Disusun oleh :
TEKNIK OTOMOTIF
FAKULTAS TEKNIK
2018
BAB I
PENDAHULUAN
2.1 Etika
Kata etik (atau etika) berasal dari bahasa Yunani “ethos” yang berarti
karakter, watak kesusilaan atau adat. Dalam kamus umum Bahasa Indonesia, etika
diartikan sebagai ilmu pengetahuan tentang azaz-azaz akhlak (moral). Dari
pengertian kebahasaan ini terlihat bahwa etika berhubungan dengan upaya
menentukan tingkah laku manusia.
Menurut Martin (1993), etika didefinisikan sebagai “the discpline
which can act as the performance index or reference for our control system”.
Dengan demikian, etika akan memberikan semacam batasan maupun standar yang
akan mengatur pergaulan manusia di dalam kelompok sosialnya. Dalam
pengertiannya yang secara khusus dikaitkan dengan seni pergaulan manusia, etika
ini kemudian dirupakan dalam bentuk aturan (code) tertulis yang secara sistematik
sengaja dibuat berdasarkan prinsip-prinsip moral yang ada dan pada saat yang
dibutuhkan akan bisa difungsikan sebagai alat untuk menghakimi segala macam
tindakan yang secara logika rasional umum (common sense) dinilai menyimpang
dari kode etik. Dengan demikian etika adalah refleksi dari apa yang disebut dengan
“self control”, karena segala sesuatunya dibuat dan diterapkan dari dan untuk
kepentingan kelompok sosial (profesi) itu sendiri. Adapun arti etika dari segi istilah,
telah dikemukakan para ahli dengan ungkapan yang berbeda-beda sesuai dengan
sudut pandangnya.
Drs. O.P. Simorangkir : etika atau etik sebagai pandangan manusia dalam
berprilaku menurut ukuran dan nilai yang baik.
Drs. Sidi Gajalba dalam sistematika filsafat : etika adalah teori tentang tingkah
laku perbuatan manusia dipandang dari seg baik dan buruk, sejauh yang dapat
ditentukan oleh akal.
Drs. H. Burhanudin Salam : etika adalah cabang filsafat yang berbicara mengenai
nilai dan norma moral yang menentukan prilaku manusia dalam hidupnya.
Dari definisi etika tersebut diatas, dapat segera diketahui bahwa etika berhubungan
dengan empat hal sebagai berikut.
Ketiga, dilihat dari segi fungsinya, etika berfungsi sebagai penilai, penentu dan
penetap terhadap sesuatu perbuatan yang dilakukan oleh manusia, yaitu apakah
perbuatan tersebut akan dinilai baik, buruk, mulia, terhormat, hina dan sebagainya.
Dengan demikian etika lebih berperan sebagai konseptor terhadap sejumlah
perilaku yang dilaksanakan oleh manusia. Etika lebih mengacu kepada pengkajian
sistem nilai-nilai yang ada.
Keempat, dilihat dari segi sifatnya, etika bersifat relatif yakni dapat berubah-ubah
sesuai dengan tuntutan zaman. Ada dua macam etika yang harus kita pahami
bersama dalam menentukan baik dan buruknya prilaku manusia:
1. ETIKA DESKRIPTIF, yaitu etika yang berusaha meneropong secara kritis dan
rasional sikap dan prilaku manusia dan apa yang dikejar oleh manusia dalam hidup
ini sebagai sesuatu yang bernilai. Etika deskriptif memberikan fakta sebagai dasar
untuk mengambil keputusan tentang prilaku atau sikap yang mau diambil.
