Pendahuluan
2 Kekhawatiran tersebut dapat dibaca misalnya dalam buku yang ditulis oleh Sunaryati
Hartono, Kembali ke Metode Pellelilian Hukum . Fakultas Hukum Unpad, 1985.
jurimetri ini, bukan kepada pendekatan ilmu sosial terhadap hukum pada
umumnya.
Menurut hemat saya, perdebatan mengenai pendekatan mana yang
paling tepat untuk dapat menjelaskan permasalahan hukum yang dikaji,
tidaklah dapat dijawab secara sederhana. Pendekatan manapun yang akan
digunakan adalah sangat tergantung pada apa yang menjadi permasalahan
penelitian. Penggunaan suatu pendekatan ditentukan oleh penjelasan apa
yang dibutuhkan oleh peneliti untuk mendapatkan jawaban dari apa yang
hendak diketahuinya. Bila peneliti misalnya hendak mengetahui hubungan
pengaruh dan hubungan sebab akibat antara kesadaran hukum dan tingkat
pendidikan seseorang, maka ia dapat menggunakan jurimetri. Namun bila
seorang peneliti meragukan apakah kesadaran hukum seseorang dapat
diukur, dan ia ingin mengetahui secara mendasar bagaimanakah kesadaran
hukum seseorang dapat dijelaskan secara luas dan mendalam, maka sudah
barang tentu lebih baik ia berpihak kepada pendekatan kualitatif.
Kiranya persoalan yang harus diuraikan dalam wacana pendekatan
metodologi dalam ilmu hukum, bukan saja perdebatan antara pendekatan
jurimeteri dan pendekatan kualitatif saja seperti yang sudah diuraikan di
atas. Persoalan lain yang tidak kalah besarnya adalah adanya beberapa
kubu pemikiran metodologis sebagai konsekuensi dari penafsiran
mengenai konsep hukum, seperti yang akan diuraikan di bawah ini.
To treat the data of law merely as legal rules may be a static (and
therefore inadequate) representation of a dynamic phenomenon: the
reality of regulation as the continually changing outcome of a complex
interaction of individuals and groups in society (Cotterrell. 1984: II)
4 Sebagai seorang penganut pem.lekatan prosesual. dikatakan oleh Moore hahwa haws
SASF wrsehut tidak ditentukan secara jelas sepe ni sualu organisasi. mdainkan Ichi h
ditentukan olch karakter prost:!sualnya.
luar batas SASF yang lebih luas (negara), masuk dan memberi pengaruh
terhadap interaksi mereka.
Metode-metode yang biasa digunakan dalam lapangan antropologi
hukum ini sungguh memberikan sumbangan yang berharga dalam
penelitian ilmu hukum. Melalui metode-metode tersebut dapat ditemukan
hukum yang sesungguhnya beroperasi d i dalam kehidupan masyarakat
sehari-hari berdasarkan hasil kajian kita. Sedangkan hukum yang
ditemukan berdasarkan peraturan perundangan, vonis hakim , dan sistem
normatif lainnya , karena baru sebatas pada das Sollen, belum bisa
menjawab hukum apa yang sesungguhnya dianut dalam masyarakat.
Data Lapangan
diantar oleh seorang ternan yang juga orang Batak Toba. Atau say a pergi
ke rumah subyek penelitian bersama seorang Pendeta dari gereja HKBP di
mana subyek menjadi anggota jemaat di situ. Kedatangan seseorang yang
sudah mereka kenaI menyebabkan munculnya kepercayaan, dan melicinkan
jalan untuk membangun rapor.
Karena sulitnya mencari kasus sengketa waris, maka saya tidak
membatasi diri pad a wilayah-wilayah tertentu di Jakarta. Subyek
penelitian saya tinggal berserakan di berbagai tempat di Jakarta, seperti di
Rawamangun, Utan Kayu , Pulo Mas, Grogol, Tebet, Kali Malang,
Ciputat , Narogong, Menteng, Matraman, Kayumanis, dan sekitarnya.
