Anda di halaman 1dari 87

Sekilas mengenai Barramundi / Kakap putih

Barramundi adalah salah satu predator besar, tumbuh hingga mencapai bobot 60kg, tetapi yang sering tertangkap antara 1-3 kg bahkan kurang. Barramundi dapat tumbuh mencapai 180 cm. dan mencapi usia kedewasaan ketika
barramundi mencapai panjang sekitar 99 cm usia barramundi bisa mencapai 25 tahun. termasuk kedalam jajaran keluarga ikan yang cukup besar, barramundi merupakan perpaduan antara ikan yang hidup pada umumnya di air tawar
dan air asin karena barramundi sangat cepat beradaptasi dari perairan air tawar ke air asin (laut)
Warna barramundi
Warna barramundi kehijau-hijauan - perunggu sepanjang punggung, warna perak sepanjang sisinya,dan warna putih di bagian bawahnya
Barramundi muda berwarna krem dengan bercak-bercak gelap dan beberapa ditemui mempunyai warna kekuning-kuningan di bagian belakang dan sirip ekornya. Kebanyakan barramundi memulai kehidupanya sebagai jantan dan
berubah menjadi betina ketika semakin besar
Area Habitat
Habitat hidup Barramundi berada di air payau terutama yang bersuhu air cukup hangat dan bersih disekitar muara karena disinilah tempat makanan dari kakap berupa udang dan ikan ikan kecil banyak didapat. Barramundi juga dapat
ditemui di laut yang tidak jauh dari pantai, dekat bebatuan atau karang, dekat dekat dengan tonggak tonggak kayu di muara-muara sungai/kali, dalam tambak atau aliran air ke tambak, DAM, Jembatan dekat muara, Tikungan sungai,
banjir kanal, anak sungai, daerah pengairan sungai dekat muara, billabongs* terutama dengan banyak kayu pada dasarnya, bahkan sampai wilayah pedalaman sungai serta daerah daerah lain yang masih terhubung secara langsung
dengan laut dan terpengaruh oleh air pasang-surut air laut
Ringkasnya Barramundi melakukan migrasi dari air tawar ke air asin untuk bertelur, dan kembali berkumpul ke arah sungai karena memang barramundi atau kakap berhabitat disekitar muara dan juga karena kakap ini dapat
beradaptasi dari perairan laut ke air tawar atau sebaliknya
Record
Record yang pernah dibuat dalam memancing barramundi adalah 37.85kg (83 1/4 lbs.) di australia. Rata rata ukuran yang sering di dapat adalah 2kg - 10kg, dapat mencapai 30kg (66 lbs. atau lebih).
Umpan
Umpan yang sering dipakai adalah:
Udang (sebaikya udang putih) ukuran ± 10 cm, Ikan Belanak, Ikan-ikan kecil di muara, Minnow Deep Diving, Minnow Rattler, Popper, Soft Plastics, Surface crawler. Flies - Saltwater Baitfish.
lainnya - Trolling and spinning lures seperti Rapala minnows, Frog lures (umpan kodok), Bomber Long A's, Nilsmaster Spearheads, Killalure Terminator II's dan Cordell rattlers.
Alat perlengkapan memancing jenis ini:
• Joran: ukuran panjang 1-4 meter dengan spesifikasi joran jenis antenna / joran patah dua/tiga
Kualitas joran kaku untuk dapat menyentak kuat saat strike (kekuatan joran sebaiknya 15-30 lb)
• Line: 4 - 10kg utamananya senar dengan diameter 0.50 m/m.
• Gunakan Neckline diujung senar ± ½ meter(karena yg sering terjadi saat strike senar putus di ujung karena tarikan kuat saat strike dan sirip ingsang kakap tajam seperti silet )
• mata kail: No.6 - 9.(apabila menggunakan umpan udang atau ikan belanak hidup)
• Peralatan reel: Medium spinning atau baitcaster gear untuk lures dan baits(umpan buatan).
• Parang untuk membuka lahan mancing (biasanya pinggir sungai masih berupa semak belukar)
• Rokok 2 bungkus untuk teman mancing atau jaga jaga dari lintah atau pacet
• Minuman dingin atau hangat serta camilan untuk teman menunggu terjadinya strike
Tip memancing Barramundi / Kakap
Apabila menggunakan udang hidup (sebainya udang putih) apabila memancing dengan pemberat timah usahakan posisi umpan pada ketinggian 75 cm s/d 1 meter di atas pemberat dan timah pemberat tidak boleh terlalu berat. Atau
dengan model semarangan yaitu timbal gepeng dipilin (jangan sampai kencang) sehingga udang dapat bergerak bebas ketika umpan sampai bawah
Saat air akan mulai pasang atau saat batas teratas air pasang di sungai kondisi air bersih kehijauan, coklat muda (seperti air teh) atau kuning dan rasa air payau adalah saat yang tepat untuk memulai memancing barramundi.
Bagi barramundi angler waktu terbaik memancing baramundi ini setelah musim hujan dari bulan april – mei dan periode sebelum musim penghujan antara bulan oktober sampai November
Carilah lokasi yang mempunyai lubuk atau cerukan dari muara atau sungai yang cukup dalam dan luas atau di celah celah/tonggak kayu dan karang serta bebatuan karena disinilah Hot spot terbaik barramundi.
Apabila keadaan bawah sungai atau kali sering nyangkut karena banyak kayu atau karang dan bebatuan dapat dipergunakan pelampung baik yg dibuat sendiri dari gabus atau pelampung kecil yang banyak dijual di toko pancing
(usahakan jarak pelampung dan pemberat ± 1 meter dapat disesuaikan dengan kedalaman sungai atau kali)
Untuk Angler sungai dan kali selama musim hujan, mancing pada waktu petang dan malam hari adalah kondisi yang baik ketika barramundi sedang penuh berahi dan cenderung produktif. Pada saat ini barramundi melakukan
perjalanan kearah hilir sungai. dalam musim kemarau barramundi cenderung berlokasi di hulu sungai
Apabila ikan menunjukkan tanda-tanda keberadaanya dengan muncul dipermukaan dan memakan sesuatu cobalah dengan umpan ikan belanak hidup, minnow atau popper karena dengan umpan ini barramundi akan lebih tertarik
untuk Strike
*billabongs : (cerukkan tanpa hulu dalam alur sungai yang terhubung dengan laut)
-Salam Barramundi Strike-
Tips untuk mancing ikan di Muara,
met kenal, masukan ja dari pemula
umpan hidup pake udang putih atau udang tenger
bisa menggunakan reel atau kelosan tradisional tergantung mana yang lebih nyaman buat anda, saya biasanya menggunakan kenur mono. besarnya udang sesuaikan dengan target ikan, bisa 6-15cm atau lebih, berikan pemberat
daun/lempengan dengan jarak 20-30 cm dari mata kail dengan berat menyesuaikan besar umpan(rata2 2x2cm bisa kurang atau lebih), tancapkan mata kail di ekor udang(ruas terakhir) dan usahakan jagan sampai mengenai garis merah
yang ada di dalam tubuh udang sehingga udang bisa bertahan hidup lebih lama. kalau air tenang bisa menggunakan pelampung- jarak dengan mata kail menyesuaikan kedalaman(80-150cm). seandainya air bergerak-ada arus bisa
tanpa pelampung, cari lokasi yang terhindar dari arus-kadang ikan sering menunggu untuk menyergap ikan2 kecil yang terseret arus disitu. ikan kakap putih sering cari makan di dasar air-usahakan umpan jangan terlalu mengambang
di tengah.
umpan ikan hidup
bisa menggunakan blanak atau ikan lainnya(bethik/bethok, mujair, anak gabus dll), saya lebih suka menggunakan ikan blanak berukuran antara 8-10 cm, dan biasanya saya gunakan umpan ikan seandainya banyak tenggakan(subuh
dan senja), umpan sengaja saya pasang tanpa pelampung sehingga bergerak2 dipermukaan, gunakan kawat(serabut) nikelin sepanjang 30-50cm, jika menggunakan umpan ini saya lebih suka pakai reel karena cara ikan memangsa
sangat kasar sehingga banyak kemungkinan kenur putus, juga karena hentakan pertama saat ikan makan bisa berobek jari seandainya tidak siap.
casting
ditempatku ada teknik casting namun umpang yang digunakan adalah ikan mati, cara pemasangannya mirip teknik trolling. ikan yang digunakan biasanya lele(10-12cm) atau jangjang(mirip belut namun kecil), pemilihan ikan ini
karena seandainya dicast ekornya bergerak2, cara ini efektif digunakan di saat kondisi petang(dinihari-subuh, senja-malam) karena pada waktu gelap ikan lebih mengandalkan indra penciuman dan getaran air
kalau menggunakan umpan buatan pilih yang menyelam agak dalam (lips lebar-panjang) atau dipermukaan (WTD), cara memainkannya sama seperti casting pada umumnya namun lebih pelan. dan lebih aman seandainya casting
gunakan leader lebih tebal atau nikelin.
mgkin yg lebih senior bisa menambahkan
Sekedar sharing dengan para pakar casting Baramundi. Sebelumnya saya ucapkan Salam Kenal , saya asal Bandung, posisi saat ini sedang kuli di Temagapura Papua, salah satu habitat Baramudi yg relatif masih melimpah. Hobby,
tentunya Mancing: Troling, Poping, Dasar dan Casting (yang paling digemari). Saya belum pernah casting Baramundi di kolam, tapi menurut para angler, Casting Baramundi di Kolam atau di sungai sama saja. Para angler percaya,
kunci sukses Casting Baramundi adalah dengan mengetahui kenapa Ikan “Baramundi” menghajar lure kita.
1st Lapar – ikan sedang lapar (semua mahluk kalau lagi lapar pasti cari makan). Dari pengalaman kami, Baramundi ada yg mendiami tempat tertentu (tidak berpindah) yaitu yang ada di rumpon (Kalau di sungai biasanya ada di sekitar
kayu/pohon yang rubuh), Penghuni tetap ini bisasanya Baramundi yg masih kecil-kecil (dibawah 5 Kg) mereka mendiami rumpon utk ngintip ikan kecil dan berlindung dari predator. Ada juga Baramundi yang mobile, Kelompok ini
biasanya besar-besar (diatas 5 Kg), akan bergerak kalau air sedang pasag naik (terutama kalau air naik di pagi hari), suhu air cukup hangat dan jernih. Kelompok ini akan bergerak dari hilir/muara ke hulu sungai mengikuti air asin dari
laut yang bergerak ke hulu. Baramundi paling senang bermain waktu air di puncak pasang, air agak tenang dan sedikit bergoyang ( Masyarkat papua bilang air konda). Kiatnya lempar dari tengah sungai ke pinggir dimana disana ada
rumpon. Tarik pelan-pelan, sekali-sekali berhenti satu putaran untuk memberi kesempatan Baramundi yang ragu menghajar lure kita.
2nd Habitatnya terganggu. – Para angler ada yg berpendapat waktu lure kita dihajar ikan, bukan berarti ikan tsb sedang lapar, tapi ikan merasa terganggu, karena ada ikan lain yang masuk ke habitatnya. Kiatnya, lempar lure kita ke
hot spot dari jarak yang agak jauh dengan lintasan lure seperti busur/parabola sehingga waktu jatuh ke air menimbulkan bunyi yang cukup keras, yang bisa menyebabkan mereka terganggu.
3rd Ganas tapi Pemalu - Baramundi tidak seperti GT, Kuwe, Barakuda, Tongkol/Cakalang atau Kelompok ikan permukaan lainnya, dimana mereka berani menghajar umpan kita (popper) diatas permukaan air, sedangkan Baramundi
termasuk ikan kelompok tengah biasanya baru berani menghajar lure kita 1 meter dibawah permukaan air. Kiatnya, gunakan Lure floating, yaitu lure jenis mengambang dan hanya masuk ke dalam air waktu kita tarik. Sesuaikan lure
yang kita gunakan dengan kedalaman air.
4th Buta Warna – Menurut para pakar mancing, sebenarnya ikan itu buta warna, mereka hanya bisa melihat warna sebagai (nuansa) hitam - putih / gelap - terang. Dari pengalaman warna yang disukai adalah lure yang bagian
bawahnya berwarna kuning atau merah (nuansa terang) dan bagian sampingnya warna hologram (terang). Bagian atas warna gelap spt biru atau warna gelap lainnya. Saya biasanya menggunakan floating lures, Australian hand made.
5th Teori Kebetulan – dari pengalaman kami, tidak ada yang jago Casting, Kenapa lure kita di hajar ikan, karena kebetulan lure kita dilempar dengan cara yang benar ke tempat dimana diperkirakan ada ikannya pada waktu yang tepat.
6th Kata Kunci – Kata kuncinya agar sukses casting hanya 3 kata: LEMPAR DAN LEMPAR
Salam -
12 Suka2 Komentar1 Kali Dibagikan
Sustainable Barramundi Fish Farming, by Clay Ferguson
It took thousands of years for the world human population to reach 1 billion people, and in the past 200 years it grew sevenfold (UNFPA 2016). In an inevitable reaction to this growing revolution, man has
revolutionized simple fishing and netting techniques into complex controlled systems of domestication, called aquaculture. Aquaculture quickly became popular throughout the world with many species for the
main reason that there was no laborious and time consuming ‘fishing’ involved. However, in today’s society, aquaculture has taken on a different role in which its main purpose is to help sustain and subsidize for
the huge biomass we exploit every day. Although aquaculture practices have changed dramatically through their existence, the species domesticated have not varied much. Since the common carp’s first
application to aquaculture, species including mussels, shrimp, catfish, tilapia, salmon, trout, bass, and other fin fishes have made their names in the list of cultivable species (Rabanal 1988). All species have a
relative aquaculture weaknesses be it temperature or pH tolerance, feed to growth ratio, or even stress. Tilapia have been a top species choice for many aquaculturalists due to their hardiness, growth rate, and
stress tolerance, but the Barramundi (Lates calcarifer) has begun to shine where even the tilapia has not. Barramundi seem to have a positive reaction in every checklist aquaculturalists have for potential species.
They are hardy like the tilapia, taste like a cross between a snapper/grouper and halibut, contain optimum omega-3 levels with minimal negative omeg-6 levels, are omnivorous, can be raised without hormones,
and most of all has one of the quickest food to growth ratios of any domestic species (Briter 2014). The barramundi has taken off across the world as a premier species suited for aquaculture because of these
reasons and as scientists and farmers look to enhance the successful applications of this fish, developmental questions arise as to what farming strategies or even what environmental conditions when applied to
barramundi culture will produce the best quality sustainable fish.

Barramundi (Lates calcarifer) Source: Queensland Government

Barramundi can be found in Southeast Asia down to Australia. They are oviparous fish
that will lay millions of small pink eggs, which hatch within 15 to 20 hours (Thorne 2011). All
barramundi start their lives male and in fresh water river systems, living there for a few breeding
seasons before venturing to brackish or saltwater. Females do not appear until around the age of
3 or 4 creating a rather unique social and reproductive system. They grow rapidly averaging
around the 1.5:1 kilogram of food to kilogram of weight growth in captivity (Thorne 2011).
Captive barramundi have been found to have higher omega-3 and better omega 3-6 ratios than
their wild counter part (Nichols et al 2014). These two attributes both create high demand from
consumers choosing the healthy fish and benefit farmers because they see faster money return
compared to other species. Barramundi demand a high protein diet for optimum growth,
although scientists are attempting to reduce the reliance on wild caught fish as food. Achieving a
truly sustainable farm requires research that can maintain high growth rates and taste, but not
exacerbate already diminished primary consumers of our oceans.

Barramundi in grow-out tank. Source: Australis


Industrial farming of the barramundi originated in Australia and South Asia in the mid to
late 1900’s. For centuries they have been considered a prized sport fish exceeding 90 pounds and
offering an intense battle when hooked (International Game Fish Association 2016). They have
also been fished commercially, but are now governed by seasonal closures along with tackle and
gear restrictions. Unlike many species, barramundi were not hatched and grown in captivity for
population replenishment plans, but rather as a direct food source without the trivial and tidal
patterns fishing can impose. Australians recognized their premium eating qualities and have
industrialized into over 100 licensed farms throughout the country (ABFA 2008). These farms
range from fresh to salt water ponds and cages to indoor recirculation systems. Outdoor grow out
facilities, however, are strongly subjected to the environment they are established in, limiting
feasible aquaculture locations and growth enhancing techniques. In order to command a better
control on the entire life process and yield of the barramundi, Recirculating Aquaculture Systems
(RAS) are the desired system across the world.

One major company in America growing barramundi in a commercial RAS system


is Australis, Turners Falls, MA. Picking the barramundi was easy for Australis because, “The
Sustainable Seabass has the same sweet, flavor and meaty texture as other Seabass, yet its unique
eco-friendly profile makes it unlike any other fish available (Guerriero 2011).” Yet to run a
successful barramundi operation, a RAS systems was absolutely necessary to maintain the
optimum 25 degrees Centigrade for the species. Benefits in a RAS system can seemingly venture
as far as technology can be advanced. Australis among many commercial aquaculture businesses
utilize computerized sampling systems like Argus Control Systems or OSMOBOT to constantly
regulate and record water variables such as: pH, dissolved oxygen, temperature, ammonia,
nitrates, and many other important minerals (Stein and Holowko 2016). Any dramatic
fluctuations in these variables can induce stress in the fish and increase chances of disease or
death; therefore automated systems are crucial to maintaining optimum environmental conditions
for the barramundi. Furthermore, automated systems can greatly reduce the workforce both in
labor and time allowing for more focus on marketability and other business interests. Australis
has eliminated many negatives impeding the growth of aquaculture systems by ensuring a closed
loop system. This means they can ensure the barramundi, a non-native species does not happen
to escape into our native waters and pose invasive issues. Also by using a circulatory system,
Australis is not continually taking in, contaminating, and depositing water back into our streams.
RAS systems are designed to use the same water for an extended period of time by way of
filtration stages both physical and microbial/biological. Australis’ tank design has setup a
continual hierarchy of similar sized fish giving them “more space to swim as they grow” and
enabling each fish the equal opportunity to feed and become marketable (Guerriero 2011).
Australis has developed a thriving international business through technological advancements
but no factor is any more important than the principles of the barramundi’s ecology and lifecycle.
Barramundi is Australia's favorite fish, also known as as Asian Sea Bass and The Sustainable Seabass™ Source

There are many aspects that have yet to be analyzed to increase the sustainable level of
farming this fish. Experiments are continuing to be funded for barramundi aquaculture research
regarding challenges of manufacturing the best feed or even what water salinity yields the best
tasting, growing, and healthiest fish. Australian Farmer Kel Gordon has designed an aquaculture
system that grows quality barramundi but also rids of time and money a farmer has to invest in
his system. His Pod system needs no pumps, is vertically integrated, overcomes cannibalism,
limits stress to a minimum, and has been proven to return 37% profit within second year (Gordon
1999). Engineering ingenuity that saves farmers money while at the same time builds off of the
ecological strengths of the barramundi is rapidly labeling fish farming as an efficient and
sustainable practice. This is crucial since farming fish relies completely on what consumers think
of every aspect of the system. Looking beyond aquaculture RAS techniques, barramundi are
now being trialed with past successful aquaponic plant species in fresh water systems. This
conflicts with farmers who prefer salt water to produce best barramundi flavors, since they will
not have the option of the highly desired freshwater plant species like tomatoes, lettuce, and
strawberries (Diver 2006). This has opened a window for marine vegetation such as kelp and
seaweed that has recently grown into a high demand international market. Establishing an
aquaponics system can be expensive therefore setting up an aquaponics system that utilizes
barramundi waste to produce additional profit is wise. Government subsidies are often provided
if certain standards are met and if alternative energy like solar or geothermal are used in the RAS
(Barclay 2015). In order to keep up with the increasing human population, it is of utmost
importance that farming becomes sustainable, utilizing every phase of the system while reducing
the amount of land needed. Although there is much research and technological advancements to
come, the barramundi seems to be the future of sustainable aquaponic farming.
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Ikan kakap putih (Lates calcalifer, Bloch) merupakan nilai ekonomis
penting di Negara tropis dan sub tropis yang meliputi daerah sebelah barat
Laut Facifik dan dan Laut India (Chomdej, 1986). Ditinjau dari sifat
biologi, ikan ini mempunya sifat-sifat yang menguntungkan untuk
dibudidayakan antara lain bersifat euryhalin, dapat mentolerir perubahan
salinitas dari tawar, payau sampai asin, dan disamping itu mampu tumbuh
dan berkembang dengan baik dalam perairan dengan turbiditas tinggi dan
dalam lingkungan yang cocok dapat tumbuh dengan cepat.

