ILEUS
Diajukan kepada
Disusun oleh
Syarif Maulana
20120310210
2017
1
LEMBAR PENGESAHAN
PRESENTASI KASUS
Ileus
Disusun oleh
Syarif Maulana
20120310210
Pembimbing
2
BAB I
PENDAHULUAN
dilaporkan.Gangguan saluran cerna ini menduduki20% dari seluruh kasus nyeri akut abdomen
yang tidak tergolong appendicitis akuta. Sekitar 60% penyebab obstruksi ileus disebabkan oleh
adhesi yang terjadi pasca operasi regio abdominal dan operasi di bidang obstetri ginekologik.
Isidensi dari ileus obstruksi pada tahun 2011 diketahui mencapai 16% dari populasi dunia yang
Gangguan yang terjadi pada ileus obstruktifbisa meliputi sumbatan sebagian (partial)
ataukeseluruhan(complete) dari lumen usus, sehingga mengakibatkan isi usus tak dapat
melewati lumen itu sendiri. Hal ini dapat disebabkan oleh berbagai macam kondisi, paling
Ileus obstruktif tidak hanya dapat menghasilkan perasaan yang tidak nyaman, seperti :
keram perut, nyeri perut, kembung, mual, dan muntah, bila tidak diobati dengan benar, ileus
obstruktif dapat menyebabkan sumbatan dan menyebabkan kematian jaringan usus. Kematian
jaringan ini dapat ditunjukkan dengan perforasi usus, infeksi ringan, hingga kondisi shock.
Adhesi merupakan suatu jaringan parut yang sering menyebabkan organ dalam atau
jaringan tetap melekat setelah pembedahan. Adhesi dapat membelit dan menarik organ dari
tempatnya dan merupakan penyebab utama dari obstruksi usus, infertilitas (bidang
3
BAB II
LAPORAN KASUS
A. IDENTITAS
Nama : Bp. M
Umur : 81 thn
Pekerjaan : Petani
Agama : Islam
No. RM : 50-xx-xx
B. ANAMNESA
1. Keluhan Utama
Pasien datang dengan keluhan perut kembung tidak bisa kentut dan BAB sejak 3
hari SMRS
2. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke IGD rujukan dari puskesmas dengan keluhan perut kembung dan
tidak bisa kentut maupun BAB sejak 3 hari SMRS. Keluhan disertai dengan mual,
muntah, dan sakit perut. Pasien juga mengeluhkan muncul benjolan pada lipat paha
kanan. Benjolan sudah dirasakan ± 2 tahun terakhir, dapat keluar masuk. Namun
sejak 1 minggu SMRS, benjolan keluar dan tidak dapat dimasukkan kembali.
3. Riwayat Penyakit Dahulu
Benjolan pada lipat paha kanan sejak ± 3 tahun terakhir, menolak di operasi.
Riwayat DM (-), riwayat hipertensi (-)
4. Riwayat Penyakit
Pasien mengaku tidak memiliki riwayat kronis ataupun akut.
5. Riwayat Perawatan
Pasien mengaku belum pernah rawat inap karena sakit.
6. Riwayat Pembedahan
Pasien mengaku tidak permah dioperasi sebelumnya
7. Riwayat Pengobatan Rutin
Pasien mengaku tidak ada riwayat minum obat rutin. Untuk darah tinggi hanya
saat periksa saja.
8. Riwayat Alergi
Pasien mengaku tidak ada riwayat alergi
9. Riwayat Keluarga
4
Pasien mengaku tidak ada keluarga yang memiliki sakit yang berhbungan dengan
organ reproduksi wanita
10. Riwayat Kebiasaan
Pasien mengaku tidak pernah merokok dan tidak pernah minuman beralkohol.
C. PEMERIKSAAN FISIK
A. Status Generalis
Keadaan Umum : Lemah
Kesadaran : Compos Mentis, E4V5M6
B. Pemeriksaan tanda-tanda vital
Suhu Tubuh : 38oC (per axilla)
Tekanan Darah : 110/80 mmHg
Nadi : 92x/menit, irama regular isi cukup equal
Laju Nafas : 21x/menit, regular
STATUS GENERALIS
Kepala : normal tanpa deformitas
Rambut : Rambut warna abu-abu keputihan dengan distribusi merata
Wajah : bengkak (-), pucat (-), bekas luka atau operasi (-),
Mata
o Reflek cahaya : (+/+)
o Konjungtiva : anemis (-/-)
o Sklera : ikterik (-/-)
Telinga : hiperemis (-/-), cairan (-), nyeri (-)
Mulut :hiperemis (-), uvula ditengah, tonsil T1/T1,
Hidung : hiperemis (-), edema septum (-), deformitas (-),
sekret (-)
Leher : pembesaran tiroid (-), pembesaran KGB (-)
Kulit : hipopigmentasi -, dbn
Thorax
o Jantung
Inspeksi : iktus kordis (-)
Palpasi : iktus kordis teraba normal, nyeri tekan (-)
Perkusi : Batas jantung normal (batas jantung atas ics
2 para sternal kiri, batas jantung kanan ics 4
parasternal kanan, batas jantung kiri ics 4
midclavicula kiri)
Auskultasi : suara jantung normal S1-S2, murmur (-), S3-S4
(-), gallop (-)
o Paru
Inspeksi : thorax mengembang baik simetris statis
maupun dinamis, nafas tertinggal (-), bekas
luka (-), hiper atau hipopigmentasi (-)
Palpasi : massa (-), nyeri tekan (-), tactile
fremitu simetris
Perkusi : sonor di kedua lapang paru.
