Oleh
Sumber daya alam Indonesia di tiap daerah memiliki potensi sumber bahan
pangan yang beragam, baik bahan pangan sumber karbohidrat, protein, lemak,
vitamin maupun mineral. Sumber karbohidrat biasanya berasal dari serealia,
umbi-umbian, dan buah-buahan. Makanan pokok penduduk Indonesia saat ini
bertumpu pada satu sumber karbohidrat yaitu beras.Ketergantungan masyarakat
terhadap beras sebagai pangan pokok membuat ketahanan pangan di Indonesia
melemah ketika persediaan beras berkurang, sedangkan lahan semakin
menyempit, jumlah penduduk semakin bertambah dan masyarakat kurang
memberdayakan pola konsumsi pangan yang beraneka ragam dan seimbang
(Christina, 2011). Salah satu solusi untuk mengurangi penggunaan beras sebagai
makanan pokok yaitu dengan memanfaatkan singkong.
Tiwul singkong adalah makanan tradisional khas Indonesia yang tidak hanya
dapat ditemukan di pulau Jawa, namun juga banyak dijumpai di daerah lainnya
termasuk daerah Lampung. Masyarakat Indonesia biasanya menjadikan tiwul
singkong sebagai makanan pokok pengganti nasi, terutama bagi masyarakat
pedesaan. Meskipun identik dengan makanan kalangan bawah, tetapi tiwul
singkong memiliki kandungan gizi yang tidak kalah dengan makanan lainnya
yaitu kadar karbohidrat sebesar 82,7% (Anayuka, 2016).Berkembangnya
teknologi membuat sebagian masyarakat menginginkan makanan serba cepat.
Dengan mengikuti perkembangan teknologi tersebut kini tiwul ada yang dibuat
dalam bentuk instan untuk memudahkan masyarakat dalam mengkonsumsi tiwul.
1.2. TUJUAN
2.1 singkong
singkong (Manihot utilisima) disebut juga ubi kayu atau ketela pohon, yang
mempunyai kandungan karbohidrat cukup tinggi sebanyak 32,4 gr dan kalori
567,0 gr dalam 100 gr singkong. Dengan demikian singkong dapat dipakai
sebagai pengganti beras. Pada dasarnya olahan singkong dalam industri dapat
digolongkan menjadi 3 yaitu hasil fermentasi singkong (tape atau peuyem),
singkong yang dikeringkan (gaplek), dan tepung singkong atau tepung gaplek (Tri
Radiyati,1990).
Komposisi kimia ubi kayu biasanya bervariasi tergantung dari varietas disamping
faktor luar seperti Iklim, kesuburan tanah dan lain sebagainya. Komponen pati
yang tinggi memungkinkan pati digunakan sebagai sumber karbohidrat. Kadar
pati pada ubi kayu akan sangat dipengaruhi oleh waktu panen.Kadar amilosa pada
ubi kayu adalah sekitar 23%. Kandungan protein pada ubi kayu sangat rendah dan
ubi kayu hanya sedikit mengandung asam amino yang mengandung gugus sulfur.
Asamamino total yang terdapat dalam ubi kayu adalah 684 mg/100 gr bagian yang
dapat dimakan( Sundari S,1993).
Tiwul adalah salah satu jenis pangan olahan dari ubi kayu.Tiwul merupakan
makanan tradisional yang menjadi makanan pokok alternatif pengganti nasi beras.
Berbeda dengan nasi putih atau beras yang berasal dari padi, tiwul memiliki ciri
tersendiri, sedikit menggumpal dan berwarna kekuningan, kecoklatan, kehitaman,
bahkan ada yang berbentuk putih menyerupai beras dengan aroma yang kuat.
Tiwul yang biasa dijumpai yaitu berbentuk seperti butiran-butiran beras berwarna
coklat kehitaman.Ubi kayu yang akan diolah tentunya bukan merupakan jenis ubi
kayu yang beracun, tetapi ubi kayu manis. Sebelum diolah menjadi tiwul, daging
ubi kayu diolah terlebih dahulu menjadi gaplek. Warna kuning kecoklatan pada
tiwul diperoleh dari hasil proses pengeringan ubi kayu menjadi gaplek yang
kemudian diolah menjadi tiwul (Rachawati, 2010).
1.Gelatinisasi
Gelatinisasi adalah proses perubahan sifat fisik pati karena adanya air dan
pemberian energi, kadang kadang tekanan selama waktu tertentu. Pada awal
proses gelatinisasi granula pati yang berisi amilosa dan amilopektin mulai
menyerap air. Penyerapan air meningkat dengan meningkatnya suhu pemanasan
yang menyebabkan granula pati membengkak (swelling). Pada saat membengkak
amilosa mulai berdifusi keluar granula dan akhirnya terbentuk matriks gel setelah
granula runtuh. Suhu disaat granula pati pecah disebut suhu gelatinisasi. Suhu
gelatinisasi berbeda beda untuk tiap jenis bahan dan merupakan suatu kisaran.
