Anda di halaman 1dari 24

BAB I

PENDAHULUAN

Traumatic brain injury (TBI) adalah bentuk cedera otak yang disebabkan
olehkerusakan mendadak pada otak. Sifatnya nondegenerative dan noncongenital.
Kerusakan ini akibat dari adanya kekuatan mekanik eksternal mungkin
menyebabkan kerusakan sementara kognitif fisik, fungsi psikososial yang
berkaitan dengan berkurangnya kesadaran dari trauma, TBI terbagi menjadi yaitu
Open Head Injuries dan Closed Head Injuries.
a. Open Head Injuries disebut juga dengan penetrating Injuries. Cedera ini
terjadi ketika suatu objek (misalnya, peluru) memasuki otak dan
menyebabkan kerusakan pada bagian otak tertentu gejala bervariasi
tergantung pada bagian otak yang rusak.
b. Closed Head Injuries cedera ini akibat dari benturan dikepala.
TBI menghasilkan dua jenis kerusakan pada otak & primary brain damage
yang merupakan kerusakan yang terjadi pada saat dampak (misalnya patah tulang
tengkorak pendarahan gumpalan darah) dan secondary brain damage yang
merupakan kerusakan yang berkembang dari waktu ke waktu setelah trauma
(misalnya peningkatan tekanan darah di dalam tengkorak, kejang, pembengkakan
otak).

1
HALAMAN PENGESAHAN

Laporan kasus pre klinik di poliklinik Fisioterapi/Rehabmedik mulai


tanggal 2 April sampai 6 April 2018 dengan judul ”Penatalaksanaan Fisioterapi
pada Gangguan Keseimbangan dan Kognitif at cause Traumatic Brain
Injury With Fraktur Depress Frontal Sisi Dextra” telah disetujui oleh
Pembimbing Lahan (Clinical Educator) dan Preceptor (Dosen).

Makassar, 5 April 2018

Clinical Educator Preceptor

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Anatomi dan Fisiologi Otak


Otak adalah organ vital yang terdiri dari 100-200 milyar sel aktif yang
saling berhubungan dan bertanggung jawab atas fungsi mental dan intelektual
kita. Otak terdiri dari sel-sel otak yang disebut neuron (Leonard, 1998). Otak
merupakan organ yang sangat mudah beradaptasi meskipun neuron-neuron di
otak mati tidak mengalami regenerasi, kemampuan adaptif atau plastisitas
pada otak dalam situasi tertentu bagian-bagian otak dapat mengambil alih
fungsi dari bagian-bagian yang rusak. Otak sepertinya belajar kemampuan
baru. Ini merupakan mekanisme paling penting yang berperan dalam
pemulihan stroke (Feigin, 2006).
Secara garis besar, sistem saraf dibagi menjadi 2, yaitu sistem saraf
pusat dan sistem saraf tepi. Sistem saraf pusat (SSP) terbentuk oleh otak dan
medulla spinalis. Sistem saraf disisi luar SSP disebut sistem saraf tepi (SST).
Fungsi dari SST adalah menghantarkan informasi bolak balik antara SSP
dengan bagian tubuh lainnya (Noback dkk, 2005).
Otak merupakan bagian utama dari sistem saraf, dengan komponen
bagiannya adalah:
1) Cerebrum
Cerebrum merupakan bagian otak yang terbesar yang terdiri dari
sepasang hemisfer kanan dan kiri dan tersusun dari korteks. Korteks
ditandai dengan sulkus (celah) dan girus (Ganong, 2003). Cerebrum dibagi
menjadi beberapa lobus, yaitu:
a) Lobus frontalis
Lobus frontalis berperan sebagai pusat fungsi intelektual yang
lebih tinggi, seperti kemampuan berpikir abstrak dan nalar, bicara (area
broca di hemisfer kiri), pusat penghidu, dan emosi. Bagian ini
mengandung pusat pengontrolan gerakan volunter di gyrus presentralis

