Anda di halaman 1dari 7

Boraks-Formalin

pada Jajanan Sekolah


Ancam Kualitas SDM
Oleh : Yudha Manggala P Putra

REPUBLIKA.CO.ID, KUPANG - Pembiaran penggunaan bahan kimia, baik untuk pengawetan bahan makanan
maupun pewarna, yang biasa ditemukan pada jajanan di sekolah bukan tidak mungkin akan menjadi ancaman
serius terhadap kualitas sumber daya manusia (SDM) khusususnya bagi generasi muda pada masa-masa yang
akan datang.

Hal ini diungkapkan Gubernur Nusa Tenggara Timur Frans Lebu Raya pada Sosialisasi Pangan Jajanan Anak
Sekolah (PJAS) melalui Focus Group Discussion (FGD) Lintas Sektor Tingkat Provinsi NTT di Kupang, Senin
(4/6).

Bagi Lebu Raya, berbagai bahan kimia, pengawet, dan pewarna buatan merupakan bahan campuran yang sudah
sekian lama dan lazim dipakai oleh pengusaha jajanan di sekolah.

Adapun tujuannya menambah rasa, mengawetkan, dan meningkatkan daya tarik anak-anak terhadap produk-
produk jajanan. Namun, mereka kerpa tak mempertimbangkan bahaya yang bakal timbul jika anak-anak
sekolah mengonsumsi jajanan itu.

Menurut Gubernur, keberadaan bahan-bahan kimia berbahaya, seperti boraks, formalin, rodhamin, metanil
yellow, serta bahan-bahan kimia lainnya dengan konsentrasi yang cukup tinggi pada jajanan akan merusak
sistem syaraf maupun pertumbuhan fisik anak secara permanen.

"Kita tidak perlu kaget bila suatu saat kita akan memasuki satu fase lost generation," kata Gubernur.

Oleh karena itu ia berharap pengawasan terhadap makanan mengandung zat kimia lebih mengedepankan
pembinaan sehingga produk produk jajanan di sekolah dapat memenuhi standar kesehatan, terutama untuk anak
anak.

"Saya juga berharap agar pengawasan oleh Gugus Tugas PJAS lebih mengedepankan pembinaan sehingga
produk-produk jajanan di sekolah dapat memenuhi standar kesehatan, anak-anak layak mengonsumsinya, dan
tidak mematikan para pengusaha jajanan yang sudah ada," katanya.

Penggunaan bahan kimia berbahaya pada jajanan di Indonesia memang sudah mencapai taraf menkhawatirkan.
Ketua Tim Ahli Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Rachmat Sentika baru baru ini mengatakan kalau
sekitar 68 persen jajanan anak di sekolah saat ini memiliki kandungan bahan kimia berbahaya. Bahan bahan
tersebut diantaranya formalin, boraks, dan rhodamin.
Jajanan Anak
Ditemukan Banyak
Formalin dan Boraks
Oleh : Rusdi Nurdiansyah/ Ichsan

REPUBLIKA.CO.ID, DEPOK -- Masih banyak ditemukan jajanan anak-anak di sekolah-sekolah SD di Depok


yang berbahaya. Makanan tersebut mengandung unsur formalin, boraks, dan zat pewarna tekstil serta minuman
oplosan yang memakai es batu balok.

Demikian diungkapkan Yulia Oktavia, Kepala Seksi (Kasie) Pengawasan Obat dan Makanan (POM), Dinas
Kesehatan (Dinkes) Pemerintah Kota (Pemkot) Depok, di Balaikota Depok, Jawa Barat (Jabar), Senin (17/3).

"Kami hanya bisa melakukan tindakan pencegahan dengan merazia para pedagang jajanan dan meminta
kesadaran para pedagang untuk tidak menjual makanan dan minuman yang berbahaya."

Selain itu, Yulia mengaku memberikan penyuluhan dan edukasi kepada anak-anak, para guru, orang tua murid
dan masyarakat mengenai makanan dan minuman berbahaya yang tidak layak dikonsumsi.

Diungkapkan Yulia, makanan dan minuman berbahaya yang masih banyak dijual para pedagang di sekolah-
sekolah yakni bakso, tahu, cilung, soun, cilok, kerupuk dan chiken nugget yang mengandung formalin.

Lalu makanan bakso, batagor, makaroni, brondong jagung, selai roti, lontong, cincau dan roti burger yang
mengandung boraks. Makanan yang mengandung zat pewarna tekstil, yakni permen, sosis, gulali, kerupuk dan
es mambo.

Sedangkan untuk minuman, ditemukan beragam macam minuman yang dioplos sendiri dengan menggunakan
es batu balok. Dia menjelaskan, hasil sampling minuman di tes laboratorium, balok es mengandung 31 persen
bakteri. Penyumbang bakteri terbesar terdapat di es batu balok yang memang sebenarnya dilarang untuk
dikonsumsi.

"Es batu balok itu kan sebenarnya untuk pendingin ikan, apalagi es batu balok itu airnya tidak dimasak,'' tutur
Yulia.
Awas, 48 Persen
Zat Berbahaya
'Huni' Jajanan
SD
Oleh : Yudha Manggala P Putra

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Mulailah perhatikan jajanan anak Anda. Temuan BPOM baru baru ini
cukup mengejutkan.

Direktur Surveilan dan Penyuluhan Keamanan Pangan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), Halim
Nababan mengatakan keamanan dan kualitas pangan yang pihaknya teliti pada tahun 2008 sampai 2010
menunjukkan sekitar 48 persen bahan-bahan berbahaya ada pada makanan jajanan anak Sekolah Dasar (SD).

"Komitmen pemerintah melalui program Gerakan Pangan Menuju Gerakan Sehat yang Wakil Presiden,
Budiono canangkan (31/1) tahun lalu, kita tindak lanjuti dan sasaran kita saat ini adalah anak SD," kata Halim
kepada pers, di Jakarta, Kamis (5/3).

Menurut Halim, anak SD merupakan sasaran yang tepat untuk melakukan program tersebut, karena edukasi
mengenai jajanan yang sehat diberikan saat usia tersebut sangatcocok diterapkan kepada mereka.

Dikatakan Halim, ini merupakan langkah kecil, namun dapat memberikan efek yang besar nantinya bagi
penerus bangsa Indonesia.

Pada kesempatan yang sama, dokter spesial anak sekaligus Tim Ahli Komisi Perlindungan Anak Indonesia
(KPAI), dr. Rachmat Sentika, mengatakan jajanan anak yang banyak mengandung zat aditif dapat berbahaya
bagi kesehatan dan tumbuh kembang anak.

Rachmat menjelaskan, efek dari zat tersebut memang tidak akan terlihat pada jangka waktu yang dekat, tapi
dalam jangka waktu yang lama akan muncul kerusakan pada ginjal dan gangguan tumbuh kembang anak.

"Beberapa waktu lalu bersama BPOM, kami melakukan sidak ke SD di kabupaten Bandung, dari sidak tersebut
sejumlah makanan ditemukan 12,3 persen mengandung formalin, 10,2 persen mengandung metanil yelow, 10,9
persen mengandung rhodamin B dan 56,7 persen mengandung boraks.

Selain dapat merusak ginjal dan menggangu tumbuh kembang anak, Rachmat menuturkan, apabila zat aditif
terus dikonsumsi anak, maka proses pembentukan sel darah dapat terganggu, dan dapat menimbulkan penyakit
kanker dikemudian hari.

Sumber : Antara
Begini Cara Deteksi Makanan yang Mengandung
Boraks dan Formalin
TRIBUNSOLO.COM, PURBALINGGA - Maraknya
temuan bahan makanan yang positif mengandung formalin
dan boraks di Purbalingga, Jawa Tengah, Rabu (7/6/2017)
membuat masyarakat resah.

Pasalnya, dari sejumlah pasar tradisional yang ada di


Kabupaten Purbalingga, petugas mendapati banyak sekali
bahan makanan berbahaya beredar bebas di masyarakat.

Salah satu tim penguji Dinas Kesehatan Kabupaten (DKK) Purbalingga, Samsul Arifin mengatakan, makanan
yang mengandung formalin,boraks, dan zat pewarna tekstil tidak layak dikonsumsi karena akan berpengaruh
pada kesehatan masyarakat.

“Konsumsi zat berbahaya tersebut jika diteruskan dalam jangka panjang akan mengakibatkan kerusakan pada
ginjal. Sebab, ginjal yang berfungsi sebagai penyaring zat berbahaya akan bekerja ekstra dan berakibat pada
ginjal lemah dan lebih parah lagi gagal ginjal,” jelasnya.

Dengan maraknya makanan mengandung formalin, boraks, dab pewarna tekstil membuat kita pun harus cerdas
dalam memilih, mampu mengenali makanan dengan dua zat berbahaya itu.

Secara klinis, sampel makanan yang mengandung zat pewarna tekstil seperti zat rodamin B untuk warna merah
dan mettanil yellow untuk warna kuning akan memperlihatkan reaksi tertentu.

Caranya dengan menambahkan air ke dalam sampel kemudian di kocok, setelah itu diberi zat pengurai,
kemudian didiamkan sesaat. Jika positif, akan terbentuk warna ungu melingkar seperti cincin di tabung. "Untuk
makanan berformalin, setelah di campur air akan berwarna ungu. Kemudian untuk makanan yang mengandung
boraks akan berwarna kuning kecoklatan," katanya. Namun tak mungkin bagi kita untuk melakukan tes ketika
membeli makanan. Maka, kemampuan mengenali secara sekilas diperlukan.

Samsul menjelaskan, makanan berformalin sebenarnya bisa dilihat secara visual. Salah satunya adalah
teksturnya. Apabila makanan basah seperti baso, mie basah, atau otak-otak ditekan, akan terasa sangat kenyal.
Sedangkan untuk makanan yang mengandung boraks, dapat dites menggunakan tusuk gigi yang terlebih dulu
dilumuri kunyit, kemudian dijemur hingga kering.

Makanan yang diduga mengandung boraksditusuk dengan tusuk gigi. Lalu, perubahan arna setelah beberapa
detik diamati. "Jika ada perubahan warna kuning kecoklatan maka bahan makanan tersebut mengandung
boraks,” ujarnya. Meskipun kadang menjijikan, tambah Samsul, keberadaan lalat juga dapat menjadi indikasi
alami makanan tersebut mengandung bahan kimia atau tidak. Apabila makanan basah seperti daging tidak
dikerumuni lalat, maka kita pantas curiga. Pasalnya, lalat tidak akan menghinggapi makanan basah yang
mengandung boraks, formalin atau bahan pengawet lainnya. “Jika sudah ada tanda-tanda tersebut, diharapkan
masyarakat untuk tidak membelinya,” tambah Samsul. Kandungan formalin, boraks dan zat pewarna makanan
juga bisa diketahui menggunakan lampu ultraviolet. Caranya sama dengan mengetes uang, yakni dengan
mendekatkan makanan ke lampu maka akan terlihat warnanya menyala. (Kompas.com/M Iqbal Fahmi)
Saatnya Penggunaan Pasal 340KUHP bagi
Pengguna Zat Berbahaya dalam Makanan atau
Minuman
Jakarta kembali dikejutkan dengan penemuan pedagang di kawasan monas yang menggunakan air got sebagai
bahan membuat minuman minggu lalu. Kabar tak sedap itu makin membuat miris konsumen yang sudah sangat
sering dikelabui karena makanan atau minuman yang dibeli mengandung zat berbahaya. Peristiwa penemuan
makanan atau minuman yang mengandung zat berbahaya memang lebih sering ditemukan saat adanya razia
atau inspeksi oleh pegawai BPOM atau dari Dinas kesehatan.

Penggunaan zat berbahaya yang dilakukan penjual atau produsen makanan lebih pada alasan meraih
keuntungan atau mensiasati agar produknya lebih bisa bertahan lama. Penggunaan boraks, formalin untuk mie,
tahu, ayam,ikan, bakso dan makanan lainnya yang sering ditemukan. Atau pedagang gorengan memasukkan
kemasan plastik bungkus minyak goreng agar gorengannya lebih renyah. Walaupun berkali-kali petugas dinas
kesehatan atau Badan POM melakukan razia dan penggerebekan, penggunaan zat berbahaya itu masih saja
berulang dilakukan.

Masyarakat Indonesia cenderung lebih memperhatikan halal atau tidaknya produksi makanan atau minuman
dibanding beracun atau tidak. Masyarakat lebih mudah terprovokasi jika sebuah produk makanan yang tidak
halal dibanding yang beracun. Bukan tidak mungkin hal ini yang digunakan para pedagang atau produsen
makanan secara licik mengelabui masyarakat, yang penting tidak mengandung babi alias halal, meski beracun.

Bukan para produsen atau pedagang itu tidak tahu akan bahaya penggunaan zat berbahaya bagi kesehatan,
tetapi karena lemahnya penindakan dan hukuman, maka tidak terjadi efek jera bagi para pelakunya.
Penggunaan zat berbahaya yang dicampur dalam makanan atau minuman memang tidak langsung
mengakibatkan kematian, tetapi setidaknya orang yang mengkonsumsi makanan itu secara perlahan
menyongsong kematian dengan menderita sakit.

Jika mengikuti pasal 9 UU 11 kesehatan tentang hygiene untuk usaha bagi umum, maka tuntutan dan ancaman
pidananya sangat ringan. Bagi mereka yang melanggar atau melakukan tindak pidana kejahatan, akan dipidana
selama-lamanya 6 bulan atau denda setinggi-tingginya sepuluh ribu rupiah. Jika melakukan pelanggaran malah
lebih ringan, karena akan diancam pidana 3 bulan atau dendan setinggi-tingginya 3 bulan. .

Hukuman Bagi Para Oknum Penyalahgunaan Zat Berbahaya dalam Produk Pangan di Indonesia sesuai dengan
UU Perlindungan Konsumen No. 8 tahun 1999 pelanggaran terhadap kesehatan konsumen dapat dikenakan
hukuman maksimal 5 tahun berikut denda hingga Rp 2 milyar.

Peristiwa kopi sianida yang menyeret Jessica Wongso, diancam dengan pasal 340 KUHP yang tuntutannya
adalah hukuman mati. Padahal ke dua tindakan, mencampur formalin dalam ayam atau ikan, atau mencampur
boraks dalam bakso, dengan mencampur sianida dalam minuman kopi boleh dibilang sangat mirip, yaitu
mencampur zat berbahaya yang dapat mengakibatkan kematian. Memang mencampur sianida di dalam kopi
atau minuman akan mengakibatkan kematian seketika, tetapi mencampur formalin di dalam ikan atau ayam,
atau boraks dalam bakso akan mengakibatkan kanker yang dapat menyebabkan kematian juga.

Ketika tidak mungkin dilakukan pengawasan secara intensif pada penjualan zat-zat kimia berbahaya, maka
perlu dipikirkan cara yang lebih jitu dalam menanggulangi penggunaan zat berbahaya dalam produksi makanan
atau minuman. Jadi seharusnya hakim dalam memutus perkara tidak hanya menggunakan peraturan daerah atau
KUHP dengan pasal pelanggaran, tapi menuntut pasal pidana bagi orang-orang yang dengan sengaja
mencampur zat berbahaya untuk dikonsumsi orang lain dengan pasal pembunuhan berencana, bahkan
seharusnya lebih berat karena korbannya massal dan acak. Undang-undang perlindungan konsumen juga harus
direvisi khususnya yang menyangkut pelanggaran seperti di atas. Dengan digunakannya pasal pembunuhan
berencana mudah-mudahan akan menimbulkan efek jera. Jangan hanya karena ingin meraih keuntungan atau
mencegah kerugian, mengorbankan kesehatan orang banyak yang dapat menyebabkan kematian.
Yang Terjadi Pada Tubuh Saat Anda Makan
Makanan Berformalin
Merry Wahyuningsih, CNN Indonesia
Jakarta, CNN Indonesia -- Hari Kesehatan Dunia yang
jatuh tepat hari ini, 7 April 2015, mengangkat topik
tentang keamanan pangan. Topik ini sangat penting
karena berhubungan dengan kebutuhan hidup dasar
manusia, yaitu makan dan minum.

Isu keamanan pangan menjadi penting mengingat banyak


masyarakat yang kurang peduli dan adanya masyarakat
lain yang memanfaatkan ketidakpedulian ini dengan
menggunakan bahan pengawet beracun ke dalam
makanan dan minuman yang kita konsumsi. Sebut saja
penggunaan formalin, boraks dan rhodamin dalam
makanan dan minuman.

Di sisi lain juga sering ditemukan adanya penggunaan


daging celeng untuk bakso atau menyamarkan daging
celeng seperti daging sapi. Terakhir, terjadi penemuan
tempat produksi nata de coco yang menggunakan pupuk
untuk campuran pembuatan produk makanan tersebut.

“Beberapa hal yang harus diperhatikan jika bahan beracun masuk ke dalam tubuh cepat atau lambat akan terjadi
dampak yang tidak inginkan dalam tubuh kita,” tulis Ari Fahrial Syam, dokter spesialis penyakit dalam dari
FKUI-RSCM, dalam keterangan tertulis yang diterima CNN Indonesia, Selasa (7/4).

Dijelaskan Ari, formalin merupakan cairan pengawet mayat yang sampai sekarang masih digunakan di
lingkungan rumah sakit untuk mengawetkan sampel jaringan tubuh manusia dari hasil biopsi atau sampel
langsung yang diambil pada saat operasi sebelum diperiksa di laboratorium.

Formalin tidak berwarna dan mempunyai bau yang keras dan mempunyai berat jenis 1,09 kg/L dalam suhu 20
derajat Celsius. Penelitian Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) menunjukkan bahwa formalin terdapat
pada makanan yang sehari-hari kita konsumsi, misalnya mi basah, ikan asin, bakso dan tahu. Bahkan terakhir
formalin ditemukan pada kikil, makanan favorit sebagian masyarakat Indonesia.

“Formalin bagi tubuh manusia diketahui sebagai zat beracun, karsinogen (menyebabkan kanker), mutagen
(menyebabkan perubahan sel, jaringan tubuh), korosif dan iritatif,” tulis Ari menjelaskan. “Uap dari formalin
sendiri sangat berbahaya jika terhirup oleh pernapasan dan juga sangat berbahaya dan iritatif jika tertelan oleh
manusia.”

Untuk mata, seberapa encer pun formalin tetap bersifat iritatif. Jika sampai tertelan, maka orang tersebut harus
segera diminumkan air putih sebanyak mungkin dan segera diminta untuk memuntahkan isi lambungnya.

“Dampak buruk bagi kesehatan pada seorang yang terpapar dengan formalin dapat terjadi akibat paparan akut
atau paparan yang berlangsung kronik. Apa yang terjadi pada masyarakat kita yang mengonsumsi makanan
yang mengandung formalin tentunya paparan ini berlangsung kronik,” tulis Ari.

Dampak buruk bagi kesehatan jika terpapar formalin secara kronik dan berulang-ulang antara lain sakit kepala,
radang hidung kronis (rhinitis), mual-mual, gangguan pernapasan, baik berupa batuk kronis atau sesak napas
kronis. Gangguan pada persarafan berupa susah tidur, sensitif, mudah lupa, dan sulit berkonsentrasi. Pada
perempuan akan menyebabkan gangguan menstruasi dan infertilitas.
Pada manusia penggunaan formalin jangka panjang dapat menyebabkan kanker mulut dan tenggorokan. Pada
penelitian binatang, ternyata formalin menyebabkan kanker kulit dan kanker paru.

“Formalin juga dapat diserap oleh kulit dan seperti telah disebutkan di atas juga dapat terhirup oleh pernapasan
kita. Oleh karena itu, melalui kontak langsung dengan zat tersebut tanpa menelannya juga sudah dapat
berdampak buruk bagi kesehatan,” katanya.

Formalin juga dapat merusak persarafan tubuh manusia dan dikenal sebagai zat yang bersifat racun untuk
persarafan tubuh (neurotoksik). Sampai sejauh ini, informasi yang ada menyebutkan tidak ada level aman bagi
formalin jika tertelan oleh manusia.

“Sekali lagi, jelas bahwa zat ini sangat berbahaya jika terpapar pada tubuh manusia baik kontak langsung,
terhirup ataupun tertelan.”

Anda mungkin juga menyukai