Anda di halaman 1dari 29

TUGAS KEPERAWATAN JIWA

ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN HALUSINASI

DISUSUN OLEH:

KELOMPOK 6

ABDUSSALAM 20166513001

ANDI DEVI YUSTIKANIDA 20166523009

ERTON 20166513026

EVA YUNITA 20166523028

SURIANI 20166523085

KEMENTERIAN KESEHATAN RI

POLITEKNIK KESEHATAN PONTIANAK

PRODI DIV KEPERAWATAN PONTIANAK


Kata Pengantar
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat-Nya sehingga
Asuhan Keperawatan Jiwa ini dapat tersusun hingga selesai. Tidak lupa kami juga
mengucapkan banyak terimakasih atas bantuan dari pihak yang telah berkontribusi
dengan memberikan sumbangan baik materi maupun pikirannya.

Dan harapan kami semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan
pengalaman bagi para pembaca, untuk kedepannya dapat memperbaiki bentuk
maupun menambah isi tulisan ini agar menjadi lebih baik lagi.

Karena keterbatasan pengetahuan maupun pengalaman kami, kami yakin masih


banyak kekurangan dalam makalah ini, oleh karena itu kami sangat mengharapkan
saran dan kritik yang membangun dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini.

Pontianak, 3 April 2018

Penulis
BAB I
Pendahuluan
1.1 Latar Belakang

Halusinasi merupakan bentuk yang paling sering dari gangguan persepsi. Bentuk
halusinasi berupa suara-suara yang bising atau mendengung, tapi yang paling sering
berupa kata-kata yang tersusun dalam bentuk kalimat yang agak sempurna.
Halusinasi ini kadang-kadang menyenangkan misalnya : bersifat ketiduran acaman
dan lain-lain.

Persepsi merupakan respon dari reseptor sensori terhadap stimulus eksternal, juga
pengenalan dan pemahaman terhadap sensori yang di interpretasikan oleh stimulus
yang di terima. Jika diliputi rasa kecemasan yang mengacu pada respon reseptor
sensori terhadap stimulus. Persepsi juga melibatkan kognitif dan pengertian
emosional akan objek yang dirasakan. Gangguan persepsi dapat terjadi pada proses
sensori penglihatan, pendengaran, penciuman, perabaan dan pengecapan.

Menurut May Durant Thomas (1991) halusinasi secara umum dapat ditemukan pada
pasien gangguan jiwa seperti : Skizofrenia, Depresi, Delirium, dan kondisi yang
berhubungan penggunaan alkohol dan substansi lingkungan.

1.2 Tujuan

Tujuan umum

Agar mahasiswa mampu memahami Asuhan Keperawatan Jiwa.

Tujuan Khusus

1. Mahasiswa dapat memahami konsep teori keperawatan jiwa “Halusinasi


Pendengaran”.

1) Pengertian halusinasi pendengaran

2) Rentang respon halusinasi

3) Penyebab halusinasi
4) Jenis-jenis halusinasi

5) Fase-fase halusinasi

6) Tanda dan gejala halusinasi

7) Pohon masalah halusinasi

2. Mahasiswa dapat memahami konsep Asuhan Keperawatan Jiwa “Gangguan


Persepsi Sensori : Halusinasi Pendengaran”

1) Diagnosa Keperawatan

2) Rencana Keperawatan

3) SPTK
BAB II
Pembahasan
A. DEFINISI

Halusinasi adalah pengalaman panca indera tanpa adanya rangsangan


(stimulus) misalnya penderita mendengar suara-suara, bisikan di telinganya padahal
tidak ada sumber dari suara bisikan itu (Hawari, 2001).

Halusinasi adalah persepsi sensorik yang keliru dan melibatkan panca indera
(Isaacs, 2002).

Halusinasi adalah gangguan penyerapan atau persepsi panca indera tanpa


adanya rangsangan dari luar yang dapat terjadi pada sistem penginderaan dimana
terjadi pada saat kesadaran individu itu penuh dan baik. Maksudnya rangsangan
tersebut terjadi pada saat klien dapat menerima rangsangan dari luar dan dari dalam
diri individu. Dengan kata lain klien berespon terhadap rangsangan yang tidak nyata,
yang hanya dirasakan oleh klien dan tidak dapat dibuktikan (Nasution, 2003).

Halusinasi merupakan gangguan atau perubahan persepsi dimana klien


mempersepsikan sesuatu yang sebenarnya tidak terjadi. Suatu penerapan panca indra
tanpa ada rangsangan dari luar. Suatu penghayatan yang dialami suatu persepsi
melalui panca indra tanpa stimulus eksteren: persepsi palsu (Maramis, 2005).

