Anda di halaman 1dari 39

FAKULTAS KEDOKTERAN UKRIDA

(UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA)

Jl. Arjuna Utara No.6 Kebun Jeruk, Jakarta Barat

KEPANITERAAN KLINIK

STATUS ILMU PENYAKIT SARAF

FAKULTAS KEDOKTERAN UKRIDA

RUMAH SAKIT BHAKTI YUDHA-DEPOK, JAWA BARAT

Nama : Rescky Felsario Rona NILAI


NIM : 1120160787 ...............................

Dr. Pembimbing :dr. Sekarsunan, Sp.S Tanda Tangan


….……….....…….....

I. IDENTITAS PASIEN
Nama : An. AR

Umur : 16 tahun

Jenis kelamin : Laki-laki

Status perkawinan : Belum menikah

Pekerjaan :-

No RM : 348467

Dirawat di ruang : Poli Rawat Jalan

1
II. SUBJEKTIF
Anamnesis

Anamnesis dilakukan secara alloanamnesis, pada tanggal 24 Februari 2018 pukul 10.00 WIB

Keluhan utama: Kejang berulang sejak 1 bulan yang lalu

Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien datang ke poli saraf dengan keluhan kejang berulang sejak 1 bulan yang lalu.
Menurut ibu pasien, saat kejang pasien tampak bengong, tidak berkedip, ada gerakan
mengunyah dan pandangan kosong lamanya ± 1 menit, frekuensi kejang ± 3 kali. Biasanya
apabila pasien sedang beraktivitas dan ketika pasien tidur pada malam hari. Tidak ada keluhan
seperti kaku, kelojotan, mata mendelik ke atas maupun mulut yang berbusa pada pasien.

Sebelum kejang terjadi, pasien tidak ada keluhan apapun dan tidak merasa ada nya
tanda. Saat kejang terjadi, pasien sedang menonton TV bersama ibunya. Menurut ibunya,
pasien tiba – tiba bengong dan ada gerakan mengunyah saat ibunya ingin mengambil remote
TV yang berada di sebelah pasien. Setelah kejang membaik, pasien langsung sadar dan setelah
itu pasien kembali beraktivitas seperti biasa, juga saat ditanya tentang dirinya, pasien masih
dapat menjawab dengan baik. Ibu pasien mengatakan pasien sudah tidak minum obat lagi sejak
sebulan yang lalu. Pandangan buram (-), nyeri kepala (-), mulut mencong (-), bicara pelo (-),
badan terasa lemas sebelah (-), kesemutan dan baal (-). BAK/BAB normal, demam (-), mual (-
), muntah (-), alergi obat disangkal

Riwayat Penyakit Dahulu

Pasien mempunyai riwayat kejang untuk pertama kalinya sejak pasien berusia 10 tahun.
Menurut ibu pasien, kejang muncul pada saat pasien sedang mengenakan pakian sehabis
mandi. Kejang yang dialami pasien seperti tampak bengong, tidak berkedip, ada gerakan
mengunyah dan pandangan kosong selama ± 1 menit. Menurut ibu pasien, pasien tidak
mengalami kejang pada saat kelahiran atau pada saat pasien bayi.

Semenjak kecil perkembangan pasien memang berbeda dengan anak seusianya. Ibu
pasien mengatakan pasien suka marah-marah sendiri dan suka membanting barang saat
keinginannya tidak di berikan. Ibu pasien mengatakan saat hamil anak ini tidak ada masalah
dalam perawatan selama kehamilan, ibu pasien mengatakan ini adalah anak yang diinginkan,

2
tidak ada keinginan untuk mengugugurkan kehamilannya. Dan pasienpun lahir dengan
keadaan baik tanpa cacat.

Pasien ditangani oleh dokter spesialis saraf dengan mendapat obat – obatan seperti
fenitoin, dan depakote.. Pasien sudah melakukan pengobatan dari saat usia 14 tahun sampai
sekarang, Dengan obat – obatan tersebut menurut ibu pasien sangat membantu pasien hingga
tampak jarang sekali kejang. Pasien juga rutin control tiap bulannya. Namun sebulan
belakangan ini, diakui pasien sudah tidak control dan tidak minum obat lagi.

Pasien tidak mempunyai riwayat hipertensi (-), DM (-), penyakit jantung (-), stroke(-), asma(-
) riw. Alergi (-).

Riwayat Penyakit Keluarga

Tidak ada riwayat hipertensi, diabetes, tuberculosis, epilepsi, kanker dan stroke di
keluarga pasien.

Riwayat Sosial, Ekonomi, Pribadi

Keadaan sosial ekonomi pasien cukup. Pasien tidak merokok maupun mengonsumsi alkohol
juga obat – obatan terlarang.

III. OBJEKTIF

1. Status Generalis
 Keadaan umum : Tampak sakit ringan
 GCS : E4V5M6 (15)
 TD : 110/70 mmHg
 Nadi : 82x/menit
 Pernafasan : 20x/menit
 Suhu : 36,5 oC
 Kepala : normocephal, distribusi rambut merata
 Leher : pembesaran KGB (-), tiroid tidak teraba membesar
 Paru : SN vesikuler, ronkhi -/-, wheezing -/-
 Jantung : BJ I-II reguler, murmur (-), gallop (-)
 Perut : supel, BU (+) normal, NT abdomen (-), hepar,lien tidak teraba
 Kelamin : tidak dilakukan pemeriksaan

3
2. Status Psikikus
 Cara berpikir : Kurang
 Perasaan hati : Eutim
 Tingkah laku : Aktif
 Ingatan : Baik
 Kecerdasan : Kurang

3. Status Neurologikus
 Kepala
1. Bentuk : Normocephali
2. Nyeri tekan : tidak ada
3. Simetris : kanan sama dengan kiri
4. Pulsasi : Tidak teraba
 Leher
1. Sikap : Simetris
2. Pergerakan : normal
3. Kaku kuduk : (-)
4. Brudzinski : (-)
5. Laseque : >70o / >70o
6. Kernig : >135o/ >135o

 Urat Syaraf Kepala


N I. (Olfaktorius) Kanan Kiri
Subjektif Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Dengan bahan Tidak dilakukan Tidak dilakukan
N II. (Optikus)
Tajam penglihatan Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Lapangan penglihatan Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Melihat warna Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Fundus okuli Tidak dilakukan Tidak dilakukan
N III. (Okulomotorius)
Celah mata Tidak ptosis Tidak ptosis
Pergerakan bola mata Aktif Aktif

4
Strabismus (-) (-)
Nistagmus (-) (-)
Eksoftalmus (-) (-)
Pupil
Besar pupil 3 mm 3 mm
Bentuk pupil Isokor Isokor
Reflex terhadap sinar (+) (+)
Reflex konversi Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Reflex konsensual (+) (+)
Diplopia (-) (-)
N IV. (Troklearis)
Pergerakan mata Baik Baik
( kebawah-dalam )
Strabismus (-) (-)
Diplopia (-) (-)
N V. (Trigeminus)
Membuka mulut (+) (+)
Mengunyah (+) (+)
Menggigit (+) (+)
Reflex kornea Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Sensibilitas Tidak dilakukan Tidak dilakukan
N VI. (Abduscens)
Pergerakan mata ke lateral Baik Baik
Sikap bulbus Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Diplopia (-) (-)
N VII. (Fascialis)
Mengerutkan dahi (+) (+)
Mengangkat alis (+) (+)
Menutup mata (+) (+)
Memperlihatkan gigi (+) (+)
Menggembungkan pipi (+) (+)
Perasaan lidah bagian 2/3 Tidak dilakukan Tidak dilakukan
depan

5
NVIII.
(Vestibulokoklear)
Suara berisik Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Weber Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Rinne Tidak dilakukan Tidak dilakukan
N IX. (Glossofaringeus)
Perasaan bagian lidah Tidak dilakukan Tidak dilakukan
belakang
Sensibilitas Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Pharynx Tidak dilakukan Tidak dilakukan
N X. (Vagus)
Arcus pharynx Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Bicara Baik Baik
Menelan Bisa Bisa
Nadi Tidak dilakukan Tidak dilakukan
N XI. (Asesorius)
Mengangkat bahu Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Memalingkan kepala Tidak dilakukan Tidak dilakukan
N XII. (Hypoglossus)
Pergerakan lidah Tidak ada deviasi Tidak ada deviasi
Tremor lidah (-) (-)
Artikulasi Baik Baik