Pembenihan kakap putih telah dikenal sejak tahun 1970 di Thailand, dan
pengembangan secara missal menggunakan rekayasa teknologi berupa
pemakaian hormone mulai dilakukan tahun 1980-an. Hasil ini ternyata
mampu memberikan alternative yang baik untuk kegiatan pembenihan,
khusunya untuk penyediaan benih secara berkesinambungan.

Di Indonesia pembenihan Kakap Putih telah berhasil dilakukan sejak bulan


April tahun 1987 dan pada akhir tahun 1988 berhasil dilakukan
pembenihan secara missal di Balai Budidaya Laut Lampung. Rekayasa
teknologi yang digunakan adalah dengan manipulasi hormone dan
manipulasi lingkungan. Berhasilnya pembenihan secara missal ini sangat
mendukung untuk usaha budidaya, sebab benih tersedia dalam jumlah
yang cukup dan berkelanjutan.

1.2 Taksonomi dan Morfologi


Ikan kakap putih pertama kali ditemukan oleh Bloch di Laut Jepang,
Kemudian diberi nama Holocentrus calcalifer (Kungvankij, et. al., 1986),
sedangkan menurut Tiensongrusmee, et. al., 1989 Kakap Putih ditemukan
oleh Bloch dari pedagang Belanda sepulang dari Indonesia.
Adapun taksonomi ikan Kakap Putih yang digunakan secara luas :
Phylum : Chordata

Sub Phylum : Vertebrata

Class : Pisces

Sub Class : Telestomi

Ordo : Perchomorphi

Family : Centropomidae

Genus : Lates

Species : Lates calcalifer, Bloch

1.3 Reproduksi
Berdasarkan siklus reproduksinya ikan Kakap Putih merupakan
hermaprodit protandri, yaitu pada awal fase reproduksinya mempunyai
kelamin jantan kemudian berubah kelamin menjadi betina. Testis mulai
terbentuk pada ukuran panjang total antara 25-35 cm. pada daerah yang
dekat dengan garis equator pematangan seksual jantan terjadi lebih awal
dibandingkan berada jauh dari garis equator. Di Australia Utara dan
Indonesia pematangan kelamin jantan terjadi pada umur 1-2 tahun
(panjang total ± 29 cm), sedangkan di Queensland pada umur 3-5 tahun
atau pada saat panjang total mencapai 53-60 cm (Davis, 1986).

BAB II
PRODUKSI TELUR
2.1 Penyediaan Induk
Keberhasilan dalam pembenihan ikan terutama tergantung pada
ketersediaan induk matang telur dengan mutu yang baik, yang mampu
manghasilkan ikan yang cepat tumbuh dengan tingkat kelangsungan hidup
yang tinggi. Induk-induk dapat diperoleh baik dengan cara menangkapnya
dari alam atau memeliharanya dari ukuran benih yang ditebar di kolam
atau di karamba jarring apung.

2.1.1 Induk dari Alam

Induk dari alam ini biasanya berasal dari tangkapan pada musim
pemijahan dengan menggunakan jaring insang bermata jaring 8-10 cm.
Induk kakap putih yang tertangkap kemudian dipelihara di karamba jaring
apung atau di bak pemeliharaan.

Induk yang tertangkap biasanya mengalami kerusakan atau luka pada


tubuhnya, ikan tersebut sebaiknya langsung diobati dalam bak atau wadah
lain dengan acriflavin 5 ppm selama 2-3 jam. Umumnya dibutuhkan waktu
6 bulan agar induk tersebut pulih dari kerusakan atau stress yang dialami
sebelum kegiatan pematangan gonad dan pemijahan.

2.1.2 Induk Hasil Pemeliharaan

Induk-induk kakap putih dapat diperoleh dari hasil pembesaran benih yang
berasal dari unit pembenihan atau pengumpulan dari alam. Induk-induk
tersebut akan siap untuk pemijahan pada akhir taun ketiga pemeliharaan
ketika induk telah mencapai panjang total lebih dari 50 cm dengan berat
diatas 3 kg.

Pemeliharaan dimulai dari benih yang sehat dan mempunyai pertumbuhan


paling cepat. Pakan yang diberikan adalah ikan rucah segar dengan
frekuensi pemberian 2 kali sehari, ukuran pakan yang diberikan tergantung
pada ukuran ikan. Gelondongan yang berukuran panjang total 10-15 cm
diberi cacahan ikan rucah yang berukuran 1 cm sebanyak 15% dari total
biomass setiap harinya. Ikan-ikan yang berukuran panjang total lebih dari
15 cm diberi pakan sebanyak 5-10% dari berat total biomass setiap harinya.
Setelah ikan mempunya berat 1 k, ikan diberi pakan sebanyak 5% dari berat
biomass setiap harinya. Induk matang telur yang berumur tiga tahun atau
lebih diberi pakan 2-3% berat total setiap harinya.

Tingkat pemberian pakan kemudian dikurangi 1% dari berat total ikan


selama musim pemijahan.

2.2 Pematangan Gonad


Pakan yang diberikan mempunya peranan yang sangat penting untuk
pertumbuhan dan tingkat fekunditas gonad ikan. Selain itu juga akan
berpengaruh terhadap kualitas telur dan larva yang dihasilkan.
Pematangan gonad induk dapat dilakuakn dengan pemberian pakan yang
baik secara kualitas dan kuantitasnya berupa ikan rucah segar/cumi
ditambah dengan vitamin E yang diberikan sekali dalam seminggu dengan
dosis 30 mg/kg induk ikan.

2.3 Pemilihan Induk Matang Gonad


Pengecekan matang gonad induk ikan betina dapat dilakukan dengan
pengambilan contoh telur dari bagian tengah ovarium dengan
menggunakan selang canula. Sampling dilakukan dengan cara memasukan
selang canula berdiameter 1,2 mm kedalam saluran telur (oviduct) dari
ikan tersebut dengan kedalaman 6-7 cm. sampel telur dimasukan kedalam
tabung kaca berisi larutan sodium chloride 0,6% dan formalin 1% untuk
kemudian dilakukan pengamatan terhadap ukuran dan bentuk telur. Garis
tengah telur diukur dengan menggunakan micrometer okuler di bawah
mikroskop. Induk ikan betina yang mempunyai telur berukuran seragam,
berbentuk spheric dan tidak saling menempel dengan diameter 400-500
mikron atau lebih dapat dipilih untuk pemijahan.

Induk-induk ikan jantan yang dipilih adalah yang mengeluarkan sperma


berwarna krem apabila dilakukan stripping pada bagian perutnya. Induk
jantan yang hanya yang mengeluarkan sperma seperti susu dan encer tidak
cocok untuk dipijahkan. Agar induk tidak meronta selama proses seleksi
induk disarankan memakai obat penenang seperti quinaldine, tricane atau
ethyleneglicol dengan dosis antara 1:8.000 – 1:10.000, dimana induk akan
tenang setelah 3-5 menit kemudian.

2.4 Pemijahan
Induk kakap putih dapat dirangsang untuk memijah di lingkungan
pemeliharaan dengan rangsangan hormone, manipulasi lingkungan atau
mijah secara alami. Sebulan sebelummusim pemijahan induk-induk ikan
dipindahkan kedalam bak pemijahan dengan kepadatan 2-5 kg/m dan 3

perbandingan jantan betina 1:1 (kg). induk-induk yang akan dipijahkan


hanya dipilih dengan criteria :
 Aktif bergerak
 Sirip dan sisik lengkap
 Tubuh tidak cacat
 Bebas dari penyakit atau parasit
 Lebih disukai ukuran jantan dan betina yang sama
Untuk menjaga mutu air di bak pemijahan, perlu dilakukan penggantian
air. Biasanya 200% volume air diganti setiap hari. Salinitas air dijaga pada
kisaran 30-32 / . Namun demikian untuk menjamin agar air di bak
0 00

pemijahan tetap bermutu baik bila dilakukan pengaliran air terus menerus
sehingga dalam satu hari total penggantian air mencapai 200-300%.

2.4.1 Pemijahan Alami

Apabila mutu air dan lingkungan dalam bak pemijahan baik dan
pemberiann pakannya baik, induk-induk ikan betina secara bertahap akan
terlihat membengkak dibagian perutnya dan berenang secara perlahan.
Kira-kira 1-2 minggu sebelum memijah, induk-induk ikan betina
memisahkan diri dari gerombolannya dan kegiatan makannya berkurang,
sedangkan induk jantan bergerak aktif seperti biasanya.

Pemijahan alami pada wadah terkontrol terjadi sama waktunya dengan


yang terjadi di alam. Dimulai pada bulan November dan berakhir pada
bulan juli. Pemijahan terjadi antara pukul 18.00 – 22.00 WIB, pada hari
pertama sampai hari ketujuh selama bulan penuh atau bulan baru. Bagi
induk-induk ikan betina sampai stadia matang gonad, akan terjadi
peningkatan permaianan aktivitas pemijahan. Induk ikan betina dan jantan
yang matang gonad akan berenang bersama dan sering membalikan
tubuhnya ketika berenang untuk memijah.

2.4.2 Pemijahan dengan Rangsangan Hormonal

Apabila induk ikan betina dalam keadaan belum masak benar,perlu


dilakukan rangsangan pemijahan dengan penyuntikan hormone.Di BBL
Lampung hormone yang di pake untuk merangsang pematangan gonad
induk adalah puberogen 50-100 IU/Kg induk dan HCG 100-250 IU/Kg
induk.Sebelum di lakukan penyuntikan induk harus di timbang dulu dan di
hitung kebutuhan hormone.Penyuntikan dilakukan secara intra maskulair
di bawah sirip punggung.Biasanya 24 setelah penyuntikan pertama induk
sudah terlihat reaksinya yaitu berupa pembengkakan perut ikan.Apabila
buih putih seperti susu (lemak) muncul di permukaan bak pmiijahan,di
perkirakan ikan akan memijah dalam waktu 12-15 jam kemudian.apabila
tidak terjadi hal demikian,diberikan penyuntikan ke dua,dengan dosis
2(dua) kali dosis penyuntikan pertama.Induk memijah biasanya 10-12 jam
setelah penyuntikan kedua.

2.4.3 Pemijahan Dengan Manipulasi Lingkungan

Satu bulan sebelum musim pemijahan induk ikan yang sudah dipilih
dipindahkan ke bak pemijahan.Kepadatan induk sekitar 1-2
Kg/m .Salinitas awal dalam bak pemijahan harus disamakan dengan
3

salinitas di KJA,dimana induk ikan di simpan sebelum dipindahkan.


Setelah ikan terbiasa dengan lingkungan di bak pemijahan diturunkan 20-
25 / .Induk ikan disimpan dalam air yang bersalinitas 20-25 / selama 7
0 00 0 00

hari, kemudian berangsur angsur ditingkatkan menjadi 30-32 / melalui


0 00

pergantian air setiap hari.Kira kira 60% air diganti setiap hari sampai
mencapai 30-32 / .Perubahan salinitas merupakan rangsangan alami ikan
0 00

selama bermigrasi dari tempat mencari makan di air payau ke tempat


pemijahan di laut.
Selama bulan baru atau bulan penuh,ketinggian air dikurangi sampai
mencapai kira kira 30-40 Cm pada siang hari dan dibiarkan terkena sinar
matahari selama 3-4 jam untuk meningkatkan temperature air sampai 30-
40 C.Kemudian air laut baru ditambahkan untuk memanipulasi keadaan
0
pasang naik dan temperature air diturunkan 27-28 C seperti yang terjadi
0

pada lingkungan pemijhan secara normal.


Jika ikan dalam stadia yang tepat dan kondisinya baik,ikan akan memijah
pada malam hari atau hari berikutnya antara pukul 18.00-
22.00 WIB.jika ikan tidak bertelur atau bertelur tetapi dengan telur yang
tidak normal,perlu dilakukan penyuntikan dengan hormone.
2.5 Panen dan Perawatan Telur
Panen telur dilakukan dengan system air mengalir,telur yang dibawa
oleh air disaring dengan jaring halus (plankton net) yang berukuran mata
jaring 200 mikron yang dipasang pada bak panen telur.Telur yang sudah
tertampung dibak panen dipindahkan kedalam akuarium,kemudian
kotorandan telur yang tidak dibuahi yang mengendap didsar akuarium
dibuang dengan cara menyipon kotoran tersebut dengan selang plastic.
Telur yang di buahi dan telah dibersihkan kemudian diteteskan dalam bak
penetesan dengan kepadatan 200 telur/L atau langsung diteteskan dalam
bak pemeliharaan larva dengan kepadatan 80-100 telur/L.Pada suhu 26-
28 C telur akan menetes dalam waktu 17-18 jam
0
PENGARUH AMMONIA TERHADAP BUDIDAYA IKAN
ATAU UDANG

PENGARUH AMMONIA TERHADAP BUDIDAYA IKAN ATAU UDANG

1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, kegiatan budidaya
organisme akuatik terutama budidaya ikan mulai beralih dari sistem tradisional ke
sistem intensif. Budidaya perikanan intensif yang menggunakan padat penebaran dan
dosis pakan yang tinggi, berakibat pada cepat menurunnya kualitas air budidaya karena
tingginya buangan metabolit dan sisa pakan. Dekomposisi metabolit dan sisa pakan
menghasilkan produk sampingan yang sangat toksik yaitu amoniak (Sidik, et al., 2012).
Menurut Hepher dan Pruginin (1981) dalam Effendie, et al(2006), peningkatan
kepadatan akan diikuti dengan penurunan pertumbuhan (critical standing crop) dan
pada kepadatan tertentu pertumbuhan akan berhenti (carrying capacity). Untuk
mencegah terjadinya hal tersebut, peningkatan kepadatan harus disesuaikan dengan
daya dukung (carrying capacity). Faktor-faktor yangmempengaruhi carrying
capacity antara lain adalah kualitas air, pakan dan ukuran ikan. Pada keadaan
lingkungan yang baik dan pakan yang mencukupi, peningkatan kepadatan akan disertai
dengan peningkatan hasil (produksi).
Kualitas suatu perairan memberikan pengaruh yang cukup besar terhadap
survival dan pertumbuhan makhluk hidup di perairan itu
sendiri. Lingkungan yang baik (hiegienis bagi
hewan diperlukan untuk pertumbuhan dan kelangsungan hidupnya (Minggawati dan
Saptono, 2012).

1.2 Tujuan
1) Untuk mengetahui pengaruh ammoniak terhadap pertumbuhan dan perkembangan ikan
2) Untuk mengetahui faktor-faktor yang menyebabkan terdapatnya ammoniak dalam suatu
perairan
3) Untuk mengetahui dampak negatif dan positif terhadap keberadaan ammoniak di
perairan
4) Untuk mengetahui kisaran ammoniak yang baik untuk budidaya perairan
1.3 Manfaat
Manfaat dari makalah pengaruh Ammoniak terhadap Pertumbuhan ikan atau
udang yaitu untuk mengetahui dan memberikan informasi kepada masyarakat dan
lembaga terkait mengenai kadar optimum untuk pertumbuhan ikan dan udang, juga
manfaat dan kerugian terhadap keberadaan ammoniak dalam perairan.

2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Ammonia


Amonia merupakan hasil katabolisme protein yangdiekskresikan oleh organism
e dan merupakan salah satu hasil dari penguraian zat organik oleh bakteri. Amoni
a di dalam air terdapat dalam bentuk tak terionisasi (NH3) atau bebas, dan dalam
bentuk terionisasi (NH4) atau ion amonium (Dinas Perikanan,1997 dalam Umroh,
2007).

2.2 Pengertian Pertumbuhan


Menurut Effendie (1997) dalam Silaban (2012), Pertumbuhandapat didefinisikan
sebagai penambahan ukuran panjang dan berat suatu individu atau populasi
dalam kurun waktu tertentu.
Menurut Effendie, et al (2006), Pertumbuhan adalah gambaran perubahan bobot
dan panjang rata-rata individu pada tiap perlakuan dari awal hingga akhir
pemeliharaan. Pertumbuhan panjang mutlak (cm) ditentukan berdasarkan selisih
panjang akhir (Lt) dengan panjang awal (Lo) pemeliharaan.

2.3 Faktor yang Mempengaruhi Pertumbuhan


Menurut Silaban et al (2012), Pertumbuhan ikan dipengaruhi oleh faktor internal
dan eksternal (Effendi, 2000). Faktor internal merupakan faktor-faktor yang
berhubungan dengan ikan itu sendiri dan sulit untuk dikontrol seperti umur dan sifat
genetik ikan yang meliputi keturunan, jenis kelamin, kemampuan memanfaatkan
makanan dan ketahanan terhadap penyakit. Faktor eksternal merupakan faktor yang
berkaitan dengan lingkungan tempat hidup ikan yang meliputi sifat fisika dan kimia air,
ruang gerak, ketersediaan nutrient dan penyakit.
Menurut Christensen (1989) dalam Sidik, et al (2002),menyatakan bahwa pada
padat penebaran yang tinggi, ruang gerak ikan menjadi sempit sehingga kompetisi
terhadap oksigen dan pakan menjadi meningkat. Akibatnya pertumbuhan ikan akan
terhambat. Kepadatan yang tinggi juga mempercepat penurunan kualitas air budidaya,
akibat akumulasi metabolit dan sisa pakan, sehingga berpengaruh besar terhadap
pertumbuhan.

2.4 Parameter Ammonia yang Optimum Untuk Budidaya Ikan


Kordi (2009) dalam Silaban et al (2012), yang menyatakan bahwa presentase
amonia dalam perairan akan semakin meningkat seiring meningkatnya pH air. Pada
saat pH tinggi ammonium yang terbentuk tidak terionisasi dan bersifat toksik pada ikan.
Peningkatan nilai pH di perairan disebabkan konsentrasi di dalam perairan rendah.
Gas yang dihasilkan selama proses respirasi tidak dapat terhidrolisa menjadi hidrogen
yang merupakan unsur asam dan bikarbonat yang merupakan unsur alkali hal tersebut
menyebabkan pH meningkat. amonia yang baik untuk pertumbuhan dan perkembangan
ikan mas yaitu kurang dari 0,1 mg/l.
Menurut Jangkaru (1996) dalam Minggawati dan Saptono (2012),
kadar amonia bebas yang melebihi 0,2 mg/L
bersifat racun bagi beberapa jenis ikan, selain itu
kadar ammonia yang tinggi dapat di jadikan
sebagai indikasi adanya pencemaran bahan
organik yang berasal dari limbah domestik dan
limpasan pupuk pertanian adapun sumber ammonia di perairan adalah hasil dari
pemecahan nitrogen organik berupa tumbuhan dan biota akuatik yang telah mati.

2.5 Faktor yang Mempengaruhi Keberadaan Ammonia di Perairan


Primavera (1994) dalam Umroh (2007) mengatakan bahwa kurang lebih
15% pakan tambahan yang diberikan kepada udang tidak
terkonsumsi, sedangkan 20% dari 85% pakan yang terkonsumsi akan terbuang
melalui kotoran. Kotoran padat
dan sisa makanan yang tidak termakan adalah bahan
organik dengan kandungan protein tinggi. Bahan organik
ini selanjutnya akan diuraikan menjadi polipeptida, asam-
asam amino dan akhirnya menjadi amonia sebagai produk akhir.
Menurut Silaban, et al (2012), Kualitas air pemeliharaan dapat menurun dengan
cepat karena sisa pakan, feses dan buangan metabolit. Hal ini tampak dari
menurunnya kualitas air akibat peningkatan pH air yang terlalu cepat dan tingginya
kadar amonia selama pemeliharaan. Kualitas air tersebut menyebabkan keracunan
atau kekurangan oksigen serta mempercepat berkembangnya bibit penyakit. Penyakit
yang sering menyerang ikan mas antara lain penyakit yang disebabkan oleh parasit
maupun nonparasit.
Menurut Susana (2004), Keberadaan nitrogen-ammonia dalam air laut berasal dari
hasil metabolisme organisme hidup dan proses dekomposisi organisme yang telah mati
serta sisa-sisa makanan. Beberapa kasus menyatakan bahwa konsentrasi ammonia
yang berlebih dapat menimbulkan permasalahan serius dalam perairan.

