Anda di halaman 1dari 30

LAPORAN KASUS September 2017

DIARE AKUT DEHIDRASI RINGAN SEDANG

DISUSUN OLEH:

NAMA : Anginna Putri Mangiri

STAMBUK : N 111 16 011

PEMBIMBING : dr. Diah Mutiarasari, MPH

dr. Musdalipa

DALAM RANGKA MENGIKUTI KEPANITERAAN KLINIK


BAGIAN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS TADULAKO
PALU
2017
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Diare akut adalah buang air besar lembek atau bahkan dapat berupa air
saja, dengan atau tanpa lender, dengan frekuensi tiga kali atau lebih sering dari
biasanya dalam 24 jam dan berlangsung kurang dari 14 hari. [1]
Penyakit diare merupakan masalah utama kesehatan masyarakat di negara
berkembang seperti di Indonesia, karena morbiditas dan mortalitasnya yang
masih tinggi. Menurut data World Health Organization (WHO) pada tahun
2013, setiap tahunnya ada sekitar 1,7 miliar kasus diare dengan angka kematian
760.000 anak dibawah 5 tahun. Pada negara berkembang, anak-anak usia
dibawah 3 tahun rata-rata mengalami 3 episode diare pertahun. [1]
Setiap episodenya, diare akan menyebabkan kehilangan nutrisi yang
dibutuhkan anak untuk tumbuh, sehingga diare merupakan penyebab utama
malnutrisi pada anak dan menjadi penyebab kematian kedua pada anak berusia
dibawah 5 tahun. Berdasarkan data United Nation Children’s Fund (UNICEF)
dan World Health Organization (WHO) pada tahun 2013, secara global terdapat
dua juta anak meninggal dunia setiap tahunnya karena diare.Di Indonesia, diare
adalah pembunuh balita nomor dua setelah Infeksi Saluran Pernapasan Atas
(ISPA) dan sering menimbulkan Kejadian Luar Biasa (KLB).[2]
Riset Kesehatan Dasar(Riskesdas, 2013) menunjukkan insidens diare
pada kelompok umur balita adalah paling tinggi yaitu 6,7%. Lima provinsi
dengan insiden diare tertinggi adalah Aceh (10,2%), Papua (9,6%), DKI Jakarta
(8,9%), Sulawesi Selatan (8,1%), dan Banten (8,0%). Karakteristik diare balita
tertinggi terjadi pada kelompok umur 12-23 bulan (7,6%).[3]
Penyebab diare bersifat multifaktorial, disamping adanya agen penyebab,
unsur kerentanan dan perilaku hospes serta faktor lingkungan berpengaruh, oleh
karenanya program pencegahan dan pemberantasan diare diarahkan untuk

1
memperkuat daya tahan tubuh hospes, mengubah lingkungan dan perilaku ke
arah yang kondusif untuk kesehatan. [2]
Kondisi lingkungan yang buruk adalah salah satu faktor meningkatnya
kejadian diare karena status kesehatan suatu lingkungan yang mencakup
perumahan, pembuangan kotoran, dan penyediaan air bersih.Hal ini dapat
menyebabkan masalah kesehatan lingkungan yang besar karena dapat
menyebabkan mewabahnya penyakit diare dan mempengaruhi kondisi
kesehatan masyarakat.[4]
Kebersihan anak maupun kebersihan lingkungan memegang peranan
penting pada tumbuh kembang anak baik fisik maupun psikisnya. Kebersihan
anak yang kurang, akan memudahkan terjadinya penyakit cacingan dan diare
pada anak. Oleh karena itu pendidikan yang cukup harus ditunjukan untuk
bagaimana cara membuat lingkungan yang baik dan layak untuk tumbuh
kembang anak, sehingga meningkatkan rasa aman bagi anak untuk bagaimana
cara mengeksplorasi lingkungan.[6]
Diare melanjut dapat menyebabkan malnutrisi, defisiensi mikronutrien,
meningkatkan risiko morbiditas, dan mortalitas penyakit lain terkait diare serta
berpengaruh terhadap pertumbuhan dan perkembangan.[5]
Dalam menurunkan morbiditas dan mortalitas akibat diare, upaya
rehidrasi oral telah digunakan secara luas di Indonesia. Disamping upaya
tersebut, terdapat strategi lain yangdigunakan untuk menurunkan morbiditas
dan mortalitas yaitu suplementasi mikronutrien, menurunkan kerentanan
pejamu terhadap infeksi,dan meningkatkan kemampuan regenerasi usus. [7]
Menurut data UPTD Puskesmas Wani angka kejadian diare pada tahun
2016 sebanyak 573 kasus atau 34,9%. Penyakit Diare merupakan salah satu
penyakit yang berpotensi untuk terjadinya kejadiaan luar biasa (KLB) dan
kasus ini masih menduduki urutan ke-5 dari 10 pola terbesar penyakit di UPTD
Puskesmas Wani.[8]