 Badan dan Anggota Gerak


1. Badan
a. Motorik
 Respirasi : Simetris dalam keadaan statis-
dinamis
 Duduk : Pada saat diperiksa pasien dapat
duduk
 Bentuk Kolumna Vertebralis : Normal
 Pergerakan Kolumna Vertebralis : Baik

6
b. Sensibilitas
Kanan Kiri
Taktil (+) (+)
Nyeri Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Termi Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Diskriminasi Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Lokalisasi Tidak dilakukan Tidak dilakukan
c. Refleks
Refleks kulit perut atas Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Refleks kulit perut Tidak dilakukan Tidak dilakukan
bawah
Refleks kulit perut Tidak dilakukan Tidak dilakukan
tengah
Refleks kremaster Tidak dilakukan Tidak dilakukan

2. Anggota gerak atas


(a) Motorik
Kanan Kiri
Pergerakan Baik Baik
Kekuatan 5-5-5-5 5-5-5-5
Tonus Normotonus Normotonus
Atrofi - -

(b) Sensibilitas
Kanan Kiri
Taktil Baik Baik
Nyeri Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Termi Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Diskriminasi Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Lokalisasi Tidak dilakukan Tidak dilakukan

7
(c) Refleks
Kanan Kiri
Biceps ++ ++
Triceps ++ ++
Radius Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Ulna Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Hoffman-Trommer - -

3. Anggota gerak bawah


(a) Motorik
Kanan Kiri
Pergerakan Normal Normal
Kekuatan 5-5-5-5 5-5-5-5
Tonus Normotonus Normotonus
Atrofi - -

(b) Sensibilitas
Kanan Kiri
Taktil Baik Baik
Nyeri Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Termi Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Diskriminasi Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Lokalisasi Tidak dilakukan Tidak dilakukan

(c) Refleks
Kanan Kiri
Patella ++ ++
Achilles ++ ++
Babinski - -
Chaddock - -
Schaefer - -
Oppenheim - -
Gordon - -

8
Klonus - -

4. Koordinasi, gait dan keseimbangan


Cara berjalan Baik

Tes Romberg Tidak dilakukan

Disdiadokokinesia Tidak dilakukan

Ataksia Tidak dilakukan

Rebound phenomenon Tidak dilakukan

Dismetria Tidak dilakukan

5. Gerakan-gerakan abnormal
Tremor Negatif

Miokloni Negatif

Khorea Negatif

IV. RINGKASAN
 Subjektif:
Pasien datang ke poli saraf dengan keluhan kejang berulang sejak 1 bulan yang
lalu. Menurut ibu pasien, saat kejang pasien tampak bengong, tidak berkedip, ada
gerakan mengunyah dan pandangan kosong lamanya ± 1 menit, frekuensi kejang ± 2
kali. Biasanya apabila pasien sedang beraktivitas dan ketika pasien tidur pada malam
hari. Tidak ada keluhan seperti kaku, kelojotan, mata mendelik ke atas maupun mulut
yang berbusa pada pasien. Sebelum kejang terjadi, pasien tidak merasa ada nya tanda.
Saat kejang terjadi, pasien sedang menonton TV bersama ibunya. Menurut ibunya,
pasien tiba – tiba bengong dan ada gerakan mengunyah saat ibunya ingin mengambil
remote TV yang berada di sebelah pasien. Setelah kejang membaik, pasien langsung
sadar dan setelah itu pasien kembali beraktivitas seperti biasa, juga saat ditanya tentang
dirinya, pasien masih dapat menjawab dengan baik. Ibu pasien mengatakan sudah tidak
9
minum obat lagi sejak sebulan yang lalu. Pandangan buram (-), nyeri kepala (-), mulut
mencong (-), bicara pelo (-), badan terasa lemas sebelah (-), kesemutan dan baal (-).
BAK/BAB normal, demam (-), mual (-), muntah (-), alergi obat disangkal. Pasien
mempunyai riwayat kejang untuk pertama kalinya sejak pasien berusia 10 tahun dengan
pola kejang yang sama.

 Objektif :
Saat diperiksa, pasien dalam keadaan compos mentis dengan hasil TTV; tekanan
darah 110/70 mmHg, nadi 82x/menit,, pernapasan 20x/menit dan suhu badan 36,5oC.
Pada pemeriksaan motorik tidak didapatkan tanda-tanda kelainan. Pada pemeriksaan
refleks fisiologis ekstremitas atas dan bawah, didapati refleks bisep, trisep, pattela dan
achilles normal. Tidak ada reflex patologis pada pasien.

V. DIAGNOSIS
1. Klinis : epilepsi kejang umum tipe lena/absens
2. Topis : korteks serebri
3. Etiologi : idiopatik
4. Patologis : gangguan impuls listrik

VI. PENATALAKSANAAN
Non medika- mentosa:
Menerangkan bahwa penyakit ini dapat dikendalikan dengan minum obat teratur dan
control rutin.

Medika mentosa:

 asam valproate 500-1000mg 2-3 kali


 Lamotrigine 50-100 mg 1-2 kali

2. PROGNOSIS
 Ad vitam : ad bonam
 Ad fungsionam : ad bonam
 Ad sanationam : dubia ad bonam

10
TINJAUAN PUSTAKA

Pendahuluan

Bangkitan kejang merupakan keadaan yang sering ditemukan dalam praktik sehari hari. Bagi
yang baru menyaksikannya keadaan ini akan tampak menakutkan dan membuatkan panic.
Semua pasien yang datang dalam keadaan kejang harus kita anamnesis dan bedakan apakah
ini kejang epilepsi,status epileptikus atau kejang yang lain.

Beberapa etiologi yang dapat dikaitkan dengan bangkitan kejang, antara berikut:1

 Vaskuler- stroke perdarahan, stroke infark, perdarahan subarachnoid, malformasi


arteri-vena, thrombosis sinus venous
 Infeksi- meningitis, meningoensefalitis, abses otak
 Trauma kepala akut atau kronis dengan hematoma subdural
 Gangguan metabolic- hipo/hypernatremia, hipo/hiperkalsemia,
hipo/hipermagnesemia, hipo/hiperglikemia, hipertiroid, hiperamonemia, uremia,
intoksikasi etanol, amfetamin
 Epilepsy
 Tumor
 Penyakit kolagen- SLE, vasculitis, sarcoidosis
 Defek kongenital

Factor resiko kejang berulang adalah sebagaimana berikut:2

 Usia di bawah 16 tahun. Individu pada usia ini mempunyai resiko terjadinya kejang
berulang hampir dua kali lipat berbanding kelompok individu 16-60 tahun.
 Kejang yang terjadi antara tengah malam dan jam 08:59 pagi.
 Riwayat kejang terprovokasi sebelumnya
 Riwayat kejang demam
 Riwayat keluarga dengan epilepsy
 Status epilepticus atau kejang berulang terjadi dalam 24 jam
 Kejang parsial
 Riwayat defisit neurologis dari ahir seperti Cerebral Palsy atau retardasi mental
 CT scan yang menunjukkan adanya tumor otak
 EEG dengan gambaran epileptiform

11
Tipe Bangkitan Kejang

Contoh beberapa bentuk bangkitan kejang:3

 Bangkitan umum lena


o Gangguan kesadaran mendadak(absence) berlansung beberapa detik
o Selama bangkitan kegiatan motorik terhenti dan pasien diam tanpa reaksi
o Mata memandang jauh ke depan
o Mungkin terdapat automatisme
o Pemulihan kesadaran segera terjadi tanpa perasaan bingung
o Sesudah itu pasien melanjutkan aktivitas semula
 Bangkitan umum tonik-klonik
o Dapat didahului prodromal seperti jeritan, sentakan, mioklonik
o Pasien kehilangan kesadaran, kaku(fase klonik) selama 30-60 detik, dapat
disertai mulut berbusa
o Selesai bangkitan pasien menjadi lemas(fase flaksid) dan tampak bingung
o Pasien sering tidur setelah bangkitan selesai
 Bangkitan parsial sederhana
o Tidak terjadi perubahan kesadaran
o Bangkitan dimulai dari lengan, tungkai atau muka(unilateral/fokal) kemudian
menyebar pada sisi yang sama(Jacksonian March)
o Kepala mungkin berpaling ke arah bagian tubuh yang mengalami
kejang(adversif)
 Bangkitan parsial kompleks
o Bangkitan fokal disertai gangguan kesadaran
o Sering diikuti oleh automatisme yang steroetipik seperti mengunyah, menelan,
tertawa dan kegiatan motoric lainnya tanpa tujuan yang jelas.
o Kepala mungkin berpaling ke arah bagian tubuh yang mengalami
kejang(adversif)
 Bangkitan umum sekunder
o Berkembang dari bangkitan parsial sederhana atau kompleks yang dalam waktu
singkat menjadi bangkitan umum
o Bangkitan parsial dapat berupa aura
o Bangkitan umum yang terjadi biasanya bersifat kejang tonik-klonik

