Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH ASUHAN KEBIDANAN PATOLOGI PENYAKIT YANG MENYERTAI

KEHAMILAN DAN PERSALINAN “PENYAKIT GINJAL,TRAKTUS URINALIUS


DAN CITOMEGALOVIRUS”

Di susun oleh :
1. Amalia Fujiati
2. Ati Sumiati
3. Desi Apriani
4. Iis Suryani
5. Nunik Priani
6.Pipih Apriyani
7. Tika Novianti Jatnika

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KUNINGAN


PROGRAM DIPLOMA III KEBIDANAN
Jl.Lingkar Kadugede no.2 Kuningan
Tahun Ajaran 2011-2012
KATA PENGANTAR

Rasa syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan dan
karunia-Nya sehingga makalah “Asuhan Kebidanan Pada Ibu Hamil Dengan Penyakit
Ginjal” ini dapat diselesaikan tepat pada waktunya.
Makalah ini sengaja disusun untuk memenuhi tugas Asuhan Kebidanan Patologi
serta dapat menjadi referensi pembelajaran kebidanan, sehingga mudah untuk
melengkapi materi yang berkaitan.
Dalam menyusun makalah ini kami banyak dibantu oleh teman-teman Akademi
Kebidanan IIK, serta dosen kami Ibu Ardatik. S.H. M.Kes dari Asuhan Kebidanan
Patologi. Dengan pembahasan yang ringkas, penyusun berharap makalah mengenai
Herpes pada ibu hamil ini dapat dimanfaatkan semaksimal mungkin.
Penyusun menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, untuk itu kritik
dan saran yang membangun sangat kami harapkan untuk memperbaiki makalah ini.

Kuningan,18 Februari 2013

Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG


Pandangan bahwa perempuan yang menderita penyakit ginjal sebaiknya
menghindari kehamilan, telah ada sejak abad lalu. Luaran bayi dipercaya akan kurang
baik dan pasien yang menderita penyakit ginjal disarankan melakukan terminasi
kehamilan. Sejak tahun 1975 rasa pesimis itu berubah menjadi rasa optimis sehubungan
dengan banyaknya publikasi studi kasus mengenai kehamilan dengan penyakit ginjal
yang dikonfirmasi dengan biopsi ginjal, sehingga kebanyakan perempuan dengan
gangguan ginjal dapat melewati kehamilan tanpa kelainan yang berarti. Selain itu, data-
data mengenai perempuan hamil dengan transplantasi ginjal sejak tahun 2000 telah
memberikan hasil yang menggembirakan. Kesemuanya ini memberikan pandangan
bahwa sebagian besar perempuan yang mempunyai gangguan fungsi ginjal minimal
dapat hamil dengan kemungkinan kehamilannya berhasil mencapai 90%.
(Prawirohardjo. 2009: 830)
Di Amerika Serikat rasio kelahiran hidup dari perempuan dengan riwayat penyakit
ginjal adalah 6,6 per 1.000 dari semua ras dan usia. Pada perempuan kulit putih rasio
kelahiran adalah 3,0 per 1.000 kelahiran hidup dibandingkan 2,2 per 1.000 kelahiran
hidup pasa kulit hitam. (Prawirohardjo. 2009: 830)
Pada kehamilan normal terdapat perubahan bermakna baik pada struktur maupun
fungsi dari saluran kemih, diantaranya dilatasi saluran kemih, yaitu pada kaliks, pelviks
ginjal, dan ureter. Keadaan ini terjadi sebelum usia kehamilan 14 minggu karena
pengaruh hormon yang melemaskan lapisan-lapisan otot saluran kemih. Pada fungsi
ginjal juga terjadi peningkatan segera setelah konsepsi. Aliran plasma ginjal dan filtrasi
glomerulus efektif masing-masing meningkat rata-rata 40% dan 65%. (Fadlun, 2012:14)
Secara empiris, kehamilan dengan kelainan ginjal kronis merupakan kehamilan
dengan resiko yang sangat tinggi. Karena kehamilan sendiri bisa menyababkan
kelainan-kelainan pada ginjal seperti infeksi saluran kemih, hipertensi dan lain
sebagainya. Sehingga kami tertarik untuk membahasnya secara lebih lengkap pada
makalah ini dengan harapan dapat digunakan sebagai acuan oleh bidan sebagai tenaga
kesehatan saat memberikan uasuhan pada ibu hamil dengan penyakit ginjal.
1.2 TUJUAN
1.2.1 Tujuan Umum
Mahasiswa mampu melakukan asuhan antenatal care maupun intranatal care
pada ibu hamil yang disertai dengan penyakit ginjal.
1.2.2 Tujuan Khusus
Mengetahui Perubahan Anatomik Ginjal dan Saluran Kemih
Mengetahui Perubahan Fungsional Ginjal dan Saluran Kemih
Mengetahui Tes Fungsi Ginjal
Mengetahui Macam-macam Penyakit Ginjal dan Saluran Kemih yang
Menyertai Kehamilan