2.6 Dampak Positif dan Negatif Terhadap Budidaya Ikan


Menurut Umroh
(2007), Amonia sangat penting dalam budidaya, ammonia dalam bentuk amonium
dapat dimanfaatkan oleh tumbuhan air melalui proses asimilasi dan digunakanseba
gai sumber energi oleh mikroorganisme nitrifikasi dalam oksidasi amonia menjadi
NO2 kemudian
dilanjutkan menjadi NO3. Nitrat selanjutnya dapat diserap oleh tumbuhan air. Akan
tetapi kadar amonia yang terlalu
tinggi berpengaruh negatif terhadap kehidupan organisme akuatik, yaitu secara
langsung dapat mematikan organisme perairan melalui pengaruhnya terhadap perm
eabilitas sel, mengurangi konsentrasi ion dalam tubuh, meningkatkan konsumsi oksi
gen dalam jaringan, merusak insang dan mengurangi kemampuan darah.
Meningkatnya kadar amonia secara tidak langsung dapat
mematikan pasca larva udang windu sehingga
mempengaruhi kelulushidupan udang windu karena
amonia berbahaya untuk udang dan merupakan pesaing oksigen (O2) pada daya
serap darah.
Sedangkan Menurut Yudha (2009) dalam Silaban, et al (2012), Ikan tidak dapat
mentoleransi konsentrasi amonia yang terlalu tinggi karena dapat mengganggu proses
pengikatan oksigen oleh darah dan pada akhirnya dapat mengakibatkan kematian.
Menurut Fauzzia, et al (2013), hambatan yang sering terjadi pada usaha budidaya
kepiting di tambak adalah ketersediaan lahan dan air. Ketersediaan lahan dan air pada
budidaya kepiting semakin terbatas seiring dengan pertambahan penduduk dan
perkembangan pembangunan. Aktifitas budidaya kepiting juga tidak terlepas dari
limbah yang dihasilkan, terutama dari sisa pakan, feses dan hasil metabolisme kepiting.
Limbah yang dihasilkan seperti amoniak bersifat toksik sehingga dalam konsentrasi
tinggi dapat meracuni organisme budidaya. Akumulasi amoniak pada media budidaya
merupakan salah satu penyebab penurunan kualitas perairan yang dapat berakibat
pada kegagalan produksi budidaya kepiting.

3. PEMBAHASAN

Kadar ammoniak dalam jumlah tertentu secara tidak langsung sangat dibutuhkan
oleh pertumbuhan ikan ataupun udang, karena ammoniak dalam bentuk ammonium
dimanfaatkan oleh tumbuhan air dengan proses asimilasi, yang nantinya tumbuhan air
tersebut akan menyumbangkan oksigen dalam proses fotosintesis. Kandungan
ammoniak juga menjadi sumber energi bagi mikroorganisme untuk melakukan proses
perombakan ammoniak menjadi nitrit dan merombak menjadi nitrat. Kandungan nitrat
tersebut dibutuhkan untuk menumbuhkan pakan alami, yang akan dimanfaatkan oleh
ikan atau udang untuk pertumbuhannya.
Nitrosomonas
NH3 NO2-
Nitrobacter
NO2- NO3-

Ammoniak dalam suatu perairan dalam jumlah yang terlalu tinggi dapat
menyebabkan rusaknya sistem pernapasan dan toksik bagi ikan ataupun udang,
sehingga menyebabkan nafsu makan ikan atau udang turun dan dapat menyebabkan
kematian. Maka dari itu, perlu dilakukan pergantian air yang teratur
Penggunaan kolam intensif sekarang banyak digunakan oleh petambak karena
tidak adanya lahan untuk budidaya dan juga meningkatkan produktivitas. Akan tetapi,
budidaya di kolam intensif dapat dengan cepat menurunkan kualitas perairan karena
dalam budidaya intensif padat penebaran tinggi dan pemberian makanan tambahan
juga tinggi karena pakan alami yang ada di perairan tersebut tidak dapat mencukupi
sehingga banyak sisa pakan dan feses yang menyebabkan timbulnya ammoniak dalam
suatu perairan. Apabila kualitas perairan tidak dikontrol maka pertumbuhan udang atau
ikan akan terganggu.

(Sidik, et al., 2002)


Gambar 1. Perubahan konsentrasi amoniak (NH4-N) media pemeliharaan ikan mas (Cyprinus carpio L.)
pada kepadatan 10, 20, 30 dan 40 ekor/100 l.

Dari grafik di atas, bahwa jika padat penebaran tinggi makan konsentrasi
ammoniak juga semakin tinggi, hal ini disebabkan karena banyaknya buangan metabolit
seperti feses maupun sisa pakan. Menurut Hirayama 1970; Spotte 1979 dalam Sidik, et
al., 2002, padat penebaran berpengaruh sangat nyata (P<0.01) terhadap laju oksidasi
amoniak, laju oksidasi nitrit dan laju nitrifikasi. Baik laju oksidasi amoniak, laju oksidasi
nitrit, maupun laju nitrifikasi meningkat dengan meningkatnya padat penebaran yang
secara tidak langsung berkaitan dengan makin meningkatnya buangan metabolit dan
sisa pakan di dalam sistem budidaya. Dekomposisi metabolit dan sisa pakan yang
meningkat akan meningkatkan konsentrasi amoniak di dalam sistem.
Padat penebaran yang tinggi akan mengakibatkan penurunan pertumbuhan ikan
dalam budidaya, karena terbatasnya ruang gerak ikan dan juga persaingan dalam
memperebutkan makanan dan oksigen dalam perairan. Kualitas perairan dalam suatu
perairan harus dikontrol terutama keberadaan ammoniak karena akan mempengaruhi
pertumbuhan ikan, karena keberadaan ammoniak yang tinggi akan dapat menimbulkan
tumbuhnya penyakit dan tentunya akan menghambat pertumbuhan ikan atau udang.
Menurut Sutomo (1989), efek subletal ammonia terhadap ikan adalah terjadinya
penyempitan permukaan insang, akibatnya kecepatan proses pertukaran gas dalam
insang menjadi menurun. Selain itu efek lainnya adalah terjadinya penurunan jumlah
sel darah, penurunan kadar oksigen dalam darah, mengurangi ketahanan fisik dan daya
tahan terhadap penyakit, serta kerusakan struktural berbagai jenis organ tubuh

4. PENUTUP
4.1 Kesimpulan
 Amonia merupakan hasil katabolisme protein yangdiekskresikan oleh organisme d
an merupakan salah satu hasil dari penguraian zat organik oleh bakteri.
 Faktor terdapatnya amoniak di perairan disebabkan oleh feses ikan, sisa pakan, dan
bahan organik yang tersuspensi.
 Faktor yang mempengaruhi pertumbuhan ikan adalah faktor internal (keturunan, usia,
jenis kelamin, kemampuan mencerna makanan, kekebalan tubuh) dan faktor eksternal
(kualitas fisika dan kimia air, ruang gerak, ketersediaan nutrien dan penyakit).
 Nilai amoniak yang optimum untuk pertumbuhan ikan adalah 0,1 mg/l
 Amonia dalam bentuk amonium dapat dimanfaatkan oleh tumbuhan air melalui proses
asimilasi dan energi untuk mikroorganisme dalam merombak amoniak menjadi nitrit
dan nitrat, akan tetapi apabila berlebihan dapat menjadi toksik yang dapat
menyebabkan proses pernapasan terganggu dan menyebabkan kematian
 Keberadaan amonia juga disebabkan oleh padat penebaran, semakin tinggi padat
penebaran maka kadar amonia dalam suatu perairan juga semakin tinggi.
4.2 Saran
Dalam penulisan makalah ini, penulis mempunyai banyak kekurangan sehingga
kami mengharapkan penulisan yang lebih baik untuk karya ilmiah selanjutnya. Dan para
pembaca khususnya dosen pengajar untuk memberikan bimbingan agar tidak terjadi
kesalahan dalam penulisan karya ilmiah selanjutnya
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Ikan kakap putih (Lates calcarifer, Bloch) merupakan komoditas perikanan yang

mempunyai nilai ekonomis tinggi. Ikan ini banyak digemari baik untuk di konsumsi

masyarakat atau sebagai komoditi ekspor. Beberapa negara Asia Pasifik yang telah

mengusahakan budidaya kakap putih sebagai penghasil devisa adalah: Thailand,

Taiwan, Malaysia, Singapura, Philipina, Indonesia, Bruani Darussalam, Australia,

China, Saudi Arabia dan France Polynesia.

Produksi ikan kakap putih di Indonesia sebagian besar masih dihasilkan dari

penangkapan laut dan hanya beberapa saja diantaranya yang telah dihasilkan dari hasil

budidaya akan tetapi, permintaan ikan kakap putih, baik untuk kebutuhan dalam negeri

maupun eksport cenderung mengalami kenaikan, untuk menjaga keseimbangan suplai

dalam ukuran yang dapat mengikuti perkembangan pasar maka upaya memproduksi

melalui budidaya merupakan pilihan yang tepat.

Pengembangan budidaya kakap putih mempunyai peluang yang sangat besar

karena di dukung oleh potensi perairan kita yang cukup luas baik perairan laut, payau,

maupun perairan tawar. Adapun sifat-sifat biologi yang dimiliki ikan kakap putih

menguntungkan untuk dibudidayakan karena memiliki sifat yang dapat mentolerir

perubahan salinitas (euryhaline), selain itu ikan ini mampu tumbuh dan berkembang

dengan baik dan cepat apabila dipelihara dalam lingkungan yang cocok.
Dalam usaha budidaya ikan kakap putih salah satu faktor yang mendukung

dalam keberhasilan adalah ketersediaan benih ikan dalam jumlah yang cukup,

berkualitas dan berkesinambungan. Untuk melakukan hal tersebut perlu dilakukan

usaha peningkatan produksi benih ikan kakap putih untuk menunjang kebutuhan

benihnya. Salah satu upaya tersebut ialah dengan melakukan perekayasaan produksi

benih ikan kakap putih. Perekayasaan produksi benih ikan kakap putih diharapkan

dapat mengurangi ketergantungan kebutuhan benih ikan kakap putih dari alam. Dengan

demikian, produksi benih ikan kakap putih dapat berjalan dengan ekonomis, dan dapat

diaplikasikan oleh masyarakat luas.

Sejak tahun 1986 telah dilakukan pengembangan budidaya teknologi budidaya

komoditas perikanan laut yang bernilai ekonomis penting. Untuk komoditas kakap putih,

perbenihannya telah berhasil dilakukan sejak bulan April 1987, dengan rangsangan

hormonal dan perbenihan secara massal telah berhasil dilakukan pada tahun 1988

dengan rangsangan manipulasi lingkungan. Sifat-sifat ikan kakap putih dengan metode

perbenihannya sangat penting diketahui dan dipelajari untuk menunjang perkembangan

ikan tersebut.

B. Tujuan dan Manfaat

Adapun tujuan dilakukan praktik kerja lapang di Balai Besar Pengembangan

Budidaya Laut Lampung, yaitu :

a. Untuk memperoleh pengetahuan dan wawasan tentang dunia perikanan.

b. Memperoleh keterampilan mengenai Perbenihan Ikan Kakap Putih

c. Mengetahui teknik perbenihan ikan kakap putih yang diterapkan di Balai Besar

Pengembangan Budidaya Laut Lampung mulai dari teknik pemeliharaan induk, teknik

pemeliharaan larva, sampai pada tahap pemeliharaan benih (pendederan).


2. Manfaat

a. Dapat menambah wawasan dan pengetahuan tentang dunia perikanan.

b. Sebagai bahan untuk mengetahui teknik perbenihan ikan kakap putih.

c. Sebagai bahan masukan untuk peningkatan dan perkembangan ilmu pengetahuan dan

teknologi di bidang budidaya pada umumnya, dan perbenihan ikan kakap putih pada

khususnya.

C. Alasan Pemilihan Judul

Alasan penyusun memilih judul Perbenihan Ikan Kakap Putih karena ikan ini

merupakan ikan yang ekonomis tinggi, nilai jual cukup mahal dipasaran, mudah dalam

perbenihannya karena ikan ini mampu hidup pada perairan tawar, payau, dan laut dan

banyak dikenal sehingga mempermudah penyusun memperoleh data dalam

penyelesaian laporan. Metode perbenihan ikan kakap putih sangat penting untuk

diketahui dan dipelajari menunjang prospek pengembangan ikan kakap putih di masa

yang akan datang.

BAB II

KEADAAN UMUM BBPBL LAMPUNG

A. Keadaan Lokasi
Balai Besar Pengembangan Budidaya Laut Lampung, terletak di kawasan Teluk

Hurun, Desa Hanura, Kecamatan Padang Cermin, Kabupaten Lampung Selatan,

Propinsi Lampung yang merupakan bagian dari teluk lampung, dengan posisi 105 °

12,45 BT - 105° 13 BT dan 5° 31,30 LU – 5° 33,36 LS

Balai Besar Pengembangan Budidaya Laut Lampung dibangun di atas lahan

seluas ± 5,9 Ha dengan batas-batas wilayah sebagai berikut :

1. Sebelah utara berbatasan dengan Desa Sukajaya dan Desa Lempasing

2. Sebelah timur berbatasan dengan Teluk Lampung

3. Sebelah selatan berbatasan dengan desa Sidodadi

4. Sebelah barat berbatasan dengan Desa Hanura

Jarak Balai Besar Pengembangan Budidaya Laut Lampung dengan desa Hanura

± 1,5 Km, 28 Km dari Kecamatan Padang Cermin, 12 Km dari kotamadya Bandar

Lampung dan 78 Km dari Ibukota Lampung Selatan (Kalianda). Hubungan komunikasi

surat melalui kotak pos 74 Teluk Betung, Bandar Lampung 35401. Telepon (0721)

471379/ 471380 dan Fak (0721) 471379.

B. Sejarah Singkat

Balai Budidaya Laut (BBL) Lampung merupakan Unit Pelaksanaan Teknis

(UPT) dari Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya, Departemen Kelautan Perikanan,

yang di rintis pada awal tahun 1982/1983 dalam bentuk Proyek Pengembangan Teknis

Budidaya Laut. Selama pembangunannya memperoleh bantuan teknis dari FAO /

UNDP melalui Seafarming Project INS/81/008 mulai tahun 1983-1989. Proyek ini

sebelumnya telah di dahului olehPrepatory Assistance Project INS/80/005 yang

berlangsung selama satu tahun yaitu 1982-1983.


Keberadaan Balai Budidaya Laut (BBL) Lampung secara resmi diakui pada

tanggal 5 Agustus 1986 berdasarkan SK Menteri Pertanian

No.347/KPTS/OT.210/8/1986, yang di tetapkan berdasarkan menteri SK Menteri

Pertanian No.347/KPTS/OT.210/5/1994 tanggal 6 Mei 1994 dan disempurnakan lagi

dengan SK Menteri Kelautan dan Perikanan No.26F/MEN/2001.

Selanjutnya sejak tanggal 1 Januari 2006 Balai Budidaya laut berubah menjadi

Balai Besar Pengembangan Budidaya Laut (BBPBL) Lampung berdasarkan Peraturan

Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor PER.07/MEN/2006 tentang organisasi dan tata

kerja BBPBL Lampung.

Sampai saat ini BBPBL Lampung telah mengalami 6 (enam) kali pergantian

pimpinan antara lain : Bp.Soejarwo (Pimpinan Proyek Pengembangan Budidaya Laut,

1986 ), Bp Budiono Martesudarmo M.Sc. ( Kepala BBL Lampung ( 1986-1988 ), Bp Ir.

Kisto Mintardjo ( Kepala BBL Lampung 1988-1996), Bp Sudjiharno ( Kepala BBL

Lampung, 1996-2007 ), Dr.Muhammad Murdjani ( Kepala BBPBL Lampung, 2007), dan

Bapak ir.Badruddin M.Si (Kepala BBPBL Lampung, 2008- Sekarang.


C. Stuktur Organisasi

Berdasarkan SK Menteri Kelautan dan Perikanan No.06/ MEN/ 2006, tentang

organisasi dan tata kerja Balai Besar Pengembangan Budidaya Laut lampung,

stukturnya adalah sebagai berikut :


Kepala BBPBL

Bagian TU

Bid. Standarisasi dan Informasi

Sie Standarisasi
Sie. informasi
Bid. Pelayanan Teknis
Sie.Sarana Lab
Sie. Sarana Lapang
Kelompok Jabatan Fungsional ( Perekayasa/Litkayasa/ Pengawas/ PHPI/
Analisis Kepegawaian / Pranata Humas/ Pustakawan
SuBag Keuangan
SuBag Umum
Gambar 1. Struktur Organisasi BBPBL Lampung

E. Sumber Daya Manusia (SDM)


Tabel 1. Jumlah Pegawai di BBPBL Lampung Keseluruhannya Berdasarkan Golongan

Ruang Golongan
No Status Jumlah
IV III II I
1. PNS 13 69 37 5 124
2. CPNS - 1 - - 1
3. Tenaga Kontrak - - 7 2 12
Jumlah 137
Keterangan: Tenaga kontrak 12, Satpam 5, Pengemudi 1, Tenaga Teknis 3, Tenaga Kebersihan 3

Sumber: (Laporan Tahunan BBPBL Lampung 2010)

F. Fasilitas di BBPBL

Untuk Mendukung kegiatan secara keseluruhan, balai di lengkapi dengan

berbagai sarana dan prasarana. Sarana dan Prasarana yang dimiliki BBPBL meliputi:

1. Hatchery

a. Hatchery kakap putih

b. Hatchery kerapu macan

c. Hatchery kerapu bebek

d. Hatchery ikan hias Clownfish

e. Hatchery kuda laut

f. Bak pemijahan kakap putih

g. Bak pemijahan kerapu kertang


h. Bak pemijahan kerapu macan

i. Bak pemijahan kerapu bebek

j. Bak pemijahan cobia

k. Bak pemijahan bawal bintang

l. Bak pendederan dan penggelondongan kerapu

2. Keramba Jaring Apung

Kegiatan pembesaran dan pemeliharaan induk serta penerapan teknik budidaya

laut dan perekayasaan dilakukan di keramba jaring apung yang terdiri dari 2 divisi yaitu

divisi perbenihan dan divisi pembesaran yang terletak di Teluk Hurun, Desa Hanura,

Kecamatan Padang Cermin, Kabupaten Pesawaran.


Gambar 2. Keramba Jaring Apung

3. Laboratorium

Laboratorium untuk kegiatan analisa penyakit dan tindak pengobatannya,

kegiatan analisa parameter kualitas air serta kegiatan kultur pakan alami, pembuatan

pakan buatan di BBPBL Lampung, terdiri dari:

o Laboratorium kesehatan ikan

o Laboratorium kualitas air

o Laboratorium pembuatan pakan buatan /workshop nutrisi

o Laboratorium fitoplankton

o Laboratorium zooplankton

4. Perpustakaan

Perpustakaan juga memiliki peranan penting dalam kegiatan perbenihan, karena

dapat menyediakan kajian dan analisis tentang perekayasaan yang telah dilakukan di
BBPBL Lampung. Perpustakaan ini juga dilengkapi dengan jaringan WiFi yang dapat di

akses dengan jarak ±100m.


Gambar 3. Perpustakaan
5. Asrama

BBPBL Lampung juga memiliki asrama 3 buah yaitu asrama kerapu yang

berfungsi sebagai tempat tinggal sementara untuk para tamu, mahasiswa yang

melakukan studi banding, magang ataupun pelatihan. Asrama Napoleon berfungsi

sebagai tempat tinggal karyawan laki-laki yang belum berkeluarga. Asrama Kakap yang

berfungsi sebagai tempat tinggal sementara untuk para pelajar yang sedang melakukan

PKL, ataupun penelitian.