12
Epilepsi
Definisi

Epilepsy didefinisikan sebagai suatu keadaan yang ditandai oleh bangkitan(seizure)


berulang sebagai akibat dari adanya gangguan fungsi otak secara intermittent yang disebabkan
oleh lepas muatan listrik abnormal dan berlebihan di neuron neuron secara paroksismal didasari
oleh berbagai factor etiologi.

Bangkitan epilepsy(epileptic seizure) adalah manifestasi klinik dari bangkitan serupa


(stereotipik) berlangsung secara mendadak dan sementara dengan atau tanpa perubahan
kesadaran, disebabkan oleh hiperaktifitas listrik sekelompok sel saraf di otak, bukan
disebabkan oleh suatu penyakit otak akut(unprovoked)

Sindrom epilepsy adalah sekumpulan gejala dan tanda klinik epilepsy yang terjadi
secara bersama sama yang berhubungan dengan etiologi, umur, awitan(onset) jenis bangkitan,
factor pencetus, dan kronisitas.4

Klasifikasi

Klasifikasi yang ditetapkan oleh International League Against Epilepsi (ILAE) terdiri
atas dua jenis klasifikasi, yaitu klasifikasi untuk jenis bangkitan epilepsi dan klasifikasi untuk
sindrom epilepsi.

Klasifikasi ILAE 1981 untuk tipe bangkitan epilepsi 3

1. Bangkitan parsial
a) Bangkitan parsial sederhana
 Dengan gejala motorik
 Dengan gejala sensorik
 Dengan gejala otonomik
 Dengan gejala psikis
b) Bangkitan parsial kompleks
 Bangkitan parsial sederhana yang diikuti dengan gangguan kesadaran
 Bangkitan parsian yang disertai gangguan kesadaran sejak awal
bangkitan
c) Bangkitan parsial yang menjadi umum sekunder

13
 Bangkitan parsial sederhana berkembang menjadi bangkitan umum
tonik klonik
 Bangkitan parsial kompleks berkembang menjadi bangkitan umum
tonik klonik
 Bangkitan parsial sederhana menjadi parsial kompleks dan berkembang
menjadi umum tonik klonik

2. Bangkitan umum3
a. Lena/Petit Mal (absence)
Terdiri dari 2 bentuk yaitu tipikal lena dan atipikal lena.
 Tipikal lena
 Atipikal lena
Tabel 1. Perbedaan tipikal absens dan Atipikal absens5
Karakteristik Tipikal Atipikal

Durasi 10-20 detik Lama

Hilangnya kesadaran lengkap Sering tidak lengkap

Onset mendadak Kurang

Penghentian mendadak Kurang

Jumlah serangan Beberapa kali Jarang

Hiperventilasi Sering memicu Kurang memicu

Fotosensitivitas ada Jarang

Fenomena yang Kelopak mata Gejala automastism,


terkait berkedip perubahan otot

Usia 4-10 tahun Semua

Klinis idiopatik Epilepsy


simtomatik,
abnormalitas

14
neurologi, tipe
kejang multiple

EEG Background normal, Abnormal


bilateral, symmetric background,
bisynchronous 2-4 asymmetric 2.0 – 2.5
Hz spike wave Hz , irregular spike
activity wave, spike sharp
wave bursts,
paroxysmal fast
activity

Respons terhadap baik Kurang baik


terapi

b. Mioklonik
c. Tonik
d. Atonik/astatik
e. Klonik
f. Tonik-klonik/Grand Mal

3. Bangkitan yang tidak tergolongkan

Klasifikasi ILAE 1989 untuk epilepsi dan sindroma epilepsi 3


1. Fokal/partial (localized related)
a. Idiopatik (berhubungan dengan usia awitan)
 Epilepsi benigna dengan gelombang paku di daerah sentrotemporal (Benign
childhood epilepsi with centrotemporal spikes)
 Epilepsi benigna dengan gelombang paroksismal pada daerah oksipital.
(Childhood epilepsi with occipital paroxysm)
 Epilepsi primer saat membaca (Primary reading epilepsi)
b. Simtomatis
 Epilepsi parsial kontinua yang kronis progresif pada anak-anak
(Kojenikow’s Syndrome)

15
 Sindrom dengan bangkitan yang dipresipitasi oleh suatu rangsangan (kurang
tidur, alkohol, obat-obatan, hiperventilasi, refleks epilepsi, stimulasi fungsi
kortikal tinggi, membaca)
 Epilepsi lobus temporal
 Epilepsi lobus frontal
 Epilepsi lobus parietal
 Epilepsi lobus oksipital
c. Kriptogenik

2. Epilepsi umum dan berbagai sindrom epilepsy berurutan sesuai dengan peningkatan usia
a. Idiopatik (primer)
 Kejang neonatus familial benigna
 Kejang neonatus benigna
 Kejang epilepsi mioklonik pada bayi
 Epilepsi lena pada anak
 Epilepsi lena pada remaja
 Epilepsi mioklonik pada remaja
 Epilepsi dengan bangkitan umum tonik-klonik pada saat terjaga
 Epilepsi umum idiopatik lain yang tidak termasuk salah satu di atas
 Epilepsi tonik klonik yang dipresipitasi dengan aktivasi yang spesifik
b. Kriptogenik atau simtomatik (berurutan sesuai dengan peningkatan usia)
 Sindrom West (spasme infantile dan spasme salam)
 Sindrom Lennox-Gastaut
 Epilepsi mioklonik astatik
 Epilepsi mioklonik lena
c. Simtomatik
 Etiologi non spesifik
o Ensefalopati mioklonik dini
o Ensefalopati pada infantil dini dengan burst suppression
o Epilepsi simtomatik umum lainnya yang tidak termasuk di atas
 Sindrom spesifik
 Bangkitan epilepsi sebagai komplikasi penyakit lain.

16
3. Epilepsi dan sindrom yang tidak dapat ditentukan fokal atau umum
a. Bangkitan umum dan fokal
 Bangkitan neonatal
 Epilepsi mioklonik berat pada bayi
 Epilepsi dengan gelombang paku kontinyu selama tidur dalam
 Epilepsi afasia yang didapat (Sindrom Landau-Kleffner)
 Epilepsi yang tidak termasuk dalam klasifikasi di atas
b. Tanpa gambaran tegas fokal atau umum
4. Sindrom khusus
a. Bangkitan yang berkaitan dengan situasi tertentu
 Kejang demam
 Bangkitan kejang/status epileptikus yang timbul hanya sekali (isolated)
 Bangkitan yang hanya terjadi bila terdapat kejadian metabolic akut, atau
toksik, alcohol, obat-obatan, eklamsia, hiperglikemi non ketotik
 Bangkitan berkaitan dengan pencetus spesifik (epilepsi reflektorik)

Prevalensi6

Prevalensi di negara sedang berkembang ditemukan lebih tinggi daripada negara maju.
Dilaporkan prevalensi di negara maju berkisar antara 4-7 per 1000 orang dan 5-74 per 1000
orang di negara sedang berkembang. Daerah pedalaman memiliki angka prevalensi lebih tinggi
dibandingkan daerah perkotaan yaitu 15,4 per 1000 orang di pedalaman dan 10,3 di perkotaan.
Di negara maju prevalensi median epilepsi yang aktif dengan episode bangkitan dalam 5 tahun
terakhir adalah 4,9 per 1000, sedangkan pada negara berkembang di pedalaman 12,7 per 1000
dan di perkotaan 5,9 per 1000. Di negara asia, prevalensi epilepsi aktif tertinggi dilaporkan di
Vietnam 10,7 per 1000 orang dan terendah di Taiwan 2,8 per 1000 orang.

