Anda di halaman 1dari 6

Kajian Permasalahan Sengketa Lahan Di Kabupaten Ponorogo

Rifa Akbar Ahadiat, Diah Nurfidas R, Naila Syaibah, Qonita Rahma M


15114021, 15114032, 15114069, 15114092
Faculty of Earth Sciences and Technology, Institute of Technology, Bandung, Indonesia
rifa.akbar@students.itb.ac.id, diahnurfidas@students.itb.ac.id, naila.syaibah@students.itb.ac.id,
qonitarahmamz@students.itb.ac.id

Pertanyaan :
1. Apakah pendaftaran tanah dapat menyelesaikan konflik yang dikaji? (Pertanyaan Utama)
2. Pada tahapan apa dalam proses pendaftaran tanah terjadi konflik yang dikaji?
3. Tahap apa saka yang harus dilakukan untuk mendaftarkan bidang/ tanah/ wilayah yang
terdapat konflik?
4. Dampak apa saja (positif dan negative) yang diperkirakan muncul akibat pendaftaran tanah/
wilayah yang terdapat konflik?

Jawaban :
Review Masalah
Lahan adalah segala sesuatu yang mencakup sumber daya alam yang dapat dimanfaatkan
dibawah, pada, maupun diatas permukaan suatu bidang geografis (Wikipedia, 2017). Lahan pada
dasarnya mempunyai hubungan dalam melihat kesejahteraan seseorang, perkembangan
kehidupan keluarga, dan kelompok. Dalam kehidupan bermasyarakat tanah menunjukan tingkat
status sosial seseorang, semakin banyak tanah maka semakin tinggi status sosialnya. Fungsi dan
manfaat lahan yang sangat penting ini menjadi alasan yang menimbulkan terjadi sengketa
ataupun konflik tanah di kehidupan masyarakat. Sengketa adalah perbedaan nilai, kepentingan,
pendapat dan atau persepsi antara orang perorangan dan atau badan hukum mengenai status
penguasaan dan atau status kepemilikan dan atau status penggunaan atau pemanfaatan atas
bidang penguasaan, pemilikan, dan penggunaan atau pemanfaatan atas bidang tanah tertentu.
(Mahfiana, 2013). Sengketa tanah merupakan suatu proses interaksi antara dua (atau lebih)
orang atau kelompok yang masing-masing memperjuangkan kepentingannya atas objek yang
sama, yaitu tanah dan benda-benda lain yang berkaitan dengan tanah. (Wirardi, 2000).

Permasalahan sengketa tanah yang terjadi di Kabupaten Ponorogo terbagi menjadi dua kategori,
masalah perdata pertanahan dan masalah pidana pertanahan. Masalah perdata pertanahan,
umumnya terjadi karena perebutan warisan antara ahli waris satu dengan yang lainnya; jual beli
dan sewa menyewa tanah. Sedangkan masalah pidana pertanahan antara lain permasalahan
penyerebotan tanah, penggarapan tanah yang ilegal dan sebagainya. Tetapi menurut hasil

.
penelitian yang dilakukan oleh Mahfiana bahwa sengketa tanah yang terjadi di Ponorogo
sengketa tanah bentuknya antara lain:
Pertama, sengketa antara ahli waris yang disebabkan salah satu ahli waris menguasai tanah waris
seluruhnya sehingga ada ahli waris lain yang dirugikan
Kedua, sengketa disebabkan penjualan tanah oleh ahli waris kepada pihak lain, tetapi ada ahli
waris yang ditinggalkan sedangkan penjualan tanah tersebut telah berpindah tangan beberapa kali
Ketiga, sengketa disebabkan bahwa semula hanyalah pinjam meminjam uang dengan jaminan
sertifikat tanah, di mana selain dibuat perjanjian pinjam meminjam, juga dibuat akta pengikatan
jual beli dan kuasa menjual atas tanah tersebut, sehingga telah jatuh tempo atas hutang tersebut.
Bentuk sengketa tanah diatas di dalam realitanya tidak di arsip lengkap oleh kantor desa sebagai
bagian dari permasalahan yang harus menjadi perhatian penting bagi aparat desa. Mereka
menganggap permasalahan tanah yang ada seringkali berkaitan dengan perdata jadi hak masing-
masing masyarakat untuk menyelesaikannya.