Gambar 4. Asrama Kakap

6. Ruang Pertemuan

Ruang pertemuan di gunakan sebagai tempat untuk melakukan pelatihan,

kunjungan resmi atau untuk memberikan pengarahan kepada peserta magang dan

PKL.

7. Jaringan Listrik

Sumber daya listrik berasal dari jaringan PLN distribusi Lampung dengan daya

terpasang sebesar 200 KVA untuk lokasi di BBPBL sedangkan untuk menanggulangi

gangguan/pemadaman listrik, BBPBL menyediakan generator listrik dengan daya 125

KVA sebanyak 1unit, 100 KVA sebanyak 2 unit dan 50 KVA 1 unit.
8. Sistem Pengadaan Air

a. Air laut

Air laut dipompa dengan menggunakan pompa sentrifugal 8 unit yang di lakukan

secara bergantian, 6 unit pompa di gunakan untuk kegiatan perbenihan dan 2 unit

pompa di gunakan untuk kegiatan budidaya. Ada 2 pompa sentrifugal yang juga

dipergunakan secara bergantian yang berfungsi untuk memompa air laut dari bak

tandon pada kegiatan budidaya ke bak-bak gelondongan benih khusus untuk kegiatan

budidaya.

Pompa tersebut mempunyai inlet dan outlet berupa pipa PVC berdiameter 4

inchi. Saluran inlet mempunyai panjang 300-600 m dari garis pantai yang setiap ujung

pipa disambung dengan pipa berdiameter 4 inchi dan saringan air yang terbuat dari

pipa PVC berdiameter 4 inchi yang di beri lubang pada sekeliling permukaannya.

Suplai air laut untuk kegiatan perbenihan menggunakan 4 buah pompa

sentrifugal yang di hubungkan dengan filter tank yang berbentuk bulat dan berisi pasir

kwarsa. Air laut yang disaring melalui filter tank di tampung dalam bak tandon utama

kemudian dialirkan secara gravitasi melalui jaringan distribusi air laut untuk memenuhi

kebutuhan pemeliharaan larva dan benih.

b. Air Tawar

Air tawar yang di butuhkan untuk memenuhi kebutuhan BBPBL Lampung

bersumber dari sumur bor dengan kedalaman 125 m yang terletak ±200 m. Air itu di

pompa di alirkan ke bak tandon tempat penampungan air tawar dan selanjutnya di

alirkan ke unit- unit perbenihan dan rumah karyawan melalui pipa distribusi air tawar.

Air tawar ini tidak layak untuk di konsumsi manusia karena mengandung kadar besi

(Fe) yang tinggi, selain itu salinitasnya antara 2-3 ppm.


Gambar 5. Bak Tandon Air Tawar
9. Bak Tandon

Gambar. 6. Bak Tandon Air Laut

Bak tandon yang digunakan sebagai penampungan air laut yang di pakai di Balai

Besar Pengembangan Budidaya Laut Lampung mempunyai kapasitas total 200

m3 yang terbagi dalam 2 bagian, di mana 1 bak tandon mempunyai kapasitas sebesar

100 m3. Pada tiap tandon dilengkapi saluran inlet dan outlet yang tebuat dari pipa PVC

berukuran 3 inchi. Keseluruhan bak tandon di beri atap, yaitu asbes agar mengurangi

intensitas cahaya yang dapat masuk sehingga mengurangi pertumbuhan lumut. Serta

dengan adanya bak tandon dapat dihindari terbakarnya elektro motor pompa akibat

pemakaian air yang tidak seimbang antara inlet dan outlet.

10. Filter Air Laut

a. Filter Hisap

Filter hisap di tempatkan dibagian hisap pompa. Fungsi utamanya adalah

mencegah terhisapnya bagian kasar yang terdapat dalam sumber air. Filter ini juga di

kenal dengan nama Giant Filter.Filter ini memanfaatkan pasir dasar laut sebagai filter.

Bahan pembuat Giant Filter adalah pipa paralon yang di lubangi seluruh
permukaannya. Pipa paralon di bungkus dengan ijuk untuk mencegah agar pasir tidak

masuk ke dalam pipa. Agar ijuk tidak mudah lepas, maka di bungkus dengan

menggunakan kasa nyamuk. Setelah itu, pipa tersebut ditanam horisontal sedalam ± 1

m. Peletakannya dengan memperhatikan pasang surut, sehingga ketika surut

terendahpipa tetap terendap air. Pipa dihubungkan dengan pompa yang terletak

didarat.

b. Filter Buang

Upwelling filter adalah saringan pasir yang di letakkan pada bagian outlet pipa.

Filter yang dugunakan ada dua tipe yaitu filter terbuka dan filter tertutup terbuat dari

bahan fiber glass. Bahan penyaringnya adalah pasir. Filter buang sistem tertutup

berukuran 1-2 m3 dan di gunakan untuk kultur plankton. Sedangkan filter terbuka di

gunakan untuk seluruh rangkaian kegiatan perbenihan.


Gambar 7. Filter Air

11. Blower

Balai Besar Pengembangan Budidaya Laut Lampung menggunakan high blower

jenis root blower dan vortex blower sebagai sumber aerasi yang digunakan selama 12

jam secara bergantian agar blower tidak cepat rusak. Ke 6 unit blower tersebut terbagi

dalam tiga tempat yaitu di bak aklimatisasi kakap putih (untuk memenuhi perbenihan

kakap, laboratorium algae, laboratorium molusca dan kultur rotifer). Di perbenihan

kakap ( untuk memenuhi kebutuhan laboratorium ikan hias) dan untuk kegiatan

budidaya.

Gambar 8. (a) Vortex Blower (b) Root Blower


Saluran distribusi aerasi dari blower ke bak pemeliharaan menggunakan pipa

besi yang di sambung dengan pipa PVC. Penggunaan pipa besi ini adalah untuk

mencegah kerusakan pipa karena pada awal udara mengalami peningkatan suhu.

Melalui pipa PVC tersebut kemudian di distribusikan ke setiap unit perbenihan.

Selang aerasi yang di gunakan di BBPBL Lampung adalah jenis plastic

besar Polyethylen. Pemasangan aerasi di atur sehingga tidak berlebihan dengan

banyak lilitan yang dapat mempengaruhi tekanan udara. Untuk mengatur besarnya

volume udara yang keluar dari saluran distribusi, digunakan regulator yang terbuat dari

plastic. Selanjutnya pada ujung selang aerasi menggunakan batu aerasi yang berfungsi

untuk memperhalus gelembung udara yang keluar.

BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

A. Taksonomi dan Morfologi

Ikan kakap putih pertama kali ditemukan di laut Jepang oleh Bloch dan di beri

nama Holocentrus calcarifer (Kunvankij, et, al., 1986), sedangkan menurut

Tiensongrusme, et, al., 1989 kakap putih ditemukan oleh Bloch dari pedagang belanda

sepulang dari Indonesia.

Gambar 9. Ikan Kakap Putih

Adapun taksonomi ikan kakap putih adalah sebagai berikut (Kunvankij, et, al.,

1986)

Filum : Chordata

Sub filum : Vertebrata

Kelas : Pisces

Sub Kelas : Teleostei

Ordo : Pencomorphi

Famili : Centropomidae

Genus : Lates

Spesies : Lates calcarifer, Bloch


Morfologi ikan kakap putih secara lengkap telah di diskripsikan secara lengkap

oleh Tiensorume et.al, 1989 dalam Widiastuti et,al.,1999). Bentuk ikan kakap putih

adalah pipih dan ramping dengan badan memanjang dan ekor melebar, kepala lancip

dengan bagian atas cekung dan menjadi cembung di depan sirip punggung. Mulutnya

lebar, gigi halus dan bagian bawah operculum berduri kuat. Operculum mempunyai duri

kecil dengan cuping bergerigi di atas pangkal gurat sisi. Sirip punggung berjari-jari

keras 7-9 dan 10-11 jari-jari lemah. Sirip dubur dan sirip ekor bulat, sirip dubur berjari-

jari keras 3 dan berjari lemah 7-8. Sirip dada pendek dan membulat. Sisisk ikan kakap

putih bertipe sisik besar. Tubuh berwarna dua tingkatan yaitu kecoklatan dengan bagian

sisi dan perut berwarna keperakan untuk ikan hidup di laut dan coklat keemasan pada

ikan yang hidup di perairan tawar. Ikan dewasa berwarna birukehijauan atau keabu-

abuan pada bagian atas dan berwarna keperakan di bawah.

B. Siklus Hidup

Ikan kakap putih bersifat euryhaline atau mampu hidup pada kisaran salinitas

yang cukup luas antara 0-35 ppt. Ikan ini merupakan salah satu ikan katadromus. Ikan

dewasa di temukan di muara sungai atau danau.Dimana, salinitas berkisar antara 30-32

ppt dan kedalaman berkisar antara 10-15 m untuk pematangan gonad dan kemudian

melakukan pemijahan. Pergerakan kearah pemijahan terjadi pada akhir musim panas

dan pemijahan terjadi pada musim penghujan. Pemijahan pada musim hujan terjadi

karena salinitas dan suhu merupakan faktor penting yang mempengaruhi siklus

pemijahan (Grey, 1987 dalam Widiastuti et, al, 1999). Larva yang baru menetas (umur

15-20 hari atau 0,4- 0,7 cm) tersebar antara garis pantai hingga payau, sedangkan

larva ukuran 1 cm dijumpai di bagian air payau seperti lading padi / sawah, danau
(Bhatia dan Kunvankij 1971 dalam FAO 2007). Di bawah kondisi alam, ikan kakap putih

tumbuh dalam air payau dan bermigrasi ke air laut untuk memijah.

Penyebaran ikan ini meliputi perairan tropis dan subtropics seperti India, Birma,

Srilanka, Bangladesh, Malaysia, Indonesia, China, Taiwan. Papua New Guinea,

Australia. Di Indonesia, penyebaran ikan kakap putih merata hampir di seluruh perairan

Indonesia terutama yang mempunyai muara sungai besar (Mayunar dan Abdul, 2002).

Ikan ini bersifat hermaprodit protandri, yaitu mengalami perubahan kelamin dari

jantan ke betina. Pada waktu masih kecil berjenis kelamin jantan dan setelah usia

matang sekitar 4-5 tahun berganti jenis kelamin menjadi betina. Akan tetapi, tidak

semua induk betina berasal dari induk jantan dewasa mengalami perubahan.

C. Pemeliharaan Induk Kakap Putih

Kegiatan pemeliharaan induk merupakan kegiatan awal dalam mata rantai

kegiatan perbenihan. Tujuan dalam pemeliharaan induk adalah mendapatkan induk

matang gonad yang siap dipijahkan untuk menghasilkan telur (Anindiastuti, 2002).

Keberhasilan produksi telur sangat tergantung dari ketersediaan calon induk, baik

jumlah maupun kualitasnya.

SNI (2005) menerangkan bahwa wadah yang disarankan untuk pemeliharaan

induk adalah yang berbentuk bulat bervolume 50 m 3dengan kedalaman 2,5 - 3,5 m.

Menurut Tiensongrusme dkk (1989) ukuran bak yang baik untuk pemeliharaan induk

yang di gunakan di Asia Tenggara adalah bak berukuran 75-100 m3 dengan kepadatan

1kg/m3 air. Mayunar dan Abdul (2002) menyatakan bahwa pemeliharaan induk

menggunakan sistem air mengalir dengan pergantian air sebanyak 150-200% perhari,

pembersihan bak dilakukan setiap hari.


DEPTAN (2001) menyatakan bahwa pematangan gonad dapat dipacu dengan

pemberian pakan yang bermutu sebanyak 2-4% dari bobot biomassa per hari dan

perlakuan hormon dengan tetap harus mempertimbangkan mutu, jumlah pakan serta

diameter telur saat pengecekan dan jenis hormone yang digunakan untuk perlakuan

agar keberhasilan pemijahan terjamin. Pakan tersebut harus mengandung protein,

lesitin dan asam lemak tak jenuh rantai panjang dalam jumlah yang memadai.

D. Seleksi Induk

Calon-calon induk harus diseleksi terlebih dahulu. Induk yang di pilih sebaiknya

adalah induk yang tidak cacat, sisiknya utuh, tanpa luka pada badan dan sirip. Induk

terlebih dahulu di tangkap menggunakan serokan kemudian induk di masukkan satu

persatu ke dalam wadah yang berkapasitas 100 l yang di isi air laut dan di beri obat

bius seperti polietilen glikol monofenil eter atau minyak cengkeh sebanyak 1 sendok

(10-15 ppm) atau ekstrak biji karet 1-10 ppm atau pembius lainya (Kordi K,2008).

Kemudian jenis kelamin induk tersebut diperiksa.

Menurut Kunvankij,et,al.,(1986) terdapat beberapa tanda yang dapat digunakan

untuk membedakan jenis kelamin kakap putih yaitu:

 Moncong ikan jantan sedikit bengkok, sedangkan pada betina lurus.

 Ikan jantan memiliki tubuh yang lebih langsing dari pada induk betina.

 Ikan betina lebih berat dari ikan jantan, walaupun ukurannya sama.

 Sisik-sisik dekat lubang pembuangan pada induk jantan lebih tebal dari pada induk

betina pada selama musim pemijahan.

Menurut Mayunar dan Abdul (2002). Perbedaan jantan dan betina dapat dilihat

dengan cara kanulasi untuk induk betina danstripping untuk induk jantan.Kanulasi untuk

induk betina dilakukan dengan cara memasukkan selang yang berdiameter ±1,2 mm
sedalam 6-7 cm ke dalam saluran telur.Telur yang telah matang umumnya berdiameter

0,45-0,65 mm, bentuk spherical dan terurai atau tidak saling menempel satu sama lain.

Untuk induk jantan, sperma yang di hasilkan berwarna putih dan tidak encer

(DEPTAN,2005).

E. Pemijahan

Pemijahan ikan kakap putih dapat di lakukan dengan 2 metode, yaitu pemijahan

dengan ransangan hormonal (induce spawning) dan dengan manipulasi lingkungan.

1. Ransangan Hormonal

Pemijahan dengan ransangan hormon dilakukan dengan menggunakan

hormone Human Chorionic Gonadotropin (HCG) dan puberogen yang di lakukan

melalui penyuntikan. Penyuntikan di lakukan secara intramascular di bawah sirip

punggung sebanyak 1-2 kali dengan menggunakan HCG dan puberogen dengan dosis

masing-masing 250-500 IU dan 50-75 IU/ kg bobot induk. Biasanya 24 jam setelah

penyuntikan pertama induk tidak mau memijah. Selanjutnya dilakukan penyuntikan

kedua dengan menggunakan hormone yang sama dengan dosis dua kali lipat.

Biasanya, pada sore atau malam harisetelah penyuntikan, induk akan memijah

(Mustamin,et,al., 1999). Pemijahan berlangsung pada malam hari (Kordi K,2008). Akan

tetapi, selama penyusun melaksanakan praktik kerja lapang di BBPBL Lampung

pemijahan dengan ransangan hormonal tidak pernah di lakukan, Pemijahan induk yang

dilakukan adalah dengan manipulasi lingkungan.

2. Manipulasi Lingkungan

Pemijahan ini dilakukan dengan cara memanipulasi lingkungan dalam bak

pemeliharaan induk, agar seolah-olah kondisinya mirip di alam. Perlakuan yang


dilakukan adalah dengan penurunan dan penaikan kedalaman air yang berakibat pula

pada perubahan suhu dan kadar garam. Pemijahan dilakukan dengan mengikuti siklus

peredaran bulan yang bisa terjadi dua kali dalam sebulan yaitu pada bulan gelap dan

bulan purnama. Perubahan ini akan meransang terjadinya pemijahan. Pemijahan

berlangsung pada malam hari antara pukul 19.00-20.00 WIB.Manipulasi lingkungan

untuk meransang pemijahan dilakukan dengan cara :

 Menurunkan tinggi air dan menambahkan secara tiba-tiba untuk memberi ransangan

pasang surut sesuai siklus bulan.

 Menurunkan suhu air tiba-tiba agar seolah-olah ikan mengalami migrasi.

 Mengubah salinitas air bak agar seolah-olah ikan mengalami migrasi.

F. Penetasan Telur

Telur ikan kakap putih hasil pemijahan di seleksi terlebih dahulu. Telur yang

dibuahi dan yang berkualitas baik akan mengapung di permukaan air, permukaanya

licin, transparan bagian dalam sedikit, berongga dengan diameter 0,69-0,80 mm.Telur

akan menetas dalam waktu 17-18 jam (DEPTAN,2001)

G. Pemeliharaan Larva

Pemeliharaan larva merupakan kegiatan utama pada usaha perbenihan kakap

putih dalam menghasilkan benih. Pengelolaan dalam pemeliharaan larva meliputi

persiapan bak, pemberian pakan hidup maupun pakan buatan, dan pengelolaan

kualitas air media pemeliharaan.

SNI (2005) menyatakan bahwa pertumbuhan dan kelansungan hidup ikan kakap

putih sangat di pengaruhi oleh umur, ukuran, tempat pemeliharaan, lingkungan, pakan

dan padat penebaran.


Bak yang digunakan untuk pemeliharaan larva adalah bak beton atau bak

fiberglass yang sebelumnya dicuci dan direndam dengan kaporit 25-100 ppm. Lama

perendaman minimal 12 jam (Mayunar dan Abdul, 2002). Larva di tebar ke dalam bak

pemeliharaan dengan kepadatan tertentu tergantung dari umur larva.

Tabel 2. Padat Penebaran Larva


No Umur Larva Minggu ke Padat Penebaran (ekor/m3
1 I 60.000 - 100.000
2 II 35.000 - 40.000
3 III 15.000 - 20.000
4 IV 6.000 - 10.000
Pakan untuk

larva kakap putih mulai di berikan pada saat larva berumur 2 hari (D2) sebanyak 3-5

ind/ml, umur D7-D20, pemberian di tingkatkan menjadi 10-20 ind/ml. Mulai D15,

pemberian pakan dilakukan dengan menambahkan naupli artemia sebanyak 0,5-1,0

ind/ml. Pada umur D25-D35, larva di beri pakan tambahan berupa pellet. Adapun jadwal

pemberian pakan larva berdasarkan umur seperti yang diterangkan oleh DEPTAN

(2001) adalah sebagai berikut :

0 3 10 20 30 40

Keterangan:

Rotifera

Artemia
Pellet

Pengelolaan air untuk pemeliharaan larva dilakukan dengan cara pergantian air.

Surmantadinata (2003) menyatakan pada awal pemeliharaan, pergantian air tidak

dilakukan atau dilakukan dengan sistem air tenang. Pergantian air mulai dilakukan pada

saat larva berumur 7 hari (D7) sebanyak 5-10 % dari volume tergantung kondisi air dan

larva. Pergantian air dilakukan pada pagi hari dengan cara membuang air

menggunakan selang, pada ujungnya diberi saringan. Ketika mulai diberikan pakan

buatan, pergantian air dilakukan dengan sistem pengairan di ubah menjadi sistem air

mengalir. Hal ini dilakukan untuk mempertahankan kualitas air akibat pakan buatan

yang tidak termakan. Jika dianggap perlu, untuk mempertahankan kualitas air, pada

bak pemeliharaan larva dimasukkan bakteri probiotik yang tidak berbahaya bagi larva.

Selain pergantian air, pada saat D25 ketika larva mulai diberikan pakan buatan

dilakukan penyiponan sisa pakan.

Menurut Sutrisno.et,al.,(1999) salinitas air optimal yang digunakan untuk

pemeliharaan larva adalah 29-33 ppt dengan temperature antara 27-31 °C. Menurut

Soetomo (1997) mengenai kisaran pH yang abik bagi pertumbuhan benih ikan kakap

putih adalah 7,8 -8,5, untuk pH di atas 9,5 akan dapat mengganggu pertumbuhan larva

dan untuk pH dibawah 4 atau di atas 11dapat menyebabkan kematian bagi larva yang

dipelihara.

H. Pendederan

Pendederan benih diawali dengan kegiatan penebaran. Penebaran benih

dilakukan pada pagi atau sore hari untuk menghindari stress karena kondisi lingkungan

terutama suhu. Penebaran diawali dengan mengaklimatisasikan benih dengan

lingkungan bak pendederan. Pengaklimatisasian dilakukan dengan memasukkan benih


yang berada dalam media sementara (tudung saji) ke dalam media pendederan dan di

biarkan selama 15-30 menit. Hal ini terutama dimaksudkan untuk menjaga perubahan

suhu dan tekanan udara terhadap benih tidak berubah secara mendadak.