2. ETIKA NORMATIF, yaitu etika yang berusaha menetapkan berbagai sikap dan
pola prilaku ideal yang seharusnya dimiliki oleh manusia dalam hidup ini sebagai
sesuatu yang bernilai. Etika normatif memberi penilaian sekaligus memberi norma
sebagai dasar dan kerangka tindakan yang akan diputuskan. Etika secara umum
dapat dibagi menjadi:
a. ETIKA UMUM, berbicara mengenai kondisi-kondisi dasar bagaimana manusia
bertindak secara etis, bagaimana manusia mengambil keputusan etis, teori-teori
etika dan prinsip-prinsip moral dasar yang menjadi pegangan bagi manusia dalam
bertindak serta tolak ukur dalam menilai baik atau buruknya suatu tindakan. Etika
umum dapat dianalogkan dengan ilmu pengetahuan, yang membahas mengenai
pengertian umum dan teoriteori.
b. ETIKA KHUSUS, merupakan penerapan prinsip-prinsip moral dasar dalam
bidang kehidupan yang khusus. Penerapan ini bisa berwujud : Bagaimana saya
mengambil keputusan dan bertindak dalam bidang kehidupan dan kegiatan khusus
yang saya lakukan, yang didasari oleh cara, teori dan prinsip-prinsip moral dasar.
Namun, penerapan itu dapat juga berwujud: Bagaimana saya menilai perilaku saya
dan orang lain dalam bidang kegiatan dan kehidupan khusus yang dilatarbelakangi
oleh kondisi yang memungkinkan manusia bertindak etis: cara bagaimana manusia
mengambil suatu keputusan atau tidanakn, dan teori serta prinsip moral dasar yang
ada dibaliknya.
ETIKA KHUSUS dibagi lagi menjadi dua bagian:
a) Etika individual, yaitu menyangkut kewajiban dan sikap manusia terhadap
dirinya sendiri. b) Etika sosial, yaitu berbicara mengenai kewajiban, sikap dan pola
perilaku manusia sebagai anggota umat manusia.
Perlu diperhatikan bahwa etika individual dan etika sosial tidak dapat
dipisahkan satu sama lain dengan tajam, karena kewajiban manusia terhadap diri
sendiri dan sebagai anggota umat manusia saling berkaitan. Etika sosial
menyangkut hubungan manusia dengan manusia baik secara langsung maupun
secara kelembagaan (keluarga, masyarakat, negara), sikap kritis terhadpa
pandangan pandangan dunia dan ideologi-ideologi maupun tanggungjawab umat
manusia terhadap lingkungan hidup. Dengan demikian luasnya lingkup dari etika
sosial, maka etika sosial ini terbagi atau terpecah menjadi banyak bagian atau
bidang.
Dan pembahasan bidang yang paling aktual saat ini adalah sebagai berikut :
1. Sikap terhadap sesama
2. Etika keluarga
3. Etika profesi
4. Etika politik
5. Etika lingkungan
6. Etika ideologi
SISTEM PENILAIAN ETIKA :
Titik berat penilaian etika sebagai suatu ilmu, adalah pada perbuatan
baik atau jahat, susila atau tidak susila.
Perbuatan atau kelakuan seseorang yang telah menjadi sifat baginya atau
telah mendarah daging, itulah yang disebut akhlak atau budi pekerti.
Budi tumbuhnya dalam jiwa, bila telah dilahirkan dalam bentuk
perbuatan namanya pekerti. Jadi suatu budi pekerti, pangkal
penilaiannya adalah dari dalam jiwa; dari semasih berupa angan-angan,
cita-cita, niat hati, sampai ia lahir keluar berupa perbuatan nyata.
Burhanuddin Salam, Drs. menjelaskan bahwa sesuatu perbuatan di nilai
pada 3 (tiga) tingkat :
a. Tingkat pertama, semasih belum lahir menjadi perbuatan, jadi masih
berupa rencana dalam hati, niat.
b. Tingkat kedua, setelah lahir menjadi perbuatan nyata, yaitu pekerti.
c. Tingkat ketiga, akibat atau hasil perbuatan tersebut, yaitu baik atau
buruk.
2.2 Profesi
Kita tidak hanya mengenal istilah profesi untuk bidang-bidang pekerjaan
seperti kedokteran, guru, militer, pengacara, dan semacamnya, tetapi meluas
sampai mencakup pula bidang seperti manajer, wartawan, pelukis, penyanyi, artis,
sekretaris dan sebagainya. Sejalan dengan itu, menurut DE GEORGE, timbul
kebingungan mengenai pengertian profesi itu sendiri, sehubungan dengan istilah
profesi dan profesional. Kebingungan ini timbul karena banyak orang yang
profesional tidak atau belum tentu termasuk dalam pengertian profesi. Berikut
pengertian profesi dan profesional menurut DE GEORGE:
PROFESI:
Mengandalkan suatu keterampilan atau keahlian khusus.