Prevalensi epilepsi pada usia lanjut di negara maju diperkirakan sekitar >0,9%, lebih
tinggi dari decade 1 dan 2 kehidupan. Pada usia >75 tahun, prevalensi meningkat 1,5%.
Sebaliknya, prevalensi epilepsi di negara berkembang lebih tinggi pada usia dekade 1-2
dibandingkan pada usia lanjut. Kemungkinan penyebabnya adalah insiden yang rendah dan
angka harapan hidup rata-rata di negara maju lebih tinggi. Prevalensi epilepsi berdasarkan jenis
kelamin di negara-negara asia dilaporkan laki-laki sedikit lebih tinggi daripada wanita.

17
Kelompok Studi Epilepsi Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia (Pokdi
Epilepsi PERDOSSI) mengadakan penelitian pada 18 rumah sakit di 15 kota pada tahun 2013
selama 6 bulan. Didapatkan 2288 pasien terdiri atas 487 kasus baru dan 1801 kasus lama.
Rerata usia kasus baru adalah 25,06±16,9 tahun sedangkan rerata usia pada kasus lama adalah
29,2±16,5 tahun. Sebanyak 77,9% pasien berobat pertama kali ke dokter spesialis saraf, 6,8%
berobat ke dokter umum, sedangkan sisanya berobat ke dukun dan tidak berobat.

Etiologi Epilepsi

Etiologi epilepsi dapat dibagi ke dalam tiga kategori, sebagai berikut:3


1. Idiopatik : Tidak terdapat lesi structural di otak atau deficit neurologis.
Diperkiranya mempunyai predisposes genetic dan umumnya berhubungan dengan
usia.
2. Kriptogenik : Dianggap simtomatik tapi penyebabnya belum diketahui. Termasuk
di sini adalah sindrom West, sindrom Lennox-Gastaut, dan epilepsi mioklonik.
Gambaran klinik sesuai dengan ensefalopati difus.
3. Simtomatik : Bangkitan epilepsi disebabkan oleh kelainan/lesi structural pada otak,
misalnya; cedera kepala, infeksi SSP, kelainan kongenital, lesi desak ruang,
gangguan peredaran darah otak, toksik (alkohol, obat), metabolik, kelainan neuro
degeneratif.

Diagnosis dan Diagnosis Banding6

Diagnosis epilepsi ditegakkan terutama dari anamnesis yang didukung dengan pemeriksaan
fisik dan pemeriksaan penunjang. Ada tiga langkah dalam menegakkan diagnosis epilepsi,
yaitu sebagai berikut:
1. Pastikan adanya bangkitan epileptik
2. Tentukan tipe bangkitan berdasarkan klasifikasi ILAE 1981
3. Tentukan sindrom epilepsi berdasarkan klasifikasi ILAE 1989

Dalam praktek klinis, langkah-langkah dalam penegakan diagnosis adalah sebagai berikut:

1. Anamnesis: auto dan alloanamnesis dari orang tua atau saksi mata mengenai hal-hal terkait
di bawah ini.
a. Gejala dan tanda sebelum, selama, dan pascabangkitan:

18
 Selama bangkitan/gejala prodromal
 Kondisi fisik dan psikis yang mengindikasikan akan terjadinya bangkitan,
misalnya perubahan perilaku, perasaan lapar, berkeringat, hipotermi,
mengantuk, menjadi sensitif, dan lain-lain.
 Selama bangkitan/iktal:
 Apakah terdapat aura, gejala yang dirasakan pada awal bangkitan?
 Bagaimana pola/bentuk bangkitan, mulai dari deviasi mata, gerakan kepala,
gerakan tubuh, vokalisasi, automatisasi, gerakan pada salah satu atau kedua
lengan dan tungkai, bangkitan tonik/klonik, inkontinensia, lidah tergigit,
pucat, berkeringat, dan lain-lain.
 Apakah terdapat lebih dari satu pola bangkitan?
 Apakah terdapat perubahan pola dari bangkitan sebelumnya?
 Aktivitas penyandang saat terjadi bangkitan, misalnya saat tidur, saat
terjaga, bermain video game, berkemih, dan lain-lain.
 Pasca bangkitan/post-iktal:
 Bingung, langsung sadar, nyeri kepala, tidur, gaduh gelisah, Todd’s
paresis.
b. Faktor pencetus: kelelahan, kurang tidur, hormonal, stress psikologis, alkohol.
c. Usia awitan, durasi bangkitan, frekuensi bangkitan, interval terpanjang
antarbangkitan, kesadaran antarbangkitan.
d. Terapi epilepsi sebelumnya dan respons terhadap OAE sebelumnya:
i. Jenis obat antiepilepsi (OAE)
ii. Dosis OAE
iii. Jadwal minum OAE
iv. Kepatuhan minum OAE
v. Kadar OAE dalam plasma
vi. Kombinasi terapi OAE
e. Penyakit yang diderita sekarang, riwayat penyakit neurologis, psikiatrik maupun
sistemik yang mungkin menjadi penyebab maupun komorbiditas
f. Riwayat epilepsi dan penyakit lain dalam keluarga
g. Riwayat saat berada dalam kandungan, kelahiran, dan tumbuh kembang
h. Riwayat bangkitan neonatal/kejang demam
i. Riwayat trauma kepala, stroke, infeksi susunan saraf pusat (SSP), dan lain-lain

19
2. Pemeriksaan fisik umum dan neurologis6
Pemeriksaan fisik umum
Untuk mencari tanda-tanda gangguan yang berkaitan dengan epilepsi, misalnya:
- Trauma kepala
- Tanda-tanda infeksi
- Kelainan kongenital
- Kecanduan alkohol atau napza
- Kelainan pada kulit (neurofakomatosis)
- Tanda-tanda keganasan

Pemeriksaan neurologis

Untuk mencari tanda-tanda defisit neurologis fokal atau difus yang dapat berhubungan
dengan epilepsi. Jika dilakukan dalam beberapa menit setelah bangkitan, makan akan
tampak tanda pascabangkitan terutama tanda fokal yang tidak jarang dapat menjadi
petunjuk lokalisasi, seperti:

- Paresis Todd
- Gangguan kesadaran pascaiktal
- Afasia pascaiktal
3. Pemeriksaan Penunjang6
 Pemeriksaan elektro-ensefalografi (EEG)
Rekaman EEG merupakan pemeriksaan yang paling berguna pada dugaan suatu
bangkitan untuk:
 Membantu menunjang diagnosis
 Membantu penentuan jenis bangkitan maupun sindrom epilepsi
 Membantu menentukan prognosis
 Membantu penentuan perlu/tidaknya pemberian OAE
 Pemeriksaan pencitraan otak
Berguna untuk mendeteksi lesi epileptogenik di otak. MRI beresolusi tinggi
(minimal 1,5 tesla) dapat mendiagnosis secara non-invasif berbagai macam lesi
patologik misalnya mesial temporal sclerosis, glioma, ganglioma, malformasi
kavernosus, Dysembryoplastic Neuroepithelial Tumor (DNET), tuberous sclerosis.