Suhu gelatinisasi dapat ditentukan dengan viscometer, misalnya : jagung 62 70
C, beras 68 78 C, gandum 34,5 64 C, kentang 58 60 C, tapioka 52 64
C.Pati yang telah mengalami gelatinisasi dapat dikeringkan, tetapi molekul-
molekul tersebuttidak dapat kembali lagi ke sifat-sifatnya sebelum gelatinisasi.
Bahan yang kering tersebut masih mampu meyerap air kembali dalam jumlah
yang besar.Sifat inilah yang digunakan dalam pembuatan produk instan (Winarno,
1995).
2.Pengeringan
Pengeringan adalah suatu metode untuk mengeluarkan atau menghilangkan
sebagian air dari suatu bahan dengan cara menguapkan atau mengeluarkan
sebagian air tersebut dengan menggunakan energi panas. Kandungan air bahan
dikurangi sampai suatu batas mikroorganisme tidak dapat tumbuh lagi.Beberapa
faktor yang mempengaruhi pengeringan ada dua yaitu faktor yang berhubungan
dengan udara pengering (yaitu: suhu, kecepatan volumetric aliran udara pengering
dan kelembaban udara) dan faktor yang berhubungan dengan sifat bahan yang
dikeringkan (yaitu: ukuran bahan, kadar air awal dan tekanan parsial di dalam
bahan (Taib, dkk., 1988).
III. BAHAN DAN METODE
Pencucian dan
perendaman Pencampuran dengan air (1:1)
Pengeringan
Penggilingan
Tepung Geplek
Gambar 1. Diagram Alir Pembuatan Tiwul Instant
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
Aroma Tekstur
1 = Sangat tidak khas singkong 1 = Sangat pera
2 = Tidak khas singkong 2 = Pera
3 = Sedikit khas singkong 3 = Agak kenyal
4 = Khas singkong 4 = Kenyal
5 = Sangat khas singkong 5 = Lembek
JARING LABA-LABA SENSORI TIWUL INSTAN
Warna
5
2
Penerimaan Aroma
1
Tekstur Rasa
4.2 Pembahasan
Pengujian sifat sensori tiwul instan juga dilakukan untuk mengetahui perlakuan
terbaik dari tiwul instan.
Berdasarkan pengamatan pada Tabel 2 diperoleh hasil bahwa perlakuan
memberikan pengaruh pada sifat sensori tiwul instan yang dihasilkan. Pada
kelompok1 denganperlakuan kontrol atau tanpa pembekuan memiliki warna
coklat, aroma sedikit khas singkong, rasa getir, tekstur pera dan tidak disukai
panelis. Sedangkan, pada kelompok 2 dengan perlakuan pengukusan 20 menit dan
pembekuan 12 jam memiliki sifat sensori yang jauh lebih baik dari pada perlakuan
control. Tiwul instan pada kelompok 2 memiliki warna coklat, aroma hampir khas
singkong, rasa manis, tekstur agak kenyal dan agak disukai panelis. Pengujian
sesori juga dilakukan pada perlakuan kelompok 3 dengan perlakuan pengukusan
20 menit dan pembekuan 24 jam. Hasil pengamatan menunjukan bahwa tiwul
instan kelompok 3 memiliki warna coklat tua, aroma hampir khas singkong, rasa
manis, tekstur kenyal dan disukai panelis. Hasil uji sensori kelompok 4 dengan
perlakuan pengukusan 30 menit dan pembekuan 12 jam memiliki sifat sensori
yang lebih rendah dari pada perlakuan kelompok 3. Tiwul instan kelompok 4
memiliki warna coklat tua, aroma tidak khas singkong, rasa agak getir, tekstur
pera dan tidak disukai panelis. Sedangkan, kelompok 5 dengan perlakuan
pengukusan 30 menit dan pembekuan 24 jam memiliki warna coklat tua, aroma
sedikit khas singkong, rasa tawar, tekstur pera dan tidak disukai panelis.
Data hasil dari uji sensori tiwul instan diinterpretasikan dalam sebuah grafik
jaring laba-laba. Grafik jaring laba-laba mutu sensori tiwul instan berbagai
perlakuan disajikan dalam Gambar 4. Berdasarkan grafik jaring laba-laba
diketahui bahwa sampel yang terbaik adalah tiwul instan pada kelompok 3 dengan
perlakuanpengukusan 20 menit dan pembekuan 24 jam yang ditandai dengan
luasan daerah warna abu-abu paling lebar. Sedangkan, perlakuan paling tidak
optimal adalah pada kelompok 4 pengukusan 30 menit dan pembekuan 12
jamdengan perlakuan yang ditandai dengan sedikitnya luasan daerah yang dibatasi
warna orange pada grafik jaring laba-laba.
Untuk parameter aroma tiwul instan yang terbentuk, ketika proses pengukusan
tiwul instan akan timbul aroma yang berasal dari gula merah yang digunakan,
sehigga menyebabkan aroma singkong terbiaskan. Berdasarkan pengujian sensori
aroma khas singkong tertinggi pada perlakuan tiga dengan nilai 3,6. Hal ini
menunjukan bahwa semakin lama pengukusan dan pembekuan maka akan
semakin hilang aroma singkong pada tiwul instan, tetapi pada perlakuan ke-2 dan
ke-1 aroma khas singkong lebih rendah dibandingkan perlakuan ke-3, hal ini tidak
sesuai dengan Koswara (2009) yang menyebutkan bahwa semakin tinggi bahan
tambahan yang digunakan dalam pembuatan olahan singkong, maka aroma khas
singkong akan semakin berkurang. Perbedaan ini didasarkan atas respon subyektif
panelis terhadap parameter aroma yang diamati.
Tingkat kesukaan panelis terhadap rasa yang terbaik yaitu perlakuan tiga dengan
pengukusan selama 20 menit dan pembekuan selama 24 jam. Semakin lama
proses pengukusan menyebabkan rasa akan semakin hilang, rasa yang
ditimbulkan berasal dari gula merah yang ditambahkan pada pembuatan tiwul
instan. Pengukusan yang terlalu lama menyebabkan semakin tingginya kandungan
air yang terserap dalam tiwul sehingga rasa manis akan semakin tersamarkan
(Koswara, 2009). Rasa menjadi parameter penting dalam pengujian sensori,
menurut Nawansih O. dan Nuraini, F. (2006) rasa akan memepengaruhi parameter
lainnya, sehingga dalam pembuatan suatu produk rasa harus diperhatikan, selain
itu dalam pengujian sensori diperlukan makanan selingan baik berupa roti
tawar/air mineral sehingga panelis tidak terpengaruh terhadap rasa dari suatu
produk. Tekstur tiwul yang terbentuk keras kenyal hingga agak perah, tekstur
terbaik diperoleh oleh perlakuan ke-3 dimana tekstur yang dihasilkan kenyal
dengan skor 4,0. Perlakuan lainnya yang mendekati yakni perlakuan kedua
dengan tekstur agak kenyal, sedangkan perlakuan lainnya memiliki tekstur perah.
Tiwul insatn seharusnya memiliki tekstur kenyal, kandungan pati yang terkandung
pada singkong akan membentuk tekstur menjadi kenyal, sedangkan semakin lama
pengukusan dan pembekuan akan menghasilkan tekstur lebih kenyal (Koswara,
2009). Tetapi dalam praktikum yang dilakukan, pelakuan ke-5 memiliki tekstur
perah, hal ini disebabkan ketika dalam proses pengukusan, tiwul instan yang
diperoleh tidak sengaja terendam dalam air kukusan, sehingga meghasilkan
tekstur yang perah. Hasil penerimaan keseluruhan diperoleh tingkat kesukaan
panelis terhadap tiwul instan dengan perlakuan pengukusan 20 menit dan
pembekuan 24 jam, hal ini akan menghasilkan tekstur kenyal, rasa manis, aroma
khas singkong, dan warna cokelat.
V. KESIMPULAN
Kesimpulan dari praktikum ini adalah perlakuan terbaik dalam Perlakuan terbaik
dalam pembuatan tiwul instan adalah perlakuan ketiga dengan lama pengukusan
selama 20 menit dan pembekuan selama 24 jam akan menghasilkan tiwul instan
berupa rasa manis, tekstur kenyal, aroma khas singkong, dan warna kecokelatan,
yang disukai oleh panelis.
DAFTAR PUSTAKA
Anayuka, S.A. 2016. Evaluasi Sifat Fisik dan Sensori Flakes Pati Garut dan
Kacang Merah dengan Penambahan Tiwul Singkong. Skripsi. Fakultas
Pertanian Unila. Bandar Lampung.
Badan Pusat Statistik. 2015. Tingkat Produksi Ubi Kayu Lampung Pada Tahun
2015. Badan Pusat Statistik Provinsi Lampung.
Koswara, S. 2007. Teknologi Pengolahan Kacang Tanah Teori dan Praktik. IPB.
Bogor.
Nawasih, O. dan Nurani, F. 2005. Uji Sensori. Bahan ajar. Teknologi Hasil
Pertanian, Universitas Lampung. Bandar Lampung.
Sundari S,1993.Berbagai cara pembuatan gaplek ubi kayu serta sifat patinya
[skripsi].Yogyakarta : Jurusan Teknologi Hasil Pertanian, Fakultas
Pertanian, Universitas Gajah Mada.
Winarno FG. 1995. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama.
LAMPIRAN
Lampiran 1. Data Pengamatan Uji Sensori
Lampiran 3. Penugasan
Pendahuluan dan Kolektif Yahdinata
Tinjauan pustaka Sella Putri Utami
Metodelogi dan Lampiran Mela Gustiana
Data pengamatan dan Pembahasan 1 Trisna Aulia
Pembahasan 2 dan Kesimpulan Yogi Endi Hermawan