media massa, baik media cetak maupun media elektronik. Bahkan sampai pada
titik masyarakat sendiri yang menjadi korban ataupun pihak yang dirugikan
Sebagai contoh, Kasus nenek Minah yang berusia lima puluh lima tahun,
sudah menjalani masa tahanan selama 3 bulan. Hal ini ia jalani setelah
menangani kasusnya. Minah dituduh mencuri buah kakao atau buah coklat
sebanyak 3 biji dari tempatnya ia bekerja di PT. Rumpun Sari Antan 4 di Desa
Darmakradenan tak jauh dari rumahnya.1 Berbeda dengan Dasni Yuzar S.H,
1 miliar dari Biro Keistimewaan dan Kesejahteraan Rakyat (Isra) Setda Aceh
terdapat syarat obyektif dan subyektif yang harus dipenuhi untuk dapat dilakukan
penahanan terhadap seorang tersangka. Semua pelaku dugaan tindak pidana tidak
1
http://news.okezone.com, hakim-menitikkan-air-mata-baca-putusan-nenek-pencuri-3-
biji-buah-coklat Diakses 24 November 2014
2
file:///C:/Users/acer/Documents/Dasni%20Yuzar%20Jadi%20Tahanan%20Kota%20%20Serambi
%20Indonesia.html Diakses 28 November 2014
dapat dilakukan penahanan, hanya terbatas pada perbuatan yang diancam dengan
pidana penjara lima tahun atau lebih, atau tindak pidana tertentu sebagaimana
yang diatur dalam Pasal 21 ayat (4) huruf b KUHAP atau Kitab Undang-undang
Hukum Acara Pidana. Hal ini merupakan syarat obyektif penahanan. Menurut
kedua belah pihak, karena tindakan yang bengis ini dapat dikenakan kepada
Syarat ini memiliki tolak ukur yang jelas, yakni hanya pada pidana yang
ancamannya lima tahun ke atas atau pidana tertentu yang telah diatur. Syarat
subyektif penahanan diatur dalam Pasal 21 ayat (1) KUHAP, yaitu perintah
terdakwa yang diduga keras melakukan tindak pidana berdasarkan bukti yang
penilaian terhadap ketiga poin tersebut merupakan penilaian sepihak dari penegak
3
Ansorie Sabuan, at.all, Hukum Acara Pidana, Angkasa Bandung, Bandung 1990, hal.87
4
S.M. Amin dalam Hari Sasangka, 2007, Penyidikan, Penahanan, Penuntutan dan
Praperadilan dalam Teori dan Praktek, edisi pertama, Mandar maju, Bandung, hlm. 111.
hukum yang berwenang. Menurut Pasal 21 ayat (2) KUHAP tata cara penahanan
yaitu melalui Surat Perintah Penahanan yang berisi: identitas tersangka, alasan
ditahan untuk memberikan kepastian hukum bagi yang ditahan dan keluarganya.
tersebut. Untuk itu mental dan moral aparat penegak hukum menjadi jaminan
prinsip yang diartikan sebagai patokan hukum yaitu asas legalitas yang
disebutkan dalam konsideran KUHAP, yang dapat dibaca pada huruf a berbunyi;
hukum dan didalam pemerintahan dan wajib menjunjung tinggi hukum dan
of law dimana semua tindakan penegakan hukum harus berdasarkan hukum dan
Kejaksaan sangat jelas adalah sebagai bagian dari sistem peradilan pidana.
Peranan Kejaksaan sebagai subsistem dari sistem peradilan pidana yang terdapat
dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku saat ini baik dalam Kitab
Kejaksaan No. 16 Tahun 2004 yaitu sebagai penyidik dan penuntut umum.