Auskultasi : suara napas vesikuler, rhonki (-/-),
wheezing (-/-)
o Payudara
Inspeksi : simetris, puting menonjol, hiperpigmentasi
areola (+), luka (-), bekas luka (-)
5
Palpasi : massa (-), sekret (-), pembesaran KGB (-),
nyeri tekan (-), asi (-)
Punggung : deformitas (-), bekas luka (-)
Abdomen
Inspeksi : Distensi (+) Darm countur (+) meteorismus (+)
Auskultasi : Peristaltik (+ meningkat), borborygmi sound (+)
metalic sound (+)
Perkusi : Hipertimpani
Palpasi : Nyeri tekan (+), Defence muscular (-)
Ekstremitas : bekas luka(-), deformitas (-), edema(-/-), reflex (+)
Massa (+) inguinal dextra, d ± 6 cm, irreponible
RT : Tonus Sphincter Ani normal
Mukosa rektum licin
Nyeri tekan tidak ada
Handschoen : feses (-), darah (-)
D. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Laboratorium :
(RUJUKAN)
Hemoglobin : 16.6 (14-18) g/dl
Lekosit : 10.99 (4-11) ribu/ul
Eritrosit : 6.12 (4.50-5.50) ribu/ul
Trombosit : 299 (150-450) ribu/ul
Hematokrit : 51.8 (42.0-52.0) vol%
Eosinofil :2 (2-4%) %
Basofil :1 (0-1%) %
Batang :2 (2-5%) %
Segmen : 63 (51-67%) %
Limfosit : 27 (20-35%) %
Monosit : 35 (4-8%) %
Golongan darah :O
PPT : 12.4 (12-16) detik
APTT : 30.8 (28-38) detik
Control PPT : 13.4 (11-16) detik
Control APTT : 31.4 (28-36.5) detik
Ureum : 210 (17-43) mg/dl
Creatinin : 3.64 (0.90-1.30) mg/dl
GDS : 99 (80-200) mg/dl
Natrium : 130.4 (137-145) mmol/l
Kalium : 3.77 (3.50-5.10) mmol/l
Klorida : 84.7 (98-107) mmol/l
HbsAg Titer : Negatif/0.00 (Negatif <0.13)
RONTGEN CR THORAX PA DEWASA :
Pulmo dan besar cor normal
6
ABDOMEN 3 POSISI
7
1. Tampak dilatasi usus halus dengan gambaran harring bones
2. Tak tampak udara bebas
Kesan : ileus obstruktif letak tinggi
E. DIAGNOSA KERJA
Ileus obstruksi letak tinggi ec Hernia Inkaserata.
F. PENATALAKSAAN
- Pemasangan Nasogastric Tube
- Inf RL loading 500 cc maintenance 30 tpm
- Inj. Cefotaxim 1 gr/12 jam
- Inj. Ranitidin 1A/12 jam
8
- Inj. Ketorolac 30 mg/12 jam
- Pronalges supp 2x1
- Pasang DC (target urin 0,5 – 1 cc/kgBB)
- Posisi trendelenburg
- Pro Hernio + Laparotomi + Reseksi Anastomosis CITO
9
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi
adanya daya mekanik yang bekerja atau mempengaruhi dinding usus sehingga
pasase lumen usus terganggu (Ullah et al., 2009). Obstruksi intestinal secara umum
ke anus. Obstruksi Intestinal ini merujuk pada adanya sumbatan mekanik atau
nonmekanik parsial atau total dari usus besar dan usus halus (Thompson, 2005).
B. Anatomi
Usus halus berbentuk tubuler, dengan prakiraan panjang sekitar 6 meter pada
orang dewasa, yang terbagi atas tiga segmen yaitu duodenum, jejunum, dan ileum.