Halusinasi adalah sensasi panca indera tanpa adanya rangsangan. Klien


merasa melihat, mendengar, membau, ada rasa raba dan rasa kecap meskipun tidak
ada sesuatu rangsang yang tertuju pada kelima indera tersebut (Izzudin, 2005).

Kesimpulannya bahwa halusinasi adalah persepsi klien melalui panca indera


terhadap lingkungan tanpa ada stimulus atau rangsangan yang nyata.
B. MACAM-MACAM HALUSINASI
1. Pendengaran

Mendengar suara atau kebisingan, paling sering suara orang. Suara berbentuk
kebisingan yang kurang jelas sampai kata-kata yang jelas berbicara tentang klien,
bahkan sampai pada percakapan lengkap antara dua orang yang mengalami
halusinasi. Pikiran yang terdengar dimana klien mendengar perkataan bahwa klien
disuruh untuk melakukan sesuatu kadang dapat membahayakan.

2. Penglihatan

Stimulus visual dalam bentuk kilatan cahaya, gambar geometris,gambar


kartun,bayangan yang rumit atau kompleks. Bayangan bias menyenangkan atau
menakutkan seperti melihat monster.

3. Penghidu

Membaui bau-bauan tertentu seperti bau darah, urin, dan feses umumnya bau-bauan
yang tidak menyenangkan. Halusinasi penghidu sering akibat stroke, tumor, kejang,
atau dimensia.

4. Pengecapan

Merasa mengecap rasa seperti rasa darah, urin atau feses.

5. Perabaan

Mengalami nyeri atau ketidaknyamanan tanpa stimulus yang jelas. Rasa tersetrum
listrik yang datang dari tanah, benda mati atau orang lain.
6. Cenesthetic

Merasakan fungsi tubuh seperti aliran darah di vena atau arteri, pencernaan makan
atau pembentukan urine

7. Kinisthetic

Merasakan pergerakan sementara berdiri tanpa bergerak.

C. FAKTOR PREDIPOSISI

Menurut Stuart (2007), faktor predisposisi terjadinya halusinasi adalah:

1. Biologis

Abnormalitas perkembangan sistem saraf yang berhubungan dengan respon


neurobiologis yang maladaptif baru mulai dipahami. Ini ditunjukkan oleh penelitian-
penelitian yang berikut:

a. Penelitian pencitraan otak sudah menunjukkan keterlibatan otak yang lebih luas
dalam perkembangan skizofrenia. Lesi pada daerah frontal, temporal dan limbik
berhubungan dengan perilaku psikotik.

b. Beberapa zat kimia di otak seperti dopamin neurotransmitter yang berlebihan dan
masalah-masalah pada system reseptor dopamin dikaitkan dengan terjadinya
skizofrenia.

c. Pembesaran ventrikel dan penurunan massa kortikal menunjukkan terjadinya atropi


yang signifikan pada otak manusia. Pada anatomi otak klien dengan skizofrenia
kronis, ditemukan pelebaran lateral ventrikel, atropi korteks bagian depan dan atropi
otak kecil (cerebellum). Temuan kelainan anatomi otak tersebut didukung oleh otopsi
(post-mortem).
2. Psikologis

Keluarga, pengasuh dan lingkungan klien sangat mempengaruhi respon dan kondisi
psikologis klien. Salah satu sikap atau keadaan yang dapat mempengaruhi gangguan
orientasi realitas adalah penolakan atau tindakan kekerasan dalam rentang hidup
klien.

3. Sosial Budaya

Kondisi sosial budaya mempengaruhi gangguan orientasi realita seperti: kemiskinan,


konflik sosial budaya (perang, kerusuhan, bencana alam) dan kehidupan yang
terisolasi disertai stress.

D. FAKTOR PRESIPITASI

Secara umum klien dengan gangguan halusinasi timbul gangguan setelah adanya
hubungan yang bermusuhan, tekanan, isolasi, perasaan tidak berguna, putus asa dan
tidak berdaya. Penilaian individu terhadap stressor dan masalah koping dapat
mengindikasikan kemungkinan kekambuhan (Keliat, 2006).

Menurut Stuart (2007), faktor presipitasi terjadinya gangguan halusinasi adalah:

1. Biologis

Gangguan dalam komunikasi dan putaran balik otak, yang mengatur proses informasi
serta abnormalitas pada mekanisme pintu masuk dalam otak yang mengakibatkan
ketidakmampuan untuk secara selektif menanggapi stimulus yang diterima oleh otak
untuk diinterpretasikan.

2. Stress lingkungan

Ambang toleransi terhadap stress yang berinteraksi terhadap stressor lingkungan


untuk menentukan terjadinya gangguan perilaku.
3. Sumber koping

Sumber koping mempengaruhi respon individu dalam menanggapi stressor.

