. Dalam posisi
seperti itu, bahu anterior akan dengan mudah dapat dilahirkan.

Setelah melakukan prosedur pertolongan distosia bahu, tindakan selanjtnya adalah


melakukan proses dekontaminasi dan pencegahan infeksi pasca tindakan serta perawatan
pascatindakan. Perawataan pascatindakan termasuk menuliskan laporan di lembar catatan
medik dan memberikan konseling pasca tindakan.

ALGORITMA PENANGANAN DISTOSIA BAHU

Persalinan macet karena distosia bahu

Minta tolong dan posisikan ibu

Lakukan tindakan episiotomi

Lakukan manuver Mc Roberts dan


penekanan suprasimfisis

Ya Bayi berhasil lahir pervaginam Tidak

Lakukan Manuver Untuk Rotasi Internal*


Atau
Lakukan manuver melahirkan lengan posterior*

Ya Bayi berhasil lahir pervaginam Tidak

Rujuk
Sumber WHO

*hanya bila ada penolong terlatih, jika tidak segera rujuk


Edukasi dan pencegahan

 Mengidentifikasi faktor risiko terjadinya distosia bahu dan mengkomunikasikan


akibat yang dapat terjadi pada ibu serta keluarga.
 Tawarkan untuk dilakukan bedah sesar pada persalinan vaginal resiko tinggi : janin
luar biasa besar (>5kg), janin sangat besar (.4,5kg) dengan ibu diabetes, janin besar
(>4kg) dengan riwayat distosia bahu pada persalinan sebelumnya, kala II yang
memanjajng dengan janin besar.
 Identifikasi dan obati diabetes ibu
 Selalu bersiap bila sewaktu waktu terjadi
 Kenali adanya distosia seawal mungkin. Upaya mengejan, menekan suprapubis atau
fundus, dan traksi berpotensi meningkatkan resiko cidera pada janin.
 Perhatikan waktu dan segera meminta pertolongan begitu distosia diketahui. Bantuan
diperlukan untuk membuat posisi McrRoberts, pertolongan persalinan, resusitasi bayi,
dan tindakan anestesia (bila perlu).

Menentukan rujukan yang tepat

Rujuk pada spesialis obsgyn di rumah sakit terdekat


Kompetensi 2 hematokolpos

Definisi

Hematokolpos berasal dari kata Yunani “Hemato” dan “colpos” yang artinya darah
dan vagina. Hematokolpos adalah suatu kondisi obstruksi pada aliran darah mestruasi pada
vagina yang di sebabkan oleh Himen Imperforata.
Hematokolpos merupakan suatu keadaan dimana darah terkumpul di dalam vagina
dan berangsur-angsur dapat bertambah banyak membentuk gumpalan yang mirip kista dan
biasanya di temukan pada penderita dengan Himen Imperforata yang merupakan kelainan
kongenital akibat atresia himen, yaitu selaput dara tanpa adanya hiatus himen.

Etiologi dan faktor risiko

Himen imperforata merupakan suatu malformasi kongenital. Himen Imperforata tanpa


mukokolpos yang berasal dari jaringan fibrous dan jaringan lunak antara labium minora sulit
di bedakan dengan tidak adanya vagina. Aplasia dan atresia vagina terjadi karena kegagalan
perkembangan duktus mullerian, sehingga vagina tidak terbentuk dan lubang vagina hanya
berupa lekukan kloaka.
Kelainan kongenital Himen Imperforata secara pasti belum jelas, akan tetapi beberapa
peneliti, ada yang menganggap karena adanya gangguan pada gen autosomal resesif,
gangguan pada transmited sex-linked autosomal dominan. Penyebab lainnya mungkin
berhubungan dengan kegagalan apoptosis atau berkaitan dengan gangguan hormonal seperti
kurangnya reseptor esterogen, selain itu bisa pengaruh keluarga dan bahan teratogenik.

Epidemiologi

Himen imperforata adalah kelainan kongenital yang relatif jarang terjadi, di manamembran
himen menutupi lubang vagina sehingga haematocolpos, yang sering menyebabkansakit perut
pada anak perempuan remaja. Penderita yang mengalami himen imperforatafrekuensinya
tidak begitu banyak, yaitu 1 dalam 4000 kelahiran (Bryan dkk, 1949), 1 dalam4000 sampai
10.000 kelahiran (ACOG).

