DETEKSI DAN KARAKTERISASI PARSIAL PARAMYXOVIRUS DARI KELELAWAR
Kelelawar merupakan reservoir pembawa berbagai jenis virus. Rabies merupakan penyakit yang paling banyak diketahui dibawa oleh kelelawar. Salah satu penyakit yang perlu diwaspadai adalah Famili dari Paramyxoviridae merupakan penyebab penyakit utama pada anak- anak seperti measles dan mumps. Anggota lain dari famili ini, yaitu Respiratory Syncitial Virus (RSV) merupakan penyebab infeksi pernafasan ringan pada bayi dan anak-anak di seluruh dunia dan penyakit saluran pernafasan akut pada orang tua. Parainfluenza virus tipe 1, 2, dan 3 menyebabkan penyakit pernafasan akut pada orang dewasa dan anak-anak. Anggota baru dari famili virus ini yaitu Hendra dan Nipah Virus diketahui bersifat zoonosis yang mengakibatkan infeksi yang fatal pada manusia (Van Boheemen S, 2012) Paramyxovirus adalah virus kelompok lima dari klasifikasi Baltimore yang merupakan virus dengan genom non segmented, negative single stranded (-) sense RNA yang memiliki ukuran sebesar 15-19 kilo-basepairs, kapsid heliks, memiliki amplop dan diselimuti duri-duri. Paramyxoviridae dibagi dalam dua sub family yakni Paramyxovirinae dan Pneumovirinae yang awalnya terdiri dari tiga genus yakni Respirovirus, Rubulavirus dan Morbilivirus, namun selanjutnya ditemukan genus Pneumovirus dan Metapneumovirus. Pengelompokkan ini berdasarkan kriteria morfologi, organisasi gen, kegiatan biologis protein dan hubungan sekuen encode protein. Sedangkan hubungan evolusi dari family paramyxoviridae berdasarkan nukleokapsid dan sekuen asam amino phospoprotein (Fridel F, 2004). Rata-rata virus paramyxovirus memiliki ukuran 150-350 nm dengan struktur yang terdiri dari spike, amplop, dan nukleokapsid. Tidak seperti virus influenza yang memiliki 8 segmen, virus pramyxoviridae tidak memiliki segmen, dan pada influenza terdapat dua glikoprotein (spike) yakni hemaglutinin dan neuraminidase, namun pada paramyxoviridae juga memiliki dua spike tapi HA dan NA berada di satu spike dan spike yang lain mengandung fusion F protein yang digunakan untuk fusion/penetrasi. Virus ini berbentuk bulat (spherical) atau plemorpik. Nukleokapsidnya berbentuk heliks dikelilingi oleh amplop, pada bahan genetiknya terdapat untai tunggal genetik dengan RNA sense negative 15- 17 kb yang mengandung nucleoprotein, phospoprotein, dan protein L (large). Pada nukleoproteinnya dilengkapi dengan enzim kompleks polymerase. Jenisjenis protein ini sangat penting untuk digunakan dalam mengidentifiksi jenis-jenis virus pada famili paramyxoviridae. Sekitar 75% penyakit infeksius yang baru muncul (emerging infectious diseases/ EID) pada manusia merupakan penyakit zoonotik (Wolfe ND, 2005) Penyakit zoonotik atau zoonosis didefinisikan oleh World Health Organization (WHO) sebagai penyakit-penyakit yang ditularkan secara alamiah antara hewan dan manusia. Penyakit zoonotik baru pada manusia kebanyakan (sekitar 60.3%) terjadi sebagai akibat kontak dengan satwa liar. Pengendalian penyakit zoonotik saat ini belum dilaksanakan secara efektif dan efisien, hal ini disebabkan oleh banyak faktor dan kendala baik di dalam kebijakan pemerintah maupun masalah teknis di lapangan. Tindakan pencegahan dan pengendalian penyakit zoonotik yang paling efektif dan efisien adalah tindakan yang dilakukan pada sumber penyakit, salah satunya kelelawar. Virus merupakan patogen yang dapat menginfeksi hewan, tumbuhan, dan manusia. Salah satu virus yang perlu diwaspadai adalah berasal dari famili Paramyxoviridae merupakan penyebab penyakit mayor pada anak-anak seperti measles dan mumps. Anggota lain dari famili ini, yaitu Respiratory Syncitial Virus (RSV) merupakan penyebab infeksi pernafasan ringan pada bayi dan anak-anak di seluruh dunia dan penyakit saluran pernafasan akut pada orang tua. Parainfluenza virus tipe 1, 2, dan 3 menyebabkan penyakit pernafasan akut pada orang dewasa dan anak-anak Anggota baru dari famili virus ini yaitu virus Hendra dan virus Nipah diketahui bersifat zoonotik yang mengakibatkan infeksi yang fatal pada manusia (Van Boheemen S, 2012)Berdasarkan penelitian lebih lanjut ternyata virus tersebut memiliki inang perantara utama yaitu kelelawar buah. Kelelawar termasuk dalam ordo Chiroptera dengandua subordo yaitu Megachiroptera dan Microchiroptera. Kelompok kelelawar di Indonesia mencapai 32% dari keanekaragaman mamalia yang ada (Baillie JEM, 2014) Kelimpahan, distribusi dan tingkat mobilitasnya memberi risiko tinggi untuk transmisi zoonosis dari hewan lain (Calisher CH, 2006) . Kelelawar mampu terbang 15- 1800 kilometer sehingga mampu mentransmisikan virus lebih mudah. Semakin dekat interaksi antara kelelawar dengan manusia semakin tinggi kemungkinan penularannya. Interaksi satwa liar dengan manusia tersebut diperantarai oleh beberapa pemicu (drivers): pembukaan hutan, industri penambangan, ekowisata, transportasi, perburuan dan perdagangan satwa liar. Masyarakat Sulawesi (suku Minahasa) dikenal sebagai konsumen berbagai hewan domestik maupun hewan liar. Kelelawar adalah salah satu daging yang paling disukai, bahkan menjadi extreme culinary. (Whitten AJ, 1987) Implementasi konsep Satu Kesehatan atau One Health diperlukan dalam rangka pencegahan penularan agen penyakit dari satwa liar kepada manusia (Barret MA, 2013). Konsep One Health juga akan mendorong pencegahan dan pengendalian penyakit antar spesies yang dapat menimbulkan suatu kejadian pandemik khususnya di Indonesia. Salah satu daerah yang memiliki human-animal interface adalah daerah hutan bakau Olibuu, Gorontalo yang dapat meningkatkan risiko tertularnya manusia terhadap penyakit zoonotik yang dibawa oleh kelelawar sebagai reservoir inang alami virus ini. Sebagian masyarakat melakukan perburuan dan penangkapan kelelawar untuk didistribusikan ke masyarakat konsumen barbagai hewan domestik maupun hewan liar. Perburuan dan penangkapan satwa liar seperti kelelawar oleh manusia dapat membawa risiko perpindahan patogen antar spesies dan antar hewan ke manusia (Wolfe ND, 2005). Dalam hal ini penangkap akan memiliki risiko yang paling tinggi jika terjadi infeksi virus yang dibawa oleh kelelawar, kemudian beberapa pihak lain seperti distributor yang membawa hasil tangkapan serta keluarga dari pihak yang terlibat dalam perburuan dan penangkapan kelelawar yang diketahui sebagai inang alami pembawa berbagai jenis virus. Daftar Pustaka
Van Boheemen S, B. T. (2012). A family-wide RT-PCR assay for detection of Paramyxoviruses
and application to a large-scale surveillance study. PLoS ONE, 7(4): e34961. Baillie JEM, H.-T. C. (2014). IUCN Red List of Threatened Species. A Global Species Assessment, -. Barret MA, O. S. (2013). Interdependence of People, Other Species, and the Planet. Philadelphia: Elsevier. Calisher CH, C. J. (2006). important reservoir host of emerging viruses. Microbiol, 531-545. Fridel F, D. M. (2004). Phylogenetic position of a paramyxovirus from Atlantic salmon FridelSalmo salar. Disease of Aquatic Organism, 11-15. Organization, W. H. (2016, agustus 23). World Health Organization. Retrieved from Nipah virus Infection: http://www.searo.who.int/entity/emerging_disease/links/CDS_Nipah_virus.pd f?ua=1. Whitten AJ, G. H. (1987). Ekologi Sulawesi. yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Wolfe ND, D. P. (2005). Bushmeat hunting, deforestation, and prediction of zoonotic disease emergence. Emerg Infect Dis, 1822-1827.