E. MANIFESTASI KLINIK

1. Fase Pertama / comforting / menyenangkan

Pada fase ini klien mengalami kecemasan, stress, perasaan gelisah, kesepian. Klien
mungkin melamun atau memfokukan pikiran pada hal yang menyenangkan untuk
menghilangkan kecemasan dan stress. Cara ini menolong untuk sementara. Klien
masih mampu mengotrol kesadarnnya dan mengenal pikirannya, namun intensitas
persepsi meningkat.

Perilaku klien : tersenyum atau tertawa yang tidak sesuai, menggerakkan bibir tanpa
bersuara, pergerakan mata cepat, respon verbal yang lambat jika sedang asyik dengan
halusinasinya dan suka menyendiri.

2. Fase Kedua / comdemming

Kecemasan meningkat dan berhubungan dengan pengalaman internal dan eksternal,


klien berada pada tingkat “listening” pada halusinasi. Pemikiran internal menjadi
menonjol, gambaran suara dan sensasi halusinasi dapat berupa bisikan yang tidak
jelas klien takut apabila orang lain mendengar dan klien merasa tak mampu
mengontrolnya. Klien membuat jarak antara dirinya dan halusinasi dengan
memproyeksikan seolah-olah halusinasi datang dari orang lain.

Perilaku klien : meningkatnya tanda-tanda sistem saraf otonom seperti peningkatan


denyut jantung dan tekanan darah. Klien asyik dengan halusinasinya dan tidak bisa
membedakan dengan realitas.

3. Fase Ketiga / controlling

Halusinasi lebih menonjol, menguasai dan mengontrol klien menjadi terbiasa dan tak
berdaya pada halusinasinya. Termasuk dalam gangguan psikotik.
Karakteristik : bisikan, suara, isi halusinasi semakin menonjol, menguasai dan
mengontrol klien. Klien menjadi terbiasa dan tidak berdaya terhadap halusinasinya.

Perilaku klien : kemauan dikendalikan halusinasi, rentang perhatian hanya beberapa


menit atau detik. Tanda-tanda fisik berupa klien berkeringat, tremor dan tidak mampu
mematuhi perintah.

4. Fase Keempat / conquering/ panik

Klien merasa terpaku dan tak berdaya melepaskan diri dari kontrol halusinasinya.
Halusinasi yang sebelumnya menyenangkan berubah menjadi mengancam,
memerintah dan memarahi klien tidak dapat berhubungan dengan orang lain karena
terlalu sibuk dengan halusinasinya klien berada dalam dunia yang menakutkan dalam
waktu singkat, beberapa jam atau selamanya. Proses ini menjadi kronik jika tidak
dilakukan intervensi.

Perilaku klien : perilaku teror akibat panik, potensi bunuh diri, perilaku kekerasan,
agitasi, menarik diri atau katatonik, tidak mampu merespon terhadap perintah
kompleks dan tidak mampu berespon lebih dari satu orang.

Klien dengan halusinasi cenderung menarik diri, sering didapatkan duduk terpaku
dengan pandangan mata pada satu arah tertentu, tersenyum atau berbicara sendiri,
secara tiba-tiba marah atau menyerang oranglain, gelisah, melakukan gerakan seperti
sedang menikmati sesuatu. Juga keterangan dari klien sendiri tentang halusinasi yang
dialaminya ( apa yangdilihat, didengar atau dirasakan). Berikut ini merupakan gejala
klinis berdasarkan halusinasi (Budi Anna Keliat, 1999)

1. Tahap I : halusinasi bersifat menyenangkan

Gejala klinis :

a. Menyeringai/ tertawa tidak sesuai

b. Menggerakkan bibir tanpa bicara


c. Gerakan mata cepat

d. Bicara lambat

e. Diam dan pikiran dipenuhi sesuatu yang mengasikkan

2. Tahap 2 : halusinasi bersifat menjijikkan

Gejala klinis :

a. Cemas

b. Konsentrasi menurun

c. Ketidakmampuan membedakan nyata dan tidak nyata

3. Tahap 3 : halusinasi yang bersifat mengendalikan

Gejala klinis :

a. Cenderung mengikuti halusinasi

b. Kesulitan berhubungan dengan orang lain

c. Perhatian atau konsentrasi menurun dan cepat berubah

d. Kecemasan berat (berkeringat, gemetar, tidak mampu mengikuti petunjuk)

4. Tahap 4 : halusinasi bersifat menaklukkan

Gejala klinis :

a. Pasien mengikuti halusinasi

b. Tidak mampu mengendalikan diri

c. Tidak mampu mengikuti perintah nyata

d. Beresiko mencederai diri, orang lain dan lingkunga


F. AKIBAT YANG DITIMBULKAN

Pasien yang mengalami perubahan persepsi sensori: halusinasi dapat beresiko


mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungannya. Resiko mencederai merupakan
suatu tindakan yang kemungkinan dapat melukai/ membahayakan diri, orang lain dan
lingkungan.