2
Sepuluh Penyakit Terbesar Puskesmas Wani tahun 2016
No Nama Penyakit Jumlah
1 Infeksi akut lain pada Saluran pernafasan Bagian Atas 2858
2 Penyakit dan kelainan Susunan Saraf lainnya 1188
3 Gastritis (Maag) 1027
4 Penyakit Tekanan Darah Tinggi 966
5 Diare 531
6 Penyakit Pulpa dan Jaringan periapikal 510
7 Penyakit lain pada saluran pernafasan bagian atas 500
8 Penyakit kulit alergi 453
9 Caries gigi 446
10 Gangguan gigi dan jaringan penyangga lainnya 325

Karena itu, penanganan awal sangat penting pada anak dengan diare
adalah mencegah dan mengatasi keadaan dehidrasi. Pemberian cairan pengganti
(cairan rehidrasi) baik yang diberikan secara oral (diminumkan) maupun
parenteral (melalui infus) telah berhasil menurunkan angka kematian akibat
dehidrasi pada ribuan anak yang menderita diare dan berbagai upaya telah
dilakukan untuk menurunkan angka kejadian diare, seperti penyuluhan tentang
diare dan PHBS. Upaya ini dapat menurunkan kejadian diare disetiap tahunnya,
namun belum dapat menekan kejadian diare secara optimal.

1.2.Tujuan
Adapun tujuan penyusunan laporan refleksi kasus ini meliputi :
1. Sebagai syarat penyelesaian tugas akhir di bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat
2. Sebagai gambaran penyebaran penyakit diare dan beberapa resiko
penyebarannya di wilayah kerja UPTD Puskesmas Wani

3
BAB II
PERMASALAHAN

2.1 Kasus
A. Identitas Pasien
Nama : An. E
Umur : 3 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Pekerjaan : -
Agama : Islam
Alamat : Jl.Tanggul
Tanggal Pemeriksaan 29 Agustus 2017

B. Identitas Orang Tua


Nama : Tn.S
Umur : 40 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Pekerjaan : Petani
Agama : Islam
Alamat : Jl.Tanggul

Nama : Ny.D
Umur : 37 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Pekerjaan : IRT
Agama : Islam
Alamat : Jl.Tanggul

4
C. Deskripsi Kasus
Anamnesis :
Keluhan Utama :
BAB cair
Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien datang ke puskesmas dibawa oleh ibunya dengan keluhan BAB
cair sejak 2 hari yang lalu. BAB cair dengan frekuensi lebih dari 3 kali
sehari, berwarna kekuningan, tidak berbau, konsistensi cair tidak berampas,
tidak disertai berlendir maupun darah. Riwayat demam tidak ada. Ada mual
Tapi tidak muntah. Keinginan minum pasien seperti biasa namun nafsu
makannya menurun. Pasien tidak rewel, buang air kecil lancar berwarna
kuning, tidak terasa nyeri saat berkemih.
Sebelumnya pasien mengonsumsi nasi kuning yang dibeli pada saat
penjualan nasi kuning lewat di depan rumahnya.
Riwayat Penyakit Keluarga :
Tidak ada keluarga yang menderita keluhan yang sama dengan pasien.
Riwayat Kebiasaan dan Lingkungan :
 Ibu pasien tidak mengetahui apakah anak-anak tetangga ada yang
mengalami buang air besar cair atau tidak. Pasien sering bermain di
luar rumah bersama anak-anak tetangga.
 Pasien makan 3 kali sehari dengan sayur atau lauk yang beraneka
ragam namun juga suka diberikan jajanan sekitar.
 Pasien belum mampu mencuci tangan sendiri.
 Untuk air minum, air untuk mandi, dan air untuk mencuci pakaian,
pasien mendapatkan dari air PDAM. Pasien mengaku ia memasak
air untuk keperluan konsumsi rumah tangga menggunakan tungku
kayu.
 Didalam rumah tidak terdapat hewan peliharaan .

5
 Rumah pasien berupa rumah yang berada di dalam lorong, terdiri
dari 3 kamar tidur, ruang tamu, dapur, dan kamar mandi. Ruang
tamu, ruang keluarga, dan dapur memiliki pencahayaan dan
ventilasi udara yang cukup.Semua ruangan berdinding batako,
beratap seng, dan berlantai semen. Kamar mandi terletak
berdekatan dengan dapur.Ventilasi udara rumah pasien cukup.
 Tempat pembuangan sampah terdapat di belakang rumah pasien
dan tidak memiliki tempat sampah yang khusus.
 Di depan rumah terdapat halaman yang luas, terdapat rumput-
rumput disamping rumah. Tidak tampak adanya tanaman hias, dan
kadang terdapat ayam yang berkeliaran.
 Pasien tinggal bersama ayah, ibu,nenek dan kakaknya. Rumah
pasien berdekatan dengan kandang hewan dan banyak rumput
disekitarnya, tidak ada pekarangan.
 Riwayat Antenatal :
Ibu rutin memeriksakan kandungan selama kehamilan ke bidan, dan tidak
ada penyakit selama hamil.
 Riwayat Natal :
Pasien lahir normal di puskesmas Wani, cukup bulan, dengan berat badan
lahir 2500 gr, dan panjang badan lahir 48 cm, langsung menangis.

