Bakteriologiiii
Bakteriologiiii
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pada tahun 1884, seorang dokter dan Denmark, Hans Christian Gram,
mengembangkan teknik untuk membedakan jenis bakteri berdasarkan ketebalan
lapisan peptidoglikan pada dinding sel dengan sistem pewarnaan. Bakteri diwarnai
dengan zat warna violet dan yodium, kemudian dibilas (dicuci) dengan alkohol, dan
diwarnai sekali lagi dengan zat warna merah.
Bakteri Gram positif adalah bakteri yang dinding selnya menyerap warna
violet dan memiliki lapisan peptidoglikan yang tebal. Contoh bakteri Gram positif,
yaitu Actinomyces, Lactobacillus, Propionibacterium, Eubacterium,
Bifidobacterium, Arachnia, Clostridium, Peptostreptococcus, dan Staphylococcus.
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan Penulisan
PEMBAHASAN
Mikroba patogen diketahui memasuki inang melalui organ-organ tubuh antara lain:
1. Saluran pernapasan, melalui hidung dan mulut yang dapat
menyebabkan penyakit saluran pernapasan seperti salesma,
pneumonia, tuberculosis.
2. Saluran pencernaan melalui mulut yang dapat menyebabkan
penyakit tifus, para tifus, disesntri, dll.
3. Kulit dan selaput lendir. Adanya luka mesekipun kecil dapat
memungkinkan mikroba seperti staphylicoccus yang menyebabkan
bisul.
4. Saluran urogenital
5. Darah
1. Saluran pernapasan
2. Saluran pencernaan
Kulit sangat penting sebagai pertahanan terhadap penyakit. Kulit yang tidak
mengalami perlukaan tidak dapat dipenetrasi oleh mayoritas mikroorganisme.
Beberapa mikroorganisme memasuki tubuh melalui daerah terbuka pada kulit,
folikel rambut, maupun kantung kelenjar keringat. Mikroorganisme lain memasuki
tubuh inang pada saat berada di jaringan bawah kulit atau melalui penetrasi atau
perlukaan membran mukosa. Rute ini disebut rute parenteral. Suntikan, gigitan,
potongan, luka, atau pembedahan dapat membuka rute infeksi parenteral.
4. Rongga mulut
Exotoxins adalah racun yang dilepaskan dari sel bakteri dan dapat
bertindak di bagian jaringan yang menghapus situs pertumbuhan bakteri.
Saluran pernafasan terdapat berbagai penyakit yang dapat terjadi. Salah satu
penyebabnya adalah bakteri. Begitu banyak bakteri yang dapat menjangkit saluran
pernafasan. Maka dari itu akan diperkenalkan bakteri yang terdapat pada saluran
pernafasan
1. Mycobacterium tuberculosis
Mikroba dikeluarkan melalui sputum dan saluran pernafasan. Infeksi terjadi
melalui muntahan atau saluran pernafasan. Lesion utama terjadi pada paru-paru dan
limfoglandula.
Cara Pemeriksaan
Perlakuan pada bahan terduga harus hati-hati karena kemungkinan
penularan. Pemeriksaan langsung pada bahan tersangka dilakukan dengan
pewarnaan tahan-asam.
Pengobatan
Penggunaan obat mungkin tidak dapat diterapkan pada hewan. Obat yang
paling ampuh dalam pengobatan tuberculosis adalah isoniazid. Obat ini digunakan
bersama para-aminosalisilat atau ethambutol dan kadangkala bersama dengan
streptomycin merupakan “triple therapy”. Pengobatan dapat diberikan selam 3
tahun, namun untuk streptomycin pengobatan dilakukan untuk beberapa bulan saja.
Beberapa galur dapat menjadi resisten terhadap streptomycin dan gangguan
terhadap syaraf pendengaran dapat terjadi. Selain itu terdapat pula galur yang
resisten terhadap isoniazid. Rifampin juga merupakan obat manjur dan dapat
digabung dengan ioniazid. Penggabungan kedua obat ini sering diberikan pada
hewan penderita di kebun binatang.
Pencegahan
Di lapangan, diagnosis dilakukan dengan uji tuberkulin yang didasarkan
pada “Delayed-hypersensitivity”. Beberapa macam tuberculin dapat digunakan,
semuanya mengandung protein mycobacterium yang menyebabkan hewan
terinfeksi menjadi hipersensitif . “Old Tuberculin” menurut Koch merupakan filtrat
dari biakan M. tuberculosis yang berumur 8 minggu.