20
Functional brain imaging seperti Positron Emission Tomography (PET), Single
Photon Emission Computed Tomography (SPECT) dan Magnetic Resonance
Spectroscopy (MRS) bermanfaat dalam memberika informasi tambahan mengenai
dampak perubahan metabolik dan perubahan aliran darah regional di otak berkaitan
dengan bangkitan. Indikasi pemeriksaan neuroimaging (CT scan kepala atau MRI
kepala) pada kasus kejang adalah bila muncul kejang unprovoked pertama kali pada
usia dewasa. Tujuan pemeriksaan neuroimaging pada kondisi ini adalah untuk mencari
adanya lesi struktural penyebab kejang. CT scan kepala lebih ditujukan untuk kasus
kegawatdaruratan, karena teknik pemeriksaannya lebih cepat. Di lain pihak, MRI
kepala diutamakan untuk kasus elektif. Bila ditinjau dari segi sensitivitas dalam
menentukan lesi struktural, maka MRI lebih sensitif dibandingkan CT scan kepala.
 Pemeriksaan laboratorium
o Pemeriksaan hematologis
Pemeriksaan ini mencakup hemoglobin, lekosit dan hitung jenis, hematokrit,
trombosit, apusan darah tepi, elektrolit, kadar glukosa darah sewaktu, fungsi
hati, ureum, kreatinin, albumin. Pemeriksaan ini dilakukan pada:
- Awal pengobatan sebagai salah satu acuan dalam menyingkirkan
diagnosis banding dan pemilihan OAE
- Dua bulan setelah pemberian OAE untuk mendeteksi efek samping
OAE
- Rutin diulang setiap setahun sekali untuk memonitor efek samping
OAE, atau bila timbul gejala klinis akibat efek samping OAE
o Pemeriksaan kadar OAE
Pemeriksaan ini idealnya dilakukan untuk meliat kadar OAE dalam plasma saat
bangkitan belum terkontrol, meskipun sudah mencapai dosis terapi maksimal
atau untuk memonitor kepatuhan pasien.
 Pemeriksaan penunjang lainnya
Dilakukan sesuai dengan indikasinya misalnya pungsi lumbal atau elektrokardiografi
(EKG)

21
Diagnosis Banding Kejang

Table 2: Diagnosis Banding Kejang6

Kejang Epileptik Syncope Non Epileptic Aritmia Hiperventilasi atau


Attack Disorder Jantung Serangan Panik
Riwayat Trauma kepala, Menggunakan Wanita (3:1) Penyakit Ansietas
alkohol, obat Ketergantungan jantung
ketergantungan obat, antihipertensi, seksual dan fisik kongenital
kejang demam yang antidepressant
berkepanjangan,
meningitis,
ensefalitis, stroke.
Riwayat keluarga (+)
Faktor Sleep deprivation Perubahan Stres Olahraga Situasi sosial
Pencetus Putus alkohol posisi Distress sosial
Stimulasi fotik Prosedur
medis
Berdiri lama
Gerakan leher
Karakteristik Steriotipi Lightheadedn Gejala awal Palpitasi Ketakutan
Klinis Paroksismal ess tidak khas Perasaan tidak
Menjelang Bisa disertai aura Gejala visual realistis
Serangan Gelap, kabur Sulit bernapas,
kesemutan
Karakteristik Gerakan: Tonik Pucat Mirip kejang Pucat Agitasi
Klinis Saat (kaku) diikuti gerakan Bisa disertai epileptik tetapi Bisa Napas cepat
Serangan jerking yang ritmis kaku atau gerakan lengan disertai Kaku pada tangan
Gerakan otomatism menghentak- tidak beraturan, kaku atau (carpopedal spasm)
Sianosis hentak pengangkatan menghenta
Bisa terjadi di mana sebentar pelvis, kadang k-hentak
saja dan kapan pun tidak bergerak sebentar
sama sekali

22
Gejala Sisa Mengantuk Lesu Lesu
Setelah Lidah tergigit
Serangan Nyeri anggota gerak
Defisit neurologis
fokal (Todd’s
paralisis)

Diagnosis Banding Sindrom Epilepsi6

Apabila diagnosis epilepsi sudah dapat ditegakkan, maka kita akan dihadapkan pada pelbagai
sindrom epilepsi. Penentuan sindrom yang tepat sangat mempengaruhi keberhasilan terapi.
Sindrom epilepsi memiliki beberapa perbedaan.

Tabel 3: Diagnosis Banding Sindroma Epilepsi6

Epilepsi Lobus Epilepsi Lobus Epilepsi Lobus Epilepsi Lobus


Temporalis Frontalis Parietalis Oksipitalis
 Sederhana  Parsia  Parsia
Karakteristik Parsial
 Kompleks sederhana sederhana
bangkitan sederhana
 Umum  Umum  Umum
Parsial
sekunder sekunder sekunder
kompleks
 Atau
Umum sekunder
kombinasi
Atau kombinasi

Riwayat Kejang
penyakit demam/kejang
demam dalam
keluarga(+)

Gangguan +/-
memori

Awitan Masa kanak atau


dewasa muda

23
 Dapat
Manifestasi Bersifat cluster  Beberapa kali
terlokalisir atau
bangkitan sehari
menyebar
 Umumnya saat
secara
tidur
Jacksonian
 Berlangsung
singkat
 Manifestasi  Kadang ada  Umumnya
Parsial sederhana
motoric sensasi visual

Gejala berbentuk tonik intraabdominal  Negative:


autonomic atau postural  Umumnya skotoma,
(gang.  Otomatisme sensorik dengan hemianopsia,
Epigastric) dan gestural fenomena amaurosis
atau psikis kompleks positif ( rasa  Positif:

Fenomena sering terjadi geli, kesetrum) percikan atau


sensorik tertentu saat awitan  Rasa nyeri kilatan uang
(olfaktori atau  Sering alami terbakar tampak di
auditori terjatuh jika superfisial atau lapangan
termasuk ilusi) “discharge halusinasi pandang
bilateral”  Ada keinginan kontralateral
Partial kompleks
untuk atau menyebar

 seringkali menggerakkan

berawal dengan bagian

terhentinya tubuh(tangan,

aktifitas lengan, wajah)

motoric yang  Tonus otot dapat

diikuti hilang

otomatisme  Fenomena

oroalimentary negative:

dan otomatisme kramp, rasa

lainnya sebagian tubuh


hilang
(asomatognosia)

24
 durasi> 1  Vertigo berat
menit, pulih atau disorientasi
secara bertahap ruang

Post ictal (+), amnesia (-) atau minimal


confusion

Pencitraan PET:
hipometabolisme
Dapat normal
Gambaran Dapat normal Dapat abnormal Focal spike
Asimetris
EEG Asimetris epileptiform atau spike and
Frontal spike
ringan sampai waves
atau sharp
jelas
waves atau
dibandingkan
slow waves
aktifitas dasar
Unilateral atau
Spike, sharp
bilateral
waves dan atau
slow waves
Unilateral atau
bilateral
Sinkron atau
asinkron

Jenis jenis Amygdalo-  Supplementary


bangkitan hippocampal motor seizure
(mesiobasal  Cingulate
limbic or  Anterior
rhinoencephalic frontopolar
seizure) region
 Orbitofrontal
 Dorsolateral
 Opercular
 Motor cortex

25
 Kejowniko’s
syndrome

Terapi6

Tujuan utama terapi epilepsi adalah mengupayakan penyandang epilepsi dapat hidup normal
dan tercapainya kualitas hidup optimal untuk penyandang epilepsi sesuai dengan perjalanan
penyakit dan disabilitas fisik maupun mental yang dimilikinya. Harapannya adalah “bebas
bangkitan, tanpa efek samping”. Untuk tercapainya tujuan tersebut, diperlukan beberapa upaya,
antara lain menghentikan bangkitan, mengurangi frekuensi bangkitan tanpa efek
samping/dengan efek samping yang minimal, menurunkan angka kesakitan dan kematian.
Terapi pada epilepsi dapat berupa terapi farmakologi dan nonfarmakologi.