3
(area motorik primer) dan terdapat area asosiasi motorik (area
premotor). Pada lobus ini terdapat daerah broca yang mengatur
ekspresi bicara, lobus ini juga mengatur gerakan sadar, perilaku sosial,
berbicara, motivasi dan inisiatif (Purves dkk, 2004).
b) Lobus temporalis
Lobus temporalis mencakup bagian korteks serebrum yang berjalan
ke bawah dari fisura laterali dan sebelah posterior dari fisura parieto-
oksipitalis (White, 2008). Lobus ini berfungsi untuk mengatur daya
ingat verbal, visual, pendengaran dan berperan dlm pembentukan dan
perkembangan emosi.
c) Lobus parietalis
Lobus Parietalis merupakan daerah pusat kesadaran sensorik di
gyrus postsentralis (area sensorik primer) untuk rasa raba dan
pendengaran (White, 2008).
d) Lobus oksipitalis
Lobus oksipitalis berfungsi untuk pusat penglihatan dan area
asosiasi penglihatan: menginterpretasi dan memproses rangsang
penglihatan dari nervus optikus dan mengasosiasikan rangsang ini
dengan informasi saraf lain & memori (White, 2008).
e) Lobus Limbik
Lobus limbik berfungsi untuk mengatur emosi manusia, memori
emosi dan bersama hipothalamus menimbulkan perubahan melalui
pengendalian atas susunan endokrin dan susunan otonom (White,
2008).

4
Gambar 2.1 Lobus dari cerebrum, dilihat dari atas dan smping.
(Sumber : White, 2008)

2) Cerebellum
Cerebellum adalah struktur kompleks yang mengandung lebih
banyak neuron dibandingkan otak secara keseluruhan. Memiliki peran
koordinasi yang penting dalam fungsi motorik yang didasarkan pada
informasi somatosensori yang diterima, inputnya 40 kali lebih banyak
dibandingkan output. Cerebellum terdiri dari tiga bagian fungsional yang
berbeda yang menerima dan menyampaikan informasi ke bagian lain dari
sistem saraf pusat. Cerebellum merupakan pusat koordinasi untuk
keseimbangan dan tonus otot. Mengendalikan kontraksi otot-otot volunter
secara optimal. Bagian-bagian dari cerebellum adalah lobus anterior, lobus
medialis dan lobus fluccolonodularis (Purves, 2004).

5
Gambar 2.2 Cerebellum, dilihat dari belakang atas.
(Sumber : Raine, 2009)

3) Brainstem
Brainstem adalah batang otak, berfungsi untuk mengatur seluruh
proses kehidupan yang mendasar. Berhubungan dengan diensefalon
diatasnya dan medulla spinalis dibawahnya. Strukturstruktur fungsional
batang otak yang penting adalah jaras asenden dan desenden traktus
longitudinalis antara medulla spinalis dan bagian-bagian otak, anyaman sel
saraf dan 12 pasang saraf cranial. Secara garis besar brainstem terdiri dari
tiga segmen, yaitu mesensefalon, pons dan medulla oblongata.

6
Gambar 2.3 Brainstem. (Sumber : White, 2008)

B. Patologi
1. Definisi
Traumatik Brain Injury (TBI) adalah bentuk cedera otak yang
disebabkan oleh kerusakan mendadak pada otak. Sifatnya nondegenerative
dan nongenital. Kerusakan ini akibat dari adanya kekuatan mekanik
eksternal mungkin menyebabkan kerusakan pada kognitif fisik dan fungsi
psikososial yang berkaitan dengan berkurangnya kesadaran.

2. Etiologi
Penyebab trauma kepala dapat meliputi:

 Kecelakaan kendaraan atau transportasi


 Kecelakaan terjatuh
 Kecelakaan yang berkaitan dengan olahraga
 Kejahatan dan tindak kekerasan

3. Tanda dan Gejala


Komosio/gegar otak
 Cedera kepala ringan
 Disfungsi neurologis sementara dan dapat pulih kembali

7
 Hilang kesadaran sementara, , 10-20 menit
 Tanpa kerusakan otak permanen
 Muncul gejala nyeri kepala, pusing, muntah
 Sementara
 Tidak ada gejala sisa
 Tidak ada terapi khusus.