1.3 RUMUSAN MASALAH


Perubahan anatomik ginjal dan saluran kemih apa saja yang terjadi selama
hamil?
Perubahan fungsional ginjal dan saluran kemih apa saja yang terjadi selama
hamil?
Bagaimana cara tes fungsi ginjal?
Apa saja penyakit ginjal dan saluran kemih yang menyertai kehamilan?

1.4 TEKNIK PENGAMBILAN DATA


1.4.1 Wawancara
Metode pengumpulan data dengan cara mewawancarai langsung responden
yang diteliti, metode ini memberi hasil secara langsung

1.4.2 Observasi
Merupakan cara pengumpulan data dengan mengadakan pengamatan secara
langsung kepada responden.
1.4.3 Pemeriksaan Fisik
Pengumpulan data dengan cara melakukan pemeruksaan fisik pada klien
secara langsung meliputi inspeksi, palpasi, auskultasi dan perkusi atau
mendapatkan data yang objektif.
1.4.4 Study Kepustakaan
Pengumpulan data dengan jalan mengambil literatur dari buku-buku serta
makalah-makalah yang ada.
1.4.5 Study Dokumentasi
Metode pengumpulan data dengan cara mengambil data yang berasal dari
dokumen asli.
1.5 SISTEMATIKA PENULISAN
BAB I PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tujuan
Rumusan Masalah
Metode Pengumpulan Data
Sistematika Penulisan
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB III TINJAUAN KASUS
Pengkajian Data
Intrerpretasi Data Dasar
Antisipasi Masalah Potensial
Identifikasi Kebutuhan Segera
Intervensi
Implementasi
Evaluasi
BAB IV PENUTUP
Kesimpulan
Saran
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Perubahan Anatomik Ginjal dan Saluran Kemih


Ginjal adalah sepasang organ retroperitoneal yang integral dengan homeostasis tubuh
dalam mempertahankan keseimbangan fisika dan kimia. Ginjal menyekresi hormon dan
enzim yang membantu pengaturan produksi eritrosit, tekanan darah serta metabolisme
kalsium dan fosfor. Ginjal membuang sisa metabolism dan menyesuaikan ekskresi air
daan pelarut. Ginjal mengatur cairan tubuh, asiditas, dan elektrolit sehingga
mempertahankan komposisi cairan yang normal. (Mary Baradero, 2008 : 1)
Dalam kehamilan terdapat perubahan-perubahan fungsional dan anatomik ginjal dan
saluran kemih yang sering menimbulkan gejala-gejala dan kelainan fisik dan hasil
pemeriksaan laboratorium.. Ginjal akan memanjang kurang lebih 1 cm dan kembali
normal setelah melahirkan.. (Prawirohardjo. 2009: 830)
Selain itu juga terjadi hiperlpasia dan hipertrofi otot dinding ureter dan kaliks, dan
berkurangnya tonus otot-otot saluran kemih karena pengaruh kehamilan. Akibat
pembesaran uterus hiperemi organ-organ pelvis dan pengaruh hormonal terjadi perubahan
pada kendung kemih yang dimulai pada kehamilan 4 bulan. Kandung kemih akan
berpindah lebih anterior dan superior. Pembuluh-pembuluh di daerah mukosa akan
membengkak dan melebar. Otot kandung kemih mengalami hipertrofi akibat pengaruh
hormon estrogen. Kapasitas kandung kemih meningkat sampai 1 liter karena efek
relaksasi dari hormon progesterone. (Prawirohardjo. 2009: 830)

2.2 Perubahan Fungsional Ginjal dan Saluran Kemih


Kehamilan merupakan suatu kondisi hiperdinamik, hipervolemik, dengan adaptasi
yang tampak pada semua sistem organ utama. Perubahan fisiologik penting yang timbul
pada ginjal selama kehamilan antara lain :

Peningkatan aliran plasma renal (Renal Plasma Flow/RPF)