Riwayat Imunisasi :
Jenis Vaksin Keterangan
HB O ( 0-7 hari) Diberikan
BCG (0-1 bulan) Diberikan
Polio (0, 2, 4, 6 bulan) Diberikan
DPT/HB (2, 4, 6 bulan) Diberikan
Campak (9 bulan) Diberikan

6
 Kemampuan dan Kepandaian Bayi :
Mulai tengkurap usia 4 bulan, duduk di usia 7 bulan, muncul gigi 9 bulan.
Berdiri usia 10 bulan.
 Anamnesis Makanan :
ASI diberikan sejak lahir hingga usia 2 tahun . MP-ASI mulai usia 7 bulan
hingga sekarang.

Genogram

Keterangan : = Pasien = Ayah pasien


= Laki-laki = Ibu pasien
= Perempuan

 Sosial Ekonomi
Pasien memiliki hubungan baik dengan keluarganya dan tetangga sekitar.
Pasien tergolong ekonomi sedang ke bawah. Penghasilan ayah pasien perbulan
berkisar 1.000.000 – 1.500.000 sedangkan ibunya bekerja sebagai ibu rumah
tangga.
PEMERIKSAAN FISIK
Kondisi Umum : Sakit sedang Berat Badan : 14 kg
Tingkat Kesadaran : Compos Mentis Tinggi Badan : 85 cm

7
Status Gizi : Gizi Baik

Tanda Vital

Nadi : 95 kali/menit (kuat angkat, reguler)


Suhu : 36.50C
Pernapasan : 24 kali/menit
Kulit : Warna sawo matang, lapisan lemak di bawah kulit
cukup.
Kepala : Normosefal, rambut berwarna hitam, tipis dan tidak
mengkilap, konjungtiva tidak anemis, sklera tidak
ikterus, pupil bulat isokor (diameter 3 mm). Tidak
terdapat sekret pada hidung, tidak terdapat pernapasan
cuping hidung. Tidak ada sekret pada telinga, bibir
tidak sianosis.
Tenggorokan- : Tonsil dan faring tidak tampak kelainan.
Leher Tidak terdapat pembesaran kelenjar getah bening.

Thoraks
Paru : Inspeksi : permukaan dada simetris, penggunaan
otot-otot bantu pernapasan (-).
Palpasi : massa (-), nyeri tekan (-) taktil
fremitus kiri = kanan.
Perkusi : sonor pada kedua lapang paru
Auskultasi : bronkovesikuler +/+,
wheezing (-/-), ronkhi (-/-).
Jantung : Inspeksi : iktus kordis tampak
Palpasi : iktus kordis teraba pada ICS V linea
midclavicula sinistra
Perkusi : pekak
Auskultasi : bunyi jantung I dan II murni, reguler,
bising jantung (-).
Abdomen : Inspeksi : permukaan datar, seirama gerak napas
Auskultasi : peristaltik kesan meningkat
Perkusi : Timpani

8
Palpasi : massa (-), nyeri tekan (-), hepar dan
lien tidak teraba.
Turgor : Turgor kembali segera
Ekstremitas
Atas : Akral hangat, edema (-)
Bawah : Akral hangat, edema (-)

Pemeriksaan Penunjang
Tidak dilakukan pemeriksaan penunjang

Diagnosis Kerja
Diare akut dehidrasi ringan sedang

Anjuran Pemeriksaan
1) Pemeriksaan darah rutin
2) Pemeriksaan feses

Terapi
 Medikamentosa :
Zink 20 mg (1 tablet) per hari sampai 10 hari
Oralit diberi 200 ml setiap kali BAB Cair.
 Non medikamentosa :
 Menganjurkan ibu utuk memberi minum air matang atau susu yang biasa di
minum atau makanan yang mengandung air seperti kuah sayur.
 Mengedukasi ibu tata cara pemberian oralit dan zink serta mengingatkan
kembali untuk menghabiskan konsumsi zink selama 10 hari walaupun BAB
sudah tidak cair.
 Memberi makanan bergizi pada anak secara teratur untuk membantu
meningkatkan daya tahan tubuh anak.

9
 Setelah diare berhenti, beri makanan yang sama dan makanan tambahan
selama 2 minggu.
 Nasihati ibu untuk membawa kembali anak apabila BAB cair lebih sering,
muntah berulang, sangat haus, makan dan minum sedikit, timbul demam,
berak berdarah atau tidak membaik dalam 3 hari.
 Istirahat yang cukup.
2.2 Analisis Kasus
Pasien merupakan anak yang aktif, sering bermain di lingkungan luar
rumah, pasien sering bermain dan kontak dengan tanah dan setelahnya jarang
mencuci tangan. Pasien juga belum pernah di ajari cara mencuci tangan yang
baik.