· Kontusio serebri/memar otak


 Ada memar otak
 Perdarahan kecil local
 Gangguan kesadaran lebih lama
 Kelaianan neurologis (+)
 Refleks patologis (+), lumpuh, konvulsi
 Gejala TIK meningkat
 Amnesia retrograd lebih nyata

· Pada umumnya
 Gangguan kesadaran
 Konfusi
 Abnormalitas pupil
 Awitan tiba-tiba defisit neurologic
 Perubahan tanda vital
 Gangguan penglihatan dan pendengaran
 Disfungsi sensory
 Kejang otot
 Sakit kepala
 Vertigo
 Gangguan pergerakan
 Kejang

8
4. Proses Patologi Gangguan Gerak dan Fungsi
Pada cedera kepala, kerusakan otak dapat terjadi dalam dua tahap
yaitu cedera primer dan cedera sekunder. Cedera primer merupakan
cedera pada kepala sebagai akibat langsung dari suatu ruda paksa, dapat
disebabkan benturan langsung kepala dengan suatu benda keras maupun
oleh proses akselarasi-deselarasi gerakan kepala. Dalam mekanisme
cedera kepala dapat terjadi peristiwa coup dan contrecoup. Cedera primer
yang diakibatkan oleh adanya benturan pada tulang tengkorak dan daerah
sekitarnya disebut lesi coup. Pada daerah yang berlawanan dengan tempat
benturan akan terjadi lesi yang disebut contrecoup. Akselarasi-deselarasi
terjadi karena kepala bergerak dan berhenti secara mendadak dan kasar
saat terjadi trauma. Perbedaan densitas antara tulang tengkorak (substansi
solid) dan otak (substansi semisolid) menyebabkan tengkorak bergerak
lebih cepat dari muatan intrakranialnya. Bergeraknya isi dalam tengkorak
memaksa otak membentur permukaan dalam tengkorak pada tempat yang
berlawanan dari benturan (contrecoup).
Cedera sekunder merupakan cedera yang terjadi akibat berbagai
proses patologis yang timbul sebagai tahap lanjutan dari kerusakan otak
primer, berupa perdarahan, edema otak, kerusakan neuron berkelanjutan,
iskemia, peningkatan tekanan intrakranial dan perubahan neurokimiawi.

C. Pendekatan Intervensi Fisioterapi


1. Komunikasi Terapeutik
Tujuan : Untuk memperjelas dan mengurangi beban perasaan serta pikiran
pada pasien.
2. Breathing Exercise
Tujuan : Memelihara fungsi respirasi
3. Strengthening
Tujuan : Untuk penguatan otot
4. Latihan Transfer
Tujuan : Untuk melatih keseimbangan

9
5. Latihan Berjalan
Tujuan : Untuk melatih berjalan

10
BAB III

PROSES FISIOTERAPI

STATUS KLINIK

A. Laporan Status Klinik


Tanggal : 29 Maret 2018

B. Data-Data Medis
a. Diagnosa Medis : Trauma Brain Injury GCS 14 + Fraktur Depress
Frontal Dextra
b. No. Rekam Medik : 00838211
c. Ruang : Lontara 3 B. Saraf. R. HCU

C. Anamnesis Umum
a. Nama : Tn. Agus
b. Umur : 37 tahun
c. Jenis Kelamin : Laki-laki
d. Agama : Islam
e. Tanggal Lahir : 11 Oktober 1980
f. Alamat : Libukang Pinrang

D. Anamnesis Khusus
a. Keluhan utama : Penurunan kesadaran
b. RPS : Penurunan kesadaran dialami sejak tanggal 29 Maret
2018 pukul 01.45, tepat 10 jam sebelum masuk
rumah sakit, akibat kecelakaan (jatuh dari motor).
Masuk di ruangan IGD, menjalani operasi
kemudian masuk di ruangan HCU Bedah Saraf
lontara 3. Tepat pada tanggal 4 April 2018 pindah

11
di kamar 5 bed 4. Sebelumnya, ada perewatan
RSUD Pinrang.
c. RPD : Tidak ada riwayat hipertensi dan diabetes melitus

E. Pemeriksaan Vital Sign


a. Tekanan Darah : 104/74 mmHg
b. Denyut Nadi : 82 x/menit
c. Pernapasan : 18 x/menit
d. Suhu : 36,8oC

F. Inspeksi
a. Statis
Pasien menggunakan alat bantu keteter. Tampak Oedema dan hematom
pada regio orbita bilateral. Tampak perban dikepala akibat luka jahitan
sepanjang 7 cm pada frontal sisi dextra serta kemampuan penglihatan
kurang.
a. Dinamis
Mata tidak fokus dengan spontan dan wajah tampak lemas.