Peningkatan tingkat filtrasi glomerulus. (glomerular Filtration Rate/GFR)
Perubahan reabsorbsi glukosa, sodium, asam amino, dan asam urat tubular.
Peningkatan GFR terjadi sejak kehamilan trimester kedua, GFR akan meningkat
sampai 30-50% di atas nilai normal perempuan tidak hamil. Peningkatan ini menetap
sampai usia kehamilan 36 minggu, lalu terjadi penurunan 15-20%. (Prawirohardjo. 2009:
831)
Peningkatan RPF dimulai sejak trimester kedua yang kemungkinan disebabkan oleh
efek kombinasi curah jantung yang meningkat dan resistensi vascular ginjal sebagai
peningkatan produksi prostaglandin ginjal. RPF akan meningkat 50-80% di atas kadar
perempuan tidak hamil, dengan rata-rata 137ml/menit. Setelah itu, nilainya akan turun
mendekati 25%, tetapi relative masih tinggi di atas kadar perempuan tidak hamil.
Semakin tua kehamilan, efek komprehensif dari pembesaran aorta vena cava dapat
menurunkan aliran darah ginjal yang efektif menjadi 20%. Akibatnya, akan terjadi
penurunan kadar kreatinin serum dan urea nitrogen. (Prawirohardjo. 2009: 831)

2.3 Tes Fungsi Ginjal


Klirens kreatinin endogen merupakan cara utama untuk menilai GFR pada perempuan
yang tidak hamil, juga bermanfaat dalam mengevaluasi ginjal pada perempuan hamil.
Batas normal terendah selama kehamilan mencapai 30% di atas kadar normal pada
perempuan tidak hamil. (Prawirohardjo. 2009: 832)
Table 2.3 Nilai laboratorium ginjal normal pada perempuan hamil
Nilai laboratorium Perempuan tidak hamil Perempuan hamil
BUN, mg/dl 6-27 7,2-10,2
Klirens kreatinin, ml/menit 100-180 150-200
Kreatini serum, mg/dl 0,5-0,8 0,3-0,6
Asam urat, mg/dl 2,2-7,5 3,2-3,5
Protein total, mg/24jam <150 <300

2.4 Macam-macam Penyakit Ginjal dan Saluran Kemih yang Menyertai Kehamilan

2.4.1 Infeksi Saluran Kemih (ISK)


Infeksi saluran kemih (ISK) merupakan komplikasi medis utama pada wanita
hamil. Sekitar 15 % wanita mengalami paling sedikit 1 kali serangan akut infeksi saluran
kemih selama hidupnya. Organisme yang menyebabkan ISK berasal dari flora normal
perineum. Infeksi ini dapat mengakibatkan masalah pada ibu dan janin. (Fadlun, 2012:14)
Dikatakan ISK bila pada pemeriksaan urin di temukan bakteri yang jumlahnya
lebih dari 10.000 /ml, atau terdapatnya pertumbuhan 100.000 koloni bakteri atau lebih per
millimeter jumlah urin midstream dengan teknik catch. Beberapa peneliti berpendapat
bahwa jumlah bakteri 20.000-50.000 telah menunjukkan infeksi aktif. Walaupun infeksi
dapat terjadi karena penyebaran kuman melalui pembuluh darah atau saluran limfe, tetapi
yang terbanyak dan atau tersering adalah kuman-kuman naik keatas melalui uretra, ke
dalam kandung kemih dan saluran kemih yang lebih atas. Kuman yang tersering dan
terbanyak sebagai penyebab adalah E.coli, disamping kemungkinan kuman-kuman lain
seperti E.aerogenes, Klebsiella, dan pseudomonas. (Prawirihardjo.2009:835)

2.4.2 Bakteriuria dalam Kehamilan


Air kencing normal mengandung kurang dari 10.000 bakteri per cc.
Bakteriuria dibagi menjadi 2 jenis:
Bakteriuria tanpa gejala
Jumlah bakteri kurang dari 100.000 per cc.
a. Gejala dan tanda
Tanpa gejala dan tanda klinis yang dapat di jadikan petunjuk adanya gangguan
pada sistem urinaria.
b. Dampak atau pengaruh
BA akan meningkatkan morbiditas ibu hamil dan bayi yang dikandung oleh
ibu. Selain itu, hal ini berkaitan dengan kejadian anemia, hipertensi, kelahiran
prematur, dan bayi berat lahir rendah (BBLR). Ibu yang terinfeksi ini tidak
perlu pembatasan aktifitas. (Fadlun, 2012:14)
Bakteriuria dengan gejala
Disertai demam, sakit dan nyeri kencing.
Bakteriuria dalam kehamilan:
a. 25-40 % menyebabkan pielonefritis akut
b. Dapat menyebabkan abortus, partus prematurus, IUFD.
Penanganan:
a. Hati-hati dalam melakukan kateterisasi
b. Pengobatan: kemasan sulfonamide, negram, baktrim, furadantin, septrin dll. (
bekerjasama dengan ahli kandungan )
(Nugraheny Esti. 2010)