2.3 Identifikasi Masalah pada Pasien


1. Bagaimana masalah Diare di Wilayah kerja Puskesmas Wani?
2. Faktor resiko apa saja yang mempengaruhi masalah Diare di Wilayah kerja
Puskesmas Wani khususnya Kelurahan birobuli selatan?
3. Bagaimana pelaksanaan program puskesmas terkait Diare di Wilayah kerja
Puskesmas Wani khususnya Kelurahan birobuli selatan?

10
BAB III
PEMBAHASAN

Suatu penyakit dapat terjadi oleh karena ketidakseimbangan faktor-faktor


utama yang dapat mempengaruhi derajat kesehatan masyarakat. Paradigma hidup
sehat yang diperkenalkan oleh H.L. Blum mencakup 4 faktor yaitu faktor
genetik/biologis, faktor perilaku individu atau masyarakat, faktor lingkungan dan
faktor pelayanan kesehatan (jenis, cakupan dan kualitasnya). Berdasarkan kasus di
atas, jika dilihat dari segi konsep kesehatan masyarakat, maka ada beberapa yang
menjadi faktor risiko yang mempengaruhi derajat kesehatan Diare, yaitu:
1. Faktor genetik
Berdasarkan teori diare bukanlah penyakit keturunan.
2. Faktor perilaku
 Mencuci tangan tidak menggunakan sabun
Kebiasaan yang berhubungan dengan kebersihan perseorangan yang penting
dalam penularan kuman diare adalah mencuci tangan. Keefektifan mencuci
tangan pada saat sebelum makan, sebelum mengolah dan menghidangkan
makanan, serta setelah buang air besar dan kecil yang kurang dapat
memudahkan penyebaran penyakit. Hal ini dibutuhkan untuk memutus rute
transmisi penyakit. Pasien yang belum mampu untuk mencuci tangan dengan
sabun secara sendiri disertai orang tua yang jarang mencuci tangan dengan
sabun secara efektif bisa menjadi salah satu penyebab.
 Mengolah makanan dengan tidak higienis.Pengolahan makanan yang tidak
higienis bisa menjadi salah satu penyebab, misalnya makanan yang tercemar
debu, sampah, dihinggapi lalat dan air yang kurang masak. Pengelolaan
makanan sesuai WHO yakni 1) jaga kebersihan, 2) pisahkan bahan makanan
matang dan mentah, 3) masak makanan hingga matang, 4) simpan makanan
pada suhu aman, 5) gunakan air bersih dan bahan makanan yang baik.

11
Faktor perilaku yang mempengaruhi pada kasus ini yaitu pasien habis
mengonsumsi makanan nasi kuning dan kebiasaan main di lingkungan luar
rumah dan tidak mencuci tangan setelahnya.
3. Faktor lingkungan
Faktor lingkungan yang mempengaruhi pasien dengan Diare yaitu lokasi
rumah yang berdekatan dengan kandang ternak ayam, rumput yang banyak
disekitar rumah dan kondisi rumah yang tidak sehat dimana pembuangan sampah
terdapat di belakang rumah dan tidak mempunyai tempat yang khusus.

Menurut Persyaratan Kesehatan Rumah Tinggal menurut Keputusan Menteri


Kesehatan RI Nomor : 829/Menkes/SK/VII/1999:[8]
1. Bahan bangunan,
a. Tidak terbuat dari bahan yang dapat melepaskan zat-zat yang dapat
membahayakan kesehatan, antara lain sebagai berikut :
 Debu Total tidak lebih dari 150 µg m3
 Asbes bebas tidak melebihi 0,5 fiber/m3/4jam
 Timah hitam tidak melebihi 300 mg/kg
b. Tidak terbuat dari bahan yang dapat menjadi tumbuh dan berkembangnya
mikroorganisme patogen.
 Rumah pasien merupakan rumah permanen yang dindingnya terbuat dari
batako.
2. Komponen dan penataan ruang rumah. Komponen rumah harus memenuhi
persyaratan fisik dan biologis sebagai berikut:
a. Lantai kedap air dan mudah dibersihkan
b. Dinding
 Di ruang tidur, ruang keluarga dilengkapi dengan sarana ventilasi
untuk pengaturan sirkulasi udara
 Di kamar mandi dan tempat cuci harus kedap air dan mudah
dibersihkan