Pidana, disebutkan bahwa Jaksa adalah sebagai alat negara penegak hukum,
terhadap harkat dan martabat manusia, serta ketertiban dan kepastian hukum.
masyarakat.
bertindak diluar ketentuan hukum atau Undue to law maupun undue proces,
tersangka atau terdakwa mempunyai kedudukan yang sama didepan hukum atau
equality before the law, mempunyai kedudukan “perlindungan” yang sama oleh
hukum equal protection on the law, mendapatkan perlakuan keadilan yang sama
ketertiban masyarakat, serta juga penegak hukum harus menerapkan asas equality
before the law yaitu asas praduga tidak bersalah, dimana aparat penegak hukum
harus berasumsi kepada pelaku kejahatan atau tersangka maupun juga terdakwa,
bahwa sebelum adanya vonis pengadilan yang ingkrach, maka terdakwa belum
bisa dianggap bersalah oleh hukum. Secara teknis yuridis penyidikan perkara
pemeriksaan adalah sebagai subjek hukum, dan yang menjadi objek pemeriksaan
hukum di Indonesia dengan cepat, tepat, sederhana dan biaya ringan. Dimana
setiap perkara tersebut terselip kepentingan pribadi dari aparat penegak hukum,
tersebut, undang-undang masih memberi lagi hak yang melindungi tersangka atau
5
Yahya, M. Harahap, 2000, Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP
(Penyidikan dan Penuntutan), edisi kedua, sinar grafika, Jakarta, hlm. 325.
Penerapan syarat subyektif ini sangat sulit diukur takaran penilaiannya.
Misalnya, jika seorang tersangka yang alamatnya jelas dan selalu memenuhi
panggilan wajib lapor, masih tetap bisa dianggap memiliki probabilitas untuk
penahanan. Dengan demikian syarat subjektif ini memang tidak memiliki batasan
yang jelas sehingga terkesan berada di wilayah abu-abu (grey area) yang
tingkatan.
sebagai suatu diskursus, hal tersebut sangat erat kaitannya dengan sejauh mana
merupakan upaya yang senantiasa ditempuh baik oleh kuasa hukum/ pengacara
maupun oleh tersangka sendiri ataupun keluarganya dengan cara menjamin bahwa
tersangka akan kooperatif selama dalam proses hukum berjalan serta alasan-
merupakan suatu hak yang dimiliki oleh tersangka dalam system peradilan pidana
(criminal justice system) yang berlaku di Indonesia. Jika melihat dari perspektif
pengalihan penahanan adalah suatu hal yang sah menurut hukum dimana dalam
KUHAP jelas memberikan kewenangan kepada penyidik, penuntut umum atau
penyidik atau penuntut umum atau hakim berwenang untuk mengalihkan jenis
penahanan yang satu kepada jenis penahanan yang lain sebagaimana dimaksud
pada pasal 22 yakni penahanan Rumah Tahanan (RUTAN), penahanan kota dan
penahanan ruma
sifatnya “human error” yang akan menimbulkan kerugian moril dan materil baik
bagi diri pribadi maupun keluarga tersangka apalagi bila akhirnya tidak terbukti
dialaminya.
anak usia 9 tahun selama 52 hari dalam kasus pencurian burung senilai Rp.
tersangka sudah menjadi mayat (Harian Waspada, Jakarta Timur, tgl. 15 Februari
1995). Beratnya menangguhkan penahanan dalam kasus pencurian lima buah silet
(Kompas, 01 Juli 1995), Dilepas setelah disiksa hingga cacat (Fajar, 26 Maret
untuk lebih meningkatkan pemahaman dan penerapan prinsip proses hukum yang
adil sehingga tidak akan menimbulkan jatuhnya korban-korban baru tidak saja
sekedar korban dari kejahatan tetapi juga korban peradilan. Sahetapy menulis
bahwa korban yang dewasa ini begitu hangat dikasak kusukkan secara terselubung
adalah korban peradilan, yang dimaksudkan peradilan di sini yaitu mulai dari
Lembaga Permasyarakatan6
lembaga peradilan. Sebagai salah satu ciri negara hukum, lembaga peradilan
haruslah independent dan imparsial (tidak memihak). Peradilan yang bebas pada
pengaruh ataupun campur tangan pihak lain. Sedangkan tidak memihat ditujukan
kepada proses pelayanan agar pencari keadilan terhindar dari ekses-ekses negatif,
sesuai dengan apa yang menjadi fungsi hukum acara pidana untuk melindungi
disebutkan Asas Perlakuan yang sama atas diri setiap orang di muka hukum
6
JE. Sahetapy, Viktimologi Sebuah Bunga Rampai .(Bandung : Alumni) Hlm. 24
7
Loebby Loqman dalam Mien Rukmini, 2003, pada kata sambutan buku
Perlindungan HAM Melalui Asas Praduga Tidak Bersalah Dan Asas Persamaan Kedudukan
Dalam Hukum Pada Sistem Peradilan Pidana Indonesia, Alumni, Bandung, Halaman v.