Doudenum dipisahkan dari gaster oleh adanya pylorus dan dari jejunum oleh
batas Ligamentum Treitz. Jejunum dan ileum terletak di intraperitoneal dan bertambat
ke retroperitoneal melalui mesenterikum. Tak ada batas anatomi yang jelas untuk
membedakan antara Jejunum dan Ileum; 40% panjang dari jejunoileal diyakini sebagai
Jejunum dan 60% sisanya sebagai Ileum. Ileum berbatasan dengan sekum di katup
Usus halus terdiri atas lipatan mukosa yang disebut plika sirkularis atau valvula
conniventes yang dapat terlihat dengan mata telanjang. Lipatan ini juga terlihat secara
radiografi dan membantu untuk membedakan antara usus halus dan kolon. Lipatan ini
10
akan terlihat lebih jelas pada bagian proksimal usus halus daripada bagian distal. Hal
lain yang juga dapat digunakan untuk membedakan bagian proksimal dan distal usus
halus ialah sirkumferensial yang lebih besar, dinding yang lebih tebal, lemak
mesenterial yang lebih sedikit dan vasa rekta yang lebih panjang. Pemeriksaan
makroskopis dari usus halus juga didapatkan adanya folikel limfoid. Folikel tersebut,
berlokasi di ileum, juga disebut sebagai Peyer Patches. (Whang et al., 2005)
Usus besar terdapat diantara anus dan ujung terminal ileum. Usus besar terdiri atas
segmen awal (sekum), dan kolom asendens, transversum, desendens, sigmoid, rectum dan
anus. Sisa makanan dan yang tidak tercerna dan tidak diabsorpsi di dalam usus halus didorong
ke dalam usus besar oleh gerak peristaltik kuat otot muskularis eksterna usus halus. Residu
yang memasuki usus besar itu berbentuk semi cair; saat mencapai bagian akhir usus besar,
residu ini telah menjadi semi solid sebagaimana feses umumnya. Meskipun terdapat di usus
halus, sel-sel goblet pada epitel usus besar jauh lebih banyak dibandingkan dengan yang di
11
usus halus. Sel goblet ini juga bertambah dari bagian sekum ke kolon sigmoid. Usus besar tidak
memiliki plika sirkularis maupun vili intestinales, dan kelenjar usus/intestinal terletak lebih
dalam
Suplai Vaskuler
Pada usus halus, A. Mesenterika Superior merupakan cabang dari Aorta tepat dibawah
A. Soeliaka. Arteri ini mendarahi seluruh usus halus kecuali Duodenum yang sebagian atasnya
Pembuluh - pembuluh darah yang memperdarahi Jejunum dan Ileum ini beranastomosis satu
sama lain untuk membentuk serangkaian arkade. Bagian Ileum yang terbawah juga diperdarahi
12
oleh A. Ileocolica. Darah dikembalikan lewat V. Messentericus Superior yang menyatu dengan
Pada usus besar, A. Mesenterika Superior memperdarahi belahan bagian kanan (sekum,
kolon ascendens, dan dua pertiga proksimal kolon transversum) : (1) ileokolika, (2) kolika
dekstra, (3) kolika media, dan arteria mesenterika inferior memperdarahi bagian kiri (sepertiga
distal kolon transversum, kolon descendens dan sigmoid, dan bagian proksimal rektum) : (1)
kolika sinistra, (2) sigmoidalis, (3) rektalis superior (Whang et al., 2005).
Pembuluh limfe
Pembuluh limfe duodenum mengikuti arteri dan mengalirkan cairan limfe; 1. Ke atas
mesenterica superior. Pembuluh limfe jejunum dan ileum berjalan melalui banyak nodi
lymphatici mesentericus dan akhirnya mencapai nodi lymphatici mesentericus suprior, yang
terletak sekitar pangkal arteri mesentericus superior. Pembuluh limfe sekum berjalan melewati
banyak nodi lymphatici mesentericus dan akhirnya mencapai nodi lymphatici msentericus
superior. Pembuluh limfe untuk kolon mengalirkan cairan limfe ke kelenjar limfe yang terletak
di sepanjang perjalanan arteri vena kolika. Untuk kolon ascendens dan dua pertiga dari kolon
mesentericus superior, sedangkan yang berasal dari sepertiga distal kolon transversum dan
kolon descendens akan masuk ke nodi limphatici mesentericus inferior (Snell, 2004).
Persarafan
Saraf - saraf duodenum berasal dari saraf simpatis dan parasimpatis (vagus) dari pleksus
mesentericus superior dan pleksus coeliacus. Saraf untuk jejunum dan ileum berasal dari saraf
simpatis dan parasimpatis (nervus vagus) dari pleksus mesentericus superior (Snell, 2004).
13
Rangsangan parasimpatis merangasang aktivitas sekresi dan pergerakan, sedangkan
rangsangan simpatis menghambat pergerakan usus. Serabut - serabut sensorik sistem simpatis
menghantarkan nyeri, sedangkan serabut - serabut parasimpatis mengatur refleks usus. Suplai
saraf intrinsik, yang menimbulkan fungsi motorik, berjalan melalui pleksus Auerbach yang
terletak dalam lapisan muskularis, dan pleksus Meissner di lapisan submukosa (Price, 2003).
Persarafan usus besar dilakukan oleh sistem saraf otonom dengan pengecualian pada
sfingter eksterna yang berada dibawah kontrol voluntary (Price, 2003). Sekum, appendiks dan
kolon ascendens dipersarafi oleh serabut saraf simpatis dan parasimpatis nervus vagus dari
pleksus saraf mesentericus superior. Pada kolon transversum dipersarafi oleh saraf simpatis
nervus vagus dan saraf parasimpatis nervus pelvikus. Serabut simpatis berjalan dari pleksus
mesentericus superior dan inferior. Serabut - serabut nervus vagus hanya mempersarafi dua
pertiga proksimal kolon transversum; sepertiga distal dipersarafi oleh saraf parasimpatis nervus
pelvikus. Sedangkan pada kolon descendens dipersarafi serabut - serabut simpatis dari pleksus
saraf mesentericus inferior dan saraf parasimpatis nervus pelvikus (Snell, 2004).