G. Pemeriksaan Spesifik
a. Skala Glasgow Coma Scale
Skala Koma Glasgow
(Glasgow Coma Scale, GCS)
Pengukuran Respon Skor
Eye (Respon Spontan Membuka mata 4
membuka Membuka mata dengan perintah (suara, 3
mata) sentuhan)
Membuka mata dengan rangsang nyeri. 2
Tidak membuka mata dengan rangsang apapun 1

12
Verbal Berorientasi baik 5
(Respon Bingung , berbicara mengacau, disorientasi 4
verbal / tempat dan waktu)
bicara) Bisa membentuk kata tetapi tidak bisa 3
membentuk kalimat
Bisa mengeluarkan suara tanpa arti (mengerang) 2
Tidak bersuara 1

Motor (respon Mengikuti perintah 6


motoric) Melokalisir nyeri (menjangkau & menjauhkan 5
stimulus saat diberi rangsang nyeri)
Withdraw (menghindar / menarik extremitas 4
atau tubuh menjauhkan stimulus saat diberi
rangsang nyeri
Menjauhi rangsang nyeri 3
Extensi spontan 2
Tidak ada gerakan 1

Nilai GCS = 14

b. Palpasi
Suhu : Hangat
Nyeri tekan : Ada

c. Tes Reflex
KPR dan APR
KPR : Pasien duduk di atas bed dengan kaki menggantung, ketuk tendon
patella dengan hammer reflex.
APR : Pasien berbaring diatas bed dengan tungkai difleksikan, pegang
ujung kaki dan ketuk tendon aschilles dengan hammer reflex..
Hasil : Positif

13
d. Tes Sensorik
Tes tajam/tumpul
Fisioterapi menyentuhkan benda tajam atau tumpul pada extremitas atas
dan bawah pasien.
Hasil extremitas atas
a. Tangan kanan : Terasa
b. Tangan kiri : Terasa
Hasil extremitas bawah
a. Kaki kanan : Terasa
b. Kaki kiri : Terasa

e. Tes Koordinasi
Finger to finger : Sedang
Pronasi Supinasi : Sedang
Heel to knee : Lambat
Heel to toe : Lambat

f. Tes Keseimbangan
Baring ke duduk : Relatif bisa
Duduk ke berdiri : Belum bisa

g. Pemeriksaan Kognitif
Pasien diajak berbicara dengan memberikan beberapa pertanyaan.
Hasil : Komunikasi kurang baik

h. MMT
Extremitas atas :5
Extremitas bawah :5

14
Nilai 0 : Otot benar-benar diam pada palpasi atau inspeksi visual ( tidak
ada kontraksi )
Nilai 1 : Otot ada kontraksi , baik dilihhat secara visual atau dengan
palpasi , ada kontraksi satu atau lebih dari satu otot.
Nilai 2 : Gerak pada posisi yang meminimalkan gaya gravitasi. Posisi ini
sering digambarkan sebagai bidang horizontal gerak tidak
Full ROM.
Nilai 3 : Gerakan melawan grafitasi dan full ROM
Nilai 4 : Resistance minimal ( tahanan minimal )
Nilai 5 : Resistance Maksimal ( tahanan Maksismal )

i. Pemeriksaan Functional Independence Measure (FIM)


Feeding (Makan dan minum)
a. Tidak dapat dilakukan sendiri 0
b. Membutuhkan bantuan dalam beberapa hal 5
c. Dapat melakukan sendiri atau mandiri 10

Bathing (Mandi)
a. Bergantung sepenuhnya 0
b. Dapat melakukan sendiri atau mandiri 5

Grooming (Dandan)
a. Membutuhkan bantuan perawatan personal 0
b. Mandiri (membersihkan wajah, merapikan rambut, menggosok gigi, 5
mencukur, dll)

15
Dressing (Berpakaian)
a. Bergantung sepenuhnya 0
b. Memerlukan bantuan, tapi tidak sepenuhnya 5
c. Mandiri (ternasuk mengancing baju, memakai ritsleting, mengikat 10
tali sepatu)

Fecal (Buang Air Besar)


a. Inkontinensi (atau perlu diberikan pencahar) 0
b. Kadang terjadi inkontinensi 5
c. Bisa mengontrol agar tidak inkontinensi 10

Urinary (Buang Air Kecil)


a. Inkontinensi atau memerlukan katerisasi 0
b. Kadang terjadi inkontinensi 5
c. Bisa mengontrol agar tidak inkontinensi 10