12
c. Langit-langit harus mudah dibersihkan dan tidak rawan kecelakaan
d. Bumbung rumah yang memiliki tinggi 10 meter atau lebih harus
dilengkapi dengan penangkal petir
e. Ruang di dalam rumah harus ditata agar berfungsi sebagai ruang tamu,
ruang keluarga, ruang makan, ruang tidur, ruang dapur, ruang mandi dan
ruang bermain anak
f. Ruang dapur harus dilengkapi dengan sarana pembuangan asap.
 Rumah pasien memiliki sirkulasi yang kurang, beberapa ruangan tidak
tertata rapi, dapur tidak dilengkapi saran pembuangan asap.
3. Pencahayaan
Pencahayaan alam atau buatan langsung atau tidak langsung dapat menerangi
seluruh bagian ruangan minimal intensitasnya 60 lux dan tidak menyilaukan.
 Rumah pasien sudh memiliki akses untuk pencahayaan alam yang cukup,
dimana terdapat beberapa jendekah yang selalu dibuka sehingga
pencahayaan ke dalam rumah cukup.
4. Kualitas Udara
Kualitas udara di dalam rumah tidak melebihi ketentuan sebagai berikut :
b. Suhu udara nyaman berkisar antara l8°C sampai 30°C
c. Kelembaban udara berkisar antara 40% sampai 70%
d. Konsentrasi gas SO2 tidak melebihi 0,10 ppm/24 jam
e. Pertukaran udara
f. Konsentrasi gas CO tidak melebihi 100 ppm/8jam
g. Konsentrasi gas formaldehide tidak melebihi 120 mg/m3
 Kualitas udara dirumah pasien dapat dikatakan cukup dinilai dari
pertukaran udara yang sudah baik karena ruangan tidak pengap, dan
langsung terpapar cahaya matahari.
5. Ventilasi
Luas penghawaan atau ventilasi alamiah yang permanen minimal 10% dari
luas lantai

13
 Dirumah pasien dapat dikatakan cukup dimana terdapat jendela di tiap
sudut ruangan.
6. Binatang penular penyakit
Tidak ada tikus bersarang dalam rumah
 Rumah pasien bersebelahan dengan kandang hewan ternak, terkadang
terdapat tikus di dalam rumah.
7. Air
a. Tersedia air bersih dengan kapasitas minimal 60 lt/hari/orang
b. Kualitas air harus memenuhi persyaratan kesehatan air bersih dan air
minum sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
 Dirumah pasien menggunakan DAP dan menggunakan air masak untuk
kebutuhan air minum sehari-hari.
8. Tersediannya sarana penyimpanan makanan yang aman dan hygiene
 Penyimpanan makanan pasien di atas meja makanan, dengan
menggunakan penutup makanan yang terbuat dari plastik.
9. Limbah
a. Limbah cair berasal dari rumah, tidak mencemari sumber air, tidak
menimbulkan bau dan tidak mencemari permukaan tanah.
b. Limbah padat harus dikelola agar tidak menimbulkan bau, tidak
menyebabkan pencemaran terhadap permukaan tanah dan air tanah.
 Jarak antara rumah pasien dan tempat sampah umum ±10 meter, dan
keluarga pasien selalu membuang limbah di lokasi pembuangan sampah
yang kemudian di bakar.
10. Kepadatan hunian ruang tidur
Luas ruang tidur minimal 8m2 dan tidak dianjurkan digunakan lebih dari dua
orang tidur dalam satu ruang tidur, kecuali anak dibawah umur 5 tahun.
 Ruang tidur dirumah pasien berjumlah 3 kamar dengan masing-masing
ukuran 4x4 m2, berisi 1 tempat tidur. Kebersihan kamar tidur dirumah
pasien dapat dikatakan kurang karena tempat tidur tidak tertata rapi.

14
Menurut Penilaian Rumah Tangga Sehat yang terdiri dari 7 indikator PHBS dan 3
indikator GHS keluarga pasien tidak memenuhi rumah tangga sehat. 10

Adapun 7 indikator PHBS yang dinilai adalah:
1.
Pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan
2. Bayi diberi asi eksklusif
3. Mempunyai jaminan pemeliharaan kesehatan
4. Ketersediaan air bersih
5. Ketersediaan Jamban Sehat
6. Kesesuaian Luas lantai dengan jumlah penghuni
7. Lantai Rumah bukan tanah

 3 Indikator Gaya hidup Sehat (GHS)

1. Tidak merokok dalam rumah


2. Melakukan aktivitas fisik setiap hari
3. Makan buah dan sayur setiap hari

4. Faktor pelayanan kesehatan


Pelayanan kesehatan masyarakat terkait kinerja puskesmas untuk
menanggulangi Diare mulai dari pelayanan UKP berbasis pelayanan di polik
MTBS, melakukan pengukuran TB, BB, menilai status gizi serta penyuluhan
terkait diagnosa penyakit pasien, melakukan anamnesis, pemeriksaan fisik dan
diagnosa, apotik sebagai penyedia obat yang sesuai dengan diagnosa, juga
pelayanan UGD jika ditemukan kondisi buruk terkait komplikasi diare seperti
dehidrasi dan lain sebagainya, perlunya juga ditingkatan mengenai pelayanan
kesehatan lingkungan yang sangat berperan penting dalam mengendalikan
masalah diare di lingkungan kerja Puskesmas Wani.
Pada pelayanan kesehatan yakni Puskesmas Wani, terdapat 1 orang
pemegang program diare dan berkoordinasi dengan pemegang program

