Definisi
Korioamnionitis merupakan infeksi jaringan membarana fetalis beserta cairan amnion yang
terjadi sebelum partus sampai 24 jam post partum.
Korioamnionitis adalah peradangan ketuban, biasanya berkaitan dengan pecah ketuban lama
dan persalinan lama. Korioamnionitis adalah keadaan pada perempuan hamil dimanakorion,
amnion, dan cairan ketuban terkena infeksi bakteri. Korioamnionitis merupakankomplikasi
paling serius bagi ibu dan janin, bahkan berlanjut menjadi sepsis. Korioamnionitistersamar
(“silent”), yang disebabkan oleh beragam mikroorganisme, baru-baru ini munculsebagai
salah satu penjelasan kasus-kasus pecah ketuban, persalinan premature, atau
keduanya.Korioamnionitis meningkatkan morbiditas janin dan neonatus secara bermakna.
Secara spesifik ,sepsis neonatus, distress pernapasan, perdarahan intraventrikel, kejang,
leukomalasia periventrikel, dan palsi serebral lebih sering terjadi pada bayi yang lahir dari ibu
dengankorioamnionitis.
Etiologi
Infeksi pada membran dan cairan amnion dapat disebabkan oleh mikroorganisme yang
bervariasi. Bakteri dapat ditemukan melalui amniosintersis transabdominal sebanyak 20%
padawanita dengan persalinan preterm tanpa manifestasi klinis infeksi dan dengan membrane
fetalisyang intak (Cox dan rekan kerja, 1996; Watts dan kolega, 1992). Produk viral juga
ditemukan(Reddy and colleagues, 2001). Infeksi tidak terbatas pada cairan amnion.
Persalinan premature
Persalinan lama
Ketuban pecah lama
Pemeriksaan dalam yang dilakukan berulang ulang
Adanya bakteri patogen pada traktus genitalia (IMS, BV)
Alkohol
Rokok
Epidemiologi
Insidensi dari chorioamnionitis adalah 1 – 5% dari kehamilam aterm dan sekitar 25% dari
partus preterm.
Mekanisme pertahanan tubuh tidak bisa secara adekuat mencegah infeksi intramnion,namun
mekanisme pertahanan local memerankan peran penting dalam pencegahan infeksi.Mucous
plug yang terdapat di cervical serta mucous yang terdapat di placenta dan
membrannyamemberikan perlindungan barier untuk mencegah infeksi dari carian amnion dan
fetus.Lactobacillus yang memproduksi peroxide dan berkoloni di jalan lahir yang merupakan
floranormal juga dapat menahan virulensi mikroorganisme pathogen.
Manifestasi klinis penyakit
Koriomnionitis tidak selalu menimbulkan gejala. Bila timbul gejala antara lain demam,nadi
cepat, berkeringat, uterus pada perabaan lembek, dan cairan berbau keluar dari
vagina.Diagnosis korioamninitis ditegakkan dengan pemeriksaan fisik, gejala-gejala tersebut
di atas,kultur darah, dan cairan amnion. Kesejahteraan janin dapat diperiksa dengan
ultrasound dankardiotokografi.
Korioamnionitis secara klinis bermanifestasi sebagai demam pada ibu dengan suhu 38celcius
atau lebih, biasanya berkaitan dengan pecah ketuban. Demam pada ibu selama persalinanatau
setelah ketuban pecah biasanya disebabkan oleh korioamnionitis kecuali dibuktikan
lain.Demam sering disertai oleh takikardi ibu dan janin, lokia berbau busuk, dan nyeri tekan
fundus.Leukositosis material semata-mata tidak dapat diandalkan untuk mendiagnosis
korioamnionitis.
Penegakan diagnosis
Korioamnionitis adalah diagnosis klinis yang ditegakkan bila ditemukan demam >38c dengan
2 atau lebih tanda berikut:
Uji laboratorium untuk diagnosis seperti pemeriksaan hapusan Gram atau kultur padacairan
amnion biasanya tidak dilakukan. Pemeriksaan amniosentesis biasanya dilakukan pada
persalinan preterm yang refrakter (supaya dapat diputuskan apabila tokolisis tetap
dilanjutkanatau tidak) dan pada pasien yang PROM (apakah induksi perlu dilakukan).
Indikasi lain dariamniosentesis adalah untuk mencari differential diagnosis dari Infeksi
intramnion, prenatal genetic studies, dan memperediksi kematangan paru.
Edukasi
Definisi
Distosia bahu adalah suatu keadaan diperlukannya tambahan manuver obstetrik oleh karena
dengan tarikan biasa ke arah belakang pada kepala bayi tidak berhasil untuk melahirkan bayi.
Pada persalinan dengan presentasi kepala, setelah kepala lahir bahu tidak dapat dilahirkan
dengan cara pertolongan biasa dan tidak didapatkan sebab lain lain dari kesulitan tersebut.
Kondisi ini merupakan kegawatdaruratan obtetri karena bayi dapat meninggal jika tidak
segera dilahirkan.