C. Etiologi
Ileus obstruktif sering dijumpai dan merupakan penyebab terbesar pembedahan pada
akut abdomen. Hal ini terjadi ketika udara dan hasil sekresi tak dapat melewati lumen intestinal
Obstruksi mekanik dari lumen intestinal biasanya disebabkan oleh tiga mekanisme ; 1.
blokade intralumen (obturasi), 2. intramural atau lesi intrinsic dari dinding usus, dan 3.
kompresi lumen atau konstriksi akibat lesi ekstrinsik dari intestinal. Berbagai kondisi yang
menyebabkan terjadinya obstruksi intestinal biasanya terjadi melalui satu mekanisme utama.
14
Satu pertiga dari seluruh pasien yang mengalami ileus obstruktif, ternyata dijumpai lebih dari
satu faktor etiologi yang ditemukan saat dilakukan operasi. (Thompson, 2005)
D. Patofisiologi
Normalnya, sekitar 2 L asupan cairan dan 8 L sekresi dari gaster, intestinal dan
intestinal bagian proksimal, sebagian besar cairan ini akan diabsorbsi di intestinal bagian distal
dan kolon. Ileus obstruktif terjadi akibat akumulasi cairan intestinal di proksimal daerah
obstruksi disebabkan karena adanya gangguan mekanisme absorbsi normal proksimal daerah
obstruksi serta kegagalan isi lumen untuk mencapai daerah distal dari obstruksi.
Akumulasi cairan intralumen proksimal daerah obstruksi terjadi dalam beberapa jam
dan akibat beberapa faktor. Asupan cairan dan sekresi lumen yang
terus bertambah terkumpul dalam intestinal. Aliran darah meningkat ke daerah intestinal segera
setelah terjadinya obstruksi, terutama di daerah proksimal lesi, yang akhirnya akan
15
meningkatkan sekresi intestinal. Hal ini bertujuan untuk menurunkan kepekaan vasa splanknik
pada daerah obstruksi terhadap mediator vasoaktif. Pengguyuran cairan intravena juga
meningkatkan volume cairan intralumen. Sekresi cairan ke dalam lumen terjadi karena
kerusakan mekanisme absorpsi dan sekresi normal. Distensi lumen menyebabkan terjadinya
Gas intestinal juga mengalami akumulasi saat terjadinya ileus obstruktif. Sebagian kecil
dihasilkan melalui netralisasi bikarbonat atau dari metabolism bakteri. Gas di Intestinal terdiri
atas Nitrogen (70%), Oksigen (12%), dan Karbon Dioksida (8%), yang komposisinya mirip
dengan udara bebas. Hanya karbon dioksida yang memiliki cukup tekanan parsial untuk
berdifusi dari lumen. Intestinal, normalnya, berusaha untuk membebaskan obstruksi mekanik
dengan cara meningkatkan peristaltik. Periode yang terjadi ialah berturut-turut: terjadinya
hiperperistaltik, intermittent quiescent interval, dan pada tingkat akhir terjadi ileus. Bagian
distal obstruksi segera menjadi kurang aktif. Obstruksi mekanik yang berkepanjangan
Tekanan intralumen meningkat sekitar 20 cmH2O, sehingga menyebabkan aliran cairan dari
lumen ke pembuluh darah berkurang dan sebaliknya aliran dari pembuluh darah ke lumen
meningkat. Perubahan yang serupa juga terjadi pada absorbsi dan sekresi dari Natrium dan
Khlorida.
Namun, peningkatan tekanan intralumen tidak selalu terjadi dan mungkin terdapat
mekanisme lain yang menyebabkan perubahan pada mekanisme sekresi. Peningkatan sekresi
juga dipengarui oleh hormon gastrointestinal, seperti peningkatan sirkulasi vasoaktif intestinal
16
Peningkatan volume intralumen menyebabkan terjadinya distensi intestinal di bagian
proksimal obstruksi, yang bermanifestasi pada mual dan muntah. Proses obstruksi yang
berlanjut, kerusakan progresif dari proses absorbsi dan sekresi semakin ke proksimal.