Sifat kanibalisme timbul setelah proses pigmentasi selesai

(Maneewongsa,1986). (Menurut Chan,1982) bahwa ikan-ikan yang sudah besar akan

memangsa ikan yang lebih kecil tetapi tidak akan terjadi pada ikan yang ukurannya

sama. Menurut Chan (1982) dalam Tiensongrusmaee dkk.(1986), sifat kanibalisme

lebih banyak terjadi pada waktu dini dan senja hari bila intensitas cahaya rendah dan

bila aliran air lambat. Untuk mengurangi sifat kanibalisme tersebut maka perlu dilakukan

Grading atau pemilihan ukuran.

1. Grading

Grading atau pemilihan ukuran merupakan salah satu kegiatan dalam

pendederan, untuk menyeleksi sekaligus memilah-milah benih yang sesuai dengan

ukurannya. Grading mulai dilakukan sejak penebaran sehingga persentase kematian

dapat diperkecil karena pada umumnya benih yang berukuran lebih kecil akan kalah

dalam mendapatkan pakan, sehingga akan makin kecil laju pertumbuhannya.

(DEPTAN, 2001).

2. Pemberian Pakan

Pada awal tahap pendederan, benih kakap putih yang berumur 32 hari diberi

pakan pellet love larva no.2 dengan frekuensi pemberian pakan 3 kali sehari secara

adllibitum atau sampai kenyang. Hal ini sesuai dengan pendapat Anindiastuti (2002)

yang menyatakan bahwa pemberian pakan merupakan kunci keberhasilan dalam

kegiatan pendederan karena benih akan makan terus menerus pagi dan sore hari.
Seiring bertambahnya umur dan ukuran ikan, maka pakan yang diberikan ukurannya

juga semakin besar. Selama pemeliharaan, pemberian pakan biasanya di tempat ikan

mengumpul. Apabila ikan mulai lapar, ikan kakap putih akan naik ke permukaan air

sehingga mempermudah dalam pemberian pakan.

I. Pengepakan

Packing biasanya dilakukan karena ada permintaan dari konsumen. Untuk

memperoleh hasil pengepakan yang maksimal. Hal yang diperhatikan adalah

transportasi benih ikan. Ada beberapa factor yang perlu di perhatikan dalam

transportasi benih ikan (Thariq M,et,al.,1999) antara lain:

1. Kondisi benih

Benih yang akan ditransportasikan harus dalam keadaan sehat dan sebelum

benih ikan tersebut diangkut harus dipuasakan terlebih dahulu sehingga hasil

metabolisme dapat ditekan agar tingkat mortalitas benih saat sampai di tempat tujuan

rendah.

2. Waktu Pengangkutan

Waktu pengangkutan berpengaruh terhadap benih ikan karena berkaitan

dengan suhu media pengangkutan. Waktu pengangkutan benih ikan yang baik adalah

pagi hari atau sore hari dan selama pengangkutan di beri es batu agar suhu tetap stabil.

3. Kepadatan Ikan

Kepadatan yang terlalu tinggi untuk jarak yang cukup jauh akan mengakibatkan

kematian, namun menjadi kurang efisien apabila kepadatan terlalu rendah.


BAB IV

METODE PELAKSANAAN

A. Waktu dan Tempat

Kegiatan Praktik Kerja Lapang (PKL) di laksanakan mulai tanggal 2 Februari

2012 sampai dengan tanggal 31 Mei 2012 bertempat di Balai Besar Pengembangan

Budidaya Laut, Lampung yang berlokasi di :

Alamat : Jl.Yos Sudarso

Desa : Hanura

Kecamatan : Padang Cermin

Kabupaten : Pesawaran

Propinsi : Lampung

B. Metode pelaksanaan
Metode kerja yang digunakan dalam pelaksanaan Praktek Kerja Lapang di Balai

Besar Pengembangan Budidaya Laut, Lampung antara lain :

a. Pengumpulan data primer, yaitu dengan melibatkan diri secara langsung untuk

mengikuti dan melakukan seluruh kegiatan perbenihan ikan kakap putih, wawancara

dalam bentuk tanya jawab bersama pimpinan operasional, teknisi lapangan, staff

pegawai, dan pihak-pihak lain yang berkompeten dibidangnya masing-masing

mengenai fasilitas serta kegiatan yang dilaksanakan di Balai Besar Pengembangan

Budidaya laut (BBPBL) Lampung terutama yang tidak diikuti oleh pelajar.

b. Pengumpulan Data Sekunder, diperoleh dari berbagai literatur mengenai kegiatan

perbenihan ikan kakap putih atau dengan melakukan studi pustaka.Untuk mencari

referensi untuk menemukan solusi dari permasalahan-permasalahan yang timbul dalam

kegiatan perbenihan ikan kakap putih.

BAB V

SARANA DAN PRASARANA PERBENIHAN


A. Bak Induk

Gambar 10. Bak Induk Kakap Putih


Bak induk berbentuk bulat agar mempermudah induk dalam memijah dan

memudahkan dalam pengumpulan telur dan sirkulasi air media akan lebih sempurna.

Pada bibir bak pemijahan atau bak induk bagian bawah terdapat pipa PVC berukuran ¾

inci yang mengeliling bak dan berfungsi sebagai pipa aerasi dari blower ke dalam bak.

Pipa tersebut dilubangi sebanyak 7-8 buah dan di pasang selang yang terbuat dari

plastic dan karet sepanjang ±1,5 m yang di beri batu aerasi dan timah pemberat.

Pada bak induk juga dilengkapi pipa pembuangan yang terletak pada dasar

bagian tengah untuk mengeluarkan kotoran. Pengeringan dan pergantian air. Bak induk

seluruhnya di tempatkan dalam ruang terbuka yang mendapatkan cukup cahaya

matahari.

B. Bak Pemeliharaan Larva

Bak pemeliharaan larva terletak dalam laboratorium/ hatchery yang atapnya

terbuat dari bahan asbes yang tidak tembus cahaya yang dikombinasikan dengan

beberapa atap transparan untuk pemasukan cahaya matahari. Hal ini disesuaikan

karena larva peka terhadap intensitas cahaya yang terlalu tinggi. Selain itu bak larva

juga ditutup dengan plastic atau terpal berwarna gelap. Penutupan bak juga berfungsi

untuk menjaga kestabilan suhu air media pemeliharaan.

Gambar 11. Bak Pemeliharaan Larva


Bak pemeliharaan larva yang digunakan adalah bak beton yang berukuran (5 x 2

x 1,2 ) m dengan kapasitas 10 m3 yang berjumlah 4 buah. Untuk menghindari adanya

penumpukan kotoran pada pori-pori atau sudut-sudut, maka permukaan bak dibuat

sehalus mungkin dan sudut bak dibuat dalam bentuk melengkung.

Bak larva juga dilengkapi dengan bak panen yang berada tepat dibagian pipa

outlet untuk menampung benih sementara pada saat panen.

C. Bak Pendederan

Bak pendederan atau bak pemeliharaan benih kakap putih terdiri dari 16 bak

beton dan 6 bak fiber yang berbentuk persegi 4 berkapasitas 4 m 3. Bak pendederan

dilengkapi dengan inlet, outlet dan masing-masing bak terdapat 2 titik aerasi. Bak ini

terletak diluar ruangan hatchery (semi outdoor).

Gambar 12. Bak Pendederan


D. Bak Penampungan Telur
Bak penampungan telur berada tepat di samping bak pemeliharaan atau
pemeliharaan atau pemijahan induk. Bak penampungan telur terbuat dari bahan
beton, berbentuk persegi empat berukuran 75 x 75 x 90 cm serta dilengkapi
dengan saluran pembuangan (outlet) yang terbuat dari bahan pipa PVC 4 inchi.

Gambar 13. Bak Penampungan Telur

E. Bak Kultur Fitoplankton


Fitoplankton dikultur pada bak bak fiber berbentuk bulat berkapasitas 1 m 3. Bak

kultur ini berada pada bangsal pakan alami. Selanjutnya fitoplankton di kultur pada bak

beton berkapasitas 20 m3berbentuk persegi panjang. Kultur massal fitoplankton

dilakukan di bak beton berbentuk persegi panjang berukuran 20 x 5 x 1 m 3 dengan

kapasitas 100 ton. Bak kultur massal dilengkapi dengan saluran inlet yang

menggunakan pipa PVC berukuran 2 inch dan saluran outlet berukuran 3 inch. Saluran

aerasi menggunakan pipa PVC berukuran ¾ inch yang diberi lubang 1,5 m, serta diberi

pemberat berupa batu. Saluran outlet berhubuhan langsung dengan saluran

pembuangan utama. Bak kultur fitoplankton terletak di luar ruangan yang berada di

depah hatchery kakap putih.

Gambar 14. Bak Kultur Massal Fitoplankton

F. Bak kultur Zooplankton

Bak yang digunakan dalam kultur rotifer ( Brancionus sp.) di BBPBL, lampung

menggunakan bak beton berbentuk persegi panjang pada kultur secara massal. Ukuran

bak kultur adalah 6 x 3 x 1 m, dengan kapasitas 18 m 3 . Saluran inlet menggunakan

pipa PVC ukuran 2 inch dan pipa PVC ukuran 3 inch untuk saluran outlet. Sistem aerasi

yang digunakan sama dengan sistem aerasi pada bak pemeliharaan larva dan bak

pendederan benih.
Gambar 15. Bak Kultur Massal Zooplankton

G. Bak Penetasan Artemia

Wadah yang digunakan untuk penetasan kista artemia adalah conical tank atau

bak penetasan yang berkapasitas 250 liter dengan tinggi 1 meter dan diameter 0,5 m.

Sebelum digunakan, wadah tersebut dibersihkan terlebih dahulu. Pada bagian tengah
terdapat outlet yang nantinya akan ditutup dengan pipa yang panjangnya sama dengan

ketinggian conical tank. Pada bagian bawah terdapat kran untuk pemanenan. Bagian

atas bak berwarna gelap sedangkan pada bagian bawahnya berwarna lebih terang. Hal

ini didasarkan pada sifat artemia yang menyukai cahaya sehingga memudahkan

pemanenan.

Gambar 16. Bak Konikel Tank


H. Egg Kolektor atau Kolektor Telur

Untuk memudahkan dalam memanen telur ikan kakap putih maka perlu

dipersiapkan wadah berupa egg kolektor yang dilekakkan pada bak penampungan telur

yang berukuran 50 x 50 x 50 cm dari bahan kasa berukuran 200 mikron dan

berkapasitas 200 liter


Gambar 17. Egg Kolektor

I. Akuarium

Akuarium digunakan sebagai wadah penetasan telur yang di letakkan di dalam

hatchery, berjumlah 3 buah, masing berukuran 60 x 40 x 40 berkapasitas 100 liter.

Gambar 18. Akuarium Penetasan Telur

J. Filter Air

Filter air yang digunakan di perbenihan Kakap putih berupa sand filter modern

yang penyaringannya disusun atas pasir kwarsa dan arang dari patok kelapa.

Berjumlah dua buah yang digunakan khusus untuk pemeliharaan larva yang dilengkapi

dengan sinar ultraviolet dan ozon.

Gambar 19. Sand Filter


K. Sarana pelengkap

1. Kulkas

2. Lemari

3. Scopnet stainless

4. Scopnet induk

5. Alat sifon

6. Alat Grading

7. Screen net

8. Cover plastic untuk bak larva

9. Cover jaring untuk bak induk

10. Tudung saji (rombong)

11. Sikat

12. Selang aerasi

13. Batu aerasi

14. Pemberat aerasi

15. Gunting

16. Ember

17. Baskom

18. Gayung

19. Serokan

20. Rombong pakan

BAB VI

HASIL DAN PEMBAHASAN


A. Pemeliharaan Induk

Penyediaan induk merupakan langkah pertama dalam suatu usaha perbenihan.

Berhasilnya suatu usaha perbenihan sangat tergantung pada ketersediaan induk yang

matang gonad dan berkualitas tinggi.

Induk kakap putih yang telah dapat dijadikan induk setelah berumur 4-5 dengan

berat rata-rata 4-6 kg.Induk hasil tangkapan tersebut berasal dari nelayan teluk

lampung. Pengangkutan induk hasil tangkapan dari alam dapat dilakukan melalui darat

ataupun laut, yang diangkut dan dibesarkan di Keramba Jaring Apung.

1. Persiapan Wadah

Persiapan bak dimulai dengan pengurangan air sebanyak 80% dan

pengangkutan induk ke bak penampungan sementara yang berupa bak fiber berbentuk

bulat yang bervolume 1 ton. Setelah induk diangkat, pipa outlet yang paling bawah

dibuka untuk mengeringkan bak.

Setelah itu, bak tersebut disiram dengan larutan kaporit dengan dosis 100 ppm

secara merata. Kemudian bak didiamkan selama ±15 menit. Agar lumut yang melekat

pada permukaan dinding dan dasar bak mati, lalu permukaan bak di sikat dan di

pasangkan aerasi sebanyak 7-8 titik. Setelah itu, bak dibilas dengan air laut bersih dan

pipa outlet kembali di pasang. Bak yang telah bersih tersebut, di isi air laut kembali

sampai ketinggian semula. Bak ini akan digunakan untuk penebaran induk yang telah di

seleksi yang sebelumnya di tampung dalam bak lain.

Gambar 20. Persiapan Wadah


2. Penebaran Induk

Induk kakap putih yang ada di BBPBL Lampung sebanyak 51 ekor. Banyaknya

penebaran untuk 2 bak masing-masing bak 26 dan 25 ekor. Dari jumlah tersebut pada
bak 5 terdiri dari 14 betina dan 12 jantan. Pada bak 6 terdiri dari 17 betina dan 8 jantan.

Induk jantan memiliki berat rata-rata 4,4 kg dan memiliki panjang rata-rata 61,3 cm.

Sedangkan induk betina memiliki berat rata-rata 5,4 kg dan memiliki panjang rata-rata

67 cm. Penebaran induk dilakukan setelah seleksi induk selesai dilaksanakan.

3. Seleksi Induk

Seleksi induk dilakukan untuk mengetahui kematangan gonad ikan. Metode yang

di lakukan adalah metode kanulasi untuk induk betina dan stripping ( pengurutan) untuk

induk jantan.

Sebelum diseleksi, induk diangkat terlebih dahulu dari bak induk dan

dipindahkan sementara ke dalam bak fiber yang bervolume 4 ton. Dan pada bak fiber

lain bervolume 1 ton dilarutkan obat bius dengan menggunakan larutan ethyleneglicol

monophenyletherdengan dosis 40 ml dan dicampurkan dengan air laut. Hal ini

dilakukan untuk mengurangi tingkat stress ikan pada saat diseleksi. Kemudian ikan

dimasukkan ke dalam bak fiber berisi obat bius satu per satu. Kegiatan selanjutnya

adalah pengamatan genital dan kematangan gonad, pengukuran tubuh induk yang

meliputi panjang dan berat serta memasukkan chip ke dalam tubuh induk.

Gambar 21. Proses Pembiusan


(a) (b)
Gambar 22. (a) Stripping (b) Kanulasi

Adapun ciri-ciri induk jantan adalah umumnya mempunyai bentuk tubuh lebih

kecil dan perut ramping, untuk induk betina ciri-cirinya adalah ukuran tubuh lebih besar

dan perutnya buncit. Untuk pengamatan genital, induk jantan memiliki 2 lubang yaitu

lubang anus dan lubang sperma, sedangkan induk betina memiliki 3 lubang yaitu

lubang anus, lubang telur, dan lubang urine/kencing.Untuk pengamatan kematangan

gonadnya, induk jantan yang matang gonad atau yang berisi apabila di stripping (diurut)

akan mengeluarkan cairan sperma yang berwarna putih agak kekuningan dan kental.

Sedangkan untuk induk betina dilakukan dengan memasukkan selang kanula ke dalam

saluran telur (oviduct) dengan kedalaman 5-6 cm, lalu dihisap. Apabila terdapat telur

yang berwarna kuning, maka induk tersebut matang gonad.

Setelah dilakukan pengamatan kematangan gonad selanjutnya dilakukan

pengukuran panjang dan berat induk. Untuk pengukuran panjang dilakukan dengan

menggunakan meteran sedangkan untuk pengukuran berat dengan menggunakan

timbangan duduk. Kegiatan selanjutnya ialah dengan memasukkan chip ke dalam

bagian belakang sirip punggung dengan menggunakan alat suntik, kemudian dideteksi

alat tagging atau multi tag.

Gambar 23. Pemasukan Chip

Selanjutnya, induk dimasukkan kembali ke dalam bak induk, yang telah

dibersihkan dan diisi air laut dengan ketinggian minimal sudah mencapai 50 cm. Air

terus dialiri ke dalam bak dan diberi aerasi dan induk akan sadar beberapa saat

kemudian.
Adapun hasil seleksi induk yang di lakukan penyusun pada saat melaksanakan

praktik kerja lapang tanggal 5 dan 12 Maret 2012.

Tabel 3. Hasil Seleksi Induk Kakap Putih Bak 5 Pada Tanggal 5 Maret 2012
No Berat (kg) Panjang (kg) Jenis Kelamin Nomor Chip
1 5 62 Betina 1318010131
2 5,4 55 Betina 1318010133
3 3,5 58 Jantan 1318010123
4 3,5 57 Jantan 1318010124
5 4,4 65 Betina 1318010122
6 4 61 Betina 1318010127
7 4,5 63 Betina 1318010126
8 5 63 Betina 1318010135
9 3,8 56 Betina 1318010130
10 4 62 Jantan 1318010134
11 4,5 61 Betina 1318010140
12 3,4 58 Jantan 1318010132
13 4,3 62 Jantan 1318010121
14 3,5 58 Betina 1318010138
15 4 60 Jantan 1318010137
16 4,5 64 Betina 1318010128
17 5,5 69 Betina 1318010125
18 4,8 64 Jantan 1318010129
19 5,5 69 Betina 1318010139
20 4,9 66 Jantan 1318010136
21 3,5 56 Jantan 1318010152
22 3,8 58 Betina 1318010160
23 4,4 63 Jantan 1318010154
24 4 60 Betina 1318010148
25 4,5 64 Jantan 1318010144
26 4 60 Jantan 131801159
Tabel 4. Hasil Seleksi Induk Kakap Putih Bak 6 Tanggal 12 Maret 2012
No Berat (kg) Panjang (cm) Jenis kelamin Nomor Chip
1 4,5 64 Jantan 1318010171
2 8,2 75 Betina 1318010167
3 3,5 60 Jantan 1318010168
4 9 79 Betina 1318010169
5 7,5 74 Betina 1318010164
6 5,5 68 Betina 1318010175
7 5 65 Jantan 1318010174
8 8,9 79 Betina 1318010173
9 4,9 64 Jantan 1318010200
10 4,9 65 Betina 1318010166
11 7 71 Betina 1318010165
12 6 71 Betina 1318010172
13 4,7 64 Jantan 1318010170
14 3,7 85 Betina 1318010178
15 3,8 56 Jantan 1318010162
16 5 65 Jantan 1318010179
17 5,8 65 Betina 1318010176
18 4,9 65 Jantan 1318010161
19 4,9 66 Betina 1318010177
20 7,6 64 Jantan 1318010163
21 4,5 73 Betina 1318010146
22 7,6 64 Jantan 1318010158
23 3,5 75 Betina 1318010153
24 4,5 57 Jantan 1318010142
25 7 63 Jantan 1318010156
4. Teknik Ransangan dan Pemijahan

Teknik ransangan yang dilakukan adalah dengan penaikturunan permukaan air

dan saluran inlet tetap dialirkan selama 24 jam. Pada saat pagi hari sekitar pukul 08.00

WIB setelah pemberian pakan, air dalam bak induk di buang melalui saluran outlet

bagian bawah, sehingga ketinggian mencapai 0,5 m dari dasar bak dan dibiarkan

terkena sinar matahari sehingga terjadi peningkatan suhu air dalam bak tersebut

selama air diturunkan. Inlet tetap di buka, menjelang sore, tepatnya sekitar pukul 15.00

WIB outlet kembali di tutup sehingga air kembali naik memenuhi bak.