Prinsip Terapi Farmakologi6

 Obat antiepilepsi (OAE) diberikan bila:


o Diagnosis epilepsi sudah dipastikan
o Terdapat minimum dua bangkitan dalam setahun
o Penyandang dan atau keluarganya sudah menerima penjelasan tentang tujuan
pengobatan
o Penyandang dan atau keluarganya telah diberitahu tentang kemungkinan efek
samping yang timbul dari OAE
o Bangkitan terjadi berulang walaupun faktor pencetus sudah dihindari
 Terapi dimulai dengan monoterapi, menggunakan OAE pilihan sesuai jenis bangkitan
dan jenis sindrom epilepsi
 Pemberian obat dimulai dari dosis rendah dan dinaikkan bertahap sampai dosis efektif
tercapai atau timbul efek samping
 Kadar obat dalam plasma ditentukan bila:
o Bangkitan tidak terkontrol dengan dosis efektif
o Diduga ada perubahan farmakokinetik OAE
o Diduga penyandang tidak patuh pada pengobatan
o Setelah penggantian dosis/regimen OAE
o Untuk melihat interaksi antar OAE atau obat lain
 Bila dengan penggunaan OAE pertama dosis maksimum tidak dapat mengontrol
bangkitan, maka diganti dengan OAE kedua. Bila OAE kedua telah mencapai kadar

26
terapi, maka OAE pertama diturunkan bertahap. Bila terjadi bangkitan saat penurunan
OAE pertama, kedua OAE tetap diberikan. Bila respons yang didapat buruk, kedua
OAE harus diganti dengan OAE yang lain. Penambahan OAE ketiga baru dilakukan
bila terdapat respons dengan OAE kedua, tetapi respons tetap sub optimal walaupun
penggunaan kedua OAE pertama sudah maksimal.
 OAE kedua harus memiliki mekanisme kerja yang berbeda dengan OAE pertama
 Penyandang dengan bangkitan tunggal direkomendasikan untuk dimulai terapi bila
kemungkinan kekambuhan tinggi, yaitu bila:
o Dijumpai fokus epilepsi yang jelas pada EEG
o Pada pemeriksaa CT scan atau MRI otak dijumpai lesi yang bekorelasi dengan
bangkitan; misalnya meningioma, neoplasma otak, AVM, abses otak, ensefalitis
herpes
o Pada pemeriksaan neurologis dijumpai kelainan yang mengarah pada adanya
kerusakan otak
o Terdapatnya riwayat epilepsi pada saudara sekandung
o Riwayat bangkitan simtomatis
o Terdapat sindrom epilepsi yang beresiko kekambuhan tinggi seperti JME
(Juvenile Myoclonic Epilepsi)
o Riwayat trauma kepala terutama yang disertai penurunan kesadaran, stroke,
infeksi SSP
o Bangkitan pertama berupa status epileptikus
 Efek samping OAE perlu diperhatikan, demikian pula halnya dengan profil
farmakologis tiap OAE dan interaksi farmakokinetik antar OAE
 Strategi untuk mencegah efek samping:
o Pilih OAE yang paling cocok untuk karakteristik penyandang
o Gunakan titrasi dengan dosis terkecil dan rumatan terkecil mengacu pada
sindrom epilepsi dan karekteristik penyandang

Pemilihan OAE didasarkan atas jenis bangkitan epilepsi, jenis sindrom epilepsi, dosis OAE,
efek samping OAE, profil farmakologis, interaksi antara OAE.

Tabel 4: Pemilihan OAE berdasarkan bentuk bangkitan6

27
Bangkitan Bangkitan Bangkitan Bangkitan Bangkitan
OAE Fokal Umum Tonik Lena Mioklonik
Sekunder Klonik
Phenytoin +(A) +(A) +(C) - -
Carbamazepine +(A) +(A) +(C) - -
Valproic acid +(B) +(B) +(C) +(A) +(D)
Phenobarbital +(C) +(C) +(C) 0 ?+
Gabapentin +(C) +(C) ?+(D) 0 ?-
Lamotrigine +(C) +(C) +(C) +(A) +-
Topiramate +(C) +(C) +(C) ? ?+(D)
Zonisamide +(A) +(A) ?+ ?+ ?+
Levetiracetam +(A) +(A) ?+(D) ?+ ?+
Oxcarbazepine +(C) +(C) +(C) - -
Clonazepam +(D) - - - -

Level of confidence A: efektif sebagai monoterapi; B: sangat mungkin efektif sebagai


monoterapi; C: mungkin efektif sebagai monoterapi; D: berpotensi untuk efektif sebagai
monoterapi

Tabel 5: Dosis OAE untuk orang dewasa6

OAE Dosis Awal Dosis Jumlah dosis Titrasi OAE Waktu


(mg/Hari) Rumatan per hari Tercapainya
(mg/hari) Steady
State
(hari)
Carbamazepine 400-600 400-1600 2-3x Mulai 100-200 mg/hari naik 2-7
Utk yang CR sampai target dalam 1-4 minggu
2x
Phenytoin 200-300 200-400 1-2x Mulai 100mg/hari naik sampai 3-15
target dalam 3-7 hari
Valproic acid 500-1000 500-2500 2-3x Mulai 500mg/hari naik bila perlu 2-4
Utk yang CR setelah 7 hari
1-2x

28
Phenobarbital 50-100 50-200 1 Mulai30-50mg malam hari naik 8-30
bila perlu setelah 10-15 hari
Clonazepam 1 4 1 atau 2 2-10
Clobazam 10 10-30 1-2x Mulai 10mg/hari bila perlu naik 2-6
sampai 20mg/hari setelah 1-2
minggu
Oxcarbazepine 600-900 600-3000 2-3x Mulai 300mg/hari naik sampai 2-4
target dalam 1-3 minggu
Levetiracetam 1000-2000 1000-3000 2x Mulai 500/1000mg/hari naik bila 2
perlu setelah 2 minggu
Topiramate 100 100-400 2x Mulai 25mg/hari naik 25-50 2-5
mg/hari tiap 2 minggu
Gabapentine 900-1800 900-3600 2-3x Mulai 300-900mg/hari naik 2
sampai target dalam 5-10 hari
Lamotrigine 50-100 50-200 1-2x Mulai 25mg/hari selama 2 2-6
minggu naik sampai 50mg/hari
selama 2 minggu, naik
50mg/2minggu
Zonisamid 100-200 100-400 1-2x Mulai 200-400mg/hari naik 7-10
sampai 1-2 minggu
Pregabalin 50-75 50-600 2-3x 1-2

Table 6: Efek Samping OAE6

Obat Efek Samping yang Efek Samping Minor


Mengancam Jiwa
Carbamazepine Anemi aplastic, Dizziness, ataksia, diplopia, mual, kelelahan,
hepatotoksisitas, SSJ, agranulositosis, lekopeni, trombositopeni,
lupuslike syndrome hiponatremi, ruam, gang prilaku, tics,
peningkatan BB, disfungsi seksual, disfungsi
hormone tiroid, neuropati perifer
Phenytoin Anemia aplastic, gang. Hipertrofi gusi, hirsutisme, ataksia,
Fungsi hati, SSJ nystagmus, diplopia, ruam, anoreksia, mual,

29
disfungsi serebellar, penurunan absorpsi
kalsium pada usus
Phenobarbital Hepatotoksik, gang. Mengantuk, ataksia, nystagmus, ruam kulit,
Jaringan ikat dan depresi, hiperaktif, gang belajar pada anak,
sumsum tulang, SSJ disfungsi seksual
Valproate Hepatotoksisitas, Mual muntah, rambut menipis, tremor,
hiperamonemia, amenore, peningkatan BB, konstipasi,
lekopeni, hirsustisme, alopesia pada perempuan,
trombositopeni, polycystic ovary syndrome
pankreatitis
Levetiracetam Belum diketahui Mual, nyeri kepala, dizziness, kelemahan,
mengantuk, gang prilaku, agitasi, ansietas,
trombositopenia, leukopenia
Gabapentin Teratogenic Somnolen, kelelahan, ataksia, dizziness,
peningatakan BB, gang prilaku pada anak
Lamotrigine SSJ, gang hepar akut, Ruam, dizziness, tremor, ataksia, diplopia,
MFO, teratogenic pandangan kabur, nyeri kepala, mual muntah,
insomnia, trombositopenia, nystagmus,
truncal ataxia, tics
Oxcarbazepine Ruam, teratogenic Dizziness, ataksia, nyeri kepala, mual,
kelelahan, hiponatremi, insomnia, tremor,
disfungsi visual
Topiramate Batu ginjal, Gang kognitif, kesulitan menemukan katan,
hipohidrosis, gang dizziness, ataksia, nyeri kepala, kelelahan,
fungsi hati, teratogenic mual, penurunan BB, paresthesia, glukoma
Zonisamide Batu ginjal, Mual, nyeri kepala, dizziness, kelelahan,
hipohidrosis, anemia paresthesia, ruam, gang Bahasa, glaucoma,,
aplastic,skin rash letargi, ataksia
Pregabalin Belum diketahui Peningkatan BB

