Anda di halaman 1dari 3

Persalinan (partus) memerlukan dilatasi kanalis servikalis atau yang sering disebut dengan

pembukaan untuk mengakomodasi lewatnya janin dari uterus melalu vagina ke lingkungan luar
dan juga membutuhkan kontrasksi mimetrium uterus yang cukup kuat untuk mengeluarkan
janin. Ada beberapa perubahan yang terjadi selama proses gestasi akhir sebagai persiapan
untuk dimulainya persalinan. Pada dua trimester pertama, uterus relatif tetap tenang, karena
efek inhibitorik progesteron kadar tinggi pada oto miometrium. Namun, pada timester akhir,
uterus akan semakin peka rangsangan sehingga kontraksi ringan dapat dialami dengan
kekuatan dan frekuensi yang bertambah.

Selama gestasi, pintu keluar uterus tetap tertutup oleh seviks yang kaku dan tertutup rapat.
Seiring dengan mendekatnya persalinan, maka serviks mulai melunak akibat disosiasi serta
jaringan ikatnya yang kuat. Karena perlunakan ini maka serviks menjadi lentur sehingga dapat
secara bertahap membuka pintu keluarnya sewaktu janin yang secara paksa didorong
menekannya saat persalinan. Perlunakan serviks ini terutama disebabkan oleh relaksin, yaitu
hormon peptida yang dihasilkan oleh korpus luteum kehamilan dan plasenta. Faktor lain juga
berprean dalam perlunakan serviks ini. Relaksin juga melemaskan jalan lahir dengan
melonggarkan jaringan ikat antara tulang-tulang panggul.

Ada beberapa hal yang memengaruhi atau memicu dimulainya persalinan:

1. Peran estrogen kadar tinggi


Selama awal gestasi, kadar estrogen ibu relatif rendah, tetapi seiring dengan
kemajuan kehamilan, sekresi estrogen plasenta terus meningkat. Pada hari-hari tepat
menjalang persalinan, terjadi lonjakan kadar estrogen yang menyebabkan perubahan
pada uterus dan serviks untuk mempersiapkan kedua struktur ini untuk persalinan dan
pelahiran. Estrogen kadar tinggi mendorong sintesis konekson di dalam sel-sel otot
polos uterus. Hampir sepanjang kehamilan sel-sel miometrium ini tidak secara
fungsional berkaitan. Konekson yang baru terbentuk disisipkan di membran plasma
miemetrium untuk membentuk taut celah yang secara elektris menyatukan sel-sel oto
polos uterus sehingga mereka mampu berkontraksi secara terkoordinasi.
Selain meningkatkan sintesis konekson di dalam sel-sel otot polos uterus,
estrogen kadar tinggi juga secara drastis dan progresif meningkatkan konsentrasi
reseptor oksitosin di miometrium. Bersama-sama, perubahan-perubahan miometrium
ini menyebabkan responsivitas uterus terhadap oksitosin meningkat yang akhirnya
memicu persalinan.
Selain mempersiapkan uterus untuk persalinan, estrogen kadar tinggi juga
mendorong pembentukan prostaglandin lokal yang berperan dalam pematangan serviks
dengan merangsang enzim-enzim serviks yang secara lokal menguraikan serat kolagen.
Selain itu, berbagai prostaglandin itu sendiri meningkatkan responsivitas uterus
terhadap oksitosin.
2. Peran oksitosin
Oksitosin adalah suatu hormon peptida yang diproduksi oleh hipotalamus, disimpan di
hipofisis posterior, dan dibebaskan ke dalam darah dari hipofisis posterior pada
stimulasi saraf oleh hipotalamus. Oksitosin, suatu perangsang otot uterus yang kuat,
berperan kunci dalam kemajian persalinan. Akan tetapi, hormon ini semula bukan
dianggap sebagai pemicu persalinan karena kadar oksitosin dalam darah tetap konstan
mendekati awitan persalinan. Penemuan bahwa responsivitas uterus terhadap oksitosin
pada aterm adalah 100 kali dibandingkan wanita yang tidak hamil (karena
meningkatnya konsentrasi reseptor oksitosin miometrium) menyebabkan kesimpulan
yang sekarang diterima luas bahwa persalinan dimulai ketika konsentrasi reseptor
oksitosin mencapai suatu ambang kritis yang memungkinkan awitan kontraksi kuat
terkoordinasi sebagai respons terhadap kadar oksitosin darah yang biasa.

Persalinan dibagi menjadi tiga tahap: (1) dilatasi serviks, (2) pelahiran bayi, dan (3) pelahiran
plasenta. Pada permulaan persalinan atau suatu waktu pada tahap pertama, membran yang
membungkus kantong amnion atau kantung air pecah. Cairan amnion yang keluar dari vagina
membantu melumasi jalan lahir.

1. Tahap pertama. Selama tahap pertama, serviks dipaksa melebar untuk mengakomodasi
garis tengah kepala bayi, biasanya hingga maksimal 10 cm. Tahap ini adalah yang
paling lama, berlangsung dari beberapa jam sampai 24 jam pada kehamilan pertama.
Jika bagian tubuh lain janin selain kepala yang menghadap ke serviks maka bagian
tersebut biasanya kurang efektif daripada kepala untuk membelah serviks. Kepala
memiliki garis tengah terbesar pada tubuh bayi. Jika bayi mendekati jalan lahir dengan
kaki terlebih dahulu maka kaki mungkin tidak dapat melebarkan seviks cukup lebar
untuk dilalui kepala.
2. Tahap kedua. Tahap kedua persalinan, pengeluaran bayi yang sebenarnya, dimulai
setelah dilatasi seviks lengkap. Ketika bayi mulai bergerak melewati serviks dan
vagina, resept-reseptor regang di vagina mengkatifkan suatu refleks saraf yang memicu
kontraksi dinding abdomen secara sinkron dengan kontaksi uterus. Kontraksi abdomen
ini sangat meningkatkan gaya yang mendorong bayi melewati jalan lahir. Ibu dapat
membantu mengluarkan bayinya dengan secara sengaja mengontaksikan otot-otot
abdomennya bersamaan dengan kontaksi uterus saat timbul nyeri persalinan. Tahap dua
biasanya jauh lebih singkat daripada tahap pertama dan berlangsung 30 sampai 90
menit. Bayi masih melekat pada plasenta oleh tali pusar saat lahir. Tali pusar ini diikat
dan dipotong dengan puntung akan menciut dalam beberapa hari untuk membentuk
umbilikus.
3. Taha ketiga. Segera setelah bayi lahir, terjadi rangkaian kontraksi uterus kedua yang
memisahkan plasenta dari miometrium dan mengeluarkannya melalui vagina. Pelahiran
plasenta, merupakan tahap ketiga persalinan. Biasanya tahap ini berlangsung 15 sampai
30 menit setelah bayi lahir. Setelah plasenta di keluarkan, kontaksi miometrium yang
berkelanjutan menyebabkan pembuluh darah uterus yang mengalir ke tempat
perlekatan plasenta terjepit untuk mencegah perdarahan.

Sherwood, L. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem.Edisi 6. Jakarta: EGC; 2012.

Anda mungkin juga menyukai