Manipulasi ini dilakukan bertujuan untuk membuat kondisi, agar seperti keadaan

di alam. Selain itu, pemberian pakan juga di perhatikan. Pakan yang diberikan

mempunyai kandungan protein tinggi dan lemak rendah, yang di tambahkan

multivitamin dan vitamin E secara rutin tiap minggunya.

Dari hasil manipulasi lingkungan tersebut bahwa dalam satu bulan induk kakap

putih melakukan dua kali siklus pemijahan yaitu pada bulan gelap dan bulan terang.

Dalam setiap siklus pemijahan terjadi antara 3-6 hari berturut-turut.

Induk kakap putih memijah pada malam hari antara pukul 18.00-22.00 WIB.

Ketika pemijahan berlangsung, induk jantan dan betina akan berenang bersamaan dan

sering membalikkan tubuhnya. Induk betina akan mengeluarkan telur dan induk jantan

akan mengeluarkan sperma sehingga akan terjadilah pembuahan.

Telur-telur yang telah dibuahi akan melayang dan mengapung di permukaan air.

Telur tesebut akan terbawa oleh arus air yang mengalir melalui pipa saluran outlet bak

bagian atas yang berfungsi untuk menghubungkan antara bak induk dan bak

penampungan telur. Didalam bak penampungan telur telah di pasang dengan waring

kolektor telur. Kolektor telur tersebut di letakkan di bawah ujung pipa outlet. Bak

penampungan telur mempunyai saluran pembuangan yang terletak di dasar. Saluran ini
berfungsi sebagai limpasan air agar air pada kolektor telur tidak meluap sehingga telur

tetap tertampung di dalamnya.

5. Pemanenan dan Perhitungan Telur

Telur-telur yang telah dibuahi akan berwarna bening transparan dan mengapung

di permukaan air, sedangkan telur yang tidak dibuahi akan berwarna putih keruh dan

tenggelam didasar bak. Pemanenan telur kakap putih dilakukan saat pagi hari.

Telur yang telah dihitung dan tertampung dalam kolektor telur diambil dengan

cara diserok lalu ditaruh ke dalam ember yang telah diisi air laut. Setelah itu telur di

pindahkan ke bak penetasan berukuran (60 x 40 x 40) cm. Yang diambil

menggunakan scoop netkemudian diletakkan sementara pada ember yang telah diisi air

laut lalu kemudian disaring kembali untuk membuang kotoran seperti lumut. Kemudian

bak penetasan diberi aerasi.


Gambar 24. Perhitungan Telur

Sebelum dipanen dilakukan terlebih dahulu perhitungan telur dengan

menggunakan wadah sampel berukuran 20 ml dan screen net. Pengambilan sampel

dilakukan sebanyak lima titik yaitu pada sudut atas dan tengah kolektor telur. Tiap

sampel yang diambil dan dihitung dengan cara ditebarkan di screen net. Setelah setiap

sampel selesai dihitung hasilnya dijumlahkan kemudian dirata-ratakan. Adapun rumus

perhitungan telur adalah sebagai berikut:


Jumlah total telur = rata-rata sampel x 50 x volume egg kolektor
Keterangan : Rumus untuk perhitungan telur menggunakan wadah sampel 20 ml

6. Pemberian Pakan
Pakan merupakan salah satu factor yang sangat berpengaruh untuk kematangan

gonad ikan serta kualitas dan kuantitas telur yang dihasilkan. Pakan yang diberikan

untuk induk kakap putih adalah ikan rucah dan cumi-cumi yang berprotein tinggi dan

berkadar lemak rendah. Jenis ikan rucah yang diberikan berupa ikan kuniran. Pakan ini

dipasok dari tempat pelelangan ikan (TPI) Lempasing yang berjarak ± 4 km dari BBPBL

Lampung. Agar pakan tetap segar, pakan tersebut disimpan dalam freezer.
Gambar 25. Pakan Untuk Induk Kakap Putih
Induk diberi pakan 1 kali sehari yaitu hanya pada pagi hari,dengan prosentase

pemberian pakan 2-3% / Berat Induk. Pakan yang diberikan adalah ikan rucah

sedangkan cumi-cumi hanya diberikan 1 kali dalam seminggu biasanya diberikan setiap

hari sabtu. Sebelum diberikan, pakan rucah di bersihkan terlebih dahulu dengan cara

membuang kepala dan isi perut. Metode pemberian pakan untuk induk kakap putih

adalah adlibitum atau pemberian pakan sekenyang-kenyangnya.

Untuk memacu kematangan gonad dan meningkatkan imunitas/ kekebalan tubuh

induk. Maka ditambahkan vitamin E dan multivitamin yang masing-masing diberikan

sekali dalam seminggu dengan cara memasukkan vit.E dan multivitamin yang

berbentuk kapsul ke dalam mulut atau perut ikan rucah (kuniran).

Tabel 5. Kandungan Protein dan Lemak Pakan.


No Jenis Pakan Protein (%) Lemak (%)
1 Kuniran 72,4 11,6
2 Cumi-cumi 79,9 8,86
(sumber : Mustamin, et.al.1999)

7. Pengelolaan Kualitas Air

Kualitas air turut menentukan nafsu makan ikan dan proses pemijahan. Air laut

yang digunakan untuk pemeliharaan induk adalah air yang telah ditampung dalam bak

tandon dan telah disaring melalui sistem giant filter yang kemudian air tersebut
disalurkan ke bak-bak induk yang ada, termasuk untuk pemeliharaan induk kakap putih.

Metode pengairan yang dilakukan adalah dengan sistem sirkulasi atau air mengalir.

Air pemeliharaan yang sangat kotor dan berlumut dapat mengurangi nafsu

makan ikan. Oleh karena itu, pembersihan rutin harus dilakukan. Di BBPBL Lampung

pembersihan bak induk dilakukan setiap hari. Caranya adalah dengan menyikat dinding

bak dan mendorong kotoran didasar bak ke lubang pengeluaran yang terletak di tengah

bak. Penyikatan bak induk dilakukan pada pagi hari, setelah pemberian pakan yang

dilakukan bersamaan dengan penurunan air pemeliharaan induk sebanyak 80 % yang

kemudian dinaikkan lagi sampai ketinggian semula pada saat menjelang sore hari.

8. Hama dan Penyakit

Selama penyusun melakukan praktik kerja lapang di BBPBL, kondisi induk kakap

putih dalam keadaan sehat atau tidak ditemukan adanya tanda-tanda serangan

penyakit.

Adapun upaya pencegahan yang dilakukan untuk pemeliharaan induk kakap

putih adalah dengan penyikatan bak induk, pergantian air setiap hari, dan pengaliran air

secara terus menerus. Selain itu, pemberian pakan dengan pakan yang berkualitas baik

yang ditambah dengan multivitamin dan vitamin E untuk meningkatkan daya tahan

tubuh ikan.

B. Pemeliharaan Larva
Kegiatan-kegiatan yang termasuk dalam pemeliharaan larva adalah persiapan

wadah, penebaran, pemberian pakan, pengelolaan kualitas air serta pencegahan dan

pengobatan penyakit.

1. Persiapan Wadah

Tahap pertama yang dilakukan adalah pencucian bak. Apabila bak sangat kotor,

pencucian bak dilakukan dengan menggunakan kaporit. Caranya adalah dengan

menyiramkan larutan kaporit dengan dosis 100 ppm ke dinding bak bagian dalam dan

diamkan selama 1-2 jam agar lumut yang menempel mati dan untuk membunuh bibit

penyakit yang ada dalam bak. Setelah itu, permukaan bak disikat lalu dibilas dengan

air laut bersih. Setelah bersih bak tersebut di isi dengan air laut.

Sebelum digunakan, air laut untuk pemeliharaan larva harus melalui filterisasi

dengan menggunakan sand filter modern yang berisi pasir kwarsa dan arang patok

kelapa kemudian di salurkan melawati sinar ultraviolet dan di ozonisasi. Pengisian air

sebanyak ½ - ¾ dari kapasitas bak.

Bak pemeliharaan larva yang dilengkapi dengan selang aerasi sebanyak 21 titik

untuk menambah kandungan oksigen terlarut dalam air. Pemasangannya dilakukan

dengan jarak 5 cm dari dasar bak agar aerasi lebih merata dan untuk mencegah

teraduknya kotoran yang terdapat di dasar bak.

Gambar 26. Persiapan Bak Larva

2. Penebaran Larva

Penebaran larva dilakukan setelah telur menetas semua, yaitu pada siang hari

atau biasanya telur menetas selama 18 jam. Sebelum ditebar harus diaklimatisasikan

terlebih dahulu. Caranya adalah dengan meletakkan gayung diisi air, lalu masukkan air
yang ada dalam bak ke dalam gayung sampai penuh sehingga terjadi pencampuran.

Penebarannya dilakukan dengan menggunakan gayung yang bervolume 1 liter. Bak

larva lalu ditutup dengan plastic transparan untuk memepertahankan suhu air. Plastik

yang digunakan transparan agar sinar matahari masih bisa masuk sehingga

fitoplankton berfotosintesis.
Adapun data penebaran larva yang diperoleh penyusun selama melaksanakan
praktik kerja lapang di Balai Besar Pengembangan Budidaya Laut Lampung :
Tabel 6. Data Penebaran Larva
Waktu Penebaran Padat Penebaran Jumlah Bak

17 Januari 2012 100.000 1

25 Januari 2012 200.000 2

3 Februari 2012 150.000 2

17 April 2012 150.000 3

18 April 2012 50.000 1

6 Mei 2012 200.000 3

3. Pemberian pakan

Pemberian pakan pada stadia larva ini sangat penting karena merupakan masa-

masa kritis dimana survival ratenya sangat rendah. Pemberian pakan untuk larva di

BBPBL Lampung adalah dengan menggunakan green water sistem

dengan nannochloropsis sp.Sebagai media pemeliharaan dan juga pakan bagi

rotifer(Branchionus sp.). Selain itu juga nanochloropsis berperan sebagai stabilisator

dalam kualitas air untuk mengurangi intensitas cahaya yang berlebihan.

Pada saat larva berumur D1 dan D2 pakan alaminannocholopsis sp. mulai

diberikan dengan frekuensi satu kali sehari dan larva masih menyimpan cadangan

makanan berupa kuning telur. Mulai dari D3 larva mulai diberikan rotifer bersamaan
dengannannochloropsis sp., dengan frekuensi 1-2 kali dalam sehari. Frekuensi ini

didasarkan pada kepadatan rotifer yang dilakukan dengan pengecekan dalam bak

larva. Dan begitu pula pada hari selanjutnya apabila dalam bak larva rotifer rmasih

padat maka rotifer tidak ditambahkan karena dapat menyebabkan blooming yang

menyebabkan kematian larva. Bila dalam bak rotifernya sedikit atau habis maka

ditambahkan sebanyak satu ember. Pemberian rotifer ini dilakukan sampai larva

berukuran D20. Pada saat larva berumur D15, selain rotifer larva mulai diberikan artemia

Untuk larva yang telah mencapai umur 20 hari, pakan buatan berupa pellet mulai

diberikan secara bertahap. Untuk memudahkan pemberian pakan pellet maka artemia

diberikan dengan sistem infuse. Sehingga larva berkumpul pada satu titik.

Adapun jadwal pemberian pakan larva tersebut adalah sebagai berikut:

Tabel 7. Pemberian Pakan Larva


Umur Larva Jenis Pakan
D1 - D2 Kuning telur +Nannochloropsis
D3 - D20 Rotifer + Nannochloropsis
D15 - D30 Artemia
>D20 Pellet

Pemberian pakan nannochloropsis diperoleh dari bagian fitoplankton yang

dialirkan menggunakan pompa ke bak-bak larva, untuk memenuhi kebutuhan larva

yang ada di BBPBL.Nannochloropsis dipilih sebagai pakan alami karena dapat

digunakan pula sebagai makanan untuk pembiakan rotifer, juga untuk mempertahankan

kualitas air yang biasa disebut dengan green water sistem.


Pemberian pakan rotifer (Branchionus sp.) di kultur oleh bagian zooplankton

kemudian di ambil sesuai dengan kebutuhan. Pemberian rotifer diberikan pada larva

karena memiliki nutrisi yang cukup tinggi dan ukurannya yang sesuai dengan bukaan

mulut larva.

Pemberian pakan artemia dipilih karena memiliki beberapa keunggulan antara

lain yaitu memiliki ukuran yang sesuai dengan bukaan mulut larva ikan dari naupli

hingga artemia dewasa. Mudah di tangani, dapat hidup dengan kepadatan tinggi,

mudah beradaptasi dalam berbagai kondisi lingkungan serta mempunyai nutrisi yang

tinggi. Untuk penetasan kista artemia atau kultur artemia yang dilakukan yaitu, pertama

adalah dengan mengisi conical tank dengan air laut sebanyak ¾ bagian. Kemudian

kista artemia dimasukkan sebanyak 1 gelas ukur yang berukuran 200 ml atau

disesuaikan dengan kebutuhan dan di beri aerasi kuat. Kista akan menetas menjadi

naupli setelah 24 jam. Pemanenan artemia dilakukan pada keesokan harinya.

Pemanenan dilakukan pada pagi hari dengan mengangkat selang aerasi dan

pipa tengah bak terlebih dahulu. Lalu bagian atas bak ditutup dan dibiarkan selama ±

15 menit. Setelah itu, kran bagian bawah di buka dengan

meletakkan scopnet berukuran 200 mesh. Naupli artemia yang telah tertampung

dimasukkan dalam baskom dan diisi air kemudian dibiarkan selama ± 5 menit. Setelah

di endapkan dilakukan penyeleksian naupli artemia yang dilakukan dengan penyiponan

dengan meletakkan ujung selang sifon di tengah antara dasar dan permukaan air

sehingga kotoran dan cangkang tidak ikut terambil. Artemia yang telah di panen

ditampung terlebih dahulu dalam akuarium.

Artemia yang digunakan di unit perbenihan ikan kakap putih sebagai pakan larva

adalah hasil penetasan dari kista kalengan. Kista kalengan yang dipakai adalah merk

Salt Lake Aquafeed dan Artemia.


4. Kecepatan Aerasi

Kecepatan aerasi diatur pada setiap umur. D0-D2 aerasi agak kuat untuk

menghindari larva mengendap didasar bak. Umur D3-D10kecepatan aerasi dikurangi

sampai kecepatan sedang agar larva dapat memangsa rotifer, selanjutnya pada D 11-

D25 kecepatan aerasi sedikit ditambah agar tidak bergerombol aerasi pada salah satu

permukaan dan setelah berumur D25 larva telah berenang aktif dan bergerombol, aerasi

diperkuat agar ketersediaan oksigen cukup.

5. Pengelolaan Kualitas Air

Pemeliharaan larva kakap putih menggunakan fitoplankton atau green water

sistem. Fitoplankton yang digunakan adalah alga hijau dari jenis nannochloropsis. Alga

ini berfungsi sebagai pakan untuk rotifer dan juga stabilisator kualitas air. Pemberian

alga ini dilakukan mulai dari larva berumur D1-D20. Pengisiannya ke dalam bak

pemeliharaan larva dilakukan sekali dalam sehari, yaitu pada pagi hari. Ketika

pergantian air telah dilakukan, pengisian air kembali dilakukan dengan menggunakan

alga tersebut. Pengisiannya dilakukan dengan menggunakan pipa yang dihubungkan

dengan bak tandon Nannochloropsis.

Untuk mengusahakan agar kekeruhan air serendah mungkin maka dilakukan

pergantian air. Pergantian air untuk pemeliharaan larva kakap putih dilakukan mulai

dari larva berumur 10 hari (D10) sebanyak 10%. Pergantian ini akan di tingkatkan seiring

dengan pertambahan umur larva. Data pergantian air adalah seperti yang tertera dalam

table di bawah ini :


Tabel 8. Pergantian Air Pada Bak Pemeliharaan Larva.
Umur Larva Pergantian Air
D7 - D20 10 – 30 %
D21 - D35 50 %
>D35 80 %
Ketika larva sudah mulai diberikan pellet pemeliharaan larva menggunakan

sistem sirkulasi secara terus menerus. Selain itu juga dilakukan penyiponan untuk

membersihkan dasar bak dari endapan plankton dan pakan yang tidak termakan.

Penyiponan dilakukan dengan meletakkan saringan dan baskom pada ujung selang

sifon untuk mengantisipasi adanya larva yang tersedot.

C. Pendederan

Pendederan sudah bisa dilakukan saat larva kakap putih berumur 31 – 33 hari

(D31-D33) tergantung dari pertumbuhannya. Hal yang paling penting selama pendederan

adalah pemberian pakan yang rutin dan grading. Pada tahap ini, kanibalisme pada ikan

kakap putih sangat tinggi. Pemberian pakan harus sasuai baik dari jenis, ukuran, dan

jumlahnya. Selain itu, Grading juga bertujuan untuk menyeleksi ikan yang sehat dengan

yang cacat.

1. Grading

Grading atau pemisahan ukuran bertujuan untuk mendapatkan benih yang

seragam untuk mengurangi sifat kanibal. Oleh karena itu, grading dilakukan bila

didapatkan ukuran benih tidak seragan untuk menghindari kanibalisme diantara benih

sehingga presentasi kematian dapat diperkecil. Alat-alat yang digunakan untuk greding

adalah alat grading, Waskom, scopnet, dan tudung saji.

Sebelum melakukan grading, hal yang pertama dilakukan adalah menurunkan air

bak sampai habis. Selama penurunan air, benih-benih tersebut di tangkap

menggunakan scopnet lalu disimpan ke dalam waskom lalu dimasukkan ke dalam alat

Grading yang di simpan pada bak lain yang berisi air penuh. Ikan-ikan yang berukuran

kecil akan lolos melalui lubang. Tetapi ikan yang berukuran besar akan tertahan.

Selanjutnya ikan-ikan tersebut disimpan dalam bak sesuai dengan ukuran yang telah di
grading. Cara penyortiran menggunakan alat ini mempunyai kekurangan yaitu akan

menyebabkan stress atau luka. Setelah di sortir benih diobati dengan

larutan acriflavine 5 ppm. Pengobatan dilakukan dengan cara perendaman benih.

Gambar 27. Alat Grading


2. Pemberian Pakan

Pemberian pakan untuk benih berupa pellet dilakukan rutin 3 kali sehari secara

adlibitum. Ada dua jenis yang diberikan adalah merk yang berbeda yaitu love larva dan

otohime. Pemberian pakan ini bisa ditingkatkan disesuaikan dengan bukaan mulut ikan.

Gambar 28. Pellet Love Larva

Setelah pemberian pakan selesai, dilakukan penyiponan. Lalu pipa outlet yang

terletak di tengah pipa outlet utama diangkat untuk pengurangan air sampai ketinggian

10-15 cm yang kemudian ditutup untuk pengisian air kembali. Pada pendederan,

pergantian air dilakukan dengan sistem air mengalir sebanyak 80-90% .

3. Hama dan Penyakit

Selama pelaksanaan praktik kerja lapang tidak ditemukan tanda-tanda

adanya penyakit yang menyerang larva. Begitu juga dengan benih tidak ditemukan

adanya indikasi terserang penyakit. Hal ini dibuktikan dengan melakukan pengecekan

langsung pada laboratorium kesehatan ikan dan lingkungan, dengan melakukan uji

parasit menggunakan mikroskop dengan mengambil lendir dan insang benih ikan kakap

putih.dan uji mikrobiologi dengan melakukan pengujian TSA dan TCBS menggunakan
media agar, dengan mengambil hati, limpah, dan ginjal menggunakan jarum osil yang

telah dipanaskan menggunakan lampu punsen kemudian digoreskan pada media agar,

dan selanjutnya di inkubasi dengan memasukkan ke dalam incubator kemudian

dibiarkan selama ±24 jam untuk menunggu perkembangan bakteri.

Gambar 29. Pengujian Hama dan Penyakit

Adapun hasilnya, tidak ditemukan adanya parasit ataupun bakteri yang

menyerang benih kakap putih.