menghendaki adanya perlakuan yang sama antara orang yang satu dengan seorang
sehingga proses hukum tersebut dapat berlangsung secara adil (due process
model).
adil, karena masih adanya perbedaan perlakuan yang didapat seorang pelaku
tindak pidana yang satu dengan pelaku tindak pidana lainnya dalam tindak
pidana korupsi. Seperti para terdakwa perkara korupsi Bantuan Sosial (Bansos)
biaya pemungutan Pajak Bumi dan Bangunan Eep Hidayat, Bupati Subang 9,
kota dalam kasus pemeliharaan mobil dinas DPRD Grobogan senilai Rp 1,9
8
http://www.inilahjabar.com/read/detail/1861945/5-terdakwa-korupsi-bansos-pemkot-jadi-
tahanan- kota diakses 27/12/2014
9
http://antarajawabarat.com/lihat/berita/31823/lihat/kategori/87/lihat/kategori/86/Peristiwa
diakses 27/12/2014
10
http://www.koruptorindonesia.com/archives/12739 d i a k s e s 2 9 / 1 2 / 2 0 1 4
11
http://suaramerdeka.com/v1/index.php/read/cetak/2011/11/23/167468/Penyuap-Hendy-
Keluar- dari-Bui diakses 29/12/2014
penulisan skripsi dengan mengangkat judul “Eksistensi Penahanan Dalam Proses
yang terjadi selama ini yang dilakukakan oleh aparat penegak hukum.
B. Rumusan Masalah
akan dibahas dan perlu dikaji untuk menemukan jawabannya dalam penulisan ini
adalah:
proses pemerikasaan perkara tindak pidana korupsi, maka secara umum penulis
terhadap tersangka/ terdakwa tindak pidana korupsi, namun secara khusus akan
kasus korupsi.
2. Manfaat Penulisan
a. Teoritis
b. Praktis
korupsi.
E. Kajian Pustaka
1. Pengertian Penahanan
Sebelum dikeluarkannya Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981
tindakan pidana berdasarkan bukti yang cukup, dalam hal adanya keadaan
oleh penyidik atau Penuntut umum terhadap tersangka atau terdakwa dengan
dalam ayat (2) harus diberikan kepada keluarganya. (4) penahanan tersebut
tindak pidana dan atau percobaan maupun pemberian bantuan dalam tindak
pidana tersebut.12
Hakim dengan penetapannya, dalam hal serta menurut cara yang diatur
Tidak dikacaukan lagi dengan berbagai ragam istilah seperti yang dahulu
Belanda disebut de verdachte aan te houdan (Pasal 60 ayat (1) HIR). Serta
12
file:///C:/Users/acer/Documents/Mekanisme%20Penahanan%20Dalam%20Proses%20Per
adilan%20Hukum%20Pidana%20~%20Higinus%20Wilbrot.html diakses 27 Desember 2014
13
Martiman Prodjohamidjojo, Penangkapan dan Penahanan (Seri Pemerataan Keadilan),
Ghalia Indonesia, Jakarta 1984, hal.15
14
M. Yahya Harahap, Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP (Penyidikan
dan Penuntutan), cetakan kelima, Sinar Grafika, Jakarta 2003, hal.164
kekacauan antara pengertian penangkapan dengan penahanan sementara
atau tahanan sementara serta juga tidak ada lagi kekacauan mengenai
tahanan sementara. Saat ini hanya ada dua istilah dengan batas wewenang
penyidik. Batas waktunya hanya 1 (satu) hari dan mesti ada surat tugas
dikesampingkan.
penahanan pelaku tindak pidana korupsi yaitu : Polisi, Jaksa dan KPK.