Toileting (Ke kamar kecil atau WC)


a. Bergantung sepenuhnya 0
b. Memerlukan bantuan, tapi tidak sepenuhnya 5
c. Mandiri (termasuk membuka dan menutup, memakai pakaian, 10
membersihkan dengan lap)

Transferring (dari bed ke kursi dan kembali ke bed)


a. Tidak mampu, tidak ada keseimbangan duduk 0
b. Memerlukan bantuan satu atau dua orang, dapat duduk 5
c. Memerlukan bantuan minimal (verbal atau fisik) 10
d. Mandiri sepenuhnya 15

16
Walking (pada semua level permukaan)
a. Immobile atau <50 yard 0
b. Menggunakan kursi roda secara mandiri, termasuk mendatangi 5
orang >50 yard
c. Berjalan dengan bantuan seseorang (verbal atau fisik) > 50 yard 10
d. Mandiri sepenuhnya (tidak membutuhkan bantuan, termasuk 15
tongkat) >50 yard

Climbing Strairs (menaiki anak tangga)


a. Tidak mampu 0
b. Memerlukan bantuan (verbal, fisik dengan alat bantu) 5
c. Mandiri sepenuhnya 10

Parameter index barthel


a. Skor 100 : Mandiri
b. Skor 91 – 99 : Ketergantungan ringan
c. Skor 62 – 90 : Ketergantungan sedang
d. Skor 21 – 61 : Ketergantungan berat
e. Skor 0 – 20 : Ketergantungan penuh

j. Pemeriksaan penunjang
 CT-SCAN kepala irisan axial tanpa kontras

17
Hasil :
a. Lesi hiperdens pada (58 HU) pada lobus frontalis bilateral disertai
perifocal edema
b. Sulci dan gyrl obliterasi
c. Tidak tampak midline shift
d. System vertikel dan ruang subarachnoid yang terscan dalam batas
normal
e. CPA, pons, dan cerebellum yang terscan dalam batas normal

Kedua bulbus oculi dan ruang retrobulber yang terscan dalam batas
normal

a. Fraktur os frontalis, dinding anterior orbita, os zygoma dextra,


greater wing of sphenoidalis bilateral
b. Tulang-tulang lainnya intak

 Foto Thorax AP

Hasil:
a. Corakan bronchovascular dalam batas normal
b. Tidak tampak proses spesifik, tanda-tanda pneumothorax,
pneumomediastinum dan kontusio pada kedua paru
c. Cor : kesan normal, aorta normal
d. Kedua sinus dan diafragma kesan baik
e. Tulang-tulang intak
f. Jaringan lunak sekitar kesan baik.
g.

18
 Foto Cervical AP/Lateral (C1-C7)

Hasil :
 Alignment cervical intak, tidak tampak listhesis
 Tidak tampak fraktur dan destruksi tulang
 Mineralisasi tulang baik
 Discus intervertebralis kesan baik

 Foto Pelvis
Hasil :
 Alignment pelvis intak, tidak tampak dislokasi
 Tidak tampak fraktur dan destruksi tulang
 Mineralisasi tulang baik
 Kedua SI dan hip joint baik
 Jaringan lunak sekitar kesan baik

19
G. Diagnosa dan Problematik Fisioterapi (konsep ICF)

Kondisi/Penyakit :
Gangguan Keseimbangan dan Kognitif at cause Traumatic Brain
Injury With fraktur Depress Frontal Sisi Dextra

Impairment Acivity Limitation Participation Restriction


(Body structure and  Belum bisa berpartisipasi
function)  Belum bisa makan dan dengan lingkunagn
minum sendiri
 Gangguan sekitarnya.
 Belum bisa berjalan
keseimbangan  Belum bisa bersosialisasi
 Gangguan ADL dengan baik
 Gangguan Kognitif

H. Tujuan
a. Jangka pendek
o Mencegah agar tidak menjadi tirah baring
o Mencegah agar tidak terjadi atropi dan kontraktur pada otot
b. Jangka panjang
o Meningkatkan kapasitas fisik dan fungsional pasien agar kedepannya
bias hidup secara mandiri dan tidak bergantung dengan orang lain.