D. Pengujian Kualitas Air

Uji kualitas air dilakukan pada laboratorium penguji kualitas air . Terkhusus untuk

ikan kakap putih parameter yang di uji adalah pH, DO, Suhu, Salinitas, Nitrat (NO3),

Nitrit (NO2), dan Ammonia (NH3).

Untuk pengukuran salinitas menggunakan refraktometer, pH diukur

menggunakan pH meter, DO dan suhu diukur menggunakan DO meter.

Adapun cara pengukuran Nitrat ialah dengan memasukkan 5 ml sampel air ke

dalam beaker glass 50 ml yang sebelumnya telah disaring dengan kertas whatman

paper no. 42 dan ditambahkan 1 tetes sodium arsenit + 0,25 brucine + 5 ml asam sulfat

(SO4). Setelah itu diaduk secara perlahan dan diamkan selama 10 menit. Selanjutnya di

ukur menggunakan spectofotometer.

Gambar 30. Reagen Nitrat (H2SO4, Sodium Arsenit, Brucine)


Untuk uji Nitrit dilakukan dengan memasukkan sampel yang sudah disaring

dengan kertas whatman paper no.42 ke dalam erlemeyer 100 ml, sebanyak 25 ml.

Kemudian tambahkan 1 ml larutan pewarna, kocok dan diamkan 10 menit hingga terjadi

perubahan warna pada larutan menjadi pink. Selanjutnya diukur

menggunakanspectofotometer.
(B)

Gambar 31. (a) Larutan Pewarna (b) Spectofotometer


Selanjutnya, pengujian ammonia dilakukan dengan mengambil sampel air

sebanyak 25 ml yang telah disaring dengan whatman paper no.42 ditambahkan 1 ml

larutan Phenol, kocok. Kemudian tambahkan 1 ml larutan Natrium nitroprusid dan 2,5

ml larutanoksidator, dan diamkan ± 10 menit untuk membentuk reaksi komplek hingga

larutan berwarna biru, selanjutnya diukur menggunakanspectofotometer dan catat

konsentrasi hasil pengukuran.

Gambar 32. ReagenAmonia (Larutan Oksidator, Phenol, Natrium


Nitroprusid

Adapun hasil Uji Kualitas Air pada tanggal 10 Mei 2012 pada bak induk, larva,

pendederan, dan tandon.


Tabel 9. Hasil Uji Parameter Kualitas Air
Tempat
No Parameter Satuan
Induk Larva Pendederan Tandon
1 Salinitas Ppt 32 31 32 31
2 Suhu ͦC 28,5 30,8 28,9 30
3 DO Mg/l 4,79 3,99 5,20 5,77
4 pH - 7,71 8,19 8,08 8,19
5 No2 Mg/l 0,55 0,096 0,078 0,05
6 No3 Mg/l 0,012 0,13 0,063 0,088
7 NH3 Mg/l 0,007 0,09 0,002 0,010

Dilihat dari pengecekan tersebut, dapat diketahui bahwa nilai tersebut masih

masuk kisaran baku mutu yang telah ditetapkan untuk pemeliharaan kakap putih.

E. Panen dan Pengepakan (Packing)


Pemanenan dilakukan apabila terdapat permintaan dari konsumen. Sebelum

dipanen, benih tersebut telah dipuasakan selama 24 jam, sehingga ekskresi dari hasil

metabolisme yang dapat menurunkan kualitas air selama pengangkutan dapat ditekan

agar tingkat mortalitas benih saat sampai tujuan rendah. Cara panen diawali dengan

penurunan air bak, lalu benih tersebut diambil dan dipindahkan ke dalam tudung saji.

Selanjutnya benih tersebut dihitung secara manual sesuai dengan jumlah permintaan

konsumen, lalu di simpan dalam Waskom.

Sistem pengemasan yang dilakukan adalah dengan sistem tertutup. Sebelum

proses pengemasan sebaiknya dipersiapkan bahan dan peralatan yang akan

digunakan, antara lain : kantong plasticpolyethylene berukuran 40 x 60 cm, karet

pengikat, perekat (lakban), Styrofoam, air media pengangkutan, oksigen murni, es batu,

koran bekas.

Proses pengemasan dilakukan sesuai dengan waktu pesanan. Biasanya

pengemasan dilakukan pada pagi hari. Cara kerjanya yaitu : kantong plastic dibuat

menjadi dua lapis lalu diisi dengan air laut yang telah disaring menggunakan filter bag

sebanyak 12 liter. Lalu masukkan benih kakap putih ke dalam plastic dengan densitas

250 ekor per 12 liter. Kantung plastic yang telah diisi benih terlebih dahulu udaranya

dibuang, dengan cara mengempiskan kantung hingga permukaan air media. Oksigen

murni dimasukkan dengan selang sebanyak 2 bagian dari volume kantung, sehinggga

perbandingan antara air media dengan oksigen 1: 2. Setelah itu kantung plastic

disimpul dan diikat menggunakan karet gelang agar oksigen tidak cepat habis sebelum

benih tiba sampai tujuan.

Gambar 33. Pengepakan


Harga benih ikan kakap putih adalah Rp.300/cm. Adapun benih ikan kakap putih

sudah pernah didistribusikan ke beberapa daerah yaitu lampung, Jakarta, Banten,


Palembang, Kalimantan, Bali, dan beberapa daerah lainnya. Selama penyusun

melakukan praktik kerja lapang, dilakukan beberapa kali packing benih. Adapun

datanya sebagai berikut :

Tabel 10. Data Pengepakan Selama Penyusun Melaksanakan Praktik Kerja Lapang
Harga
No. Tanggal Ukuran Benih (cm) Jumlah Tujuan
(Rp)
1 Senin, 5/ 03/ 12 5-6 600 1500 Balik papan
7 400 2100
2 Rabu, 7/ 03/ 12 6 450 1800 Lampung
3 Senin, 12/ 03/ 12 4–5 750 1350 Bali
6 350 1800
7 100 2100

F. Kultur Pakan Alami

1. Kultur Fitoplankton

Fitoplankton yang dibiakkan di BBPBL Lampung adalah jenisnannochloropsis. sp

yang memiliki peranan di unit perbenihan sebagai :

 Makanan untuk pembiakan rotifer yang merupakan pakan bagi larva kakap putih.

 Diberikan pada bak pemeliharaan larva untuk memperbaiki kualitas air dalam bak yang

biasa disebut dengan green water sistem.

Kultur fitoplankton di Balai Besar Pengembangan Budidaya Laut, Lampung

dilakukan dalam tiga tahap yaitu, kultur skala laboratorium, kultur semi massal, kultur

secara massal.

Tahap pertama kultur skala laboratorium dengan menggunakan botol erlemeyer

yang bertujuan mempercepat proses pembiakan. Botol-botol yang digunakan harus

dibedakan, hal ini bertujuan untuk menghindarkan dari kekeliruan yang dapat
menyebabkan kultur tersebut terkontaminasi. Botol labu yang telah berisi biakan

tersebut diletakkan dalam rak laboratorium ber AC serta diberikan cahaya dan diaerasi.

Awal pembiakan ini dilakukan dalam botol erlemeyer (botol labu) berkapasitas

0,5 L dengan inokulan yang digunakan sebanyak 200-300 ml/L air laut. Kultur ini

dilakukan 3-4 hari hingga dapat dipanen. Selanjutnya biakan diinokulasikan dari botol

0,5 L ke dalam botol berkapasitas 5 L. Kultur pada botol ini dilakukan selama 4-6 hari

hingga dapat di panen dan digunakan sebagai inokulan pada kultur skala semi massal.

Pembiakan inokulan dari 5 L diinokulasikan ke dalam akuarium berkapasitas 100

L dengan menggunakan bibit inokulan kurang lebih 50-100 sel/ml dan diberi pupuk

Conway teknis 100 ml dan vitamin B12atau dengan dosis pemakaian 1 ml pupuk untuk 1

liter volume kultur.Adapun komposisi dalam pembuatan pupuk conwy teknis dapat

dilihat pada table. Air laut yang digunakan adalah air laut dari hasil penampungan dan

telah disterilisasikan dengan sinar ultraviolet. Setelah 4-6 hari kemudian dipindahkan ke

bak yang berkapasitas 1 ton dan diberi pupuk pertanian dengan komposisi pada table.

Tabel 11. Komposisi Pupuk Conwy Teknis Untuk Bak Berkapasitas 1 m 3


No Bahan Kimia Dosis
1. EDTA 45 gram
2. FeCl3.6H2O 1,3 gram
3. H3BO3 33,6 gram
4. NaH2PO4.2H2O 20 gram
5. MnCl2 0,36 gram
6. NaNO3 100 gram
7. Trace Metal Solution 1 ml
8. Vitamin 1 ml
9. Aquades Sampai 1000 ml

Sedangkan untuk kultur dibak-bak fiberglass dengan kapasitas lebih dari 1 ton

menggunakan pupuk pertanian dengan komposisi pada table.


Tabel 12. Komposisi Pupuk Untuk Bak Fiber Berkapasitas >1 m 3

Pupuk Dosis

ZA 20 g/m3 air laut

Tsp 10 g/m3 air laut

Urea 30 g/m3 air laut

Setelah 4-6 hari, kepadatannya dalam bak fiber mencapai 10-20 juta sel/ml.

Kultur tersebut dipanen dan dipindahkan ke bak permanent yang tebuat dari bak beton

dengan ukuran 20 x 5 x 1 m yang berkapasitas 100 m 3. Panen dilakukan setelah 3-5

hari. Pemanenan dapat dilakukan dengan dua sistem yaitu, dengan panen total dan

panen harian. Pemanenan yang biasa dilakukan di BBPBL Lampung adalah panen

harian dengan memanen 50 - 75 % dari volume total. Kemudian dapat dilakukan kultur

kembali maksimal 8 kali siklus.

2. Kultur Zooplankton

Zooplankton yang digunakan dalam kegiatan perbenihan ikan kakap putih adalah

rotifer jenis Branchionus sp. Kultur rotifera pada skala laboratorium di Balai Besar

Pengembangan Budidaya Laut, Lampung dilakukan secara bertingkat. Dalam waktu 5

hariBranchionus yang dikultur ditabung reaksi telah berkembang dan dipindahkan pada

wadah kultur yang lebih besar. Kultur dilakukan secara bertingkat, dari wadah kultur

yang volumenya lebih kecil sampai ke volume yang lebih besar. Dari volume 2000 ml,

3000 ml, 5000 ml. Media kultur dan kondisi lingkungan untuk kultur pada tahapan

berikutnya sama hanya perlu diberi aerasi (pengudaraan) yang tidak terlalu kuat, untuk

pemerataan penyebaran pakan (tidak mengendap) dan juga sebagai sumber oksigen.

Selama pemeliharaan tidak ada perlakuan ganti air, penambahan dilakukan setelah
jumlah pakan berkurang atau habis, hal ini dapat dilihat dari media kultur yang terlihat

menjadi bening.

Pemanenan dapat dilakukan setelah Branchionus mencapai kepadatan lebih dari

100 ekor/ml dengan menggunakan plankton net atau memanen bersamaan dengan

media kulturnya. Hasil kultur pada skala laboratorium dimanfaatkan sebagai bibit pada

skala semi massal.

Teknik kultur semi massal tidak jauh berbeda dengan skala laboratorium yang

hanya membedakannya yaitu tempat kultur berupa akuarium yang berukuran 100L,

banyaknya pakan dan air laut. Akuarium yang telah disiapkan diisi air laut sebanyak 80

L, Lalu rotifera diambil menggunakan pipet tetes 10 ml, proses selanjutnya pemberian

pakan berupa fitoplankton jenis Nannochloropsis yang diberikan tiap hari. Setelah 4 hari

selanjutnya dilakukan kultur skala massal.

Teknik kultur rotifera pada skala massal ini tidak jauh berbeda dengan kultur

pada semi massal. Sebelum bibit rotifera ditebarkan terlebih dahulu

ditumbuhkan nannochloropsis sebagai pakan rotifera dengan cara mengalirkan

fitoplankton tersebut dari bak kultur massal ke bak kultur rotifera melalui pipa.

Pengisian nannochloropsissebanyak 50 % dari volume bak kultur. Setelah itu, bibit

rotifer dimasukkan dengan kepadatan 50-100 ind/ml dan ditebar ke dalam bak kultur

sebanyak 10 liter. Pemberian nannochloropsis ini dilakukan setiap hari. Pengisian

nannochloropsis dilakukan lagi apbila air kultur sudah tidak lagi berwarna hijau yang

berarti ketersediaan pakan rotifer sudah habis yang bisa mengakibatkan kematian

rotifera.

Pemanenan rotifer dapat dilakukan setelah kepadatan mencapai 100 ekor/ml

atau biasanya setelah 3-4 hari. Pada saat panen, Branchionus dalam bak kultur tidak

dihabiskan namun disisakan sebagian atau maksimal 50 % dari total volume, sebagai
bibit untuk kultur selanjutnya. Kemudian bak kultur diisi kembali dengan fitoplankton

hingga volume semula.

Pemanenan dilakukan dengan mengalirkan melalui outlet yang ditampung dalam

planktonnet berukuran mata jaring 35 mikron.Selanjutnya rotifera diambil menggunakan

gayung kemudian disaring kembali menggunakan saringan santan yang diperkirakan

berukuran 200-300 mikron untuk memisahkan kotoran yang tersisa. Kemudian

dimasukkan ke dalam ember untuk diberikan ke larva. Pemanenan biasanya dilakukan

4-5 kali atau hingga bak kultur sudah terlihat kotor atau branchionus sudah

terkontaminasi dengan organisme lain yang tidak dikehendaki. Selanjutnya dilakukan

pemanenan total dan dibuat kultur baru.

BAB VII

ANALISA USAHA

A. Investasi

Biaya investasi yaitu modal awal yang harus dikeluarkan untuk usaha

perbenihan ikan kakap putih, Biaya investasi ini mencakup barang-barang yang lebih

dari satu tahun penggunaannya. Biaya investasi yang dikeluarkan dalam usaha

perbenihan ikan kakap putih di Balai Besar Pengembangan Budidaya Laut, lampung

mencapai Rp. 539.350.000,-

Adapun rincian baya invenstasi untuk usaha perbenihan ikan kakap putih

dapat dilihat pada tabel 13 halaman 94.


Tabel 13. Biaya Investasi Perbenihan Ikan Kakap Putih DI BBPBL, Lampung
Harga/unit Nilai investasi
No Jenis Investasi Jumlah Satuan
(Rp) (Rp)
1 Tanah 5000 m3 10000 50000000
2 Induk 51 ekor 250000 12750000
3 Bak
Induk 12 m3 2 unit 30000000 60000000
Larva 10 m3 4 unit 7500000 30000000
Pendederan 22 unit 1500000 33000000
Fitoplankton 2 unit 30000000 60000000
Zooplankton 1 unit 10000000 10000000
Conicle tank 2 unit 800000 1600000
4 Akuarium 3 unit 100000 300000
5 Lab.plankton 1 unit 10000000 10000000
6 Peralatan
Laboratorium 1 paket 50000000 50000000
Perbenihan 1 paket 1500000 1500000
Panen dan packing 1 paket 700000 700000
7 Kantor dan Gudang 1 unit 42000000 42000000
8 Rumah pompa 1 unit 1800000 1800000
9 Rumah Blower 1 unit 4500000 4500000
10 Rumah Genset 1 unit 4500000 4500000
11 Bangunan Hatchery 1 unit 100000000 100000000
12 Instalasi air laut 2 unit 10000000 20000000
13 Instalasi air tawar 1 paket 6000000 6000000
14 Instalasi aerasi 1 paket 4500000 4500000
15 Genset 1 unit 15000000 15000000
16 Vortex blower 2 unit 4000000 8000000
17 Pompa air 4 unit 1500000 6000000
18 Filter air (sand filter) 2 unit 2000000 4000000
19 Filter Bag 2 unit 100000 200000
20 Kulkas 1 unit 2000000 2000000
21 Instalasi Listrik 1 paket 1000000 1000000
Jumlah 539350000

B. Biaya Penyusutan
Tabel 14. Biaya Penyusutan Perbenihan Ikan Kakap Putih
Total Harga Umur Penyusutan Penyusutan/
No Uraian Nilai Sisa
Teknis Tahun(Rp)
(Rp) /siklus (Rp)
1 Induk 12750000 1275000 5 382500 2295000
Bak
Induk 12 m3 60000000 6000000 10 900000 5400000
Larva 10 m3 30000000 3000000 10 450000 2700000
2 Pendederan 33000000 3300000 10 495000 2970000
Fitoplankton 60000000 6000000 10 900000 5400000
Zooplankton 10000000 1000000 10 150000 900000
Conicle tank 1600000 160000 10 24000 144000
3 Akuarium 300000 0 5 10000 60000
Peralatan
4 laboratorium 50000000 0 10 833334 5000000
Perbenihan 1500000 150000 5 75000 450000
5 Lab. Plankton 10000000 1000000 10 150000 900000
6 Kantor dan Gudang 42000000 4200000 10 630000 3780000
7 Rumah Pompa 1800000 180000 10 27000 162000
8 Rumah Blower 4500000 450000 10 67500 405000
9 Rumah Genset 4500000 450000 10 67500 405000
10 BangunanHatchery 100000000 10000000 10 1500000 9000000
11 Instalasi Air Laut 20000000 2000000 10 300000 1800000
12 Instalasi AirTawar 6000000 600000 10 90000 540000
13 Instalasi Aerasi 4500000 450000 10 67500 405000
14 Genset 15000000 1500000 10 22500 1350000
15 Vortex Blower 8000000 800000 5 240000 1440000
16 Pompa Air 6000000 600000 5 180000 1080000
17 Filter Air 4000000 400000 10 60000 360000
18 Filter Bag 200000 20000 10 3000 18000
19 Kulkas 2000000 200000 10 30000 180000
20 Instalasi Listrik 1000000 100000 10 15000 900000
Jumlah 7669834 48044000
C. Biaya Tetap

Biaya tetap adalah biaya yang dikeluarkan tiap bulan namun di pengaruhi

kegiatan produksi. Biaya tetap yang dikeluarkan dalam perbenihan Ikan Kakap Putih di

BBPBL Lampung untuk setiap 1 tahun adalah Rp.143.080.000.

Biaya tetap yang dikeluarkan dari perawatan, Izin usaha, gaji pegawai. Biaya

penyusutan yang dikeluarkan untuk perawatan bangunan yang ada di BBPBL

Lampung, dibayarkan 5 % dari biaya investasi. Komponen biaya tetap untuk kegiatan

perbenihan dapat di lihat pada table berikut :

Tabel 15. Biaya Tetap Perbenihan Ikan Kakap Putih di BBPBL, Lampung.
Biaya
Harga Biaya Tetap/
No Uraian Satuan Tetap/
Satuan (Rp) Tahun (Rp)
Siklus (Rp)
1 Penyusutan 7669834 48044000
2 Perawatan alat 5% 26967500
3 Izin usaha/ tahun 0.25% 1348375
4 Gaji teknisi 4 1200000 9600000 57600000
5 Pakan induk
a. Cumi-cumi 40 kg 14000 560000 3360000
b. ikan rucah 240 kg 4000 960000 5760000
Total 18789834 143079875

D. Biaya Variabel

Biaya variable adalah biaya yang berubah pengeluarannya dalam setiap siklus.

Biaya variable yang dikeluarkan untuk perbenihan kakap putih di BBPBL Lampung
adalah sebesar 62097000. Komponen biaya variable untuk kegiatan perbenihan, dapat

dilihat pada table.