Kalau Peyidik Polri dan Penyidik Kejaksaan menggunakan KUHAP serta
Pasal 1 angka (21) jo Pasal 20 jo Pasal 21 ayat (1) jo Pasal 21 ayat (4)
disidang pengadilan;
15
HM A Kuffal, 2008, Penerapan KUHAP Dalam Praktik Hukum, edisi kesepuluh,
UPT.hlm 132
3. Penangguhan Penahanan Kasus Korupsi
Tahanan yang resmi dan sah masih ada dan belum habis, namun
atau terdakwa dikeluarkan dari tahanan pada saat masa tahanan yang
sah dan resmi sedang berjalan. Ketentuan ini tidak hanya beraku pada
tindak pidana umum, namun juga pada tindak pidana khusus seperti halnya
dari tahanan. Perbedaan terutama ditinjau dari segi hukum maupun alasan
16
Martiman Prodjohamidjojo, Opcit, hal.131
orang lain yang bertindak menjamin penangguhan.
“cooruptus”. Kata “corruptie” berasal dari kata Latin yang tua yaitu
merusak yang secara luas diartikan yaitu gejala para pejabat badan-badan
adalah:
ketidakjujuran;
17
Lilik Mulyadi.,Tindak Pidana Korupsi Di Indonesia, Normatif, Teoritis, Praktik,dan
Masalahnya (Bandung: Alumni, 2007), hal. 78.
18
Andi Hamzah., Korupsi Di Indonesia, Masalah dan Pemecehannya, (Jakarta:
Gramedia, 1984), hal. 9.
bersifat buruk, misalnya perbuatan yang jahat dan tercela
yang korup.19
19
Lilik Mulyadi., Op. cit., hal. 78-79.
20
Yudi Kristiana, Independensi Kejaksaan Dalam Penyidikan Korupsi, PT Citra
Aditya Bakti,.2006, hal 78.
tahap yang lain dan setiap tahap berhubungan erat dan saling mendukung
satu sama lain. Oleh karena itu proses penanganan perkara pidana
antara lain:
c. Kewenangan Hakim
1) Hakim Pengadilan Negeri
Hakim Pengadilan Negeri, guna kepentingan pemeriksaan
berwenang mengeluarkan surat perintah penahanan untuk paling
lama tiga puluh hari. Apabila digunakan untuk kepentingan
pemeriksaan yang belum selesai, dapat diperpanjang oleh ketua
Pengadilan Negeri tersebut paling lama enam puluh hari.
Ketentuan sebagaimana tersebut di atas, tidak menutup
21
Darwan Prinst, 2002, Pemberantasan Tindok pidana Korupsi, Citra Aditya Bakti,
Bandung, hlm. 92
22
Evi Hartanti, 2005, Tindak Pidana Korupsi. Sinar Grafika, Jakarta. hlm. 39
kemungkinan dikeluarkannya terdakwa dari tahanan sebelum
berakhir waktu penahanan tersebut, jika kepentingan
pemeriksaan sudah terpenuhi.
2) Hakim Pengadilan Tinggi
Hakim Pengadilan Tinggi guna kepentingan pemeriksaan
banding berwenang mengeluarkan surat perintah penahanan
untuk paling lama tiga puluh hari. Apabila diperlukan guna
kepentingan pemeriksaan yang belum selesai, dapat
diperpanjang oleh Ketua Pengadilan Tinggi yang
bersangkutan untuk paling lama enam puluh hari. Ketentuan ini
tidak menutup kemungkinan dikeluarkannya tersangka dari
tahanan sebelum berakhir waktu penahanan tersebut, jika
kepentingan pemeriksaan sudah terpenuhi.
3) Hakim Mahkamah Agung
Hakim Mahkamah Agung, guna kepentingan
pemeriksaan kasasi berwenang mengeluarkan surat perintah
penahanan untuk paling lama lima puluh hari. Apabila
digunakan untuk kepentingan pemeriksaan yang belum selesai
dapat diperpanjang oleh Ketua Mahkamah Agung untuk paling
lama enam puluh hari.