Patofisiologi dan patogenesis singkat penyakit

Darah menstruasi dari satu siklus menstruasi pertama atau kedua yang terkumpul di
vagina belum menyebabkan peregangan vagina dan belum menimbulkan gejala. Darah yang
terkumpul di dalam vagina (hematokolpos) menyebabkan himen tampak kebiruan dan
menonjol (himen buldging) akibat meregangnya mukosa himen.
Bila keadaan ini di biarkan berlanjut maka darah haid akan mengakibatkan over
distensi vagina dan kanalis serviks, sehingga terjadi dilatasi dan darah haid akan mengisi
kavum uteri (Hematometra). Tekanan intrauterin mengakibatkan darah dari kavum uteri juga
dapat memasuki tuba falopi dan menyebabkan hematosalping karena terbedntuknya adhesi
(perlekatan) pada fimbriae dan ujung tuba, sehingga darah tidak masuk atau hanya sedikit
yang dapat masuk ke kavum peritoneum membentuk hematoperitoneum bahkan dapat terjadi
iritasi yang dapat menyebabkan peritonitis.

Manifestasi klinis penyakit

Tanda dan gejala dari kelainan ini sering di jumpai pada usia 11-15 tahun saat anak
perempuan tersebut sudah mulai mengalami menarke. Adanya bendungan darah pada cavum
vagina dan cavum uteri ini menyebabkan rasa nyeri yang hebat pada bagian bawah abdomen
yng di sebut juga molmina mestrualia.
Penderita dengan Hematokolpos menunjukan gejala amenorea. Gadis yang
bersangkutan mengalami keluhan nyeri berkala yang kurang jelas dan kadang di sertai sakit
perut menetap. Pada amenorea primer dengan keluhan yang tidak jelas, harus di pikirkan
kemungkinan atresia himen.
Keluhan khas, pada Himen Imperforata yaitu sekali sebulan selama beberapa hari
mengalami sakit perut. Biasanya gadis itu sendiri, ibunya, maupun dokter tidak memikirkan
kemungkinan haid bila “belum pernah ada”. Keluhan miksi mungkin berupa polakisuri
karena kapasitas buli-buli menjadi kecil, sedangkan keluhan defekasi umumnya tidak
menonjol.
Pada pemeriksaan perut, di dapatkan benjolan perut bagian bawah yang tidak jelas
asalnya, yang sebenarnya merupakan hematokolpos. Kadang hematometra, atau
hematosalphing dapat di raba melalui palpasi perut. Pada ispeksi vulva, terlihat atresia himen
yang berwarna kebiruan dan biasanya menonjol. Pada pemeriksaan colok dubur dapat di
tentukan besar dan luasnya gumpalan darah di alat kelamin bawah. Hematometra sering sukar
di temukan pada pemeriksaan fisik karena kurang besar, demikian pula hematosalping.
Hematoperitoneum mungkin tidak bergejala.
Untuk menentukan ada dan luasnya perdarahan di uterus, tuba, dan rongga perut, di
lakukan pemeriksaan ultrasonografi.

Penegakan diagnosis (anamnesis, px fisik, px penunjang, diagnosis banding min 3)


Ada beberapa pemeriksaan yang dapat mendiagnosa Himen Imperforata yaitu :

A. Anamnesa dan pemeriksaan fisik


Pada anamnesa dapat di ketahui bahwa pasien merupakan wanita usia pubertas,
namun belum pernah menarke. Selain itu pasien mengeluh nyeri perut bagian bawah
setiap bulannya dan gangguan saat BAK dan BAB serta pasien tidak pernah di
diagnosa penyakit kista atau tumor. Pada pemeriksaan fisik dapat di jumpai adanya
hiatus himenalis, hematokolpos atau himen buldging serta hematometra yang di
tandai adanya masa yang teraba di suprapubik.
B. Pemeriksaan imaging
Pada USG dapat segera di diagnosa hematokolpos atau hematometra. Pada
hematometra terdapat gambaran hipoechoic di dalam cavum uteri. Sedangkan pada
hematokolpos dapat gambaran hipoechoic pada kanalis servikalis dan vagina. Apabila
dengan USG tidak jelas, di perlukan pemeriksaan MRI untuk mengetahui apakah ada
anomali kongenital traktus urinaria yang menyertai.

Diagnosis banding
atresia himen antara lain kehamilan, retensi urin, peritonitis tuberkulosa, kista ovarium, dan
aplasia vagina. Untuk memastikan diagnosis di lakukan anamnesis untuk mendapatkan
riwayat amenorea primer serta inspeksi dan colok dubur.
Pada neonatus atau gadis kecil, vagina mungkin terisi oleh cairan lendir. Keadaan ini di
sebut hirokolpos.

Menentukan rujukan yang tepat

Rujuk ke spesialis obsgyn untuk dilakukan himenektomi

Anda mungkin juga menyukai