Jawaban Pertanyaan
1. Untuk konflik atau sengketa tanah di Kabupaten Ponorogo pendaftaran tanah tidak bisa
menyelesaikannya, karena salah satu syarat untuk pendaftaran tanah adalah harus adanya
surat keterangan tidak sengketa yang ditandatangani oleh saksi-saksi yang dapat dipercaya.
Hal ini termuat dalam Pasal 24 Ayat 2 Poin b PP No. 24 Tahun 1997 yakni “penguasaan
tersebut baik sebelum maupun selama pengumuman sebagaimana dimaksud dalam Pasal
26 tidak dipermasalahkan oleh masyarakat hukum adat atau desa/kelurahan yang
bersangkutan ataupun pihak lainnya”. Oleh sebab itu, konflik harus diselesaikan terlebih
dahulu antara pihak-pihak yang bersengketa. Umumnya, konflik pertanahan ini timbul karena
masing-masing pihak yang bersengketa tidak ingin rugi dan merasa berhak atas tanah yang
menjadi obyek sengketa. Salah satu tokoh masyarakat Polorejo yang diwawancarai oleh
Mahfiana L. yakni Bapak Sudi memberikan pendapatnya mengenai beberapa permasalahan
tanah yang seringkali terjadi pada masyarakat desanya, “Tanah merupakan harta yang
berharga, apalagi bagi masyarakat yang ekonominya pas-pasan. Oleh karena itu,
memperjuangkan hak kepemilikan tanah sangat penting bagi mereka, akan tetapi seharusnya
aturan tetap harus ditegakkan, karena terkadang masyarakat terus menjadi buta mata
sehingga aturan baik dalam hukum Islam maupun hukum negara seringkali mereka langgar
sehingga merugikan saudaranya yang lain”.

2. Proses pendaftaran tanah yang terjadi di Kabupaten Ponorogo memiliki masalah terkait
dengan proses adjudikasi, demarkasi dan pendaftaran. Proses adjudikasi ini adalah suatu
proses pengumpulan dan penetapan kebenaran data fisik dan data yuridis menganai satu atau

.
beberapa objek pendaftaran tanah untuk keperluan pendaftaran. Masyarakat di Kabupaten
Ponorogo sangat jarang untuk melakukan adjudikasi terutama dengan sistem sporadik,
dimana pendaftaran tanah dilakukan oleh perorangan. Hal ini sesuai dengan masalah utama
yang dijelaskan pada penjelasan umum dimana kesadaran akan masyarakat untuk
mendaftarkan tanah relatif rendah. Permasalahan yang kedua muncul pada tahapan
demarkasi.

Tahapan demarkasi adalah suatu tahapan menentukan batas-batas kepemilikan tanah dimana
pada tahapan demarkasi ini harus dihadiri oleh orang-orang disekeliling batas tanah. Tahapan
ini menjadi masalah dimana masyarakat dikabupaten ponorogo tidak menentukan batas secara
benar terutama dalam hal pembagian ahli waris tanah. Pada pembagian ahli waris tanah ini
ada pihak yang merasa pembagian atau penentuan batas tidak sesuai.

Tahapan yang terakhir adalah proses pendaftaran tanah. Pada proses pendaftaran tanah ada
beberapa kegiatan yaitu kegiatan pengumpulan dan pengolahan data fisik, pembuktian hak
dan pembukuan, penerbitan sertifikat, penyajian data fisik dan data yuridis dan penyimpanan
daftar umum. Pada proses pendaftaran tanah ini menjadi salah satu alasan terjadinya konflik
dimana proses pembukuan tidak dilakukan dengan baik. Salah satunya adalah aparat tidak di
arsipkan secara lengkap.

3. Tanah girik pada kasus ini merupakan tanah sengketa sehingga tidak dapat didaftarkan
sebelum sengketa tanah tersebut diselesaikan. Apabila sengketa tanah sudah diselesaikan,
maka tanah tersebut baru bisa didaftarkan.

Tahap – tahap pendaftaran tanah pertama kali secara umum:


a) Mengajukan permohonan ke Badan Pertanahan Nasional
b) Penempatan batas oleh pemegang hak
c) Penetapan batas bidang tanah oleh Badan Pertanahan Nasional / Panitia Ajudikasi
d) Pengukuran dan pemetaan dalam peta dasar pendaftaran
e) Pembuatan daftar tanah

Tanah girik perlu didaftarkan konversi haknya ke kantor pertanahan setempat. Hal tersebut
diatur dalam UU No. 5 Tahun 1960 atau Undang-undang Pokok Agraria (UUPA). Tahap
pendaftaran tanah girik :

A. Mengurus di Kelurahan Setempat

.
Berikut adalah dokumen yang perlu dipersiapkan :
1. Surat Keterangan Tidak Sengketa
Tanah yang akan diurus harus bukan merupakan tanah sengketa. Hal ini merujuk
pada pemohon sebagai pemilik yang sah. Sebagai buktinya, dalam surat
keterangan tidak sengketa perlu mencantumkan tanda tangan saksi-saksi yang
dapat dipercaya. Saksi-saksi tersebut adalah pejabat Rukun Tetangga (RT) dan
Rukun Warga (RW) setempat atau tokoh adat setempat.
2. Surat Keterangan Riwayat Tanah
Surat Keterangan Riwayat Tanah berfungsi untuk menerangkan secara tertulis
riwayat penguasaan tanah awal mula pencatatan di kelurahan sampai dengan
penguasaan sekarang ini. Termasuk pula di dalamnya proses peralihan berupa
peralihan sebagian atau keseluruhan.
3. Surat Keterangan Penguasaan Tanah Secara Sporadik
Surat Keterangan Penguasaan Tanah Secara Sporadik ini mencantumkan tanggal
perolehan atau penguasaan tanah.