15
kesehatan lingkungan . Selain itu, tersedianya sarana rehidrasi yang juga dikenal
sebagai pojok oralit dan terdapat media untuk penyuluhan tentang penyakit diare.
Adapun kendala dalam penanganan diare di puskesmas ini yaitu tidak ada
fasilitas pemeriksaan feses untuk mengetahui penyebab diare.
Data yang diperoleh dari kasus diare dari tahun 2014 terdapat 392 kasus dan
mengalami peningkatan ke tahun 2015 sebanyak 643 kasus. dari tahun 2015 ke
tahun 2016 573 kasus. Hal ini mencerminkan bahwa masih kurang kebersihan
lingkungan, kebersihan diri dan makanan serta mengkonsumsi makanan dan
minuman bergizi tinggi, juga upaya-upaya preventif lainnya berpengaruh besar
terhadap terjadinya kasus Diare. Peningkatan pada kasus diare dikarenakan
faktor perilaku dari setiap masyarakat yang belum menerapkan perilaku hidup
bersih dan sehat. Contohnya sampah yang tidak dibuang pada tempatnya
sehingga menumpuk dan membusuk salah satu faktor yang mempengaruhi pada
kasus diare. Selain itu terdapat curah hujan yang mengakibatkan air menjadi
tergenang dan terdapat banyak sampah yang tidak dibersihkan.
Untuk pelayanan kesehatan di Puskesmas Wani untuk mencegah terjadinya
diare pada anak cukup baik. Petugas puskesmas sering mengadakan penyuluhan
mengenai PHBS dan juga diare. Di poliklinik puskesmas sendiri, pasien sering di
ajarkan bagaimana mencuci tangan dengan sabun dengan baik dan benar. Hal
inilah yang membuat angka kejadian diare di puskesmas Wani menurun. Namun
insidensi yang masih terbilang cukup banyak dengan masuknya diare ke dalam
urutan ke 5 dari 10 penyakit terbanyak di Puskesmas Wani masih perlu perhatian
khusus. Perlunya ditingkatkan mengenai pelayanan kesehatan lingkungan yang
sangat berperan penting dalam mengendalikan masalah diare di wilayah kerja
Puskesmas Wani. Upaya yang diperlukan bisa dengan melakukan pelayanan
konseling, inspeksi faktor risiko lingkungan serta intervensi lingkungan baik
secara pembinaan maupun secara pemenuhan kebutuhan dasar lingkungan fisik
pasien yang bersangkutan

16
Pasien Poli MTBS/Anak (ukur
TB,BB,Tanda Vital,
anamnesis-penatalaksanaan)

Pojok Oralit memberikan


penyuluhan terkait DIARE

Apotik

Memberikan obat sesuai resep


dokter

Alur Pelayanan UPTD Puskesmas Wani

Penentuan derajat dehidrasi menurut WHO


Penilaian A B C
Lihat :
Keadaan umum Baik, sadar gelisah, rewel lesu, lunglai atau
tidak sadar
Mata Normal Cekung Sangat cekung
Rasa haus Minum biasa haus, ingin minum malas minum atau
tidak haus banyak tidak bisa minum
Periksa : turgor Kembali cepat kembali lambat kembali sangat
kulit lambat

17
Hasil Tanpa dehidrasi Dehidrasi Dehidrasi berat
pemeriksaan ringan/sedang bila
ada 2 tanda atau Bila ada 2 tanda
lebih tanda lain atau lebih tanda
lain
Terapi : Rencana terapi A Rencana terapi B Rencana terapi C

Terdapat kebijakan dari Departemen Kesehatan Republik Indonesia mengenai


penetapan lima pilar penatalaksanaan diare bagi semua kasus diare yang diderita anak
balita, baik dirawat dirumah maupun sedang dirawat dirumah sakit, yaitu:
1. Rehidrasi dengan menggunakan oralit,
2. Zink diberikan selama 10 hari berturut-turut,
3. ASI dan makanan tetap diteruskan,
4. Antibiotik selektif, dan
5. Nasihat kepada orang tua.

Dari hasil pemeriksaan dapat ditegakan diagnosis diare akut tanpa dehidrasi.
Untuk penatalaksanaan diare akut tanpa dehidrasi pada anak ini, diberikan terapi A
menurut WHO dan Departemen Kesehatan RI, yaitu :

Rencana Terapi A, untuk Anak Diare tanpa Dehidrasi (Perawatan di Rumah)


1. Beri cairaan tambahan
 Sampai umur 1 tahun : 50 sampai 100 ml setiap kali berak.
 Umur 1 sampai 5 tahun : 100 sampai 200 ml setiap kali berak.
Katakan kepada ibu :
 Agar meminumkan sedikit-sedikit tapi sering dari mangkuk/cangkir/gelas.
 Jika anak muntah, tunggu 10 menit. Kemudian lanjutkan lagi dengan lebih
lambat.
 Lanjutkan pemberian cairan tambahan sampai diare berhenti.