2.4.3 Sistitis
Sistitis adalah peradangan kandung kemih disebabkan oleh bakteri atau kuman lain.
Paling sering E. Coli atau kuman lain pada saat pemasangan kateter. (Nugraheny Esti.
2010)
Sistitis adalah termasuk infeksi saluran kemih bagian bawah, yang memiliki kemungkinan
0,3-2% kejadian dari seluruh kasus ISK. Tanda dan gejala sistitis adalah sebagai berikut.
a. Sebesar 95% infeksi terbatas pada kandung kemih.
b. Nyeri pada daerah supra simpisis / nyeri / panas pada saat berkemih (disuria).
c. Frekuensi berkemih meningkat dengan jumlah sedikit, kadang-kadang 1 Sampai
dengan 2 tetes dikeluarkan sehingga timbul perasaan tidak puas.
d. Air kemih berwarna gelap sampai kemerahan.
e. Pada mikroskopik, ada peningkatan jumlah leukosit, sejumlah eritrosit, dan
bakteri pada urin.
(Fadlun, 2012:15)
Bila luka pada kandung kemih disertai hamaturia. Pengaruh terhadap kehamilan
serupa dengan bakteriuria. Pengobatan sama seperti bakteriuria ditambah bikarbonas
natrikus untuk menetralisir kencing menjadi basa. ( bekerjasama dengan ahli
kandungan ). (Nugraheny Esti. 2010)

2.4.4 Pielonefritis
ISK yang menyerang kaliks, pelviks, dan parenkim ginjal. Hasil temuan menyatakan infeksi
ini merupakan penyebab utama syok septic selama kehamilan. Kondisi ini merupakan
masalah utama saluran kemih pada kehamilan. Sekitar 1-2% wanita hamil mengalami ini.
Infeksi ini sangat berkaitan dengan statis aliran air kemih akibat perubahan sistem saluran
kemih selama kehamilan, 9% terjadi pada trimester 1, 46% pada trimester 2, dan 45% pada
trimester 3. (Fadlun, 2012:15)
2.4.4.1 Pielonefritis akut
Frekwensi: 2% terutama pad trimester III kehamilan.
Penyebab:
a. E. coli
b. Stafilokokus aureus
c. Basilus proteus danpsodomonas auroginosa
d. Cara penjalaran bias melalui: dari kandung kemih naik ke atas
(asenden), pembuluh darah dan pembuluh limpha.
Gejala :demam tinggi, menggigil, sakit pinggang hebat, mual, muntah, nafsu
makan kurang,oliguuria dan anuria, periksa urin dijumpai leukosit
yamg banyak bergumpal.
a. Pengaruh penyakit terhadap kehamilan:
1. Bisa berpengaruh terhadap hasil konsepsi, seperti abortus, partus
prematurus, dan kematian janin.
2. Bila cepat diobati kehamilan sampai dengan cukup bulan dan persalinan
normal.
b. Pengaruh kehamilan terhadap penyakit; Pielitis dan sistitis lebih mudah
terjadi dalam kehamilan. Penyakit yang telah ada menjadi lebih berat karena
kehamilan.
Penanganan:
a. Sebaiknya hati-hati dalam hal pemakaian kateter, kalau bisa
dihindari
b. Kalau harus pakai gunakan obat anti bacterial.
c. Wanita harus istirahat baring miring ke posisi yang tidak sakit
d. Sebelum memberikan obat lakukan uji kepekaan obat barulah
diberikan obat antibacterial yang tepat, biasanya selama 10-12 hari.
e. Awasi penderita untuk kemungkinan adanya residif.
(Nugraheny Esti. 2010)
2.4.4.2 Pielonefritis kronika
Penyakit ini menahun. Gejala utama adanya protein urin yang tidak menetap dan
hipertensi.
Pengobatan agak sukar karena sudah kronis. Wanita dengan pielonefritis akut
disertai insufisiensi ginjsl dianjurkan tidak hamil. (Nugraheny Esti. 2010)

2.4.5 Glomerulonefritis akut


a. Penyebabnya:streptokokus beta hemolitikus A.
b. Factor predisposisi: tonsillitis, karies dan infeksi gigi dan infeksi streptokokus
ditempat lain.
c. Gejala klinik;trias hematuria, edema, hpertensi
d. Sindroma:oliguria, anuria, sakit kepal, kelainan fisus, kejang-kejang dan koma.
Dalam kehamilan sulit membedakan dengan eklampsi murni. Dapat pula
disertai edema paru dan uremia. Pengaruh terhada kehamilan adalah
terjadinya abortus, partus prematurus dan kematian janin
e. Pengobatan: istirahat baring, diit rendah garam, antihipertensif, keseimbangan
cairan dan elektrolit dan antibioik
(Nugraheny Esti. 2010)