2. Corynebacterium diphtheriae
Gambaran klinis
Masa inkubasi difteri adalah 2-5 hari (jangkauan, 1-10 hari). Untuk tujuan
klinis, akan lebih mudah untuk mengklasifikasikan difteri menjadi beberapa
manifestasi, tergantung pada tempat penyakit.
1) Anterior nasal difteri : Biasanya ditandai dengan keluarnya cairan hidung
mukopurulen (berisi baik lendir dan nanah) yang mungkin darah menjadi kebiruan.
Penyakit ini cukup ringan karena penyerapan sistemik toksin di lokasi ini, dan dapat
diakhiri dengan cepat oleh antitoksin dan terapi antibiotik.
2) Pharyngeal dan difteri tonsillar : Tempat yang paling umum adalah infeksi
faring dan tonsil. Awal gejala termasuk malaise, sakit tenggorokan, anoreksia, dan
demam yang tidak terlalu tinggi. Pasien bisa sembuh jika toksin diserap.
Komplikasi jika pucat, denyut nadi cepat, pingsan, koma, dan mungkin mati dalam
jangka waktu 6 sampai 10 hari. Pasien dengan penyakit yang parah dapat ditandai
terjadinya edema pada daerah submandibular dan leher anterior bersama dengan
limfadenopati.
3) Difteri laring : Difteri laring dapat berupa perpanjangan bentuk faring. Gejala
termasuk demam, suara serak, dan batuk menggonggong. membran dapat
menyebabkan obstruksi jalan napas, koma, dan kematian.
4) Difteri kulit : Difteri kulit cukup umum di daerah tropis. Infeksi kulit dapat
terlihat oleh ruam atau ulkus dengan batas tepi dan membran yang jelas. Situs lain
keterlibatan termasuk selaput lendir dari konjungtiva dan daerah vulvo-vagina,
serta kanal auditori eksternal.
Diagnosis
Diagnosis klinik difteri tidak selalu mudah ditegakkan oleh klinikus-
klinikus dan sering terjadi salah diagnosis. Hal ini terjadi karena strain C.
Diphtheriae baik yang toksigenik maupun nontoksigenik sulit dibedakan, lagipula
spesies Corynebacterium yang lain pun secara morfologik mungkin serupa. Karena
itu bila pada pemeriksaan mikroskopik ditemukan kuman khas difteri, maka hasil
presumtif adalah: ditemukan kuman-kuman tersangka difteri. Hal ini menunjukkan
pentingnya dilakukan diagnosis laboratorium secara mudah, cepat, dan dengan hasil
yang dipercaya untuk membantu klinikus. Walaipun demikian, diagnosis
laboratorium harus dianggap sebagai penunjang bukan pengganti diagnosis klinik
agar penanganan penyakit dapat cepat dilakukan. Hapusan tenggorok atau bahan
pemeriksaan lainnya harus diambil sebelum pemberian obat antimikroba, dan harus
segera dikirim ke laboratorium.
Pengobatan
Selain antitoksin, umumnya diberi Penisilin atau antibiotik lain seperti
Tetrasiklin atau Eritromisin yang bermaksud untuk mencegah infeksi sekunder
(Streptococcus) dan pengobatan bagi carrier penyakit ini. Pengobatan dengan
eritromisin secara oral atau melalui suntikan (40 mg / kg / hari, maksimum, 2 gram
/ hari) selama 14 hari, atau penisilin prokain G harian, intramuskular (300.000 U /
hari untuk orang dengan berat 10 kg atau kurang dan 600.000 U / sehari bagi mereka
yang berat lebih dari 10 kg) selama 14 hari.Antitoksin difteri diproduksi dari kuda,
yang pertama kali digunakan di Amerika Serikat pada tahun 1891. Pengobatan
difteri dilakukan dengan pemberian antitoksin yang tepat jumlahnya dan juga cepat.
Antitoksin dapat diberikan setelah diagnosis presumtif keluar, tanpa perlu
menunggu diagnosis laboratorium. Hal ini dilakukan karena toksin dapat dengan
cepat terikat pada sel jaringan yang peka, dan sifatnya irreversibel karena ikatan
tidak dapat dinetralkan kembali. Jadi penggunaan antitoksin bertujuan untuk
mencegah terjadinya ikatan lebih lanjut dari toksin dalam sel jaringan yang utuh
dan akan mencegah perkembangan penyakit.