Tanda dan Gejala :

1. Memperlihatkan permusuhan

2. Mendekati orang lain dengan ancaman

3. Memberikan kata-kata ancaman dengan rencana melukai

4. Menyentuh orang lain dengan cara yang menakutkan

5. Mempunyai rencana untuk melukai

Klien yang mengalami halusinasi dapat kehilangan control dirinya sehingga bisa
membahayakan diri sendiri, orang lain maupun merusak lingkungan (resiko
mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungan). Hal ini terjadi jika halusinasi
sudah sampai fase ke IV, dimana klien mengalami panic dan perilakunya
dikendalikan oleh isi halusinasinya. Klien benar-benar kehilangan kemampuan
penilaian realitas terhadap lingkungan. Dalam situasi ini klien dapat melakukan
bunuh diri, membunuh orang lain bahkan merusak lingkungan. Tanda dan gejalanya
adalah muka merah, pandangan tajam, otot tegang, nada suara tinggi, berdebat dan
sering pula tampak klien memaksakan kehendak: merampas makanan, memukul jika
tidak senang
G. PENATALAKSANAAN

Penatalaksanaan pada pasien halusinasi dengan cara :

1. Menciptakan lingkungan yang terapeutik

Untuk mengurangi tingkat kecemasan, kepanikan dna ketakutan klien akibat


halusinasi, sebaiknya pada permulaan pendekatan dilakukan secara individual dan
usahakan agar terjadi kontak mata, kalau bisa pasien disentuh atau dipegang. Pasien
jangan di isolasi baik secara fisik atau emosional. Setiap perawat masuk ke kamar
atau mendekati klien, bicaralah dengan klien. Begitu juga bila akan meninggalkannya
hendaknya klien diberitahu. Klien diberitahu tindakan yang akan dilakukan. Di
ruangan itu hendaknya disediakan sarana yang dapat merangsang perhatian dan
mendorong pasien untuk berhubungan dengan realitas, misalnya jam dinding, gambar
atau hiasan dinding, majalah dan permainan.

2. Melaksanakan program terapi dokter

Sering kali klien menolak obat yang diberikan sehubungan dengan rangsangan
halusinasi yang diterimanya. Pendekatan sebaiknya secara persuatif tapi instruktif.
Perawat harus mengamati agar obat yang diberikan betul ditelannya, serta reaksi obat
yang diberikan.

3. Menggali permasalahan klien dan membantu mengatasi masalah yang ada

Setelah pasien lebih kooperatif dan komunikatif, perawat dapat menggali masalah
klien yang merupakan penyebab timbulnya halusinasi serta membantu mengatasi
masalah yang ada. Pengumpulan data ini juga dapat melalui keterangan keluarga
klien atau orang lain yang dekat dengan klien.

4. Memberi aktivitas pada klien

Klien diajak mengaktifkan diri untuk melakukan gerakan fisik, misalnya berolah
raga, bermain atau melakukan kegiatan. Kegiatan ini dapat membantu mengarahkan
klien ke kehidupan nyata dan memupuk hubungan dengan orang lain. Klien diajak
menyusun jadwal kegiatan dan memilih kegiatan yang sesuai.

5. Melibatkan keluarga dan petugas lain dalam proses perawatan

Keluarga klien dan petugas lain sebaiknya di beritahu tentang data klien agar ada
kesatuan pendapat dan kesinambungan dalam proses keperawatan, misalnya dari
percakapan dengan klien diketahui bila sedang sendirian ia sering mendengar laki-
laki yang mengejek. Tapi bila ada orang lain di dekatnya suara-suara itu tidak
terdengar jelas. Perawat menyarankan agar klien jangan menyendiri dan
menyibukkan diri dalam permainan atau aktivitas yang ada. Percakapan ini
hendaknya diberitahukan pada keluarga klien dan petugas lain agar tidak membiarkan
klien sendirian dan saran yang diberikan tidak bertentangan.

Farmako:

1. Anti psikotik:

a. Chlorpromazine (Promactile, Largactile)

b. Haloperidol (Haldol, Serenace, Lodomer)

c. Stelazine

d. Clozapine (Clozaril)

e. Risperidone (Risperdal)

2. Anti parkinson:

a. Trihexyphenidile

b. Arthan
H. POHON MASALAH

I. ASUHAN KEPERAWATAN

1. Data yang Perlu Dikaji

a. Alasan masuk RS

Umumnya klien halusinasi di bawa ke rumah sakit karena keluarga merasa tidak
mampu merawat, terganggu karena perilaku klien dan hal lain, gejala yang
dinampakkan di rumah sehingga klien dibawa ke rumah sakit untuk mendapatkan
perawatan.

b. Faktor prediposisi

1) Faktor perkembangan terlambat

- Usia bayi tidak terpenuhi kebutuhan makanan, minum dan rasa aman.