2.4.6 Glomerulonefritis kronika


Penyakit menahun. Dijumpai proteinuria, leukosit, hipertensi. Bila disertai
edema keadaan ini disebut preeklampsi tidak murni (super imposed preeklampsi).
Penampilan penyakit ini ada 4 macam:
a. Proteinuria menetap: tanpa kelainan sedimen.
b. Sindroma nefrotik
c. Glomerulonefritis akut
d. Insufisiensi ginjal atau gagal ginjal
Pengaruh terhadap kehamilan dan persalinan:
a. Terhadap kehamilan: dapat terjadi abortus, partus prematurus dan IUFD.
b. Dalam persalinan seperti menghadapi preeklampsi:kala ll diperpendek dengan
vakum atau forsep dan embriotomi bila anak mati. (Nugraheny Esti. 2010)

2.4.7 Sindroma nefrotik ( nefrosis )


Adalah kumpulan gejala proteinuria ( diatas 5gr/hr ), edema,
hipoalbuminurinemia, hiperkholeste-rolemia.
Penyebab:
a.Penyakit; glomerulonefritis kronika, DM, lupus eritematosus, amiloidosis, sifilis,
dan thrombosis vena renal.
b.Keracunan: logam, obat dan racun lainnya.
Pengobatan:
a. Cari penyebab dan obati sesuai penyebab
b. Berikan diit tinggi protein
c. Antibiotic untuk mencegah infeksi
d. Berikan heparin untuk mencegah tromboembolisme, terutama dalam nifas.
e. Kortikosteroid dosis tinggi
(Nugraheny Esti. 2010)
2.4.8 Gagal ginjal akut ( accut renal failure )
Ada 2 jenis yaitu: nekrosis tubuler akut dan nekrosis kortikal.
Keadaan dan penyakit yang dapat menyebabkannya adalah:
a. Abortus septic terutama disebabkan clostridium welchii, toxemi hamil, solusio
plasenta, sepsis puerperalis.
b. Hemolisis karena kesalahan transfuse darah.
c. Setiap syok yang hebat dan irreversible.
Gambaran klinik:
a. Oliguria
b. Anuria
c. Azootemia
d. Uremia
Penanganan:
a. Perdarahan dan syok segera ditanggulangi
b. Pemberian transfuse darah
(Nugraheny Esti. 2010)

2.4.9 Batu Ginjal ( Nefrolitiasis) dan Saluran Kemih ( Urotiliasis )


Batu ginjal atau saluran kemih pada kehamilan jarang terjadi. Frekwensinya
sangat sedikit, yakni 1 dari 1.500 persalinan, dan ada yang mengatakan 0,03-0,07
%, biasanya terjadi selama trimester kedua dan ketiga. Walaupun demikian, perlu
juga diperhatikan karena urolitiasis ini dapat mendorong timbulnya infeksi saluran
kemih atau menimbulkan keluhan pada penderitaberupa nyeri pinggang dan nyeri
kuadran bawah yang mendadak, kadang berupa kolik dan hematuria. Perlu
anamnesis tentang riwayat penderita sebelumnya, terutama mengenai penyakit
saluran kencing, untuk membantu membuat diagnosis urotiliasis. Diagnosis lebih
tepat dengan melakukan pemeriksaan IVP dan MRI. (Prawirohardjo. 2009: 841)
Bila diketahui adanya urolitiasis dalam kandungan, terapi pertama adalah
analgetika untuk menghilangkan rasa sakitnya, diberi cairan agar banyak batu
dapat kebwah karena hamper 80% batu akan dapat turun kebawah, dan
antibiotika. Pada penderita yang membutuhkan tindakan operasi sebaiknya operasi
dilakukan setelah trimester pertama atau setelah pasca persalinan.
(Prawiroharjo.2009:841)
2.4.10 Ginjal Polikistik
Ginjal polikistik adalah penyakit sistemik yang umumnya bersifat autosomal
dominan yang progresif sampai stadium akhir penyakit ginjal, yang membutuhkan
dialisis atau transplantasi. (Prawiroharjo.2009:841)
Hasil kehamilan bergantung pada derajat hipertensi, insufisiensi ginjal, dan
infeksi saluran kemih atas. Derajat komplikasi hamper sama (33% dibandingkan
26%). Komplikasi seperti hipertensi dan preeklamsi lebih sering pada perempuan
dengan penyekit ginjal polikistik. Kehamilan tampaknya tidak menyebabkan
perburukan atau akselerasi / percepatan perjalanan penyakit.
(Prawiroharjo.2009:841)

