OLEH:
KELOMPOK II
SUDARMING
MUAMAR QADAR
M. RIDWAN TAHIR
AHMAD JAMALUDDIN
Matematika sebagai subjek kajian dimulai pada abad ke enam SM. Pythagoras
membuat istilah ―mathematics‖ dari bahasa Yunani ―mathema‖ yang berarti ―materi
pelajaran‖ (Heath, 1981). Bangsa Yunani memberi sumbangan antara lain berpikir deduktif
dan keketatan dalam pembuktian. Bangsa-bangsa lain juga memberi sumbangan terhadap
perkembangan matematika, seperti Cina dengan nilai tempat (Joseph, 1991), Budaya Hindu-
Arab dengan sistem lambang bilangan dan aturan operasi bilangan yang dibawa oleh budaya
Islam ke budaya Barat (Kaplan, 1999). Budaya Islam membangun dan mengembangkan
matematika sehingga dikenal di Eropa. Pada waktu itu banyak buku matematika berbahasa
Yunani da Aranb diterjemahkan ke dalam Bahasa Latin. Pada Abad Pertengahan,
perkembangan matematika mengalami kemandegan dan baru pada sekitar Abad 16 mulai
berkembang lagi.
Pada Abad 17 konsep logaritma, dikembangkan oleh Napier dan Bürgi, geometri
analitik oleh René Descartes, notasi desimal oleh Simon Stevin, secara terpisah kalkulus oleh
Newton dan Leibniz, dan teori probabilitas oleh Fermat dan Pascal (Eves, 1976). Pada Abad
18, Euler mengembangkan Teori Graph dengan problem Jembatan Königsberg yang amat
terkenal (Gerald, 2006). Ia juga memberi sumbangan yang signifikan terhadap topologi,
kalkulus, kombinatorik dan analisis kompleks. Salah satu rumus yang terkenal dari Euler
ialah V − E + F = 2, formula yang menghubungkan antara banyaknya sisi, titik sudut
(vertice), dan rusuk (edges) dalam polyhedron yang konveks. Lagrange yang memberi
sumbangan antara lain pada teori bilangan, aljabar, dan kalkulus diferensial. Abad 20
kecenderungannya sama dengan Abad 19, yaitu meningkatnya generalisasi dan abstraksi
dalam matematika, dimana gagasan aksioma sebagai pernyataan yang tidak menuntut bukti
(self-evident truth) banyak dibuang dalam rangka memberi penekanan pada konsep-konsep
logis seperti konsistensi dan kelengkapan (Eves, 1976). Tokoh-tokoh matematika pada Abad
19 dan Abad 20 antara lain Gauss, Lobachevsky, Boole, Hilbert, Cantor, Bolyai, Riemann,
Brouwer, Russell, Whitehead, dan Srinivasa Ramanujan. Pada abad ini matematika
mengalami perkembangan cukup pesat dan semakin abstrak. Topik-topik yang termasuk baru
antara lain geometri Non Euclides. Boole mengembangkan aljabar boole. Teori grup, teori
knot, teori analisis fungsional,topologi, teori catastrophe, teori keos (chaos), teori model,
teori kategori, teori permainan, teori kompleksits dsb, semakin berkembang pada dua abad
ini. Di bidang logika dan filsafat matematika muncul tokoh-tokoh seperti Brouwer, Russell,
Whitehead, dan Wittgenstein.
Banyak definisi matematika yang dirumuskan oleh para matematikawan dan tidak
ada definisi yang dapat disepakati oleh semua ahli. Beberapa pendapat tenatang matematika
antara lain bahwa matematika bersifat abstrak dan berasal dari abstraksi dan generalisasi dari
benda-benda khusus dan gejala-gejala umum (Eves and Newsom ,1964), bersifat deduktif
aksiomatik (Russell dalam Hadiwidjojo, 1986), dapat dipandang sebagai bahasa yang sangat
simbolis (Kline dalam Suriasumantri, 1983). Sebagai bahasa, matematika dapat
menjembatani antara manusia dan alam, antara dunia batin dan dunia lahir. Matematika juga
merupakan alat pikiran, bahasa ilmu, tata cara pengetahuan, dan penarikan kesimpulan secara
deduktif. Bahkan ada ahli matematika yang mengatakan matematika itu seni. Freudhental
dalam Marpaung (2003) mengatakan bahwa matematika adalah suatu aktivitas manusia.