- Usia balita, tidak terpenuhi kebutuhan otonomi.

- Usia sekolah mengalami peristiwa yang tidak terselesaikan


2) Faktor komunikasi dalam keluarga

- Komunikasi peran ganda

- Tidak ada komunikasi

- Tidak ada kehangatan

- Komunikasi dengan emosi berlebihan

- Komunikasi tertutup

- Orangtu yang membandingkan anak-anaknya, orangtua yang otoritas dan konflik


dalam keluarga

3) Faktor sosial budaya

Isolasi sosial pada yang usia lanjut, cacat, sakit kronis, tuntutan lingkungan yang
terlalu tinggi.

4) Faktor psikologis

Mudah kecewa, mudah putus asa, kecemasan tinggi, menutup diri, ideal diri tinggi,
harga diri rendah, identitas diri tidak jelas, krisis peran, gambaran diri negatif dan
koping destruktif.

5) Faktor biologis

Adanya kejadian terhadap fisik, berupa : atrofi otak, pembesaran vertikel, perubahan
besar dan bentuk sel korteks dan limbik.

6) Faktor genetik

Telah diketahui bahwa genetik schizofrenia diturunkan melalui kromoson tertentu.


Namun demikian kromoson yang keberapa yang menjadi faktor penentu gangguan ini
sampai sekarang masih dalam tahap penelitian. Diduga letak gen skizofrenia adalah
kromoson nomor enam, dengan kontribusi genetik tambahan nomor 4,8,5 dan 22.
Anak kembar identik memiliki kemungkinan mengalami skizofrenia sebesar 50% jika
salah satunya mengalami skizofrenia, sementara jika di zygote peluangnya sebesar 15
%, seorang anak yang salah satu orang tuanya mengalami skizofrenia berpeluang
15% mengalami skizofrenia, sementara bila kedua orang tuanya skizofrenia maka
peluangnya menjadi 35 %.

c. Faktor presipitasi

Faktor –faktor pencetus respon neurobiologis meliputi:

1) Berlebihannya proses informasi pada system syaraf yang menerima dan


memproses informasi di thalamus dan frontal otak.

2) Mekanisme penghataran listrik di syaraf terganggu (mekanisme penerimaan


abnormal).

3) Adanya hubungan yang bermusuhan, tekanan, isolasi, perasaan tidak berguna,


putus asa dan tidak berdaya.

Menurut Stuart (2007), pemicu gejala respon neurobiologis maladaptif adalah


kesehatan, lingkungan dan perilaku.

1) Kesehatan

Nutrisi dan tidur kurang, ketidakseimbangan irama sikardian, kelelahan dan infeksi,
obat-obatan sistem syaraf pusat, kurangnya latihan dan hambatan untuk menjangkau
pelayanan kesehatan.

2) Lingkungan

Lingkungan sekitar yang memusuhi, masalah dalam rumah tangga, kehilangan


kebebasab hidup dalam melaksanakan pola aktivitas sehari-hari, sukar dala,
berhubungan dengan orang lain, isolasi sosial, kurangnya dukungan sosialm tekanan
kerja, dan ketidakmampuan mendapat pekerjaan.
3) Sikap

Merasa tidak mampu, putus asam merasa gagal, merasa punya kekuatan berlebihan,
merasa malang, rendahnya kemampuan sosialisasi, ketidakadekuatan pengobatan dan
penanganan gejala.

4) Perilaku

Respon perilaku klien terhadap halusinasi dapat berupa curiga, ketakutan, rasa tidak
aman, gelisah, bingung, perilaku merusak, kurang perhatian, tidak mampu mengambil
keputusan, bicara sendiri. Perilaku klien yang mengalami halusinasi sangat
tergantung pada jenis halusinasinya. Apabila perawat mengidentifikasi adannya
tanda-tanda dan perilaku halusinasi maka pengkajian selanjutnya harus dilakukan
tidak hanya sekedar mengetahui jenis halusinasinya saja. Validasi informasi tentang
halusinasi yang iperlukan meliputi :

- Isi halusinasi

Menanyakan suara siapa yang didengar, apa yang dikatakan.

- Waktu dan frekuensi

Kapan pengalaman halusianasi munculm berapa kali sehari.

- Situasi pencetus halusinasi

Perawat perlu mengidentifikasi situasi yang dialami sebelum halusinasi muncul.


Perawat bisa mengobservasi apa yang dialami klien menjelang munculnya halusinasi
untuk memvalidasi pertanyaan klien.