2.4.11 Tuberkolisis Ginjal


Diagnosis tuberkolosis ginjal ditentukan bila ditemukan tuberkel kuman
mikobakterium tuberkolosis pada ginjal, tetapi hal ini sulit dilakukan karena
diperlukan tindakan infasif. Tes tuberculin tidak dapat dijadikan patokan karena
kehamilan mengurangi sensifitas tuberculin. Diagnosis dapat ditegakkan bila
ditemukan leukosit, eritrosit, dan tuberkolosis dalam urin.
Penanganan TBC ginjal dalam kehamilan :
1. Konservatif, dengan mengobati gejala yang timbul sampai akhir kehamilan.
2. Paliatif, dengan melakukan terminasi kehamilan bertujuan untuk mencegah
kerusakan yang ditimbulkan oleh proses tuberkolosis.
3. Radikal, yang terdiri atas nefrektomi atau kombinasi aborsi dan nefrektomi.
Nefrektomi merupakan pilihan apabila tuberkolosis hanya terjadi pada satu ginjal.
Tindakan ini diperlukan pada 69% kasus tuberkolosis ginjal dengan eksaserbasi
akut pada kehamilan. Aborsi tidak menghentikan proses tuberkolosis.
Komplikasi yang dapat terjadi adalah abortus dan janin yang terinfeksi.
Mortalitas ibu dan bayi apabila tidak diobati berkisar 30-40%. Terapi TBC ginjal
sama dengan terapi TBC organ-organ lain. Untuk membuat diagnosis TBC ginjal
diperlukan pemeriksaan laboratorium khusus. (Prawiroharjo.2009:841)
2.4.12 Kehamilan pascanefrektomi
Pada penderita yang mempunyai satu ginjal karena kelainan congenital atau
pascanefrektomi, dapat atau boleh hamil sampai aterm asal fungsi ginjalnya
normal. Perlu pemeriksaan fungsi ginjal sebelum hamil dan selama kehamilan
serta diawasi dengan baik karena kemungkinan timbulnya infeksi saluran kemih.
Persalinan dapat berlangsung pervaginam kecuali dalam keadaan-keadaan
tertentu. (Prawiroharjo.2009:842)

2.4.13 Kehamilan Pasca Transplantasi Ginjal


Akhir-akhir ini terdapat laporan tentang kehamilan sampai cukup bulan
setelah perempuan mengalami transplantasi ginjal. Prognosisnya cukup baik bila
ginjal yang diimplementasikan tersebutberasal dari dinor yang hidup. Selama
kehamilan mungkin timbul komplikasi pada ibu dan janinnya.
(Prawiroharjo.2009:842)
Bila ginjal yang diimplementasikan tersebut berasal dari ginjal donor yang
telah meninggal, maka kemungkinan akan terjadi kerusakan atau fungsi ginjal
akan memburuk setelah 1 tahun, sehingga pada perempuan tersebut harus
dilakukan dialisis terus menerus untuk mempertahankan hidupnya.
(Prawiroharjo.2009:842)

2.4.14 INFEKSI SITOMEGALOVIRUS PADA KEHAMILAN

Cytomegalovirus (CMV) termasuk golongan virus herpes DNA, hal ini


berdasarkan struktur dan cara virus CMV pada saat melakukan replikasi. Virus ini
menyebabkan pembengkakan sel yang karakteristik sehingga terlihat sel membesar
(sitomegali) dan tampak sebagai gambaran mata burung hantu. Di Amerika CMV
merupakan penyebab utama infeksi perinatal (diperkirakan 0,5 - 2 % dari seluruh
bayi neonatal). Yow dan Demmler (1992) dengan pengamatannya selama 20 tahun
atas morbiditas yang disebabkan CMV perinatal menjelaskan bahwa dari 800.000
janin yang terinfeksi oleh CMV diperoleh 50.000 bersifat simtomatis dengan kelainan
retardasi mental, kebutaan dan tuli sedangkan 120 ribu janin yang bersifat
asimtomatis mempunyai keluhan neurologis.
Penularan / transmisi CMV ini berlangsung secara horisontal, vertikal dan
hubungan seksual. Transmisi horisontal terjadi melalui “droplet infection” dan
kontak dengan air ludah dan air seni. Sedangkan transmisi vertikal adalah penularan
proses infeksi maternal ke janin. Infeksi CMV kongenital umumnya terjadi karena
transmisi transplasenta selama kehamilan diperkirakan 0,5% - 2,5% dari populasi
neonatal. Sedangkan di masa peripartum infeksi CMV timbul akibat pemaparan
terhadap sekresi servik yang telah terinfeksi, melalui air susu ibu dan tindakan
transfusi darah. Dengan cara ini prevalensi diperkirakan 3-5%.