Dilaksanakan sebagai suatu pekerjaan atau kegiatan utama (purna waktu).
Dilaksanakan sebagai sumber utama nafkah hidup.
Dilaksanakan dengan keterlibatan pribadi yang mendalam.
PROFESIONAL :
Orang yang tahu akan keahlian dan keterampilannya.
Meluangkan seluruh waktunya untuk pekerjaan atau kegiatannya itu.
Hidup dari situ.
Bangga akan pekerjaannya.
CIRI-CIRI PROFESI
Secara umum ada beberapa ciri atau sifat yang selalu melekat pada profesi, yaitu :
1. Adanya pengetahuan khusus, yang biasanya keahlian dan keterampilan ini
dimiliki berkat pendidikan, pelatihan dan pengalaman yang bertahuntahun.
2. Adanya kaidah dan standar moral yang sangat tinggi. Hal ini biasanya setiap
pelaku profesi mendasarkan kegiatannya pada kode etik profesi.
3. Mengabdi pada kepentingan masyarakat, artinya setiap pelaksana profesi
harus meletakkan kepentingan pribadi di bawah kepentingan masyarakat.
4. Ada izin khusus untuk menjalankan suatu profesi. Setiap profesi akan selalu
berkaitan dengan kepentingan masyarakat, dimana nilai-nilai kemanusiaan
berupa keselamatan, keamanan, kelangsungan hidup dan sebagainya, maka
untuk menjalankan suatu profesi harus terlebih dahulu ada izin khusus.
5. Kaum profesional biasanya menjadi anggota dari suatu profesi.
Dengan melihat ciri-ciri umum profesi di atas, kita dapat menyimpulkan bahwa
kaum profesional adalah orang-orang yang memiliki tolak ukur perilaku yang
berada di atas rata-rata. Di satu pihak ada tuntutan dan tantangan yang sangat berat,
tetapi di lain pihak ada suatu kejelasan mengenai pola perilaku yang baik dalam
rangka kepentingan masyarakat. Seandainya semua bidang kehidupan dan bidang
kegiatan menerapkan suatu standar profesional yang tinggi, bisa diharapkan akan
tercipta suatu kualitas masyarakat yang semakin baik.
2.3 Etika Profesi
Dari penjelasan-penjelasan sebelumnya mengenai etika dan profesi di atas, kita
bisa melihat bahwa ETIKA PROFESI merupakan bidang etika khusus atau terapan
yang merupakan produk dari etika sosial. Poin-poin penting dalam etika profesi:
Etika profesi merupakan nilai benar-salah dan baik-buruk yang terkait dengan
pekerjaan profesional.
Nilai-nilai tersebut terkait dengan prinsip-prinsip profesionalisme
(kapabilitas teknis, kualitas kerja, komitmen pada profesi).
Dapat dirumuskan ke dalam kode etik profesional yang berlaku secara
universal Kata hati atau niat biasa juga disebut karsa atau kehendak, kemauan.
Dan isi dari karsa inilah yang akan direalisasikan oleh perbuatan. Dalam hal
merealisasikan ini ada 4 (empat) variabel yang terjadi:
a. Tujuannya baik, tetapi cara untuk mencapainya yang tidak baik.
b. Tujuannya yang tidak baik, cara mencapainya ; kelihatannya baik.
c. Tujuannya tidak baik, dan cara mencapainya juga tidak baik.
d. Tujuannya baik, dan cara mencapainya juga terlihat baik.