- Respon klien

Sejauh mana halusinasi telah mempengaruhi klien. Bisa dikaji dengan apa yang
dilakukan oleh klien saat mengalami pengalamana halusinasi. Apakah klien bisa
mengontrol stimulus halusinasinya atau sebaliknya.
d. Pemeriksaan fisik

Yang dikaji adalah tanda-tanda vital (suhu, nadi, pernafasan dan tekanan darah), berat
badan, tinggi badan serta keluhan fisik yang dirasakan klien.

1) Status mental

- Penampilan : tidak rapi, tidak serasi

- Pembicaraan : terorganisir/berbelit-belit

- Aktivitas motorik : meningkat/menurun

- Afek : sesuai/maladaprif

- Persepsi : ketidakmampuan menginterpretasikan stimulus yang ada sesuai dengan


nformasi

- Proses pikir : proses informasi yang diterima tidak berfungsi dengan baik dan
dapat mempengaruhi proses pikir

- Isi pikir : berisikan keyakinan berdasarkan penilaian realistis

- Tingkat kesadaran

- Kemampuan konsentrasi dan berhitung

2) Mekanisme koping

- Regresi : malas beraktifitas sehari-hari

- Proyeksi : perubahan suatu persepsi dengan berusaha untuk mengalihkan


tanggungjawab kepada oranglain.

- Menarik diri : mempeecayai oranglain dan asyik dengan stimulus internal

3) Masalah psikososial dan lingkungan: masalah berkenaan dengan ekonomi,


pekerjaan, pendidikan dan perumahan atau pemukiman.
2. Masalah Keperawatan yang Mungkin Muncul

Ada beberapa diagnosa keperawatan yang sering ditemukan pada klien dengan
halusinasi menurut Keliat (2006) yaitu:

a. Resiko Perilaku kekerasan berhubungan dengan halusinasi pendengaran.

b. Gangguan persepsi sensori: halusinasi berhubungan dengan menarik diri.

c. Isolasi sosial: menarik diri berhubungan dengan harga diri rendah.

d. Defisit perawatan diri berhubungan dengan isolasi sosial.

RENCANA TINDAKAN

DIAGNOSA TUJUAN INTERVENSI


KEPERAWATAN
Resiko perilaku TUM: Selama Tindakan Psikoterapi
kekerasan perawatan diruangan, a. Pasien
pasien tidak § BHSP
memperlihatkan § Ajarakan SP I:
perilaku kekerasan, o Diskusikan penyebab, tanda dan gejala,
dengan criteria bentuk dan akibat PK yang dilakukan
hasil (TUK): pasien serta akibat PK
§ Dapat membina o Latih pasien mencegah PK dengan cara:
hubungan saling percaya fisik (tarik nafas dalam & memeukul
§ Dapat bantal)
mengidentifikasi o Masukkan dalam jadwal harian
penyebab, tanda dan § Ajarkan SP II:
gejala, bentuk dan o Diskusikan jadwal harian
akibat PK yang sering o Latih pasien mengntrol PK dengan cara
dilakukan sosial
§ Dapat o Latih pasien cara menolak dan meminta
mendemonstrasikan cara yang asertif
mengontrol PK dengan o Masukkan dalam jadwal kegiatan harian
cara : § Ajarkan SP III:
o Fisik o Diskusikan jadwal harian
o Social dan verbal o Latih cara spiritual untuk mencegah PK
o Spiritual o Masukkan dalam jadawal kegiatan
o Minum obat teratur harian
§ Dapat menyebutkan § Ajarkan SP IV
dan mendemonstrasikan o Diskusikan jadwal harian
cara mencegah PK yang o Diskusikan tentang manfaat obat dan
sesuai kerugian jika tidak minum obat secara
§ Dapat memelih cara teratur
mengontrol PK yang o Masukkan dalam jadwal kegiatan harian
efektif dan sesuai § Bantu pasien mempraktekan cara yang
§ Dapat melakukan cara telah diajarkan
yang sudah dipilih untuk § Anjurkan pasien untuk memilih cara
mengontrl PK mengontrol PK yang sesuai
§ Memasukan cara § Masukkan cara mengontrol PK yang
yang sudah dipilih telah dipilih dalam kegiatan harian
dalam kegitan harian § Validasi pelaksanaan jadwal kegiatan
§ Mendapat dukungan pasien dirumah sakit
dari keluarga untuk b. Keluarga
mengontrol PK · Diskusikan masalah yang dirasakan
§ Dapat terlibat dalam keluarga dalam merawat pasien PK
kegiatan diruangan · Jelaskan pengertian tanda dan gejala
PK yang dialami pasien serta proses
terjadinya
· Jelaskan dan latih cara-cara merawat
pasien PK
· Latih keluarga melakukan cara
merawat pasien PK secara langsung
· Discharge planning : jadwal aktivitas
dan minum obat
Tindakan psikofarmako
§ Berikan obat-obatan sesuai program
pasien
§ Memantau kefektifan dan efek samping
obat yang diminum
§ Mengukur vital sign secara periodic
Tindakan manipulasi lingkungan
§ Singkirkan semua benda yang berbahaya
dari pasien
§ Temani pasien selama dalam kondisi
kegelisahan dan ketegangan mulai
meningkat
§ Lakaukan pemebtasan mekanik/fisik
dengan melakukan pengikatan/restrain atau
masukkan ruang isolasi bila perlu
§ Libatkan pasien dalam TAK konservasi
energi, stimulasi persepsi dan realita