PATOGENESIS
Infeksi CMV yang terjadi karena pemaparan pertama kali atas individu
disebut infeksi primer. Infeksi primer berlangsung simtomatis ataupun asimtomatis
serta virus akan menetap dalam jaringan hospes dalam waktu yang tak terbatas.
Selanjutnya virus memasuki kedalam sel-sel dari berbagai macam jaringan. Proses ini
disebut infeksi laten.
Pada keadaan tertentu eksaserbasi terjadi dari infeksi laten disertai
multiplikasi virus. Keadaan tersebut misalnya terjadi pada individu yang mengalami
supresi imun karena infeksi HIV, atau obat-obatan yang dikonsumsi penderita
transplan-resipien ataupun penderita dengan keganasan.
Infeksi rekuren (reaktivasi/reinfeksi) yang dimungkinkan karena penyakit
tertentu serta keadaan supresi imun yang bersifat iatrogenik dapat diterangkan
sebagai berikut bahwa kedua keadaan tersebut menekan respon sel limfosit T
sehingga timbul stimulasi antigenik yang kronis. Dengan demikian terjadi reaktivasi
virus dari periode laten disertai berbagai sindroma.

EPIDEMIOLOGI
Di negara-negara maju cytomegalovirus (CMV) adalah penyebab infeksi
kongenital yang paling utama dengan angka kejadian 0,3 – 2 % dari kelahiran hidup.
Dilaporkan pula bahwa 10 – 15 % bayi lahir yang terinfeksi secara kongenital adalah
simtomatis yakni dengan manifestasi klinis akibat terserangya susunan saraf pusat
dan berbagai organ lainnya (multiple organ). Hal ini menyebabkan kematian perinatal
20 – 30% serta timbulnya cacat neurologik berat lebih dari 90% pada kelahiran.
Manifestasi klinis dapat berupa hepatosplenomegali, mikrosefali, retardasi mental,
gangguan psikomotor, ikterus, petechiae, korioretinitis dan kalsifikasi serebral.
Sedangkan 10 – 15 % bayi yang terinfeksi bersifat tanpa gejala (asimtomatis)
serta nampak normal pada waktu lahir. Kemungkinan bayi ini akan memperoleh cacat
neurologis seperti retardasi mental atau gangguan pendengaran dan penglihatan di
perkirakan 1 – 2 tahun kemudian. Dengan alasan ini sebenarnya infeksi CMV adalah
penyebab utama kerusakan sistem susunan saraf pusat pada anak-anak.

INFEKSI CMV PADA KEHAMILAN


Transmisi CMV dari ibu ke janin dapat terjadi selama kehamilan, dan infeksi
pada umur kehamilan kurang sampai 16 minggu menyebabkan kerusakan yang
serius. Infeksi CMV kongenital berasal dari infeksi maternal eksogenus ataupun
endogenus. Infeksi eksogenus dapat bersifat primer yaitu terjadi pada ibu hamil
dengan pola imunologis seronegatif dan non primer bila ibu hamil dalam keadaan
seropositif. Sedangkan infeksi endogenus adalah hasil suatu reaktivasi virus yang
sebelumnya dalam keadaan paten. Infeksi maternal primer akan memberikan akibat
klinis yang jauh lebih buruk pada janin dibandingkan infeksi rekuren (reinfeksi).