Penghentian OAE6

Pada dewasa, penghentian OAE secara bertahap dapat dipertimbangkan setelah 3-5
tahun bebas bangkitan. OAE dapat dihentikan tanpa kekambuhan pada 60% pasien. Dalam hal
30
penghentian OAE, maka ada dua hal penting yang perlu diperhatikan, yaitu syarat umum untuk
menghentikan OAE dan kemungkinan kambuhnya bangkitan setelah OAE dihentikan. Syarat
umum untuk menghentikan pemberian OAE adalah sebagai berikut:

 Setelah minimal 3 tahun bebas bangkitan dan gambaran EEG normal


 Penghentian OAE disetujui oleh penyandang atau keluarganya
 Harus dilakukan secara bertahap, 25% dari dosis semula setiap bulan dalam jangka
waktu 3-6 bulan
 Bila digunakan lebih dari 1 OAE, maka penghentian dimulai dari 1 OAE yang bukan
utama

Kekambuhan setelah penghentian OAE akan lebih besar kemungkinannya pada keadaan
sebagai berikut:

 Semakin tua usia, kemungkinan timbul kekambuhan semakin tinggi


 Epilepsi simtomatis
 Gambaran EEG yang abnormal
 Bangkitan yang sulit dikontrol dengan OAE
 Tergantung bentuk sindrom epilepsi yang diderita; sangat jarang pada sindrom epilepsi
benigna dengan gelombang tajam pada daerah sentrotemporal, 5-25% pada epilepsi
lena masa anak kecil, 25-75% epilepsi parsial kriptogenik/simtomatis, 85-95% pada
epilepsi mioklonik pada anak, dan JME
 Penggunaan lebih dari satu OAE
 Telah mendapat terapi 10 tahun atau lebih

Bila bangkitan timbul kembali maka gunakan dosis efektif terakhir kemudian
dievaluasi kembali. Rujukan ke spesialis epilepsi perlu dipertimbangkan bila:

 Tidak responsif terhadap 2 OAE pertama


 Ditemukan efek samping yang signifikan dengan terapi
 Berencana untuk hamil
 Dipertimbangkan untuk penghentian terapi

Status Epileptikus

Status epileptikus adalah bangkitan yang berlangsung lebih dari 30 menit atau adanya dua
bangkitan atau lebih di mana di antara bangkitan-bangkitan tadi tidak terdapat pemulihan

31
kesadaran. Namun demikian penanganan bangkitan konvulsif harus dimulai bila bangkitan
konvulsif sudah berlangsung lebih dari 5-10 menit. Status epileptikus merupakan
kegawatdaruratan yang memerlukan penangan dan terapi segera guna menghentikan
bangkitan. Dikenal dua tipe status epileptikus; status epileptikus konvulsif (terdapat bangkitan
motorik) dan status epileptikus non-konvulsif (tidak terdapat bangkitan motorik).6

Definisi Operasional Status Epileptikus Konvulsif

- Status epileptikus konvulsif adalah bangkitan dengan durasi lebih dari 5 menit, atau
bangkitan berulang 2 kali atau lebih tanpa pulihnya kesadaran di antara bangkitan.

Definisi Status Epileptikus Nonkonvulsif

- Status epileptikus nonkonvulsif adalah sejumlah kondisi saat aktifitas bangkitan


elektrografik memanjang (EEG status) dan memberikan gejala klinis nonmotorik
termasuk perubahan prilaku dan atau awareness.

SE dibedakan dari bangkitan serial(fequent seizure) uaitu bangkitan tonik klonik yang berulang
tiga kali atau lebih dalam satu jam.6

Klasifikasi Status Epileptikus6

 Berdasarkan klinis:
- SE Fokal
- SE General
 Berdasarkan durasi
- SE dini (5-30 menit)
- SE menetap/ established (>30 menit)
- SE refrakter (bangkitan tetap ada setelah mendapat dua atau tiga jenis
antikonvulsan awal dengan dosis adekuat)
 Status epileptikus nonkonvulsius (SE-NK) dibagi menjadi dua kelompok utama
- SE-NK Umum
- SE-NK Fokal

Pengelolaan Status Epileptikus6

a) Sebelum Sampai Rumah Sakit

32
Pemberian benzodiazepine rektal/midazolam buccal merupakan terapi utama selama
perjalanan menuju ke rumah sakit. Segera panggil ambulans pada kondisi berikut:
- Bangkitan berlanjut 5 menit setelah obat emergensi diberikan
- Penderita memiliki riwayat sering mengalami bangkitan
serial/bangkitan konvulsius
- Terdapat kesulitan monitor jalan napas, pernapasan, sirkulasi atau tanda
vital lain. Terapi OAE harus diberikan bersama dengan terapi
emergensi.

Tabel 7: Pengelolaan Status Epileptikus6

Pemeriksaan Penatalaksanaan
Umum
Stadium 1 (0-10 - Pertahankan patensi jalan napas SE Dini
menit) dan resusitasi
- Berikan oksigen
- Periksa fungsi kardiorespirasi
- Pasang infus
- Lorazepam i.v 0,1 mg/kgBB (dapat
diberikan 4 mg bolus)
Stadium 2 (0-30 - Monitor pasien
menit) - Pertimbangkan kemungkinan
kondisi non epileptik
- Terapi antiepilepsi emergensi
- Berikan glukosa (D50% 50 ml) dan
atau thiamine 250 mg i.v bila ada
kecurigaan penyalahgunaan
alkohol atau defisiensi nutrisi
- Terapi asidosis bila terdapat
asidosis berat
Stadium 3 (0- - Pastikan etiologi SE Menetap
60menit) - Siapkan untuk rujuk ke ICU
- Identifikasi dan terapi komplikasi
medis yang terjadi

33
- Vasopressor bila diperlukan
- Phenytoin i.v 15-18 mg/kg dengan
kecepatan 50 mg/menit atau bolus
Phenobarbital 10-15mg/kg/iv
dengan kecepatan pemberian
100mg/menit
Stadium 4 (30-90 - Pindah ke ICU SE Refrakter
menit) - Perawatan intensif dan monitor *anestesi umum
EEG dilakukan 60/90 menit
- Monitor tekanan intrakranial bila setelah terapi awal gagal
dibutuhkan
- Berikan antiepilepsi rumatan
jangka panjang
- Anestesi umum dengan salah satu
obat di bawah ini
 Propofol 1-2 mg/kgBB
bolus,dilanjutkan 2-
10mg/kg/jam dititrasi naik
sampai SE terkontrol
 Midazolam 0,1-0,2 mg/kg
bolus, dilanjutkan 0,05-0,5
mg/kg/jam dititrasi naik
sampai SE terkontrol
 Thiopental sodium 3-
5mg/kg bolus, dilanjutkan
3-5mg/kg/jam dititrasi naik
sampai terkontrol
Pemeriksaan emergensi
- Pemeriksaan gas darah, glukosa, fungsi liver, fungsi ginjal, kalsium, magnesium,
darah lengkap, faal hemostasis, kadar obat antiepilepsi. Bila diperlukan pemeriksaan
toksikologi bila penyebab status epileptikus tidak jelas. Foto toraks diperlukan untuk
evaluasi kemungkinan aspirasi. Pemeriksaan lain tergantung kondisi klinis, bisa
meliputi pencitraan otak dan pungsi lumbal.

34
Pengawasan
- Observasi status neurologi, tanda vital, ECG, biokimia gas darah, pembekuan darah
dan kadar OAE. Pasien memerlukan fasilitas ICU penuh dan dirawat oleh ahli
anestesi bersama neurologi.
- Monitor EEG perlu pada status epileptikus refrakter. Pertimbangkan kemungkinan
status epileptikus nonkonvulsif. Pada status epileptikus konvulsif refrakter, tujuan
utama adalah supresi aktifitas epileptik pada EEG dengan tujuan sekunder adalah
munculnya pola burst suppression.