Bila rapor sudah tercapai , berkaitan dengan kasus-kasus sengketa,
maka biasanya perempuan-perempuan itu mulai menceritakan kronologi
sengketa, siapa-siapa yang terlibat dalam sengketa, bagaimana ll1ereka
mell1persepsikan dirinya sebagai perempuan dan kaitannya dengan dengan
orang-orang yang terlibat dalam sengketa itu, bagaimana para pihak yang
dihadapi bersikap terhadapnya , bagaill1ana dia sendiri bereaksi terhadap
sikap-sikap yang tidak bersahabat itu, upaya-upaya apa saja yang
dilakukannya guna untuk mendapatkan bagian dari harta yang
diperjuangkannya. darimana idee-idee untuk ll1elakukan upaya upaya itu .
siapa-siapa saja pihak yang membantunya, dan banyak lagi.
Mereka biasanya ll1enceritakan pengalall1an pahitnya dengan penuh
emosi, kadang-kadang menangis menyesali nasib, atau bahkan tertawa
mengingat kecerdikannya melawan pihak-pihak kerabat suamlllya.
Kadang-kadang mereka juga bertanya, apa yang harus dilakukan? Sebagai
seorang ternan, saya kadang-kadang juga memberi informasi bahwa bila
mereka mau, rnereka bisa mendapatkan bantu an atau nasihat hukum dari
lembaga-Iembaga bantuan hukum perempuan. Namun biasanya mereka
enggan berurusan dengan "orang lain" dalam berperkara, karena tidak
punya pengetahuan dan kenalan. Untuk membawa sengketa ke hadapan
komunitasnya secara terbukapun kadang-kadang mereka tidak mau, karena
lakut perselisihannya diketahui orang banyak , dan rnalu bila orang akan
mentertawakan sebagai perselisihan yang memperebutkan harta yang tidak
seberapa. Biasanya mereka sungguh-sungguh mengandalkan dirinya
sendiri , mengadakan resistensi berdasarkan kekuatannya sendiri. Padahal
yang ll1ereka hadapi biasanya adalah kerabat laki-Iaki , dan tak jarang yang
dihadapinya adalah seorang sarjana hukum , dan berada pada stratifikasi
sosial ekonomi yang lebih tinggi.
Saya ll1endatangi ll1ereka sebagai kenalan, teman, dan lidak
sebagai seorang peneliti yang dilengkapi dengan peralatan yang serba
Data Dokumen
mengerti betul bahan terse but supaya dapat membuat rekonstruksi jalannya
sengketa, siapa-siapa saja pihak yang terlibat, bagaimana jalannya
perbantahan di persidangan, mengenai apa, dan sebagainya. Untuk itu
saya harus membaca suatu vonis berulangkali, bosan dan meninggalkannya
bila terlalu sukar untuk kemudian mengulangnya setelah beberapa waktu.
Bagaimanapun bersentuhan dengan bahan dokumen pengadilan merupakan
suatu pengalaman tersendiri bagi saya.
Setelah rekonstruksi perkara itu dapat dilakukan, hal selanjutnya
adalah mengidentifikasi pola-pola apa saja yang dapat dijumpai dari kasus-
kasus tersebut. Kadang-kadang ada data yang membuat saya tertegun.
penyelesaian perkara terse but memakan waktu yang sangat lama , ada yang
lebih dari 30 tahun , 25 tahun bahkan perempuan yang berperkara itu
sampai meninggal, sehingga suami atau keturunannya meneruskannya.
Saya membayangkan betapa beratnya penderitaan psikologis dan beban
keuangan yang harus dipikul oleh para pihak selama puluhan tahun
berperkara, dan menunggu keputusan dari sengketa yang tak kunjung datang.
Keuntungan mendapatkan bahan dokumen dari perkara-perkara
yang sudah puluhan tahun yang lalu terjadi itu, adalah pertama, dapat
menghubungkannya dengan kasus-kasus di lapangan yang hari ini terjadi.
Kedua, dapat melihat bagaimana perkembangan dan perubahan apa saja
yang terjadi dari suatu permasalahan (kedudukan perempuan Batak Toba
dalam hal waris). Menggabungkan antara data sejarah (arsip) dan
etnografi masa kini juga merupakan pengalaman tersendiri buat saya.
Kesimpulan
Daftar Pustaka