DIAGNOSIS
Infeksi primer pada kehamilan dapat ditegakkan baik dengan metode serologis
maupun virologis. Dengan metode serologis, diagnosa infeksi maternal primer dapat
ditunjukkan dengan adanya perubahan dari seronegatif menjadi seropositif (tampak
adanya IgM dan IgG anti CMV) sebagai hasil pemeriksaan serial dengan interval
kira-kira 3 minggu. Dalam metode serologis infeksi primer dapat pula ditentukan
dengan “Low IgG Avidity”, yaitu antibodi klas IgG menunjukkan fungsional
afinitasnya yang rendah serta berlangsung selama kurang lebih 20 minggu setelah
infeksi primer. Dalam hal ini lebih dari 90% kasus-kasus infeksi primer menunjukkan
IgG aviditas rendah (Low Avidity IgG) terhadap CMV.
Sedangkan dengan metode virologis, viremia maternal dapat ditegakkan dengan
menggunakan uji immuno fluoresen. Uji ini menggunakan monoklonal antibodi yang
mengikat antigen Pp 65, suatu protein (polipeptida dengan berat molekul 65 kilo
dalton) dari CMV di-dalam sel lekosit dalam darah ibu.
DIAGNOSIS PRENATAL
Diagnosis prenatal harus dikerjakan terhadap ibu dengan kehamilan yang
menunjukkan infeksi primer pada umur kehamilan sampai 20 minggu. Hal ini karena
diperkirakan 70% dari kasus menunjukkan janin tidak terinfeksi. Dengan demikian
diagnosis prenatal dapat mencegah terminasi kehamilan yang tidak perlu terhadap
janin yang sebenarnya tidak terinfeksi sehingga kehamilan tersebut dapat
berlangsung. Saat ini terminasi kehamilan merupakan satu-satunya terapi intervensi
karena pengobatan dengan anti virus (ganciclovir) tidak memberi hasil yang efektif
serta memuaskan.
Diagnosis prenatal dilakukan dengan mengerjakan metode PCR dan isolasi virus
pada cairan ketuban yang diperoleh setelah amniosentesis. Amniosentesis dalam
hubungan ini paling baik dikerjakan pada umur kehamilan 21 – 23 minggu karena tiga
hal:

1. Mencegah hasil negatif palsu sebab diuresis janin belum sempurna sebelum umur
kehamilan 20 minggu sehingga janin belum optimal mengekskresi virus cytomegalo
melalui urine kedalam cairan ketuban.
2. Dibutuhkan waktu 6 – 9 minggu setelah terjadinya infeksi maternal agar virus dapat
ditemukan dalam cairan ketuban.
3. Infeksi janin yang berat karena transmisi CMV pada umumnya bila infeksi maternal
terjadi pada umur kehamilan 12 minggu.

Penilitian menunjukkan bahwa untuk diagnosis prenatal hasil amniosentesis lebih


baik dibandingkan kordosentesis. Demikian pula halnya biopsi vili korialis dikatakan
tidak meningkatkan kemampuan mendiagnosa infeksi CMV intra uterin. Kedua prosedur
ini kordosentesis dan biopsi membawa resiko bagi janin bahkan prosedur tersebut tidak
dianjurkan.
Pemeriksaan ultrasonografi yang merupakan bagian dari perawatan antenatal
amat membantu dalam mengindentifikasi janin yang beresiko tinggi /diduga
terinfeksi CMV. Klinisi harus memikirkan adanya kemungkinan infeksi CMV
intrauterin bila didapatkan hal-hal dibawah ini pada janin sebagai berikut:
oligohidramnion, polihidramnion, hidrops non imun, asites janin, gangguan
pertumbuhan janin, mikrosefali, ventrikulomegali serebral (hidrosefalus), kalsifikasi
intrakranial, hepatosplenomegali dan kalsifikasi intrahepatik.
TERAPI DAN KONSELING
Tidak ada terapi yang memuaskan dapat diterapkan khususnya pada pengobatan
infeksi kongenital. Dengan demikian dalam konseling, infeksi primer yang terjadi
pada umur kehamilan £ 20 minggu setelah memperhatikan hasil diagnosis prenatal
kemungkinan dapat dipertimbangkan adanya terminasi kehamilan. Terapi diberikan
guna mengobati infeksi CMV yang serius seperti retinitis, esophagitis pada penderita
dengan AIDS (Acquired Immunodeficiency Syndrome) serta tindakan propilaksis
untuk mencegah infeksi CMV setelah transplantasi organ. Obat yang digunakan
untuk anti CMV untuk saat ini adalah Ganciclovir, Foscarnet, Cidofivir dan
Valaciclovir. Pengembangan vaksin perlu diusulkan guna mencegah morbiditas dan
mortalitas akibat infeksi kongenital.
BAB III
TINJAUAN KASUS

DAFTAR PUSTAKA

Baradero, M. 2008. Seri Asuhan Keperawatan Klien Gangguan Ginjal. Jakarta : EGC
Fadlun. 2012. Asuhan Kebidanan Patologis. Jakarta : Salemba Medika
Nugraheny, Esti. 2010. Asuhan Kebidanan Pathologi. Yogyakarta : Pustaka Rihama
Prawirohardjo Sarwono. 2009. Ilmu Kebidanan. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo

Anda mungkin juga menyukai