Selanjutnya, obstruksi mekanik ini mengarah pada peningkatan defisit cairan intravaskular
yang disebabkan oleh terjadinya muntah, akumulasi cairan intralumen, edema intramural, dan
dari obstruksi letak tinggi. Hipovolemia yang tak dikoreksi dapat mengakibatkan terjadinya
insufisiensi renal, syok, dan kematian. Stagnasi isi intestinal dapat memfasilitasi terjadinya
proliferasi bakteri. Bakteri Aerob dan Anaerob berkembang pada daerah obstruksi. Koloni
berlebihan dari bakteri dapat merangsang absorbtif dan fungsi motorik dari intestinal dan
Terjadi saat obstruksi terdapat di dua tempat. Volvulus merupakan sebab yang paling
sering dan dapat juga menyebabkan terjadinya perputaran mesenterium. Obstruksi di bagian
distal dari usus besar juga dapat menyebabkan terjadinya closed loop bstruction jika katup
ileocekal masih tersisa. Saat tekanan intralumen di segmen obstruksi meningkat, sekresi cairan
ke dalam lumen meningkat sementara absorbsinya menurun. Kepentingan klinis yang mungkin
terjadi akibat fenomena ini ialah meningkatnya resiko kejadian strangulasi. Distensi pada
obstruksi gelung tertutup terjadi sangat cepat sehingga biasanya strangulasi terjadi lebih dahulu
17
Obstruksi Parsial Intestinal
Pada obstruksi parsial, lumen tak sepenuhnya tersumbat. Adhesi merupakan penyebab
tersering dari gangguan ini dan jarang sekali mengakibatkan terjadinya strangulasi. Obstruksi
parsial kronis dapat menyebabkan terjadinya penebalan dinding intestinal akibat hipertrofi otot.
karakteristik yang dapat ditemukan. Kelainan motoris ini dan kemungkinan berhubungan
dengan pertumbuhan bakteri dapat menyebabkan terjadinya malabsorbsi, distensi dan diare
sekretorik.
Obstruksi kolon
khususnya yang bagian distal memiliki kemampuan yang terbatas pada absorbsi. Akumulasi
Cairan dan gas di kolon terjadi lebih lambat karena posisinya yang berada paling distal dari
saluran pencernaan dan karena sebagian besar cairan telah diabsorbsi di usus halus. Distensi
yang terjadi secara perlahan ini memungkinkan kolon untuk beradaptasi dan dekompresi dapat
terjadi karena katup ileocecal yang inkompeten. Seperti disebutkan sebelumnya, katup
ileocecal yang kompeten dapat menyebabkan terjadinya closed loop obstruction. Dilatasi cecal
dan penipisan dinding cecum akibat penambahan diameter dapat meningkatkan resiko
terjadinya rupture.
Rupture dapat disebabkan oleh iskemia yang terjadi pada dinding kolon, diastasis dari lapisan
otot, ataupun karena invasi bakteri di dinding kolon. Obstruksi kolon berakibat pada motilitas
18
abnormal namun tidak hiperperistaltik.
E. Klasifikasi
2004) :
Ileus obstruktif dibagi lagi menjadi tiga jenis dasar (Sjamsuhidajat & Jong, 2005):
1. Ileus obstruktif sederhana, dimana obstruksi tidak disertai dengan terjepitnya pembuluh
darah.
2. Ileus obstruktif strangulasi, dimana obstruksi yang disertai adanya penjepitan pembuluh
darah sehingga terjadi iskemia yang akan berakhir dengan nekrosis atau gangren yang
ditandai dengan gejala umum berat yang disebabkan oleh toksin dari jaringan gangren.
3. Ileus obstruktif jenis gelung tertutup, dimana terjadi bila jalan masuk dan keluar suatu
gelung usus tersumbat, dimana paling sedikit terdapat dua tempat obstruksi.
19
Untuk keperluan klinis dan berdasarkan letak sumbatan, ileus obstruktif dibagi dua (Ullah
et al., 2009):
1. Ileus obstruktif usus halus, yaitu obstruksi letak tinggi dimana mengenai duodenum,
2. Ileus obstruktif usus besar, yaitu obstruksi letak rendah yang mengenai kolon,
F. Manifestasi Klinis
1. Nyeri abdomen
2. Muntah
3. Distensi
1. Lokasi obstruksi
2. Lamanya obstruksi
3. Penyebabnya
Gejala utama dari obstruksi ialah nyeri kolik, mual dan muntah dan obstipasi.
Adanya flatus atau feses selama 6-12 jam setelah gejala merupakan ciri khas dari
obstruksi parsial. Nyeri kram abdomen bisa merupakan gejala penyerta yang
menyebar dan jarang terlokalisir, namun sering dikeluhkan nyeri pada bagian tengah
abdomen. Saat peristaltik menjadi intermiten, nyeri kolik juga menyertai. Saat nyeri
20
menetap dan terus menerus kita harus mencurigai telah terjadi strangulasi dan infark.
Tanda-tanda obstruksi usus halus juga termasuk distensi abdomen yang akan
sangat terlihat pada obstruksi usus halus bagian distal ileum, atau distensi bisa tak
terjadi bila obstruksi terjadi di bagian proksimal usus halus, dan peningkatan bising
Muntah terjadi setelah terjadi obstruksi lumen intestinal dan menjadi lebih sering saat
telah terjadi akumulasi cairan di lumen intestinal. Derajat muntah linear dengan tingkat
obstruksi, menjadi tanda yang lebih sering ditemukan pada obstruksi letak tinggi.