B. Mengurus di Kantor Pertanahan


Setelah mengurus dokumen di kelurahan setempat, dilanjutkan ke kantor pertanahan.
Adapun, tahapannya sebagai berikut:
1. Mengajukan Permohonan Sertifikat
dilakukan dengan cara melampirkan dokumen-dokumen yang diurus di kelurahan,
dan dilengkapi dengan syarat formal, yaitu fotokopi KTP dan KK pemohon,
fotokopi PBB tahun berjalan, dan dokumen-dokumen lain yang disyaratkan oleh
undang-undang.
2. Pengukuran ke Lokasi
Pengukuran ini dilakukan setelah berkas permohonan lengkap dan pemohon
menerima tanda terima dokumen dari kantor pertanahan. Pengukuran dilakukan
oleh petugas dengan ditunjukkan batas-batas oleh pemohon atau kuasanya.
3. Pengesahan Surat Ukur
Hasil pengukuran di lokasi akan dicetak dan dipetakan di BPN dan Surat Ukur
disahkan atau tandatangani oleh pejabat yang berwenang, pada umumnya adalah
kepala seksi pengukuran dan pemetaan.
4. Penelitian oleh Petugas Panitia A
Setelah Surat Ukur ditandatangani dilanjutkan dengan proses Panitia A yang
dilakukan di Sub Seksi Pemberian Hak Tanah. Anggota Panitia A terdiri dari
petugas dari BPN dan lurah setempat.

.
5. Pengumuman Data Yuridis di Kelurahan dan BPN
Data yuridis permohonan hak tanah tersebut diumumkan di kantor kelurahan dan
BPN selama enam puluh hari. Hal ini bertujuan supaya memenuhi pasal 26 PP No.
24 Tahun 1997. Dalam praktiknya, bertujuan untuk menjamin bahwa permohonan
hak tanah ini tidak ada keberatan dari pihak lain.
6. Terbitnya SK Hak Atas Tanah
Setelah jangka waktu pengumuman terpenuhi, dilanjutkan dengan penerbitan SK
hak atas tanah. Tanah dengan dasar girik ini akan langsung terbit berupa Sertifikat
Hak Milik (SHM).
7. Pembayaran Bea Perolehan Hak atas Tanah (BPHTB)
BPHTB dibayarkan sesuai dengan luas tanah yang dimohonkan seperti yang
tercantum dalam Surat Ukur. Besarnya BPHTB tergantung dari Nilai Jual Objek
Pajak (NJOP) dan luas tanah. BPHTB ini juga bisa dibayarkan pada saat Surat
Ukur selesai, yaitu pada saat luas tanah yang dimohon sudah diketahui secara
pasti.
8. Pendaftaran SK Hak untuk diterbitkan sertifikat
SK Hak kemudian dilanjutkan prosesnya dengan penerbitan sertifikat pada
subseksi Pendaftaran Hak dan Informasi (PHI).
9. Pengambilan Sertifikat
Pengambilan sertifikat dilakukan di loket pengambilan. Lamanya waktu
pengurusan sertifikat ini tidak dapat dipastikan. Banyak faktor yang menentukan.
Akan tetapi, kira-kira dapat diambil sekitar 6 bulan dengan catatan bahwa tidak
ada persyaratan yang kurang.
C. Besarnya Biaya Pengurusan Sertifikat dari Tanah Girik
Biaya sangat relatif terutama tergantung pada lokasi dan luasnya tanah. Semakin luas
lokasi dan semakin strategis lokasinya, biaya akan semakin tinggi.

4. Dampak Positif :
a) Membantu lembaga di Bidang Pertanahan (dalam hal ini BPN) mengetahui penyebab-
penyebab konflik pertanahan sehingga dapat membuat langkah-langkah antisipasi
b) Mendorong adanya perbaikan-perbaikan dalam sistem pendaftaran tanah melalui
pertimbangan konflik-konflik yang terjadi

Dampak Negatif :
a) Menimbulkan kerentanan adanya campur tangan pihak ketiga (dalam hal ini makelar
tanah) memanfaatkan situasi konflik yang ada

.
b) Tidak dapat melakukan pengelolaan tanah maupun jual beli tanah apabila tanah
tersebut masih berstatus sengketa sehingga tidak bisa memberikan nilai tambah secara
ekonomi

Referensi :
Anonimous. 2016. Cara Lengkap Mengurus Sertifikat Tanah dan Biayanya. Diambil
dari : https://www.cermati.com/artikel/cara-lengkap-mengurus-sertifikat-tanah-dan-biayanya.
Diakses pada 1 Oktober 2017 pukul 10.00 WIB.

Mahfiana, L. (2013). Sengketa Kepemilikan Hak atas Tanah di Kabupaten Ponorogo.


Sengketa Kepemilikan Hak atas Tanah, 84.

Wikipedia. (2017, August 29). Lahan. Diambil dari : Wikipedia: Ensiklopedia Bebas:
https://id.wikipedia.org/wiki/Lahan. Diakses pada 1 Oktober pukul 20.13 WIB.

Republik Indonesia. 1997. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 24


Tahun 1997 Tentang Pendaftaran Tanah. Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997
Nomor 59. Sekretariat Negara. Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai