Tugas Farmakologi Kelompok DK 1
Tugas Farmakologi Kelompok DK 1
Disusun Oleh:
KELOMPOK 1
Ny. K 22 tahun datang dengan keluhan Nyeri saat BAK sejak 5 hari yang lalu, keluhan nyeri
disertai dengan keluhan sering BAK dan susah untuk menahan BAK. Sulit untuk memulai
BAK. Pasien sering BAK pada malam hari, nyeri pada pinggang tidak ada, demam tidak ada.
dr. ABCD
SIP. 0102354678
KLINIK SEHAT
JL. ABADI SELAMANYA NO. 09
PONTIANAK
Pontianak, 20 April 2017
£
R/ Paracetamol tab 500 mg No. XV
s 3 dd tab I p.c
Pro : Ny. K
Usia : 22 tahun
Amoksisilin
Amoksisilin memiliki aktivitas antimikroba yang lebih luas, termasuk mikroorganisme
gram-negatif tertentu, seperti Haemophilus influenzae, Escherichia coli, dan Proteus mirabilis.
Obat ini sering diberikan bersama inhibitor β-laktamase untuk mencegah hidrolisis oleh β-
laktamase spektrum-luas yang ditemukan dalam frekuensi yang terus meningkat di isolat klinis
bakteri gram-negatif ini.1
Amoksisilin diabsorpsi lebih cepat dan lengkap di saluran GI daripada ampisilin.
Amoksisilin digunakan secara luas karena spektrum antimikrobanya yang luas dan
bioavailabilias oralnya tinggi sekitar 70-90% dengan puncak plasma terjadi pada rentang 1
hingga 2 jam. Distribusi amoksisilin sekitar 0,26-0,31 L/kg dan terdistribusi secara luas menuju
banyak jaringan, termasuk hati, paru, kelenjar prostat, otot, kantung empedu, pleural, dan
cairan sinovial serta melewati plasenta, namun penetrasi menuju sistem saraf pusat sangat
lemah kecuali adanya inflamasi. Sekitar 10-25% obat akan dimetabolisme menjadi asam
penikiloik. Waktu paru elimanisi sekitar 1-1,5 jam. Sekitar 17-20% terikat pada plasma protein
manusia, terutama albumin. Eksresi amoksisilin sebagian besar dilakukan oleh ginjal, >80%
diperoleh kembali melalui urin. Amoksisilin juga disekresikan ke dalam ASI. Spektrum
antimikroba amoksisilin sangat identik dengan ampisilin, kecuali bahwa amoksisilin kurang
efektif untuk sigelosis. Kadar puncak amoksisilin (amoxil, dll) dalam plasma dua kali lebih
besar daripada ampisilin setelah pemberian oral pada dosis yang sama. Makanan tidak
mengganggu absorpsi. Mungkin karena absorpsinya yang lebih baik, insiden diare akibat
amoksisilin leblh kecil daripada ampisilin. Insiden efek merugikan lainnya sama. Walaupun
t1/2 amoksisilin sama dengan ampisilin, kadar efektif amoksisilin oral yang terdeteksi dalam
plasma dua kali lebih lama daripada ampisilin karena absorpsinya yang lebih sempurna. Sekitar
20% amoksisilin terikat dengan protein dalam plasma. Sebagian besar antibiotik ini dieksresi
dalam bentuk aktif dalam urine.1,2
Asetaminofen
Asetaminofen hanya mempunyai efek antiinflamasi yang lemah dan umumnya
penghambatan terhadap COX lemah dengan adanya konsentrasi tinggi peroksida, yang dapat
ditemukan di tempat inflamasi. Dosis terapeutik asetaminofen tunggal atau berulang tidak
mempunyai efek pada sistem kardiovaskutar dan respiratori, pada platelet atau pada koagulasi.
Tidak terjadi perubahan asam-basa dan efek urikosurik, juga tidak menyebabkan iritasi
lambung, erosi, atau perdarahan yang dapat terjadi setelah pemberian salisilat.1
Asetaminofen oral mempunyai bioavailabilitas yang sangat baik. Konsentrasi plasma
puncak terjadi dalam 30-60 menit dan waktu paruhnya dalam plasma adalah sekitar 2 jam.
lkatan obat dengan protein plasma lebih kecil daripada NSAID lain. Sekitar 90-100% obat ini
ditemukan dalam uine pada hari perlama pada dosis terapeutik, terutama setetah konjugasi
hepalik dengan asam glukuronat (sekitar 60%), asam sulfat (sekitar 35%), atau sistein (sekitar
3%); metabotit terhidroksilasi atau terdeasetilasi juga terdeteksi datam jumlah yang sedikit.
Sebagian kecil asetaminofen mengalami N-hidroksilasi yang diperantarai oleh CYP menjadi
bentuk N-asetil-p-benzokuinoneimin (NAPQI), suatu bentuk intermediet yang sangat reaktif.1
Kasus 2
Pasien 65 tahun datang ke UGD dengan keluhan nyeri BAK dan susah BAK sejak ± 2 bulan
dan dirasakan memberat 2 minggu terakhir. Pancaran air senin saat BAK melemah dan
belakangan hanya menetes. Saat ke UGD pasien sudah tidak bisa BAK. Saat merubah posisi
saat BAK, keluhan masih tetap ada. Pasien juga mengeluhkan BAK tidak puas dan merasa ada
air seni di kandung kemihnya. Riwayat kencing berdarah, kencing berpasir atau batu tidak ada.
dr. ABCD
SIP. 0102354678
KLINIK SEHAT
JL. ABADI SELAMANYA NO. 09
PONTIANAK
Pontianak, 17 April 2017
Pro : Tn. A
Usia : 65 tahun
Tamsulosin
Tamsulosin adalah antagonis kompetitif α1 dengan struktur yang cukup berbeda dari
struktur kebanyakan penghambat reseptor α1 . Obat ini memiliki bioavaibilitas yang tinggi dan
waktu paruh 9-15 jam. Tamsulosin di metabolisasi secara ekstensif di hati. Obat ini memiliki
afinitas yang lebih tinggi terhadap reseptor α1A dan α1D daripada subtipe α1B. Tamsulosin
memiliki potensi yang relative lebih besar dalam menghambat kontraksi otot polos prostat
versus otot polos vascular dibandingkan dengan antagonis α1 selektif lainnya. Efikasi obat
pada BPH mengisyaratkan bahwa tipe α1A mungkin merupakan subtype α terpenting yang
memerankan kontraksi otot polos prostat. Selain itu, dibandingkan dengan antagonis lainnya,
tamsulosin tidak banyak berefek pada tekanan darah saat berdiri. Bagaimanapun, pemberian
setiap antagonis α pada pasien dengan penurunan fungsi sistem saraf simpatis perlu dilakukan
dengan hati-hati.3
Golongan α1 adrenergic antagonis secara umum berguna untuk menangani peningkatan
tekanan darah, akan tetapi terkhusus tamsulosin biasa digunakan untuk terapi dari BPH.
Tamsulosin berguna untuk memblokade reseptor α yang berfungsi mengurangi sifat dari otot
polos dari leher kandung kemih dan prostat sehingga meningkatkan arus urin. Tamsulosin
adalah inhibitor dari reseptor α1A yang ditemukan di otot polos pada prostat. Peak onset dari
obat ini adalah 2-4 minggu, sehingga diperlukan pengobatan jangka panjang hingga 4 bulan.
Dosis yang diberikan dari 0.4 mg maksimal, namun apabila dalam 2 hingga 4 minggu masih
tidak mengurangi maka diberikan dosis 0.8 mg per oral perhari. Namun, jika pengobatan
terputus, maka harus diulangi dosis 0.4 mg PO perhari. α1 bloker dapat menyebabkan pusing,
kekurangan energi, hidung tersumbat, sakit kepala, mengantuk, dan dapat menyebabkan
sinkop.4
Kasus 3
Pasien perempuan 19 tahun datang ke IGD rumah sakit dengan keluhan demam sejak 1 hari
yang lalu. Demam di rasakan mendadak dan terus menerus, pusing (+) di sertai mual (+)
muntah (-). Kurang lebih 2 hari sebelumnya pasien mengeluh nyeri perut bagian kanan dan kiri
bawah. Nyeri terasa terus menerus. Pasien juga mengeluh nyeri saat kencing (+), terasa perih
dan panas, anyang anyangan (+). Pasien pernah mengalami sakit yang sama kurang lebih 2
bulan yang lalu, namun sembuh setelah periksa ke dokter. BAB tidak ada keluhan.
£
R/ Paracetamol tab 500 mg No. XII
s 3 dd tab I p.r.n demam
Asetaminofen
Asetaminofen hanya mempunyai efek antiinflamasi yang lemah dan umumnya
penghambatan terhadap COX lemah dengan adanya konsentrasi tinggi peroksida, yang dapat
ditemukan di tempat inflamasi. Dosis terapeutik asetaminofen tunggal atau berulang tidak
mempunyai efek pada sistem kardiovaskutar dan respiratori, pada platelet atau pada koagulasi.
Tidak terjadi perubahan asam-basa dan efek urikosurik, juga tidak menyebabkan iritasi
lambung, erosi, atau perdarahan yang dapat terjadi setelah pemberian salisilat.1
Asetaminofen oral mempunyai bioavailabilitas yang sangat baik. Konsentrasi plasma
puncak terjadi dalam 30-60 menit dan waktu paruhnya dalam plasma adalah sekitar 2 jam.
lkatan obat dengan protein plasma lebih kecil daripada NSAID lain. Sekitar 90-100% obat ini
ditemukan dalam uine pada hari perlama pada dosis terapeutik, terutama setetah konjugasi
hepalik dengan asam glukuronat (sekitar 60%), asam sulfat (sekitar 35%), atau sistein (sekitar
3%); metabotit terhidroksilasi atau terdeasetilasi juga terdeteksi datam jumlah yang sedikit.
Sebagian kecil asetaminofen mengalami N-hidroksilasi yang diperantarai oleh CYP menjadi
bentuk N-asetil-p-benzokuinoneimin (NAPQI), suatu bentuk intermediet yang sangat reaktif.1
DAFTAR PUSTAKA
1. Gilman AG. Goodman & Gilman Dasar Farmakologi Terapi Edisi 10 Vol 2.
Jakarta:Penerbit Buku Kedokteran EGC. 2012.
2. Kaur SP, Rao R, Nanda S. Amoxicillin: a broad spectrum antibiotic. International
Journal of Pharmacy and Phamaceutical Science. 2011.
3. Katzung, B. G., Masters,S.B., Trevor, A.J. Basic & Clinical Pharmacology, 11th ed.
New York: McGraw-Hill. 2009.
4. Finkel R., Richard A. Harvey, Michelle A. Clark, Jose A. Rey., Karen Whalen.
Lippincott’s Illustrated Reviews: Pharmacology, 5th Ed. Lippincott Williams &
Wilkins. 2012.
5. Akram, M., Shahid, M., Khan, A.U., Etiology and Antibiotic Resistance Patterns of
Community-acquired Urinary Tract Infections in JNMC Hospital Aligarh, India,
BioMed Central. 2007.
6. Samirah, Darwati, Windarwati, Pola dan sensitivitas kuman di penderita infeksi saluran
kemih, Indonesian Journal of Clinical Pathology and Medical Laboratory, 2006.
7. Albarellos, G. A. Montoya, L. Waxman, S. Kreil, V. Ambros, L. A. Hallu, R. Dan
Rebuelto, M. Ciprofloxacin and Norfloxacin Pharmacokinetics and Prostatic Fluid
Penetration in Dogs After Multiple Oral Dosing. The Veterinary Journal. 172: 334-339.
2006.
8. Tjay, T.H., Rahardja, K. Obat-obat Penting : Khasiat, Penggunaan, dan Efek-Efek
Sampingnya. Edisi VI. Jakarta: Penerbit PT. Elex Media Komputindo. 2002.