Pencegahan
Pencegahan infeksi bakteri ini dapat dilakukan dengan menjaga kebersihan
diri dan tidak melakukan kontak langsung dengan pasien terinfeksi. Selain itu,
imunisasi aktif juga perlu dilakukan. Imunisasi pertama dilakukan pada bayi berusia
2-3 bulan dengan pemberian 2 dosis APT (Alum Precipitated Toxoid)
dikombinasikan dengan toksoid tetanus dan vaksin pertusis. Dosis kedua diberikan
pada saat anak akan bersekolah.Imunisasi pasif dilakukan dengan menggunakan
antitoksin berkekuatan 1000-3000 unit pada orang tidak kebal yang sering
berhubungan dengan kuman yang virulen, namun penggunaannya harus dibatasai
pada keadaan yang memang sanagt gawat. Tingkat kekebalan seseorang terhadap
penyakit difteri juga dapat diketahui dengan melakukan reaksi Schick.
1. Clostridium perfringens
Patogenesis
–Menghasilkan toksin LT
–Toksin merangsang enzim adenilat siklase pada dinding usus yang mengakibatkan
bertambahnya konsentrasi cAMP sehingga hipersekresi air dan klorida dalam usus.
2. Bacillus cereus
Bacillus cereus telah dikenali sebagai salah satu penyebab keracunan pada
makanan sejak tahun 1955, sejak saat itu mikroorganisme ini telah menarik banyak
perhatian dan menjadi salah satu penyebab keracunan pada pangan yang termasuk
sering ditemukan.
Bacillus cereus merupakan golongan bakteri Gram-positif (bakteri yang
mempertahankan zat warna kristal violet sewaktu proses pewarnaan Gram), aerob
fakultatif (dapat menggunakan oksigen tetapi dapat juga menghasilkan energi
secara anaerobik), dan dapat membentuk spora (endospora).
Spora Bacillus cereus lebih tahan pada panas kering daripada pada panas
lembab dan dapat bertahan lama pada produk yang kering. Selnya berbentuk batang
besar (bacillus) dan sporanya tidak membengkakkan sporangiumnya.
3. Clostridium tetani
Bentuk batang lurus, langsing, berukuran panjang 2-5 mikron, lebar 0,4-0,5
mikron, dapat bergerak, termasuk gram positif anaerob berspora, membentuk
exotoxin yang disebut tetanospasmin (tetanus spasmin), dan ketika bakteri ini
mengeluarkan eksotoxin maka akan menghasilkan 2 eksotoxin yaitu
tetanospasmin dan tetanolisin.
Sifat Bakteri
Morfologi
Bahan pemeriksaan diambil dari luka, nanah, dan jaringan. Pada tetanus
diagnosa penyakit didasarkan atas gejala klinik dan anamnesis adanya luka.
Pengobatan dengan antitetanus toxin dan antibiotika segera dilakukan, tanpa
menunggu hasil pemeriksaa laboratorium. Sample diperiksa setelah pewarnaan
Gram dan dilakukan perbenihan.
Pencegahan
1. Mycobacterium leprae
Sifat Bakteri
Bentuk batang, Gram positif, tahan asam (acid-fast), tidak bergerak. Sampai
sekarang belum berhasil dibiakkan Basil lepra dalam suasana panas dan lembab
dapat tetap hidup selama 9-16 hari. Jika terkena sinar matahari secara langsung
dapat bertahan hidup selama 2 jam, terhadap sinar UV hanya dapat bertahan 30
menit.
Diagnosa Laboratorium
Bahan pemeriksaan diambil dari goresan dengan skalpel pada lesi di kulit
atau mukosa hidung atau daun telinga. Dibuat sediaan apus pada gelas benda dan
dilakukan pengecatan menurut cara Ziehl-Neelsen. Adanya basil lepra tampak
berwama merah dengan susunan bentuk globus, cerutu atau satu-satu.
PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran
Bakteri makhluk kecil yang jarang kita sadari keberadaanya. Maka jika terjangkit
salah satu penyakit dari bakteri kita jangan meremehkan gejala awal yang dialami
karena umumnya gejala awalnya sangat biasa. Karena jika diremehkan bisa saja
menjadi akut. Harus mengikuti tahap-tahap pencegahan yaitu dengan menjaga
kebersihan diri.
DAFTAR PUSTAKA