Antepartum Intrapartum
Makrosomia Kala I lama
Diabetes melitus Partus macet
Obesitas / IMT>30 kg/m2 Kala II lama
Prolonged pregnancy Stimulasi oksitosin
Riwayat distosia sebelumnya Persalinan vaginal dengan tindakan
Induksi persalinan
Fetal size or maternal weight gain yang
berlebihan
Epidemiologi
Insidensi distosia bahu sebesar 0,2 -0,3 % dari seluruh persalinan vaginal presentasi kepala.
Namun jika distosia bahu didefinisikan sebagai jarak waktu antara lahirnya kepala dengan
lahirnya badan bayi lebih dari 60 detik, maka insidensinya menjadi 11%.
Pada mekanisme persalinan normal, ketika kepala dilahirkan, maka bahu memasuki panggul
dalam posisi oblik. Bahu posterior memasuki panggul lebih dahulu sebelum bahu antertior.
Ketika kepala melakukan putran paksi luar, bahu posterior berada dicekungan tulang sakrum
atau di sekitar spina iskhiadika, dan memberikan ruang yang cukup bagi bahu anterior untuk
memasuki panggul melalui belakang tulang pubis atau berotasi dari foramen obturator.
Apabila bahu berada dalam posisi antero-posterior ketika hendak memasuki pintu atas
panggul, maka bahu posterior dapat tertahan promontorium dan bahu anterior tertahan tulang
pubis. Dalam keadaan demikian kepala yang sudah dilahirkan akan tidak dapat melakukan
putar paksi luar, dan tertahan akibat adanya tarikan yang terjadi antara bahu posterior dengan
kepala (disebut dengan turtle sign)
Kepala bayi sudah lahir, tetapi bahu tertahan dan tidak dapat dilahirkan.
Kepala bayi sudah lahir, tetapi tetap menekan vulva dengan kencang.
Dagu tertarik dan tertekan perineum
Traksi pada kepala tidak berhasil melahirkan bahu yang tetap tertahan di kranial
simfisis pubis.
Penanganan
Diperlukan seorang asisten untuk membantu, sehingga segeralah minta bantuan. Jangan
melakukan tarikan atau dorongan seblum memastikan bahwa bahu posterior sudah masuk ke
panggul. Bahu posterior yang belum melewati pintu atas panggul akan semakin sulit
dilahirkan bila dilakukan tarikan pada kepala. Untuk mengendorkan ketegangan yang
menyulitkan bahu posterior masuk panggul tersebut, dapat dilakukan episiotomi yang luas,
posisi McRoberts, atau posisi dada lutut. Dorongan pada fundus juga tidak diperkenankan
karena semakin menyulitkan bahu untuk dilahirkan dan berisiko menimbulkan ruptur uteri.
Di samping perlunya asisten dan pemahaman yang baik tentang mekanisme persalinan,
keberhasilan pertolongan persalinan dengan distosia bahu juga ditentukan oleh waktu.
Setelah kepala lahir akan terjadi penurunan PH arteria umbilikalis dengan lajju 0,05
unit/menit. Dengan demikian pada bayi yang sebelumnya tidak mengalami hipoksia tersedia
waktu antara 4-5 menit untuk melakukan manuver melahirkan bahu sebelum terjadi cidera
hipoksik pada otak.
Diagnosis
Manuver McRobert ( posisi McRobert, episiotomi bila perlu, tekanan suprapubik, tarikan
kepala)
Manuver Rubin ( posisi tetap McRobert, rotasikan bahu, tekanan suprapubik, tarikan kepala)
Langkah ketiga : melahirkan bahu posterior, posisi merangkak, atau manuver Wood.
Melahirkan bahu posterior dilakukan pertama kali dengan mengidentifikasi dulu posisi
punggung bayi. Masukkan tangan penolong yang berseberangan dengan punggung bayi (
punggung kanan berrarti tangan kanan, punggung kiri berarrti tangan kiri) ke vagina.
Temukan bahu posterior, telusuri lengan atas dan buatlah sendi siku menjadi fleksi ( bisa
dilakukan dengan menakan fossa cubiti). Peganglah lengan bawah dan buatlah gerakan
mengusap ke arah dada bayi. Langkah ini akan membuat bahu psterior lahir dan memberikan
ruang cukup bagi bahu anterior masuk kebawah simfisis. Dengan bantuan tekanan
suprasimfisis ke arah posterior, lakukan tarikan kepala ke arah posterokaudal dengan mantap
untuk melahirkan bahu anterior.
Manfaat posisi merangkak didasarkan asumsi flesibilitas sendi sakro iliaaca bisa
meningkatkan diameter sagital pintu atas panggul sebesar 1-2 cm dan pengaruh gravitasi akan
membantu bahu posterior melewati promontorium. Pada posisi telentang atau litotomi, sendi
sakroiliaka menjadi terbatasa mobilitasnya. Pasien memopang tubuhnya dengan kedua tangan
dan kedua lututnya. Pada manuver ini bahu posterior dilahirkan terlebih dahulu dengan
melakukan tarikan kepala.
Bahu melalui panggul ternyata tidak dalam gerak lurus, tetapi berputar seperti uliran sekrup.
Berdasarkan hal itu, memutar bahu akan mempermudah melahirkannya. Manuver wood
dilakukan dengan menggunakan dua jari tangan yang bersebrangan dengan punggung bayi (
punggung kanan berarti tangan kanan, punggung kiri berarti tangan kiri) yang diletakkan di
bagian depan bahu posteror. Bahu posterior dirotasi 180 derajat. Dengan demikian, bahu
posterior menjadi bahu anterior dan posisinya berada dibawah arkus pubis, sedangkan bahu
anterior memasuki pintu atas panggul dan berubah menjadi bahu posterior. Dalam posisi
seperti itu, bahu anterior akan dengan mudah dapat dilahirkan.
Rujuk
Sumber WHO
Definisi
Hematokolpos berasal dari kata Yunani “Hemato” dan “colpos” yang artinya darah
dan vagina. Hematokolpos adalah suatu kondisi obstruksi pada aliran darah mestruasi pada
vagina yang di sebabkan oleh Himen Imperforata.
Hematokolpos merupakan suatu keadaan dimana darah terkumpul di dalam vagina
dan berangsur-angsur dapat bertambah banyak membentuk gumpalan yang mirip kista dan
biasanya di temukan pada penderita dengan Himen Imperforata yang merupakan kelainan
kongenital akibat atresia himen, yaitu selaput dara tanpa adanya hiatus himen.
Epidemiologi
Himen imperforata adalah kelainan kongenital yang relatif jarang terjadi, di manamembran
himen menutupi lubang vagina sehingga haematocolpos, yang sering menyebabkansakit perut
pada anak perempuan remaja. Penderita yang mengalami himen imperforatafrekuensinya
tidak begitu banyak, yaitu 1 dalam 4000 kelahiran (Bryan dkk, 1949), 1 dalam4000 sampai
10.000 kelahiran (ACOG).
Darah menstruasi dari satu siklus menstruasi pertama atau kedua yang terkumpul di
vagina belum menyebabkan peregangan vagina dan belum menimbulkan gejala. Darah yang
terkumpul di dalam vagina (hematokolpos) menyebabkan himen tampak kebiruan dan
menonjol (himen buldging) akibat meregangnya mukosa himen.
Bila keadaan ini di biarkan berlanjut maka darah haid akan mengakibatkan over
distensi vagina dan kanalis serviks, sehingga terjadi dilatasi dan darah haid akan mengisi
kavum uteri (Hematometra). Tekanan intrauterin mengakibatkan darah dari kavum uteri juga
dapat memasuki tuba falopi dan menyebabkan hematosalping karena terbedntuknya adhesi
(perlekatan) pada fimbriae dan ujung tuba, sehingga darah tidak masuk atau hanya sedikit
yang dapat masuk ke kavum peritoneum membentuk hematoperitoneum bahkan dapat terjadi
iritasi yang dapat menyebabkan peritonitis.
Tanda dan gejala dari kelainan ini sering di jumpai pada usia 11-15 tahun saat anak
perempuan tersebut sudah mulai mengalami menarke. Adanya bendungan darah pada cavum
vagina dan cavum uteri ini menyebabkan rasa nyeri yang hebat pada bagian bawah abdomen
yng di sebut juga molmina mestrualia.
Penderita dengan Hematokolpos menunjukan gejala amenorea. Gadis yang
bersangkutan mengalami keluhan nyeri berkala yang kurang jelas dan kadang di sertai sakit
perut menetap. Pada amenorea primer dengan keluhan yang tidak jelas, harus di pikirkan
kemungkinan atresia himen.
Keluhan khas, pada Himen Imperforata yaitu sekali sebulan selama beberapa hari
mengalami sakit perut. Biasanya gadis itu sendiri, ibunya, maupun dokter tidak memikirkan
kemungkinan haid bila “belum pernah ada”. Keluhan miksi mungkin berupa polakisuri
karena kapasitas buli-buli menjadi kecil, sedangkan keluhan defekasi umumnya tidak
menonjol.
Pada pemeriksaan perut, di dapatkan benjolan perut bagian bawah yang tidak jelas
asalnya, yang sebenarnya merupakan hematokolpos. Kadang hematometra, atau
hematosalphing dapat di raba melalui palpasi perut. Pada ispeksi vulva, terlihat atresia himen
yang berwarna kebiruan dan biasanya menonjol. Pada pemeriksaan colok dubur dapat di
tentukan besar dan luasnya gumpalan darah di alat kelamin bawah. Hematometra sering sukar
di temukan pada pemeriksaan fisik karena kurang besar, demikian pula hematosalping.
Hematoperitoneum mungkin tidak bergejala.
Untuk menentukan ada dan luasnya perdarahan di uterus, tuba, dan rongga perut, di
lakukan pemeriksaan ultrasonografi.
Diagnosis banding
atresia himen antara lain kehamilan, retensi urin, peritonitis tuberkulosa, kista ovarium, dan
aplasia vagina. Untuk memastikan diagnosis di lakukan anamnesis untuk mendapatkan
riwayat amenorea primer serta inspeksi dan colok dubur.
Pada neonatus atau gadis kecil, vagina mungkin terisi oleh cairan lendir. Keadaan ini di
sebut hirokolpos.