Matematika dapat dianggap sebagai proses dan alat pemecahan masalah (mathematics as
problem solving), proses dan alat berkomunikasi (mathematics as communication), proses
dan alat penalaran (mathematics as resoning). Definisi yang lebih lengkap mengatakan
bahwa matematika merupakan kumpulan teori-teori yang bersifat deduktif hipotetis, setiap
teori merupakan sebuah sistem tertentu dari pengertian pangkal yang tak diterangkan, simbol-
simbol dan titik tolak berpikir yang tak dibuktikan, tetapi ajeg (aksioma atau postulat) dan
teorema yang dapat diturunkan secara logis yang semata-mata mengikuti proses-proses
deduktif (Fitch dalam Eves and Newsom, 1964). Semua definisi memberi ciri kepada
matematika yaitu abstrak, umum, dan memusatkan perhatiannya pada pola dan struktur
(Schaaf, 1966). Sifat general mengandung arti bahwa matematika semakin lama semakin
umum dan mempunyai lingkup penerapan yang lebih luas. Awalnya orang mengenal bilangan
asli, lalu bilangan cacah, bilangan bulat dst. Sifat komutatif penjumlahan yang mulanya
dikenal dan berlaku di himpunan bilangan asli, selanjutnya dapat dikenakan pada himpunan
yang lebih luas. matematika dibutuhkan oleh semua ilmu pengetahuan, sehingga dikatakan
Mathematics is a servant of sciences.Lambang atau simbol sangat diperlukan oleh para ahli
matematika untuk tukar ide atau gagasan. Kelebihan simbol dalam matematika adalah dapat
mewakili gagasan secara tepat dan efisien. Matematika sesuai dengan sistemnya bersifat
konsisten, logis, dan otonom. Beberapa topik matematika dapat dikembangkan tanpa
dukungan atau campur tangan ilmu yang lain, sehingga dikatakan Mathematics is a queen of
scienses. Di lain pihak, matematika dibutuhkan oleh semua ilmu pengetahuan, sehingga
dikatakan Mathematics is a servant of sciences.
B. PEMBAHASAN
1. Kajian Ontologi Matematika
Bilangan asli juga dapat dijelaskan sebagai hasil proses abstraksi benda-benda
konkrit. Manusia sesungguhnya adalah benda konkrit, foto manusia merupakan gambar
manusia yang sudah berkurang tingkat kekonkritannya. Apabila tingkat kekongkritan
diturunkan dan tingkat keabstrakannya ditingkatkan maka dapat diperoleh gambar sketsa,
tally, dan akhirnya angka. Gambar 3.1 memuat foto atau gambar ahli-ahli matematika
berturut-turut adalah Pythagoras, Muh ḥammad bin Mūsā al-Khawārizmī, Sir Isaac
Newton, Gottfried Wilhelm von Leibniz, .dan Kurt Friedrich Gödel. Lima tokoh
matematika itu dapat digambarkan dengan sket yang sederhana yang tetap
memperlihatkan seorang manusis, seperti pada Gambar 3.2. Selanjutnya dengan cara
lebih abstrak dapat dinyatakan dengan diagram batang dan akhirnya dengan lambang
bilangan (angka) ―5‖. Angka ―5‖ adalah nama atau lambang bilangan yang secara lesan
diucapkan ―lima‖ (Bahasa Indonesia), ―five‖ (Bahasa Inggris), dsb. Proses ini adalah
proses abstraksi yang bergerak dari konkrit, semi konkrit, semi abstrak, dan abtraks.
Dalam hal ini, esensi yang diperhatikan semata-mata hanyalah kuantitas dan
mengabaikan yang lain seperti bangsa, agama, tempat tinggal, bentuk fisik, dsb.
1. Pak Karya menjala ikan lele di sungai dan dimasukkan ke dalam kantung. Di
tengah perjalanan ia memberi tiga ekor kepada cucunya. Sampai di rumah
dihitung masih tujuh ekor. Berapa ekor banyaknya ikan lele yang dijala pak
Karya?
3. Sebuah bus kota berangkat dari terminal dengan sejumlah penumpang. Sampai di
halte pertama turun tiga orang penumpang dan tidak ada yang naik. Menjelang
sampai di halte kedua, terdapat tujuh orang penumpang. Berapakah banyaknya
penumpang pada waktu bus meninggalkan terminal?