F. METODE PENELITIAN
a. Jenis Penelitian
Penelitian yang dipakai dalam penulisan ini yaitu jenis penelitian hukum
sosial yang lain .24 Secara khusus, penelitian ini mencoba menggambarkan
legal-research).
b. Sifat Penelitian
penelitian ini termasuk ke dalam bentuk penelitian evaluatif yaitu merupakan suatu
dijalankan.
23
Peter Mahmud Marzuki, 2006, Penelitian Hukum. Jakarta: Kencana Prenada Media
Group. Hlm 35
24
Amiruddin dan Zainal Asikin. 2004. Pengantar Metode Penelitian Hukum Jakarta
Rajawali. Hlm 133
Sementara dilihat dari tujuannya, penelitian ini merupakan penelitian fact
dilihat dari penerapannya, penelitian ini termasuk dalam penelitian terapan yaitu
c. Pendekatan Penelitian
Soerjono Soekanto, 1986 : 238) adalah merupakan suatu upaya yang berlanjut,
berulang, dan terus menerus.25 Definisi dari metode kualitatif adalah suatu tata cara
dinyatakan oleh responden secara tertulis atau lisan dan juga perilakunya yang
d. Lokasi Penelitian
perkara tindak pidana korupsi yang terjadi. Penelitian ini dimaksudkan untuk
25
Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, Jakarta : UI PRESS, 1986, hlm 238
26
Ibid, hlm 50
mengetahui eksistensi penahanan dalam proses pemeriksaan perkara tindak
pidana korupsi.
dengan sifat yang sama.27 Penetapkan populasi dalam hal ini yaitu para pihak
seluruh jumlah populasi yang diteliti. Dalam hal ini orang-orang yang
Jenis data yang digunakan dalam pnelitian ini adalah data primer dan
data sekunder. Data primer, yaitu data dan informasi yang diperoleh secara
pihak terkait dengan penulisan proposal ini. Sedangkan data sekunder, yaitu
data atau dokumen yang diperoleh dari instansi terkait di lokasi penelitian.
27
Bambang Sunggono, Metode Penelitian Hukum, Raja grafindo persada, jakarta, hlm 118.
Adapun sumber data yang diperoleh, yaitu melalui hasil wawancara
pemutus perkara tindak pidana korupsi, para Advokat serta para akademisi.
h . Analisis Data
Data-data yang telah diperoleh baik dari data primer maupun sekunder,
Dalam penelitian Kualitatif, analisis data dilakukan sejak awal dan terus
Umumnya, analisis data dapat dilakukan dalam empat tahapan kegiatan yaitu:
1) Tahap pengumpulan data
Tahap ini, data yang telah diperoleh sejak awal penelitian dan data
3) Tahap penyajian
Pada tahap ini, proses menganalisis dan mencari makna serta data-data
Penulisan Tugas Akhir ini membutuhkan waktu selama 150 hari dengan
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Rumusan Masalah
A. Pengertian Penahanan
B. Lokasi Penelitian
F. Analisis Data
A. Kesimpulan
B. Saran
DAFTAR PUSTAKA
A. Buku
Gramedia, 1984
Loebby Loqman dalam Mien Rukmini, 2003, Perlindungan HAM Melalui Asas
Praduga Tidak Bersalah Dan Asas Persamaan Kedudukan Dalam Hukum Pada
Bakti, Bandung,
B. Internet
http://news.okezone.com/read/2009/11/20/340/277729/340/hakim-menitikkan-air-
2014
file:///C:/Users/acer/Documents/Dasni%20Yuzar%20Jadi%20Tahanan%20Kota%
file:///C:/Users/acer/Documents/Mekanisme%20Penahanan%20Dalam%20Proses
%20 Peradilan%20Hukum%20Pidana%20~%20Higinus%20Wilbrot.html
file:///C:/Users/acer/Documents/KORUPSI%20DI%20INDONESIA.html diakses
27 Desember 2014
Desember 2014