18
2. Beri tablet Zink selama 10 hari
3. Lanjutkan pemberian makan
4. Beritahu ibu kapan kembali

Rencana Terapi B, untuk Anak Diare dengan Dehidrasi Ringan-Sedang


1. Jumlah oralit atau cairan parenteral (jika diperkirakan kebutuhan cairan untuk
pasien melalui oral tidak tercukupi karena pasien muntah) yang dibutuhkan 3
jam pertama : 75 ml/kgBB
2. Berikan tablet zink selama 10 hari
 <6 bulan = 10 mg/hari (1/2 tablet)
 >6 bulan = 20 mg/hari (1 tablet)
3. Setelah 3 jam :
 Ulangi penilaian derajat dehidrasi
 Pilih rencana terapi yang sesuai
4. Berikan oralit setiap kali berak
 < 2 tahun = 50-100 ml setiap kali berak
 > 2 tahun = 100-200 ml setiap kali berak
 Atau 10 ml/kgBB/BAB
 Minumkan sedikit-sedikit tapi sering

Rencana Terapi C, untuk Anak Diare dengan Dehidrasi Berat

1. Beri cairan interavena secepatnya. Jika anak bisa minum, beri oralit melalui
mulut sementara infus dipersiapkan. Beri 100 ml/kg cairan Ringer Laktat (atau
jika tak tersedia, gunakan cairan NaCl) yang dibagi sebagai berikut :
Umur Pemberian Pertama Pemberian selanjutnya
70 ml/kgBB selama : 70 ml/kgBB selama :
Bayi 1 jam 5 jam
(di bawah 12 bulan)

19
Anak 30 menit 2 ½ jam
(1 sampai 5 tahun)

2. Periksa kembali anak setiap 15-30 menit. Jika nadi belum teraba, beri tetesan
lebih cepat.
3. Beri oralit (kira-kira 5 ml/kg/jam) segera setelah anak mau minum: biasanya
sesudah 3-4 jam (bayi) atau 1-2 jam (anak) dan beri juga tablet Zinc.
4. Periksa kembali bayi sesudah 6 jam atau anak sesudah 3 jam. Klasifikasikan
Dehidrasi dan pilih Rencana Terapi yang sesuai untuk melanjutkan
pengobatan.
Pada kasus ini, faktor yang berperan dalam penularan diare ialah faktor perilaku,
lingkungan dan pelayanan kesehatan. Oleh karena itu, sangat penting bagi kita untuk
waspada dengan menjaga perilaku hidup bersih dan sehat untuk meminimalisir resiko
tertular diare serta untuk pelayanan kesehatan agar lebih meningkatkan koordinasi
antara bagian konseling dengan bagian pelayanan kesehatan terutama dalam
melakukan sosialisasi berupa penyuluhan yang berkaitan dengan sanitasi lingkungan
dan perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS).

20
BAB V

PENUTUP

5.1 Kesimpulan
Kesimpulan dari laporan refleksi kasus ini adalah diare masih menempati posisi
ke lima dari 10 Penyakit Terbanyak di Puskesmas Wani. Diare merupakan
penyakit yang dapat dicegah dengan pemberian ASI ekslusif, imunisasi
lengkap, penerapan gaya hidup sehat, mengaplikasikan perilaku hidup bersih
dan sehat, serta menjaga kebersihan rumah agar tetap sehat. Kejadian penyakit
diare pada kasus ini di pengaruhi faktor perilaku dan faktor lingkungan.

5.2 Saran
Adapun saran yang dapat diberikan adalah sebagai berikut.
1. Promosi kesehatan (health promotion)
 Penyediaan makanan sehat dan cukup (kualitas maupun kuantitas)
 Perbaikan hygiene dan sanitasi lingkungan, misalnya penyediaan air
bersih, pembuangan sampah, pembuangan tinja dan limbah.
 Edukasi tentang Perilaku Hidup Bersih dan Sehat, salah satunya
pentingnya mencuci tangan dengan sabun.
 Pendidikan kesehatan
Dalam hal ini perlu untuk memberikan promosi kesehatan tentang
makanan sehat dan cukup, bagaimana menjaga higinitas dan sanitasi
lingkungan serta penyuluhan kesehatan tentang diare di tingkat
masyarakat dan sekolah-sekolah di wilayah Puskesmas Wani.
2. Perlindungan umum dan khusus terhadap penyakit-penyakit tertentu
(general and specific protection)
 Pembuangan tinja di tempat yang aman, terutama yang berasal dari
penderita diare, baik penderita bayi, anak ataupun dewasa;