Gangguan persepsi Setelah dilakukan TINDAKAN PSIKOTERAPEUTIK


sensori: halusinasi tindakan keperawatan § Klien
selama 3 x 24 jam klien o Bina hubungan saling percaya
mampu mengontrol o Adakan kontak sering dan singkat secara
halusinasi dengan bertahap
kriteria hasil: o Observasi tingkah laku klien terkait
§ Klien dapat membina halusinasinya
hubungan saling percaya o Tanyakan keluhan yang dirasakan klien
§ Klien dapat mengenal o Jika klien tidak sedang berhalusinasi
halusinasinya; jenis, isi, klarifikasi tentang adanya pengalaman
waktu, dan frekuensi halusinasi, diskusikan dengan klien tentang
halusinasi, respon halusinasinya meliputi :
terhadap halusinasi, dan SP I
tindakan yg sudah Identifikasi jenis halusinasi Klien
dilakukan Identifikasi isi halusinasi Klien
§ Klien üIdentifikasi waktu halusinasi Klien
dapat menyebutkan dan üIdentifikasi frekuensi halusinasi Klien
mempraktekan cara Identifikasi situasi yang menimbulkan
mengntrol halusinasi halusinasi
yaitu dengan Identifikasi respons Klien terhadap
menghardik, bercakap- halusinasi
cakap dengan orang Ajarkan Klien menghardik halusinasi
lain, terlibat/ melakukan Anjurkan Klien memasukkan cara
kegiatan, dan minum menghardik halusinasi dalam jadwal
obat kegiatan harian
§ Klien dapat dukungan SP II
keluarga dalam Evaluasi jadwal kegiatan harian Klien
mengontrol Latih Klien mengendalikan halusinasi
halusinasinya dengan cara bercakap-cakap dengan orang
§ Klien dapat minum lain
obat dengan bantuan Anjurkan Klien memasukkan dalam jadwal
minimal kegiatan harian
§ Mengungkapkan SP III
halusinasi sudah hilang Evaluasi jadwal kegiatan harian Klien
atau terkontrol Latih Klien mengendalikan halusinasi
dengan melakukan kegiatan (kegiatan yang
biasa dilakukan Klien di rumah)
Anjurkan Klien memasukkan dalam jadwal
kegiatan harian
SP IV
Evaluasi jadwal kegiatan harian Klien
Berikan pendidikan kesehatan tentang
penggunaan obat secara teratur
Anjurkan Klien memasukkan dalam
jadwal kegiatan harian
Beri pujian jika klien menggunakan
obat dengan benar.
o Menganjurkan Klien
mendemonstrasikan cara control yang
sudah diajarkan
o Menganjurkan Klien memilih salah satu
cara control halusinasi yang sesuai
§ Keluarga
o Diskusikan masalah yang dirasakn
keluarga dalam merawat Klien
o Jelaskan pengertian tanda dan gejala,
dan jenis halusinasi yang dialami Klien
serta proses terjadinya
o Jelaskan dan latih cara-cara merawat
Klien halusinasi
o Latih keluarga melakukan cara merawat
Klien halusinasi secara langsung
o Discharge planning : jadwal aktivitas
dan minum obat
TINDAKAN PSIKOFARMAKO
§ Berikan obat-obatan sesuai program
Klien
§ Memantau kefektifan dan efek samping
obat yang diminum
§ Mengukur vital sign secara periodic

TINDAKAN MANIPULASI
LINGKUNGAN
§ Libatkan Klien dalam kegiatan di
ruangan
§ Libatkan Klien dalam TAK halusinasi