3. Otonomi
Prinsip yang dituntut oleh kalangan profesional terhadap dunia luar
agar mereka diberikan kebebasan sepenuhnya dalam menjalankan
profesinya. Ini lebih merupakan prinsip yang dituntut oleh kalangan
profesional terhadap dunia luar agar mereka diberi kebebasan sepenuhnya
dalam menjalankan profesinya. Sebenarnya ini merupakan kensekuensi dari
hakikat profesi itu sendiri. Karena, hanya kaum profesional ahli dan
terampil dalam bidang profesinya, tidak boleh ada pihak luar yang ikut
campur tangan dalam pelaksanaan profesi tersebut. ini terutama ditujukan
kepada pihak pemerintah. Yaitu, bahwa pemerintah harus menghargai
otonomi profesi yang bersangkutan dan karena itu tidak boleh mencampuri
urusan pelaksanaan profesi tersebut. Otonomi ini juga penting agar kaum
profesional itu bisa secara bebas mengembangkan profesinya, bisa
melakukan inovasi, dan kreasi tertentu yang kiranya berguna bagi
perkembangan profesi itu dan kepentingan masyarakat luas. Namun begitu
tetap saja seorang profesional harus diberikan rambu-rambu / peraturan
yang dibuat oleh pemerintah untuk membatasi / meminimalisir adanya
pelanggaran yang dilakukan terhadap etika profesi, dan tentu saja peraturan
tersebut ditegakkan oleh pemerintah tanpa campur tangan langsung
terhadap profesi yang dikerjakan oleh profesional tersebut.
Hanya saja otonomi ini punya batas-batasnya juga. Pertama, prinsip
otonomi dibatasi oleh tanggung jawab dan komitmen profesional (keahlian
dan moral) atas kemajuan profesi tersebut serta (dampaknya pada)
kepentingan masyarakat. Jadi, otonomi ini hanya berlaku sejauh disertai
dengan tanggung jawab profesional. Secara khusus, dibatasi oleh tanggung
jawab bahwa orang yang profesional itu, dalam menjalankan profesinya
secara otonom, tidak sampai akan merugikan hak dan kewajiban pihak lain.
Kedua, otonomi juga dibatasi dalam pengertian bahwa kendati pemerintah
di tempat pertama menghargai otonom kaum profesional, pemerintah tetap
menjaga, dan pada waktunya malah ikut campur tangan, agar pelaksanaan
profesi tertentu tidak sampai merugikan kepentingan umum. Jadi, otonomi
itu hanya berlaku sejauh tidak sampai merugikan kepentingan bersama.
Dengan kata lain, kaum profesional memang otonom dan bebas dalam
menjalankan tugas profesinya asalkan tidak merugikan hak dan kepentingan
pihak tetentu, termasuk kepentingan umum. Sebaliknya, kalau hak dan
kepentingan pihak tertentu dilanggar, maka otonomi profesi tidak lagi
berlaku dan karena itu pemerintah wajib ikut campur tangan dengan
menindak pihak yang merugikan pihak lain tadi. Jadi campur tangan
pemerintah disini hanya sebatas pembuatan dan penegakan etika profesi saja
agar tidak merugikan kepentingan umum dan tanpa mencampuri profesi itu
sendiri. Adapun kesimpangsiuran dalam hal campur tangan pemerintah ini
adalah dapat dimisalkan adanya oknum salah seorang pegawai departemen
agama pada profesi penghulu, yang misalnya saja untuk menikahkan
sepasang pengantin dia meminta bayaran jauh lebih besar daripada
peraturan yang telah ditetapkan oleh Pemerintah.
4. Prinsip Integritas Moral
Seorang yang profesional adalah orang yang mempunyai integritas pribadi
atau moral yang tinggi. Berdasarkan hakikat dan ciri-ciri profesi di atas
terlihat jelas bahwa orang yang profesional adalah juga orang yang punya
integritas pribadi atau moral yang tinggi. Karena, ia mempunyai komitmen
pribadi untuk menjaga keluhuran profesinya, nama baiknya dan juga
kepentingan orang lain dan masyarakat. Dengan demikian, sebenarnya
prinsip ini merupakan tuntutan kaum profesional atas dirinya sendiri bahwa
dalam menjalankan tugas profesinya ia tidak akan sampai merusak nama
baiknya serta citra dan martabat profesinya. Maka, ia sendiri akan menuntut
dirinya sendiri untuk bertanggung jawab atas profesinya serta tidak
melecehkan nilai yang dijunjung tinggi dan diperjuangkan profesinya.