Obstruksi letak tinggi juga ditandai dengan bilios vomiting dan letak rendah muntah
Kegagalan untuk defekasi dan flatus merupakan tanda yang penting untuk
membedakan terjadinya obstruksi komplit atau parsial. Defekasi masih terjadi pada
obstruksi letak tinggi karena perjalan isi lumen di bawah daerah obstruksi. Diare yang
Tanda-tanda pada pemeriksaan fisik dapat saja normal pada awalnya, namun
distensi akan segera terjadi, terutama pada obstruksi letak rendah. Tanda awal yang
muncul ialah penderita segera mengalami dehidrasi. Massa yang teraba dapat di
high pitch dengan burst ataupun rushes yang merupakan tanda awal terjadinya obstruksi
mekanik. Saat bising usus tak terdengar dapat diartikan bahwa obstruksi telah
berlangsung lama, ileus paralitik atau terjadinya infark. Seiring waktu, dehidrasi
21
Pemeriksaan lipat paha untuk mengetahui adanya hernia serta rectal toucher
untuk mengetahui adanya darah atau massa di rectum harus selalu dilakukan. Tanda-
tanda terjadinya strangulasi seperi nyeri terus menerus, demam, takikardia, dan nyeri
tekan bisa tak terdeteksi pada 10-15% pasien sehingga menyebabkan diagnosis
strangulasi menjadi sulit untuk ditegakkan. Pada obstruksi karena strangulasi bisa
terdapat takikardia, nyeri tekan lokal, demam, leukositosis dan asidosis. Level serum
parameter ini tak dapat digunakan untuk membedakan antara obstruksi sederhana dan
G. Diagnosis
Diagnosis ileus obstruktif tidak sulit; salah satu yang hampir selalu harus ditegakkan atas
dasar klinik dengan anamnesis dan pemeriksaan fisik, kepercayaan atas pemeriksaan
radiologi dan pemeriksaan laboraorium harus dilihat sebagai konfirmasi dan bukan
1. Anamnesis
Pada anamnesis ileus obstruktif usus halus biasanya sering dapat ditemukan penyebabnya,
misalnya berupa adhesi dalam perut karena pernah dioperasi sebelumnya atau terdapat
hernia (Sjamsuhudajat & Jong, 2004). Pada ileus obstruktif usus halus kolik dirasakan di
sekitar umbilkus, sedangkan pada ileus obstruktif usus besar kolik dirasakan di sekitar
suprapubik. Muntah pada ileus obstruktif usus halus berwarna kehijaun dan pada ileus
2. Pemeriksaan Fisik
a. Inspeksi
22
Dapat ditemukan tanda-tanda generalisata dehidrasi, yang mencakup kehilangan turgor
kulit maupun mulut dan lidah kering. Pada abdomen harus dilihat adanya distensi, parut
abdomen, hernia dan massa abdomen. Inspeksi pada penderita yang kurus/sedang juga
dapat ditemukan “darm contour” (gambaran kontur usus) maupun “darm steifung”
(gambaran gerakan usus), biasanya nampak jelas pada saat penderita mendapat serangan
kolik yang disertai mual dan muntah dan juga pada ileus obstruksi yang berat. Penderita
serangan kolik.
Pada palpasi didapatkan distensi abdomen dan perkusi tympani yang menandakan
adanya obstruksi. Palpasi bertujuan mencari adanya tanda iritasi peritoneum apapun atau
nyeri tekan, yang mencakup ‘defance musculair’ involunter atau rebound dan
c. Auskultasi
Pada ileus obstruktif pada auskultasi terdengar kehadiran episodic gemerincing logam
bernada tinggi dan gelora (rush’) diantara masa tenang. Tetapi setelah beberapa hari dalam
perjalanan penyakit dan usus di atas telah berdilatasi, maka aktivitas peristaltik (sehingga
juga bising usus) bisa tidak ada atau menurun parah. Tidak adanya nyeri usus bias juga
Bagian akhir yang diharuskan dari pemeriksaan adalah pemeriksaan rectum dan
pelvis. Pada pemeriksaan colok dubur akan didapatkan tonus sfingter ani biasanya cukup
namun ampula recti sering ditemukan kolaps terutama apabila telah terjadi perforasi akibat
obstruksi. Mukosa rectum dapat ditemukan licin dan apabila penyebab obstruksi
merupakan massa atau tumor pada bagian anorectum maka akan teraba benjolan yang
harus kita nilai ukuran, jumlah, permukaan, konsistensi, serta jaraknya dari anus dan
23
perkiraan diameter lumen yang dapat dilewati oleh jari. Nyeri tekan dapat ditemukan pada
lokal maupun general misalnya pada keadaan peritonitis. Kita juga menilai ada tidaknya
feses di dalam kubah rektum. Pada ileus obstruktif usus feses tidak teraba pada colok
dubur dan tidak dapat ditemukan pada sarung tangan. Pada sarung tangan dapat ditemukan
darah apabila penyebab ileus obstruktif adalah lesi intrinsik di dalam usus (Sjamsuhidajat
dengan ileus; menentukan etiologi dari obstruksi; membedakan antara obstruksi parsial
atau komplit dan membedakan obstruksi sederhana dengan strangulasi. Hal penting yang
harus diketahui saat anamnesis adalah riwayat operasi abdomen (curiga akan adanya
adhesi) dan adanya kelainan abdomen lainnya (karsinoma intraabdomen atau sindroma
iritasi usus) yang dapat membantu kita menentukan etiologi terjadinya obstruksi.