21
 Cuci tangan setelah buang air besar, setelah membersihkan kotoran
bayi/anak, sebelum makan, menyuapi atau menyiapkan makanan;
 Menjaga agar air minum terbebas dari pencemaran, baik di rumah
maupun di sumbernya.
 Memastikan kebersihan tempat penyimpanan makanan sehingga tidak
dihinggapi serangga ataupun tercemari oleh debu.
3. Penegakkan diagnosa secara dini dan pengobatan yang cepat dan
tepat(early diagnosis and prompt treatment)
Jika ada didapatkan penderita diare segera dilakukan penegakkan diagnosa
dan pengobatan yang cepat dan tepat.
4. Pembatasan kecacatan (dissability limitation)
Pengobatan dan perawatan yang sempurna agar penderita sembuh dan tak
terjadi komplikasi, sehingga apabila telah ditegakkan diagnosa diare
diberikan pengobatan sesuai dengan gejala dan dianjurkan untuk ke faskes
terdekat untuk mendapatkan penanganan awal apabila didapatkan diare
dengan dehidrasi.
5. Pemulihan kesehatan (rehabilitation)
Pada tingkat ini, pasien diberikan konseling tentang jika munculnya gejala
baru atau bertambah parah agar segera dibawa ke puskesmas, misalnya
BAB cair lebih banyak, lebih sering, disertai darah, muntah, anak
rewel/gelisah, tidak mau minum, dan sebagainya.

22
DAFTAR PUSTAKA

[1] Hasan R. dkk. 2005. Buku Kuliah 1, Ilmu Kesehatan Anak, Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia : Jakarta.

[2] Christy, M.Y. 2014. Faktor yang Berhubungan dengan Kejadian Dehidrasi
Diare pada Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Kalijudan. Jurnal Berkala
Epidemiologi, Vol.2, No.3, 297-308. [Cited : 31 Juli 2017]. Diakses pada :
<http://e-journal.unair.ac.id/index.php/JBE/article/download/1232/1005>.

[3] Lolopayung, M., dkk. 2014. Evaluasi Penggunaan Kombinasi Zink dan
Probiotik pada penanganan pasien diare anak di Instalasi Rawat Inap RSUD
Undata Palu Tahun 2013. Online Jurnal of Natural Science, Vol. 3 (1): 55-64.
http://jurnal.untad.ac.id/jurnal/index.php/ejurnalfmipa/article/view/2210/1418.

[4] Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, 2013. Riset Kesehatan Dasar.
Kementerian Kesehatan RI : Jakarta.

[5] S. Fiesta O., Dharma S & Marsaulina, I. 2012. Hubungan Kondisi Lingkungan
Perumahan Dengan Kejadian Diare Di Desa Sialang Buah Kecamatan Teluk
Mengkudu Kabupaten Serdang Bedagai Tahun 2012. [Cited 3 Agustus 2017].
Diakses dari <http//jurnal.usu.ac.id/index.php/lkk/article/download/3282/1609>

[6] Marlia, D.L., Dwipoerwantoro, P.G & Adwani N. 2015. Defisiensi Zinc
sebagai Salah Satu Faktor Risiko Diare Akut menjadi Diare Melanjut. Sari
Pediatri, Vol.16, No.5. Departemen Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia/RS Dr. Cipto Mangunkusumo : Jakarta.

[7] Pramitasari, A.I., Bakri, A & Pardede, N. 2012. Pengaruh Pemberian Vitamin A
terhadap Kadar Vitamin A dalam Darah dan Lama Diare pada Pasien Diare

23
Akut di Bagian Anak RS Muh. Hoesein Palembang. Sari Pediatri, Vol 3, No.2.
Bagian IKA FK-UNSRI/RS Moh. Hoesein : Palembang.

[8] Anonim, 2016. Profil Kesehatan Dinas Kesehatan Kota Palu UPT Puskesmas
Wani Tahun 2016.

[9] Keputusan Menteri Kesehatan RI No.829 Menkes SK/VII/1999 Tentang


Persyaratan Kesehatan Perumahan.

[10] Seksi Promosi Kesehatan Dinas Kesehatan, 2015. Perilaku Hidup Bersih dan
Sehat di Rumah Tangga, Bakti Husada, Jakarta.

24
LAMPIRAN DOKUMENTASI RUMAH PASIEN

Gambar 1. Tampak depan rumah pasien.

Gambar 2. Tampak ruang tengah dan langit rumah.

25
Gambar 3 Tampak ruang tamu bagian depan

26
Gambar 3. Tampak dapur bagian belakang rumah.

Gambar 4. Tampak rumah bagian belakang.

27
Gambar 5. Tampak rumah dari belakang.

28
Gambar 6. Tempat saluran pembuangan air dan kotoran berdampingan dengan tungku
memasak

29

Anda mungkin juga menyukai