Isolasi Sosial Setelah dilakukan TINDAKAN PSIKOTERAPEUTIK


tindakan keperawatan § Klien
selama 3 x 24 jam Klien SP 1
dapat berinteraksi o Bina hubungan saling percaya
dengan orang lain baik o Identifikasi penyebab isolasi sosial
secara individu maupun SP 2
secara berkelompok o Diskusikan bersama Klien keuntungan
dengan kriteria hasil : berinteraksi dengan orang lain dan
§ Klien dapat membina kerugian tidak berinteraksi dengan orang
hubungan saling lain
percaya. o Ajarkan kepada Klien cara berkenalan
§ Dapat menyebutkan dengan satu orang
penyebab isolasi sosial. o Anjurkan kepada Klien untuk
§ Dapat menyebutkan memasukan kegiatan berkenalan dengan
keuntungan orang lain dalam jadwal kegiatan harian
berhubungan dengan dirumah
orang lain. SP 3
§ Dapat menyebutkan o Evaluasi pelaksanaan dari jadwal
kerugian tidak kegiatan harian Klien
berhubungan dengan o Beri kesempatan pada Klien
orang lain. mempraktekan cara berkenalan dengan dua
§ Dapat berkenalan dan orang
bercakap-cakap dengan o Ajarkan Klien berbincang-bincang
orang lain secara dengan dua orang tetang topik tertentu
bertahap. o Anjurkan kepada Klien untuk
§ Terlibat dalam memasukan kegiatan berbincang-bincang
aktivitas sehari-hari dengan orang lain dalam jadwal kegiatan
harian dirumah
SP 4
o Evaluasi pelaksanaan dari jadwal
kegiatan harian Klien
o Jelaskan tentang obat yang diberikan
(Jenis, dosis, waktu, manfaat dan efek
samping obat)
o Anjurkan Klien memasukan kegiatan
bersosialisasi dalam jadwal kegiatan harian
dirumah
o Anjurkan Klien untuk bersosialisasi
dengan orang lain
§ Keluraga
o Diskusikan masalah yang dirasakan
kelura dalam merawat Klien
o Jelaskan pengertian, tanda dan gejala
isolasi sosial yang dialami Klien dan
proses terjadinya
o Jelaskan dan latih keluarga cara-cara
merawat Klien

TINDAKAN PSIKOFARMAKA
§ Beri obat-obatan sesuai program
§ Pantau keefektifan dan efek sampig obat
yang diminum
§ Ukur vital sign secara periodik

TINDAKAN MANIPULASI
LINGKUNGAN
§ Libatkan dalam makan bersama
§ Perlihatkan sikap menerima dengan cara
melakukan kontak singkat tapi sering
§ Berikan reinforcement positif setiap
Klien berhasil melakukan suatu tindakan
§ Orientasikan Klien pada waktu, tempat,
dan orang sesuai kebutuhannya

Defisit perawatan Setelah dilakukan Setelah dilakukan tindakan keperawatan


diri tindakan keperawatan selama 3 x hari, klien dapat mandiri
selama 3 x hari, klien melakukan perawatan diri dengan kriteria:
dapat mandiri § Dapat menjelaskan pentingnya
melakukan perawatan kebersihan dan kerapian
diri dengan kriteria: § Menyebutkan ciri-ciri badan yang bersih
§ Dapat menjelaskan dan rapi
pentingnya kebersihan § Dapat menyebutkan manfaat badan
dan kerapian bersih dan rapi
§ Menyebutkan ciri-ciri § Dapat menyebutkan kerugian badan
badan yang bersih dan badan yang tidak bersih dan tidak rapi
rapi § Dapat mempraktikan cara melakukan
§ Dapat menyebutkan cara perawatan diri dengan benar
manfaat badan bersih § Badan bersih dan rapi
dan rapi § Badan tidak bau
§ Dapat menyebutkan § Dapat melakukan aktifitas perawatan diri
kerugian badan badan secara mandiri
yang tidak bersih dan
tidak rapi
§ Dapat mempraktikan
cara melakukan cara
perawatan diri dengan
benar
§ Badan bersih dan rapi
§ Badan tidak bau
§ Dapat melakukan
aktifitas perawatan diri
secara mandiri
DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2009. Askep dengan Halusinasi. Dimuat dalam


http://aggregator.perawat.web.id [Diakses : 15 Oktober 2011]

Anonim. 2008. Halusinasi . Dimuat dalam. http://harnawatiaj.wordpress.com/


[Diakses : 15 Oktober 2011]

Kusumawati dan Hartono . 2010 . Buku Ajar Keperawatan Jiwa . Jakarta : Salemba
Medika

Stuart dan Sundeen . 2005 . Buku Keperawatan Jiwa . Jakarta : EGC .

Keliat Budi Ana. 1999. Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa edisi I. Jakarta : EGC

Nita Fitria. 2009. Prinsip Dasar dan Aplikasi Penulisan Laporan Pendahuluan dan
Strategi Pelaksanaan Tindakan Keperawatan untuk 7 Diagnosis Keperawatan Jiwa
Berat. Jakarta: Salemba Medika.

Rasmun, (2001). Keperawatan Kesehatan Mental Psikiatri Terintegrasi Dengan


Keluarga. Konsep, Teori, Asuhan Keperawatan dan Analisa Proses Interaksi (API).
Jakarta : fajar Interpratama.

Anda mungkin juga menyukai