Diagram 1: Alur Penanganan Status Epileptikus Konvulsif 6

SE DINI SE MENETAP SE REFRAKTER

5 menit 30 menit

Prahospital IGD ICU

Diazepam rektal Lorazepam i.v Phenytoin i.v Dan/ atau bolus Propofol 1-2mg.kgBB bolus
10-20mg, dapat 0,1mg/kgBB dosis 15-18 Phenobarbital dilanjutkan 2-10mg/kg/jam
diulang seali (diberikan 4mg mg/kg dengan 10-15 mg/kg i.v dititrasi naik sampai SE
setelah 15 menit bolus, diulang satu kecepatan dengan terkontrol, Atau,
atau midazolam kali setelah 10- pemberian kecepatran Midazolam 0,1-0,2mg.kg
buccal 10 mg 20menit). Berikan 50mg/menit pemberian bolus, dilanjuutkan 0,05-0,5
OAE yang biasa 100mg/menit mg/kg/jam ititrasi naik
digunakan bila sampai SE terkontrol , Atau,
pasien sudah Thiopental sodium 3-
mendapat terapi 5mg/kg bolus, dilanjut 3-
OAE. 5mg/kg.jam sampai SE
terkontrol

Status Epileptikus Non Konvulsif6

- Dapat ditemukan pada 1/3 kasus SE


- Dapat dibagi menjadi SE lena, SE parsial kompleks, SE nonkonvulsius pada
penyandang dengan koma, dan SE pada penyandang dengan gangguan belajar
- Pemilihan terapi untuk SE-NK bermacam sesuai jenis bangkitan

35
Tabel 8: Pemilihan terapi untuk Status Epileptikus6

Tipe Terapi Pilihan Terapi Lain


SE Lena Benzodiazepine I.V/ Valproate I.V
oral
SE parsial kompleks Clobazam oral Lorazepam/Phenytoin/phenobarbital
I.V
SE lena atipikal Valproate oral Benzodiazepine Lamotrigine,
Topiramate, Methylphenidate,
Steroid oral
SE tonik Lamotrigine oral Methyphenidate, steroid
SE nonkonvulsif pada Phenitoin I.V atau Anesthesia dengan Thiopentone,
penyandang koma Phenobarbital pentobarbital, propofol atau
midazolam

Dosis OAE pada SE-NK6

SE Lena biasanya bisa dihentikan dengan benzodiazepine intravena: diazepam 0,2-0,3


mg/kg atau clonazepam 1mg (0,25-0,5 mg pada anak) atau lorazepam 0,07 mg/kg (0,1
mg/kg pada anak), dapat diulangi bila diperlukan. Bila terapi ini tidak efektif, mungkin bisa
diberikan fenitoin atau valproat atau ethosuximide diberikan setelah status terkontrol.
Kondisi ini sering disebabkan oleh putus obat dan dapat diterapi dengan diazepam atau
lorazepam intravena. Terapi rumatan jangka panjang biasanya tidak diperlukan.

SE parsial kompleks paling baik diterapi dengan benzodiazepine. Terdapat kontroversi


tentang perlunya pemberian intravena pada kasus ini, pada kebanyakan kasus terapi oral
memberikan hasil yang cukup baik.

Pembahasan

Pasien AR, usia 16 tahun, datang ke rumah sakit dengan keluhan Pasien Kontrol dengan
keluhan mengalami kejang sejak 1 bulan yang lalu. Saat kejang pasien tampak bengong, tidak
berkedip, ada gerakan mengunyah dan pandangan kosong lamanya ± 1 menit, frekuensi kejang
± 3 kali. Biasanya apabila pasien sedang beraktivitas dan ketika pasien tidur pada malam hari.
Sebelum kejang pasien tidak memiliki keluhan dan tidak merasa adanya tanda, pada saat

36
kejang, ibu pasien mengatakan bahwa anaknya tiba-tiba bengong ,tidak berkedip, ada gerakan
mengynyah dan pandangan kosong. Tidak ada keluhan seperti kaku, kelojotan, mata mendelik
ke atas maupun mulut yang berbusa pada pasien. Setelah kejang membaik, pasien langsung
sadar dan setelah itu pasien kembali beraktivitas seperti biasa, juga saat ditanya tentang dirinya,
pasien masih dapat menjawab dengan baik. Ibu pasien mengatakan sudah tidak minum obat
lagi sejak sebulan yang lalu. Dari gejala tersebut bangkitan yang dialami pasien dapat
diklasifikasikan (ILAE 1981) pasien mengarah pada epilepsi serangan umum tipe absans/ lena
dimana pasien mengalami bengong, pandangan kosong, ada gerakan menguyah dan setelah
kejang sadar dan beraktivitas seperti biasanya. Namun selama sebulan belakangan ini pasien
sudah tidak minum obat lagi. Kejang di sini ditimbulkan akibat dari penghentian obat-obatan.

Dari pemeriksaan fisik didapatkan bahwa tanda-tanda vital pasien dalam batas normal,
kekuatan motorik tidak ditemukan adanya kelainan, reflex fisiologis dalam batas normal, reflex
patologis tidak ada.

Secara etiologic idiopatik karena tidak dikeahui penyebabnya butuh dilakukan


pemeriksaan Ct-scan untuk mengetahui penyebabnya. Diagnosis pasien dapat ditegakkan
dengan langkah-langkah di atas yaitu adanya bangkitan, tipe bangkitan sesuai klasifikasi ILAE
1981, dan sindrom epilepsy sesuai klasifikasi ILAE 1989.

Pada pasien harus dilakukan pemeriksaan penunjang seperti rekaman EEG dan CT-
scan, Hal ini bertujuan untuk membantu menegakkan diagnosis, menentukan prognosis,
pertimbangan dalam penghentian OAE, membantu dalam menentukan letak fokus, bila ada
perubahan bangkitan dari bangkitan sebelumnya.3

Penatalaksanaan farmakologis yang diberikan pada pasien ini adalah valproic acid 500-
1000 mg 2-3x dan juga obat lamotrigine 500 mg 1-2x. kedua obat ini merupakan obat OAE
lini pertama yang digunakan untuk mengatasi epilepsy absans. Pasien juga diberitahukan
mengenai efek samping dari kedua obat ini, salah satunya penggunaan OAE valproic acid akan
meningkatkan berat badan pasien.

Untuk prognosis ad vitam pasien adalah ad bonam karena pasein dalam kondisi stabil,
dan penyakit pasien tidak sampai mengancam nyawa pasein. Untuk prognosis ad fungsionam
pasein adalah ada bonam karena dari keterangan keluarga pasein, pasein masih dapat
menjalankan fungsi kehidupan nya dengan baik. Dan untuk prognosis ad sanationam pasein
adalah dubia ad bonam mengingat kejadian terulang kembali kejang pada pasein sangat besar,
namun apabila pasien patuh minum obat dan rutin kontrol dan juga bila pasein dapat

37
menghindari faktor-faktor pencetus terjadinya kejang maka frekuensi kejadian berulangnya
dapat kita turunkan ataupun kemungkinan pasien dapat bebas kejang sembari terus dilakukan
evaluasi.

Edukasi juga diberikan kepada pasien dan keluarga sebagai suatu bentuk
penatalaksaanaan non farmakologis seperti hindari pasien dari benda-benda tajam dan
berbahaya, awasi jalan nafas pasien pada saat serangan Selain itu pasien juga sebaiknya
menghindari faktor pencetus epilepsi seperti kebisingan, kurang tidur, stress, kelelahan,
alkohol, dan lain-lain.

38
Daftar Pustaka

1. Basuki A. Dian S. Kegawatdaruratan Neurologi. 1st ed. Bandung: Perpustakaan


Nasional: Katalog Dalam Terbitan(KDT); 2009. Hal 175-80
2. First Adult Seizure. [Internet] Medscape (diakses pada 22 April 2017) dari
http://emedicine.medscape.com/article/1186214-overview
3. Harsono, Kustiowati E, Gunadharma S. Pedoman tatalaksana epilepsi. Jakarta Pusat:
PERDOSSI Bagian Neurologi FKUI/RSCM; 2008. Hal 1-26
4. Kustiowati E. Konsensus epilepsi. Jakarta: PERDOSSI; 2006.
5. Alan G, J, Bruni. Essential clinic of epilepsy. Edisi ke 2. Jakarta. h.21-23
6. Kusumastuti K, Gunadharma S, Kustiowati E. Pedoman Tatalaksana Epilepsi.
Surabaya: Airlangga University Press; 2014. Hal 1-42.

39

Anda mungkin juga menyukai