Karena itu, pertama, ia tidak akan mudah kalah dan menyerah pada godaan
atau bujukan apa pun untuk lari atau melakukan tindakan yang melanggar
niali uang dijunjung tinggi profesinya. Seorang hakim yang punya integritas
moral yang tinggi menuntut dirinya untuk tidak mudah kalah dan menyerah
atas bujukan apa pun untuk memutuskan perkara yang bertentangan dengan
prinsip keadilan sebagai nilai tertinggi yang diperjuangkan profesinya. Ia
tidak akan mudah menyerah terhadap bujukan uang, bahkan terhadap
ancaman teror, fitnah, kekuasaan dan semacamnya demi mempertahankan
dan menegakkan keadilan. Kendati, ia malah sebaliknya malu kalau
bertindak tidak sesuai dengan niali-nilai moral, khususnya nilai yang
melekat pada dan diperjuangkan profesinya. Sikap malu ini terutama
diperlihatkan dengan mundur dari jabatan atau profesinya. Bahkan, ia rela
mati hanya demi memepertahankan kebenaran nilai yang dijunjungnya itu.
Dengan kata lain, prinsip integritas moral menunjukan bahwa orang tersebut
punya pendirian yang teguh, khususnya dalam memperjuangjan nilai yang
dianut profesinya. Biasanya hal ini (keteguhan pendirian) tidak bisa didapat
secara langsung oleh pelaku profesi (profesional), misalnya saja seorang
yang baru lulus dari fakultas kedokteran tidak akan langsung dapat
menjalankan seluruh profesi kedokterannya tersebut, melainkan dengan
pengalaman (jam terbang) dokter tersebut dalam melayani masyarakat.
Selanjutnya, seorang yang profesional adalah seseorang yang menjalankan
profesinya secara benar dan melakukan menurut etika dan garis-garis
profesionalisme yang berlaku pada profesional tersebut. Untuk menjadi seorang
profesional, seseorang yang melakukan pekerjaan dituntut untuk memiliki beberapa
sikap sebagai berikut:
1. Komitmen Tinggi
Seorang profesional harus mempunyai komitmen yang kuat pada
pekerjaan yang sedang dilakukannya.
2. Berfikir Sistematis
Seorang profesional harus mampu berfikir sistematis tentang apa
yang dilakukan dan belajar dari pengalamannya.
3. Penguasaan Materi
Seorang profesional harus menguasai secara mendalam bahan dan
materi pekerjaan yang sedang dilakukannya.
BAB III
KESIMPULAN
Pada bab sebelumnya telah dijelaskan banyak hal mengenai etika profesi.
Karena itu, dari penjelasan-penjelasan tersebut dapat ditarik kesimpulan sebagai
berikut:
1. Etika merupakan konsep mengenai cara berperilaku terhadap sesama
manusia yang bersumber dari akal pikiran dan berfungsi menilai baik-buruknya
perbuatan manusia tetapi bersifat relatif sesuai perkembangan zaman.
2. Profesi merupakan pekerjaan yang mengandalkan keahlian khusus dan
dijadikan sebagai sumber utama nafkah hidup.
3. Etika profesi merupakan nilai benar-salah perbuatan yang terkait dengan
pekerjaan profesional dan dapat dirumuskan secara tertulis ke dalam kode etik
profesi yang berlaku secara universal.
Selain karena demi kehormatan profesi yang dijalani, hal tersebut juga sangat
penting agar tidak terjadi lagi pelanggaran-pelanggaran kode etik profesi dan
juga meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap profesi tersebut.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. Diktat Kuliah Etika Profesi. Yogyakarta: STMIK El Rahma. Isnanto,
R. Rizal. 2009. Buku Ajar Etika Profesi. Semarang: Universitas Diponegoro.
Kasanah, Nur. 2013. Etika Profesi dan Profesional Bekerja. Jakarta: Direktorat
http://www.tkundip.tripod.com/profesi.html.
http://dian.staff.gunadarma.ac.id/Downloads/files/42717/ETIKA+PROFESI+(
1).p
df.