Pemeriksaan yang teliti untuk hernia harus dilakukan. Feses juga harus diperiksa untuk
melihat adanya darah atau tidak, kehadiran darah menuntun kita ke arah strangulasi.
3. Pemeriksaan laboratorium
terutama ialah darah lengkap dan elektrolit, Blood Urea Nitrogen, kreatinin dan serum
amylase. Obstruksi intestinal yang sederhana tidak akan menyebabkan perubahan pada
hasil laboratorium jadi pemeriksaan ini tak akan banyak membantu untuk diagnosis
obsruksi intestinal yang sederhana. Pemeriksaan elektrolit dan tes fungsi ginjal dapat
4. Pemeriksaan Radiologi
a. Foto polos abdomen (foto posisi supine, posisi tegak abdomen atau
posisi dekubitus) dan posisi tegak thoraks Temuan spesifik untuk obstruksi usus
halus ialah dilatasi usus halus ( diameter > 3 cm ), adanya air-fluid level pada posisi
24
foto abdomen tegak, dan kurangnya gambaran udara di kolon. Sensitifitas foto
abdomen untuk mendeteksi adanya obstruksi usus halus mencapai 70-80% namun
antara lain:
a) distensi usus
b) step-ladder sign
5) String of pearls sign, gambaran beberapa kantung gas kecil yang berderet
6) Coffee-bean sign, gambaran gelung usus yang distensi dan terisi udara dan gelung usus
Ileus paralitik dan obstruksi kolon dapat memberikan gambaran serupa dengan obstruksi
usus halus. Temuan negatif palsu dapat ditemukan pada pemeriksaan radiologis ketika letak
obstruksi berada di proksimal usus halus dan ketika lumen usus dipenuhi oleh cairan saja
dengan tidak ada udara. Dengan demikian menghalangi tampaknya airfluid level atau
Meskipun terdapat kekurangan tersebut, foto abdomen tetap merupakan pemeriksaan yang
penting pada pasien dengan obstruksi usus halus karena kegunaannya yang luas namun
memakan
25
26
Air fluid level / step ladder appearance
27
Small and large bowel (String of pearl sign)
28
b. Enteroclysis
membedakan obstruksi parsial dan total. Cara ini berguna jika pada foto polos abdomen
atau jika penemuan foto polos abdomen tidak spesifik. Pada pemeriksaan ini juga dapat
membedakan adhesi oleh karena metastase, tumor rekuren dan kerusakan akibat radiasi.
Enteroclysis memberikan nilai prediksi negative yang tinggi dan dapat dilakukan dengan
dua kontras. Barium merupakan kontras yang sering digunakan. Barium sangat berguna
dan aman untuk mendiagnosa obstruksi dimana tidak terjadi iskemia usus maupun
29
c. CT-Scan
CT-Scan berfungsi untuk menentukan diagnosa dini atau obstruksi strangulate dan
menyingkirkan penyebab akut abdomen lain terutama jika klinis dan temuan radiologis lain
tidak jelas. CT-scan juga dapat membedakan penyebab obstruksi intestinal, seperti adhesi,
hernia karena penyebab ekstrinsik dari neoplasma dan penyakit Chron karena penyebab
intrinsik. Obstruksi ditandai dengan diametes usus halus sekitar 2,5 cm pada bagian proksimal
menjadi bagian yang kolaps dengan diameter sekitar 1 cm. (Nobie, 2009)
70-905 untuk mendeteksi adanya obstruksi intestinal. Temuan berupa zona transisi dengan
dilatasi usus proksimal, dekompresi usus bagian distal, kontras intralumen yang tak dapat
melewati bagian obstruksi dan kolon yang mengandung sedikit cairan dan gas. CT scan juga
dapat memberikan gambaran adanya strangulasi dan obstruksi gelung tertutup. Obstruksi
Gelung tertutup diketahui melalui gambaran dilatasi bentuk U atau bentuk C akibat distribusi
radial vasa mesenteric yang berpusat pada tempat puntiran. Strangulasi ditandai dengan
penebalan dinding usus, intestinal pneumatosis (udara didinding usus), gas pada vena portal
dan kurangnya uptake kontras intravena ke dalam dinding dari bowel yang affected. CT scan
juga digunakan untuk evaluasi menyeluruh dari abdomen dan pada akhirnya mengetahui
etiologidari obstruksi.
Keterbatasan CT scan ini terletak pada tingkat sensitivitasnya yang rendah (<50%)
untuk mendeteksi grade ringan atau obstruksi usus halus parsial. Zona transisi yang tipis akan
merupakan pilihan pada ileus obstruksi intermiten atau pada pasien dengan riwayat komplikasi
pembedahan (seperti tumor, operasi besar). Pada pemeriksaan ini memperlihatkan seluruh
30
penebalan dinding usus dan dapat dilakukan evaluasi pada mesenterium dan lemak perinerfon.