Matematika adalah ilmu deduktif, yang dimulai dari premis tertentu, setelah diterima
melalui proses yang ketat dari deduksi di berbagai teorema yang ada. Memang benar
bahwa dalam deduksi masa lalu, matematika sering sangat kurang tajam, namun
demikian, sejauh ketegasan yang kurang dalam bukti matematis atau bukti yang rusak,
maka tidak akan ada pembelaan yang mendesak akal sehat untuk menunjukkan hasil yang
benar, karena jika kita mengandalkan itu, maka akan lebih baik untuk membuang
argumen/bukti rusak yang sama sekali tidak digunakan, ketimbang membawa kekeliruan
dalam akal sehat. Tidak ada bandingan untuk akal sehat, atau “intuisi” atau apa pun
kecuali logika deduktif yang ketat, yang seharusnya diperlukan dalam matematika setelah
premis ditetapkan (Russel, 1919).
Ernest (1991) menjelaskan bahwa pendekatan epistemologi yang secara luas diadopsi
adalah dengan mengasumsikan bahwa pengetahuan dalam bidang apapun diwakili oleh
seperangkat proposisi bersama dengan prosedur untuk memverifikasi kebenarannya. Atas
dasar ini, pengetahuan matematika terdiri dari satu set proposisi bersama dengan bukti-
buktinya.
Menurut Ernest (1991) secara tradisional filsafat matematika telah melihat tugasnya
sebagai penyedia landasan suatu kepastian pengetahuan matematika. Artinya,
menyediakan sistem dimana pengetahuan matematika dapat dibangun secara sistematis
kebenarannya. Hal ini tergantung pada asumsi, yang diadopsi secara luas, secara implisit
jika tidak secara eksplisit. Pengetahuan apriori terdiri dari proposisi yang menegaskan
atas dasar alasan saja, tanpa jaminan untuk dilakukan pengamatan di dunia. Alasan
tersebut terdiri dari penggunaan logika deduktif dan makna dari istilah yang dapat
ditemukan dalam definisi. Sebaliknya, pengetahuan posteriori terdiri dari proposisi
menegaskan atas dasar pengalaman, yaitu, berdasarkan pengamatan dari dunia.
Wittgenstein (1978) dalam Suyitno (2012) menjelaskan bahwa aksioma diitetapkan untuk
suatu tujuan tertentu tanpa melihat realisasinya, disusun bukan untuk mengekspresikan
pengalaman, tetapi untuk mengekspresikan ketidakmungkinan membayangkan sesuatu
yang berbeda. Aksioma ditetapkan berdasarkan kesepakatan. Aksioma dibutuhkan karena
penalaran deduktif membutuhkan premis. Premis itu harus merupakan suatu pernyataan
yang bukan merupakan hasil penalaran deduktif, maka aksioma harus benar dengan
sendirinya (self evident trust, tidak memerlukan bukti). Aksioma memuat undefined
element dan relasi diantaranya (Soehakso dalam Suyitno, 2012). Semua pernyataan
matematika harus taat terhadap aksioma. Cara memperoleh aksioma diawali dengan
menetapkan unsur yang tidak diketahui (undefined term), mendefinisikan konsep, dan
kemudian menetapkan suatu pernyataan dasar atau asumsi dasar yang disebut aksioma.
Konsep-konsep dan aksioma dijadikan dasar penalaran untuk memperoleh konklusi
(Suyitno, 2012).
Hintikka (2000) menjelaskan bahwa filosofi matematika adalah bentuk paradigmatik dari
apa yang dikenal sebagai pendekatan logis untuk matematika. Tesis utamanya adalah (a)
bahwa kebenaran matematika adalah suatu analisis priori dan (b) bahwa matematika
adalah cabang logika. Tesis kedua dapat dipandang sebagai cara untuk membantu tesis
yang pertama. Dengan kata lain, (a) proposisi matematika tidak dapat dibantah oleh bukti
empiris, tetapi juga melalui analisis. Tesis kedua (b) mengenai status matematika sebagai
cabang logika berarti bahwa (a) semua konsep matematika, yaitu, aritmatika, aljabar dan
analisis dapat didefinisikan dalam konsep logika murni, (b) semua teorema matematika
dapat dideduksi dari definisi melalui prinsip-prinsip logika.
Suyitno Hardi. 2014. Pengenalan Filsafat Matematika.. Semarang: Universitas Negeri Semarang.