I. Rencana Intervensi Fisioterapi


 Komunikasi Terapeutik
 Breathing Exercise
 Strengthening
 Latihan Transfer
 Latihan Berjalan

20
K. Program Intervensi Fisioterapi
 Komunikasi Terapeutik
 Positioning
 Strengthening
 Latihan Transfer
 Latihan Berjalan

L. Program Intervensi Fisioterapi


1. Komunikasi Terapeutik
Tujuan : Untuk memperjelas dan mengurangi beban persaan dan pikiran
pada pasien.
Teknik : Memberikan motivasi dan penjelasan mengenai pengobatan yang
bisa diberikan untuk penyembuhan pasien.

2. Breathing exercise
Tujuan : Memelihara fungsi respirasi
Teknik : Posisi pasien duduk relaks, kedua tangan diletakkan dipaha.
Instruksikan pasien untuk menarik napas melalui hidung dan
hembuskan melalui mulut.

3. Strengthening
Tujuan : Untuk penguatan otot
Teknik : Posisi tidur terlentang, kemudian fisioterapi memposisikan tangan
pada bagian otot yang ingin diperkuat. Fisioterapis akan
menggerakkan persendian disekitar otot dengan pasien akan
menahan gerakan tersebut begitupula sebaliknya.

21
4. Latihan Transfer
Tujuan : Untuk melatih keseimbangan
Teknik : Posisi pasien tidur terlentang dengan salah satu kaki ditekuk,
kemudian miringkan pasien kearah kaki yang lurus. Turunkan
kedua kaki terjuntai ke lantai dan pasien bangun dengan
menggunakan bantuan tangan. Tunggu sampai keadaan pasien
normal kemudian pasien memegang pundak fisioterapi sambil
kedua kaki bertumpu dilantai.

5. Latihan Berjalan
Tujuan : Untuk melatih berjalan
Teknik : Fisioterapis berada dibelakang pasien dengan memegang bagian
pelvis yang diikuti dari belakang secara berirama dengan alat
bantu yang digunakan pasien.

M. Evaluasi Fisioterapi
Pasien mampu menggerakkan extremitas atas dan bawah, bisa duduk,
pernapasan teratur dan terkontrol.

22
BAB IV

PENUTUP

Kesimpulan

Traumatic brain injury (TBI) adalah bentuk cedera otak yang disebabkan
olehkerusakan mendadak pada otak. Sifatnya nondegenerative dan noncongenital.
Kerusakan ini akibat dari adanya kekuatan mekanik eksternal mungkin
menyebabkan kerusakan permanen atau sementara kognitif fisik dan psikososial
fungsi dan berkaitan dengan berkurang kesadaran.!ilihat dari sumber trauma, TBI
terbagi menjadi yaitu Open Head Injuries dan Closed Head Injuries.
TBI menghasilkan dua jenis kerusakan pada otak & primary brain damage
yang merupakan kerusakan yang terjadi pada saat dampak (misalnya patah tulang
tengkorak pendarahan gumpalan darah) dan secondary brain damage yang
merupakan kerusakan yang berkembang dari waktu ke waktu setelah trauma
(misalnya peningkatan tekanan darah di dalam tengkorak, kejang, pembengkakan
otak).
Rencana intervensi rencana fisioterapi yang diberikan:
a. Passive Exercise
b. Breathing exercise
c. Streghtening
d. Latihan Trasnfer
e. Latihan Berjalan
Peran fisioterpai dalam mengembalikan aktivitas fungsional seperti semula
dengan menerapkan intervensi yang efektif dan terapi latihan di berikan agar
gerak menjadi tidak terganggu dan mencegah timbulnya komplikasi.

23
DAFTAR PUSTAKA

Budhayanti, Weeke (Penterjemah). 2014. Intisari Fisioterapi. Jakarta: Penerbit


Buku Kedokteran EGC
Djohan , Aras. Hasnia ,Ahmad .Andy , Ahmad. 2016/12/01“ the new concep of
test and measurement in patient care physitherapy” .makassar:physiocare
publishing
Rusli, H. Muthia, St.Hasbiah. Fisioterapi Respirasi.2009
http://www.academia.edu/12667691/Traumatic_brain_injury_TBI_ diakses
tanggal 4 April 2018.
https://www.scribd.com/document/246370652/Pengertian-FRAKTUR-DEPRESI
diakses tanggal 4 April 2018.
http://physiosilvia.com/pemeriksaan-dan-pengukuran-kekuatan-otot-manual-
muscle-testing-techniques-of-manual-examination/ diakses 4 April 2018.

24

Anda mungkin juga menyukai