Tabel 16. Biaya Variabel Perbenihan Ikan Kakap Putih di BBPBL Lampung
Harga Biaya Variabel Biaya Variabel/
No Uraian Satuan
Satuan (Rp) / siklus (Rp) Tahun
1 Artemia 3 kaleng 400000 1200000 7200000
2 Pellet (love larva) 15 kg 500000 7500000 45000000
3 Multivitamin 480 g 300 144000 864000
4 Vitamin E 480 g 500 240000 1440000
5 Spirulina 480 g 350 168000 1008000
6 Kaporit 5 kg 7500 37500 225000
7 Pupuk
a. Urea 80 4000 320000 1920000
b. TSP 40 3000 120000 720000
c. ZA 40 3000 120000 720000
8 Listrik 500000 3000000
Total 10349500 62097000

E. Biaya Total Produksi

Total biaya merupakan biaya keseluruhan yang digunakan untuk kegiatan

produksi. Biaya produksi selama satu tahun didapat dengan menjumlahkan biaya tetap

dan biaya variable. Total biaya yang dikeluarkan selama 1 tahun sebesar

Rp.205.177.000. Perhitungan total biaya produksi sebagai berikut:

Biaya produksi = Biaya tetap + Biaya Variabel

Biaya produksi = 143.080.000 + 62.097.000

= Rp. 205.177.000

F. Penerimaan ( Output )
Penerimaan adalah jumlah yang diperoleh dari hasil penjualan ikan kakap putih

selama satu siklus. Jumlah benih yang ditebar 150.000 ekor dengan SR (Survival Rate)

40 % dengan size panen 5 cm/ ekor, dengan harga jual 300/cm (5 x 300 = 1500),- .

Perhitungan penerimaan sebagai berikut :

Produksi benih per siklus = 150.000 ekor x 40 %

= 60.000 ekor

Produksi benih per tahun ( 6 siklus) = 60.000 ekor x 6 siklus

= 360.000 ekor

Penerimaan per tahun = Produksi benih/ tahun x Harga jual

= 360.000 x 1.500

= Rp. 540.000.000,-

G. Keuntungan Laba Usaha (income)

Keuntungan adalah selisih antara pendapatan dengan total biaya (produksi).

Keuntungan diperoleh jika selisih antara pendapatan dengan total biaya bernilai positif.

Adapun keuntungan yang didapat selama satu siklus Rp. 334.823.000,- dengan

perhitungan sebagai berikut :

Keuntungan / Tahun = output – input

= 540.000.000 – 205.177.000

= Rp. 334.823.000,-

H. Perimbangan Penerimaan (R/C Ratio)

Perimbangan penerimaan atau analisis R/C Ratio merupakan alat analisis

yang digunakan untuk melihat pendapatan relative suatu usaha dalam 1 tahun terhadap

biaya yang dipakai dalam kegiatan usaha. Suatu usaha dinyatakan layak apabila R/C
Ratio lebih besar dari 1. Semakin tinggi R/C Ratio, tingkat keuntungan suatu usaha

akan semakin tinggi.

Perhitungan ini dilakukan untuk menganalisa efisiensi nilai ekonomis suatu

usaha, perhitungan R/C Ratio sebagai berikut :

R/C = output = 540.000.000

Input 205.177.000

= 2,6

Jadi setiap mengeluarkan biaya sebesar Rp 1,- akan menghasilkan Rp 2,6,-.atau

keuntungan sebesar Rp. 1,6-

I. Analisis Titik Impas Usaha (Break Even Point)

BEP merupakan alat analisis yang digunakan untuk mengetahui batas nilai

produksi atau volume produksi suatu usaha untuk mencapai titik impas, yaitu tidak

untung atau tidak rugi. Usaha dinyatakan layak pabila nilai BEP produksi lebih besar

dari jumlah unit yang sedang diproduksi saat ini. Sementara itu, nilai BEP harga lebih

rendah dari pada harga yang berlaku saat ini.

Perhitungan BEP produksi dan BEP harga sebagai berikut :


BEP (Unit) = Biaya Tetap
Harga – Biaya Variabel
Jumlah Produksi
= 143.080.000
1500 – 62.097.000
360.000 ekor
= 107780,86 ekor/ tahun

BEP ( Rp ) = Biaya Tetap


1 – Biaya Variabel
Penjualan
= 143.080.000
1 - 62.097.000
540.000.000
= Rp. 158.977.777,43

Jadi, kegiatan perbenihan ikan kakap putih akan mengalami titik impas pada

penjualan sebesar Rp. 159.000.000- atau jumlah hasil produksi sebanyak 107780,86

ekor/tahun.

J. Payback Periode (PP)

Analisa payback periode bertujuan untuk mengetahui waktu tingkat

pengembalian investasi yang telah ditanamkan pada suatu usaha. Investasi yang

dikeluarkan akan kembali dalam jangka waktu 1,6 tahun.Adapun perhitungan PP

sebagai berikut :
PP = Total Biaya Investasi
Keuntungan / Tahun
PP = Rp.539.350.000
Rp. 334.823.000
= 1,6 tahun

BAB VIII

MASALAH DAN PEMECAHAN

A. Masalah
Adapun permasalahan yang didapatkan penyusun selama melaksanakan praktik

kerja lapang di Balai Besar Pengembangan Budidaya Laut, Lampung antara lain :

1. Apabila terjadi hujan, maka akan mempengaruhi kondisi perairan menjadi tidak baik. Air

yang dialirkan dari bak tandon ke bak-bak perbenihan kotor atau tidak layak digunakan.

2. Tidak melakukan perhitungan pakan yang di berikan setiap harinya pada benih ikan

kakap putih karena frekuensi pemberian pakan secara adlibitum dan pakan yang di

berikan setiap saat, atau selama ikan kakap putih masih makan.

3. Masalah yang didapatkan dalam pemeliharaan larva kakap putih, biasanya pada umur

40 hari atau panjangnya sekitar 1 cm, timbulnya stress pada ikan yang menyebabkan

ikan tersebut berwarna hitam dan pertumbuhannya lambat dibandingkan dengan ikan

yang tidak stress

B. Pemecahan

Adapun pemecahan dari permasalahan di atas adalah :

1. Air yang dialirkan dibuang terlebih dahulu untuk membersihkan pipa yang digunakan.

Apabila dianggap perlu, dilakukan penyaringan kembali pada hatchery kakap putih

menggunakan sand filter dan dilakukan pencucian filter secara rutin per siklus

2. Perhitungan pakan dilakukan setiap akhir siklus yaitu dengan menghitung berapa

banyak pakan yang dibeli dan dikurangi dengan pakan yang tersisa.

3. Penyebab timbulnya stress tersebut belum diketahui secara pasti akan tetapi dilakukan

pengendalian dengan memperbaiki kualitas air dan dilakukan pemberian pakan secara

optimal.
BAB IX

PENUTUP

A. Kesimpulan

Kesimpulan yang dapat ditarik dari hasil Praktik Kerja Lapang yang dilakukan di

Balai Besar pengembangan Budidaya laut, Lampung adalah sebagai berikut :

1. Hal-hal yang mencakup perbenihan ikan kakap putih antara lain adalah pemeliharaan

induk, pemijahan, pemeliharaan larva dan pendederan

2. Keberhasilan usaha perbenihan kakap putih dipengaruhi oleh kualitas pakan dan

multivitamin yang baik untuk induk, ukuran dan perbandingan induk jantan dan betina

yang sesuai, sehingga dapat meningkatkan pematangan gonad dan meransang

pengeluaran telur yang memiliki kualitas dan kuantitas yang baik.

3. Pengelolaan kualitas air sangat diperlukan untuk meningkatkan kelulushidupan dan

petumbuhan ikan kakap putih, serta mencegah ikan terserang penyakit.

B. Saran
1. Perlu dilakukan greding yang sesering mungkin untuk menekan tingkat kanibalisme

benih ikan kakap putih.

2. Perlu ditingkatkannya penanganan terhadap kualitas air, pemberian pakan dan

multivitamin yang sesuai dalam kegiatan perbenihan agar kualitas serta kuantitas ikan

kakap putih dapat terjaga dengan baik sehingga mencegah ikan kakap putih terserang

penyakit.

3. Penyusun menyarankan agar dilakukan pengadaan induk baru agar dapat

menghasilkan telur yang berkualitas dan berkesinambungan.


PENGARUH PAKAN ALAMI
DAN PAKAN BUATAN
 Dilihat: 1389
 05 Jul

Pengelolaan pakan merupakan kunci


keberhasilan dalam budidaya ikan,
karena ketersediaan pakan yang
memadai secara kualitas dan kuantitas
akan berpengaruh terhadap
keberhasilan pada ikan dalam sistem
produksi, berupa: ikan yang sehat,
tumbuh optimal dan berkualitas tinggi.
Ketersediaan pakan yang memadai
secara kualitas dan kuantitas akan
berpengaruh terhadap keberhasilan
budidaya ikan. Pakan berkualitas harus memiliki kandungan nutrisi ikan dan mudah
dicerna, sehingga dapat diserap oleh tubuh ikan (Khairuman dan Amri, 2002).
Kegiatan budidaya ikan sistem KJA dianggap menjadi faktor utama terjadinya pencemaran
perairan. Kegiatan budidaya ikan sistem KJA yang dikelola secara intensif juga membawa
konsekuensi penggunaan pakan yang besar yang bagaimanapun efisiensinya rasio
pemberian pakan, tidak seluruh pakan yang diberikan akan termanfaatkan oleh ikan-ikan
peliharaan dan akan jatuh ke dasar perairan.
Pakan ikan merupakan penyumbang bahan organik tertinggi di waduk (80%) dalam
menghasilkan dampak lingkungan. Jumlah pakan yang tidak dikonsumsi atau terbuang di
dasar perairan oleh ikan sekitar 20–50%. Limbah dari pakan dan faeces ikan akan
terakumulasi dan menurunkan kualitas perairan. Peningkatan jumlah aktivitas budidaya
ikan menggunakan KJA, mengakibatkan peningkatan jumlah beban cemaran yang akan
dibuang ke perairan. Hal tersebut juga dipengaruhi oleh jarak antar KJA, jumlah padat tebar
ikan, dan manajemen pemberian pakan (Erlania,dkk.,2010). Jumlah padat tebar ikan yang
tinggi dengan manajemen pakan yang buruk mengakibatkan perairan menjadi keruh dan
tercemar. Kualitas air secara umum menunjukkan mutu atau kondisi air yang dikaitkan
dengan suatu kegiatan atau keperluan tertentu.
Pengurangan jumlah KJA akan mengurangi jumlah beban cemaran nitrogen dan fosfor ke
perairan waduk. Hal tersebut menyebabkan eutrofikasi dan pencemaran biologis
(akumulasi enceng gondok) dapat dikurangi. Proses penguraian bahan organik tersebut
memerlukan jumlah oksigen yang tinggi. Hal tersebut mengakibatkan kondisi di dasar
perairan menjadi anaerobik, sehingga DO mengalami penurunan. Kondisi anaerobik akan
menghasilkan senyawa toksik yaitu H2S dan amonia (Demetrio et.al, 2011). Jadi,
diperlukan manajemen pemberian pakan, jenis pakan yang diberikan, dan frekuensi
pemberian pakan guna mengurangi bahan organik yang terbuang di perairan.
Perairan dengan KJA memiliki bahan organik lebih tinggi dibandingkan dengan perairan
terbuka, dan kawasan yang terdapat enceng gondok. Hal tersebut didukung dengan tingkat
kecerahan air dan kedalaman air waduk. Peningkatan nilai kecerahan dan penurunan
kedalaman air waduk menyebabkan peningkatan bahan organik. Cahaya matahari yang
masuk ke perairan menyebabkan cepat terjadinya proses fotosintesis. Proses fotosintesis
mempengaruhi peningkatan produktivitas primer di perairan yang ditandai dengan
peningkatan unsur hara (bahan organik), menunjukkan perairan tersebut telah tercemar.
Suatu limbah yang mengandung beban pencemar masuk ke lingkungan perairan dapat
menyebabkan perubahan kualitas air. Salah satu efeknya adalah menurunnya kadar
oksigen terlarut yang berpengaruh terhadap fungsi fisiologis organisme akuatik. Air limbah
memungkinkan mengandung mikroorganisme patogen atau bahan kimia beracun
berbahaya yang dapat menyebabkan penyakit infeksi dan tersebar ke lingkungan.
Pemberian pakan yang dilakukan secara adbilitum (terus menerus hingga ikan betul-betul
kenyang) menyebabkan banyak pakan yang terbuang (inefisiensi pakan) dan terakumulasi
di dasar perairan. Sisa pakan yang tidak termakan dan ekskresi yang terbuang pada
akhirnya akan diuraikan oleh jasad-jasad pengurai yang memerlukan oksigen. Dalam
kondisi anaerobik penguraian akan berjalan dengan baik, namun dari proses anaerobik ini
dihasilkan berbagai gas beracun yang dapat mencemari perairan danau/waduk. Disamping
hal tersebut, sisa pakan dan buangan padat ikan akan terurai melalui proses dekomposisi
membentuk senyawa organik dan anorganik, beberapa diantaranya senyawa nitrogen dan
fosfor. Senyawa-senyawa nitrogen dan fosfor diperlukan oleh fitoplankton dan tumbuhan air
lainnya. Di perairan fitoplankton merupakan produsen primer yang mempengaruhi
kelimpahan organisme. Sisa-sisa pakan dan kotoran ikan dari KJA berperan sebagai pupuk
yang dapat menyuburkan perairan danau/waduk. Apabila dalam keadaan hipertropik
berakibat pertumbuhan yang tidak terkendali (blooming) plankton jenis tertentu.
Perairan yang tergolong sangat subur (hipereutrofik) termasuk penyebab pencemaran
perairan. Frekuensi pemberian pakan sebanyak 3 kali sehari termasuk efektif untuk
pertumbuhan dalam pembesaran ikan di KJA. Frekuensi pemberian pakan lebih dari 3 kali
sehari dapat meningkatkan FCR (feed conversion ratio) pakan, sehingga meningkatkan
penumpukan limbah didasar perairan waduk. Pemberian pakan ikan secara ad libitum harus
diatur dengan baik. Pakan harus habis terlebih dahulu baru diberikan kembali, jangan
sampai meninggalkan pakan yang tidak termakan dalam jumlah banyak. Pakan yang tidak
termakan akan terurai di perairan dengan meninggalkan konsentrasi fosfat yang tinggi.
Selain itu jenis pakan tenggelam dalam pemeliharaan ikan. Penggunaan kombinasi pakan
tenggelam dan terapung, atau pakan terapung dengan kadar fosfat yang rendah baik untuk
dilakukan. Hal tersebut akan menekan jumlah fosfat di perairan, sehingga tingkat
pencemaran dapat dikurangi.
Beberapa langkah teknis yang dapat dilakukan untuk menjaga kualitas air dalam budidaya
ikan di Karamba Jaring Apung agar tidak terganggu oleh limbah pakan atau limbah lainnya,
antara lain dapat berupa :
1. Pengelolaan pakan yang ramah terhadap kualitas air
 Porsi makan ikan diberikan sesuai dengan daya tumbuh optimum perhari (Average Daily
Growth) atau porsi makan hanya diberikan 80% dari daya kenyang, sehingga masih
tersedia ruang dilambung untuk produksi enzym-enzym pencernaan. Diharapkan efisiensi
pakan 100% terserap sempurna.
 Frekuensi pakan sesuai dengan metabolisme ikan 2 x sehari, metabolisme ikan berkisar 8
jam, bila waktu pemberian pakan 7 pagi dan 5 sore.
 Pakan difermentasi menggunakan probiotik untuk menghasilkan enzim: protease, amilase,
lipase dan cellulose. Sistem ini meringankan kerja dari organ pencernaan 30%, dan
membantu pemotongan rantai panjang pada protein dan lemak, serta membantu
menghasilkan kotoran ikan yang mudah terurai dan ramah lingkungan.

2. Pengelolaan wadah budidaya ikan yang ramah terhadap kualitas air

 Penerapan Integrated Management Total Aquaculture yang dapat dilakukan dengan


melakukan pemeliharaan multispesies dalam satu wadah (misalnya jaring bertingkat)
sehingga buangan pakan pada jaring pertama (misal ikan omnivora) dapat dikonsumsi lagi
terlebih dahulu oleh ikan pada jaring lapis kedua (misalnya herbivora), sehingga buangan
sisa pakan ke dasar dapat diminimalisir.
 Pengaturan lokasi ataupun jumlah petakan yang dapat dipelihara dengan memperhatikan
daya dukung lingkungan perairan ataupun flushing rate waduk/danau tersebut sehingga
tidak terjadi over populasi ikan yang dipelihara yang dapat meningkatkan limbah pakan ke
dasar.
 Pengaturan musim tanam, pengendalian jumlah KJA dan padat tebar ikan di KJA dikurangi
atau ikan budidaya diganti dengan jenis yang lebih toleran terhadap konsentrasi DO yang
rendah seperti ikan patin, lele, dan betutu.

3. Penebaran ikan herbivora secara lepas seperti ikan grass carp yang dapat menjaga
keseimbangan ekosistem danau/waduk sehingga blooming akibat eutrofikasi dapat dicegah sedini
mungkin.
4. Meningkatkan kadar oksigen terlarut di perairan. Pasokan oksigen dalam pengelolaan KJA adalah
untuk respirasi biota, pembusukan feses ikan dan pembusukan sisa pakan ikan
Pemenuhan kebutuhan protein hewani dapat di peroleh dari hewan/ternak di daratan maupun
protein hewani yang berasal dari perairan. Seiring dengan meningkatnya pemahaman akan
kesehatan maka terjadi kecendrungan peralihan sumber protein asal ternak (berdaging merah)
menjadi protein hewani yang berasal dari ikan (berdaging putih). Selama ini, pemenuhan
kebutuhan terhadap protein asal ikan berasal dari usaha penangkapan di alam. Sebagaimana
diketahui, penangkapan yang dilakukan secara terus menerus akan berdampak terhadap
terancamnya kelestarian sumberdaya ikan.Salah satu upaya alternatif yang dapat dilakukan untuk
menekan upaya penangkapan dan memenuhi kebutuhan protein asal ikan adalah melalui upaya
budidaya.

Kegiatan budidaya bukan lantas memecahkan persoalan akan kebutuhan protein. Permasalahan
baru yang diakibatkan oleh kegiatan budidaya ikan adalah masalah pencemaran. Pencemaran
pada lingkungan perairan yang disebabkan oleh kegiatan budidaya bersumber dari buangan
pakan yang tidak terkonsumsi (Dias et al, 2012), bahan sisa metabolik /feces dan urin (Erlania,
2009), serta penggunaan bahan kontruksi yang tidak ramah lingkungan.

Teknologi budidaya ikan dengan sistem KJA telah lama dikenal oleh masyarakat Indonesia.
Budidaya dengan sistem keramba jaring apung tersebut mulai dikembangkan di perairan pesisir
dan perairan danau. Beberapa keunggulan ekonomis usaha budidaya ikan dalam keramba yaitu:
1) Menambah efisiensi penggunaan sumberdaya; 2) Prinsip kerja usaha keramba dengan
melakukan pengurungan pada suatu badan perairan dan memberi makan dapat meningkatkan
produksi ikan; 3) Memberikan pendapatan yang lebih teratur kepada nelayan dibandingkan
dengan hanya bergantung pada usaha penangkapan.

Yang menjadi permasalahan pada budidaya ikan di Keramba jaring apung adalah sisa pakan.
Sisa pakan yang tidak terkonsumsi dan metabolik berupa senyawa nitrogen dan fosfor, apabila
terbuang di kolom air dan tidak dimanfaatkan oleh organisme disekitar danau (ikan, organisme
bentik) maka akan menjadi partikel tersuspensi dalam bentuk partikel koloid di dasar perairan.
Partikel tersebut akan dimanfaatkan oleh mikroorganisme khususnya bakteri untuk pertumbuhan
dan perkembangbiakannya. Selain pencemaran akibar nitrogen dan fosfor, sisa pakan juga dapat
menyebabkan tingginya kekeruhan. Akibatnya, cahaya matahari akan susah menembus kolom
air.
Upaya yang dapat dilakukan untuk mengurangi dampak pencemaran akibat budidaya ikan sistem
Keramba Jaring Apung (KJA) antara lain: (1) Menggunakan dosis yang tepat dalam pemberian
pakan, (2) Menggunakan bahan pakan dengan tingkat kecernaan yang tinggi, (3) jika
memungkinkan maka dapat menggunakan bakteri probiotik untuk meningkatkan daya cerna, (4)
Menggunakan komposisi nutrisi yang sesuai dengan organisme yang dipelihara, (5)Dilakukan
treatmen terhadap limbah, (6)Perlu dilakukan analisa kesesuaian lahan sebelum dilakukan
kegiatan budidaya

Anda mungkin juga menyukai