Pemeriksaan ini menggunakan teknologi CT-scan dan disertai dengan penggunaan kontras
dalam jumlah besar. CT enteroclysis lebih akurat disbanding dengan pemeriksaan CT biasa
dalam menentukan penyebab obstruksi (89% vs 50%), dan juga lokasi obstruksi (100% vs
94%).(Nobie, 2009)
e. MRI
Keakuratan MRI hampir sama dengan CT-scan dalam mendeteksi adanya obstruksi. MRI juga
efektif untuk menentukan lokasi dan etiologidari obstruksi. Namun, MRI memiliki
keterbatasan antara lain kurangterjangkau dalam hal transport pasien dan kurang dapat
f. USG
melihat pergerakan dari usus halus. Pada pasien dengan ilues obtruksi, USG dapat dengan jelas
memperlihatkan usus yang distensi. USG dapat dengan akurat menunjukkan lokasi dari usus
yang distensi. Tidak seperti teknik radiologi yang lain, USG dapat memperlihatkan peristaltic,
hal ini dapat membantu membedakan obstruksi mekanik dari ileus paralitik. Pemeriksaan USG
lebih murah dan mudah jika dibandingkan dengan CT-scan, dan spesifitasnya dilaporkan
1. Ileus paralitik
2. Appensicitis akut
4. Konstipasi
31
6. Gastroenteritis akut dan inflammatory bowel disease
7. Pancreatitis akut
2.9 Penatalaksanaan
intravena dengan cairan salin isotonic seperti Ringer Laktat. Urin harus di monitor
dengan pemasangan Foley Kateter. Setelah urin adekuat, KCl harus ditambahkan pada
spektrum luas diberikan untuk profilaksis atas dasar temuan adanya translokasi bakteri
Dekompresi
Pada pemberian resusitasi cairan intravena, hal lain yang juga penting untuk dilakukan
ialah pemasangan nasogastric tube. Pemasangan tube ini bertujuan untuk mengosongkan
lambung, mengurangi resiko terjadinya aspirasi pulmonal karena muntah dan meminimalkan
Pasien dengan obstruksi parsial dapat diterapi secara konservatif dengan resusitasi dan
dekompresi saja. Penyembuhan gejala tanpa terapi operatif dilaporkan sebesar 60 – 85% pada
Terapi Operatif
Secara umum, pasien dengan obstruksi intestinal komplit membutuhkan terapi operatif.
Pendekatan non – operatif pada beberapa pasien dengan obstruksi intestinal komplit telah
diusulkan, dengan alasan bahwa pemasangan tube intubasi yang lama tak akan menimbulkan
masalah yang didukung oleh tidak adanya tanda-tanda demam, takikardia, nyeri tekan atau
leukositosis.
32
Namun harus disadari bahwa terapi non operatif ini dilakukan dengan erbagai
resikonya seperti resiko terjadinya strangulasi pada daerah obstruksi dan penundaan terapi pada
strangulasi hingga setelah terjadinya injury akan menyebabkan intestinal menjadi ireversibel.
Penelitian retrospektif melaporkan bahwa penundaan operasi 12 – 24 jam masih dalam batas
Pasien dengan obstruksi intestinal sekunder karena adanya adhesi dapat diterapi dengan
melepaskan adhesi tersebut. Penatalaksanaan secara hati hati dalam pelepasan adhesi tresebut
untuk mencegah terjadinya trauma pada serosa dan untuk menghindari enterotomi yang tidak
perlu. Hernia incarcerata dapat dilakukan secara manual dari segmen hernia dan dilakukan
penutupan defek. Penatalaksanaan pasien dengan obstruksi intestinal dan adanya riwayat
keganasan akan lebih rumit. Pada keadaan terminal dimana metastase telah menyebar, terapi
non-operatif, bila berhasil, merupakan jalan yang terbaik; walaupun hanya sebagian kecil kasus
Pada umumnya dikenal 4 macam (cara) tindakan bedah yang dikerjakan pada obstruksi ileus.
1. Koreksi sederhana (simple correction). Hal ini merupakan tindakan bedah sederhana untuk
membebaskan usus dari jepitan, misalnya pada hernia incarcerata non-strangulasi, jepitan oleh
2. Tindakan operatif by-pass. Membuat saluran usus baru yang "melewati" bagian usus yang
33
dilakukan tindakan operatif bertahap, baik oleh karena penyakitnya sendiri maupun karena
kolostomi saja, kemudian hari dilakukan reseksi usus dan anastomosis. (Ullah et
al., 2009).
2.10 Komplikasi
elektrolit dan cairan, serta iskemia dan perforasi usus yang dapat
2.11 Prognosis
Mortalitas obstruksi tanpa strangulata adalah 5% sampai 8% asalkan operasi dapat segera
dilakukan. Keterlambatan dalam melakukan pembedahan atau jika terjadi strangulasi atau
komplikasi lainnya akan meningkatkan mortalitas sampai sekitar 35% atau 40%. Prognosisnya
baik bila diagnosis dan tindakan dilakukan dengan cepat (Nobie, 2009).
34
DAFTAR PUSTAKA
35